Anda di halaman 1dari 32

Referat Struma

CONTOH KASUS:

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 52 th
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Kirig 02/01 Mejobo Kudus

DATA DASAR
I DATA SUBJEKTIF
ANAMNESA:
Autoanamnesa dengan pasien dan alloanamnesa dengan keluarga pasien pada tanggal
14 November 2016.
Keluhan Utama : Benjolan pada leher
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD dengan keluhan adanya benjolan di leher sebelah kiri.
Benjolan tersebut timbul sejak 5 tahun yang lalu. Pertama kali muncul benjolan ini hanya
seperti kulit kandel (seperti kulit menebal yang diffuse), benjolan menetap dan semakin
membesar. Suara serak (-), sesak (-), demam (-), sulit menelan (+) sejak 1 bulan yang
lalu, palpitasi (-), BB menurun (-), nafsu makan baik, BAB dbn, BAK dbn

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Hipertensi (-)
- Diabetes melitus (-)
- Riwayat terapi radiasi (-)
- Riwayat keganasan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Hipertensi (-)
- Diabetes melitus (-)
- Riwayat terapi radiasi (-)
- Riwayat keganasan (-)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 1
Referat Struma

Riwayat Lingkungan:
Konsumsi garam beryodium, bertempat tinggal tidak di pegunungan
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien bekerja sebagai petani. Biaya pasien ditanggung oleh BPJS non PBI kelas 3.

II. PEMERIKSAAN OBJEKTIF

Keadaan umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
TD : 118/73 mmHg
Nadi : 84 x/menit, regular, isi cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,40C

III. STATUS GENERALISATA

Kulit : Anemis (-), ikterik (-), turgor (kembali lambat)


Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), matacekung (-/-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening servikal (-/-), deviasi trakea (-), benjolan
(+)
Thorax
Jantung
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba pada sela iga V,linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : Batas atas jantung di sela iga III linea parasternal sinistra
Batas kanan jantung di sela iga IV linea sternal dextra
Batas kiri jantung di sela iga V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru
Inspeksi : Bentuk normal, simetris saat inspirasi dan ekspirasi; retraksi
suprasternal, supraklavikula, subkostal (-)
Palpasi : Stem fremitus dada bagian kanan dan kiri teraba sama kuat
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 2
Referat Struma

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema(-), capilary refill time <2 detik

IV. STATUS LOKALISATA


Regio Colli
Inspeksi : Benjolan di leher sebelah kiri
Palpasi : Konsistensi kenyal, permukaan rata, dapat digerakkan, suhu
teraba sama dengan sekitarnya, nyeri tekan (-)
Auskultasi : Bruit (-)

V. ASSESMENT

Diagnosa Kerja: Struma Difusa Non Toxic (SNNT)


Diagnosa Banding:
Goiter
Graves disease
Karsinoma Tiroid

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Rutin (13 November 2016)
Hemoglobin 13.3 g/dL 12.0-15.0
Eritrosit 6,66 jt/ul 4.0-5.1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 3
Referat Struma

Hematokrit 37.7 % 36-47


Trombosit 295 10^3/ul 150-400
Lekosit 9.6 10^3/ul 4.0-12.0
Netrofil 35.8 % 50-70
Limfosit 34.9 % 25-40
Monosit 12.3 % 2-8
Eosinofil 15.3 % 2-4
Basofil 0.5 % 0-1
MCH 35.0 Pg 27.0-31.0
MCHC 35.3 g/dL 33.0-37.0
MCV 84.9 fL 79.0-99.0
RDW 12.7 % 10.0-15.0
MPV 15.3 fL 6.5-11.0
PDW 11.2 fL 10.0-18.0

Kimia Klinik

Ureum 20 mg/dL 19-44


Kreatinin 0.6 mg/dL 0.6-1.3
GDS 73 mg/dL 70-140

Elektrolit

Kalium 3.9 mmol/L 3.6 5.5


Natrium 135 mmol/L 135 - 155
Klorida 99 mmol/L 75 - 108

Sero Imunologi

HBsAg Positif Negatif


Anti HIV Non reaktif Non reaktif
Anti HCV Negatif Negatif

VII. PENATALAKSANAAN

Infus RL 20 tpm

Inj Ketorolac 3 x 30 mg IV

Inj Ranitidin 2 x 1 amp IV

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 4
Referat Struma

Operatif : Lobektomi subtotal

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB I
PENDAHULUAN
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan
kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang menyebabkan perubahan
fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu
penyakit yang sering dijumpai sehari-hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti, struma dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.

Survey epidemiologi untuk struma endemik sering ditemukan di daerah pegunungan


seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah pegunungan lainnya. Untuk
struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada wanita
ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita, sedangkan pria 1-5 dari 1.000 pria.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 5
Referat Struma

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID

Untuk mengetahui penyakit dan kelainan tiroid, perlu diingat kembali tentang anatomi
tiroid. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali sebelum terjadi
perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan.

2.1 Anatomi Tiroid

Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra dan isthmus
yang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat ditemukan bagian keempat yaitu lobus
piramidalis yang letaknya di atas isthmus agak ke kiri dari garis tengah. Lobus ini merupakan
sisa jaringan embrional tiroid yang masih tertinggal.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 6
Referat Struma

Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 30 gram dan terletak antara tiroidea dan
cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu lapisan yang disebut true
capsule.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari :

. 1) A. Tiroidea superior yang merupakan cabang dari A. Carotis Externa

2) A. Tiroidea Inferior yang merupakan cabang dari A. Subclavia

3) A. Tiroidea Ima yang merupakan cabang dari Arcus Aorta

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 7
Referat Struma

Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Laringeus Rekurens dari nervus Vagus.
Saraf ini terletak di dorsal tiroid sebelum masuk ke laring. Saraf ini mempersarafi otot-otot
intrinsik laring kecuali M. Cricotiroid. Apabila terjadi cedera pada N. Laryngeus rekurens
dapat menyebabkan serak hingga hilangnya suara, obstruksi jalan nafas, gangguan
mekanisme batuk.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 8
Referat Struma

2.2 Fisiologi Tiroid

Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan hormon


Tiroksin atau T4, triiodotironin atau T3 dan kalsitonin. Di dalam darah sebagian besar T3 dan
T4 terikat oleh protein plasma yaitu albumin, Thyroxin Binding Pre Albumin (TBPA) dan
Thyroxin Binding Globulin (TGB). Sebagian kecil T3 dan T4 bebas beredar dalam darah dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 9
Referat Struma

berperan dalam mengatur sekresi TSH. Hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating
hormone ( TSH ) yang dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya
dipengaruhi oleh thyrotropine-releasing hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga
mengeluarkan calcitonin dari parafolicular cell, yang dapat menurunkan kalsium serum
berpengaruh pada tulang.

Fungsi hormon tiroid antara lain :

1) Meningkatkan kecepatan metabolisme

2) Efek kardiogenik (inotropik dan kronotropik)

3) Efek simpatogenik (meningkatkan aktivitas katekolamin)

4) Mempengaruhi aktivitas growth hormone

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 10
Referat Struma

Pembentukan dan sekresi hormon tiroid

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 11
Referat Struma

BAB III
PEMBAHASAN
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek
fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi :

1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi

a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus,


seperti yang ditemukan pada Graves disease.

b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu
lobus, seperti yang ditemukan pada Plummers disease.

2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi

a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter

b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid

Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon tiroid di
dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid dalam kadar berlebih atau
biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang dari normal atau biasa disebut
hipotiroid. Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah :

Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan

Tidak tahan panas dan hiperhidrosis

Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga


menghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka
panjang dapat menjadi fibrilasi atrium

Tremor

Diare

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 12
Referat Struma

Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria

Exophtalmus

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :

Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah

Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik

Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah

Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 13
Referat Struma

Beberapa obat yang dapat mempengaruhi hormon tiroid:

3.1 Struma Difusa Toksik

3.1.1 Definisi

Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Graves Disease. Penyakit ini juga biasa
disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid difus, hipertiroidi dan
eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda dengan gejala seperti
berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi terhafap panas, penurunan berat
badan, ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi
(sering buang air besar). Secara klinis sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid,
kadang terdapat juga manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi.
Etiologi penyakit ini disebabkan karena adanya suatu antibodi yang dapat ditangkap reseptor
TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan hormon tiroid.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 14
Referat Struma

Gambar : penderita penyakit Graves

3.1.2 Patofisiologi

Graves Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan system
imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid Receptor
Antibodies /TSI. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan menstimulasinya secara
berlebiham, sehingga TSH tidak dapat menempati reseptornya dan kadar hormone tiroid
dalam tubuh menjadi meningkat.

3.1.3 Gejala Klinis

Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari peningkatan metabolisme di
semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat jelas. Peningkatan
metabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori, dan seringkali asupan (intake)
kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi penurunan berat badan secara drastis.

Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk


peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung/ cardiac output
sampai dua-tiga kali normal, dan juga dalam keadaan istirahat. Irama nadi meningkat dan
tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulsus celer; penderita akan mengalami
takikardia dan palpitasi. Beban pada miokard, dan rangsangan saraf autonom dapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 15
Referat Struma

mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ektrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi
ventrikel.

Pada saluran cerna, sekresi maupun peristaltik meningkat, sehingga sering timbul
polidefekasi dan diare. Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor,
penderita sulit tidur, sering terbangun di waktu malam dan anxietas. Pada saluran napas,
hipermetabolisme dapat menimbulkan dispnea dan takipnea.

Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia. Selain itu
gejala hipertiroid dapat berdampak pada mata yang disebabkan oleh reaksi autoimun berupa
ikatan antibodi terhadap reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata.
Jaringan ikat dan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke
luar dan otot mata terjepit. Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan kerusakan
bola mata akibat keratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan strabismus.

Gambar : Skema patogenesis penyakit Graves

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 16
Referat Struma

3.1.4 Tatalaksana

Pemberian antitiroid

Radioactive iodine (RAI)

Operasi

Pemberian antitiroid

Antitiroid yang sering digunakan adalah PTU atau metimazol. Dosis PTU 100-300 mg
3x/hari sedangkan metimazol 10-30 mg 1x/hari. Kedua obat tersebut memiliki mekanisme
kerja yang sama yaitu menurunkan hormon tiroid dengan cara menghambat ikatan
organik iodine dan coupling iodotirosin serta menghambat konversi T4 menjadi T3. PTU
dan metimazol dapat melewati sawar plasenta, dieksresikan melalui ASI dan dapat
menghambat fungsi tiroid fetal. Tetapi dikatakan PTU punya risiko yang lebih rendah
dalam hal transfer transplasental.

Radioactive iodine (RAI)

Keuntungan utama pengobatan ini adalah menghindari prosedur pembedahan dan risiko
yang menyertainya, mengurangi biaya pengobatan secara keseluruhan, dan kemudahan
perawatan. Obat antitiroid diberikan sampai pasien eutiroid dan kemudian dihentikan
untuk memaksimalkan penyerapan obat. Dosis 131I dihitung setelah pemeriksaan awal
dan biasanya terdiri dari 8 sampai 12 mCi diberikan secara oral. RAI juga telah
didokumentasikan menyebabkan perkembangan ophthalmopathy Graves '
(33% setelah RAI dibandingkan dengan 16% setelah operasi), dan ophthalmopathy lebih
sering terjadi pada perokok. Meskipun tidak ada bukti masalah jangka panjang dengan
infertilitas, dan kanker secara keseluruhan tingkat insiden tidak berubah, ada peningkatan
risiko kecil goiter nodular, kanker tiroid, dan hiperparatiroidisme pada pasien yang telah
diobati dengan RAI. Terapi RAI adalah yang paling sering digunakan pada pasien yang
lebih tua dengan ukuran goiter kecil atau berukuran sedang, orang-orang yang telah
kambuh setelah medis atau terapi bedah, dan kontraindikasi obat antitiroid dan operasi.
kontraindikasi absolute untuk RAI termasuk wanita yang sedang hamil (atau
merencanakan kehamilan dalam waktu 6 bulan pengobatan) dan menyusui. kontraindikasi
relative termasuk pasien muda (yaitu, terutama anak-anak dan remaja), orang-orang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 17
Referat Struma

dengan nodul tiroid, dan mereka dengan ophthalmopathy.

Operasi

Pembedahan dianjurkan ketika RAI merupakan kontraindikasi pada pasien yang (a) telah
dikonfirmasi kanker atau tiroid yang mencurigakan nodul, (b) yang muda, (c) keinginan
untuk hamil segera (<6 bulan) setelah pengobatan, (d) memiliki memiliki reaksi parah
terhadap obat antitiroid, (e) memiliki besar gondok (> 80 g) menyebabkan gejala tekan,
dan (f) adalah enggan untuk menjalani terapi RAI. indikasi relatif untuk tiroidektomi
adalah Graves ophthalmopathy Graves yang berat, pasien yang ingin cepat mencapai
kadar eutiroid dan pasien yang tidak teratur minum obat antitiroid. Kehamilan juga
merupakan kontraindikasi relatif, dan operasi digunakan hanya ketika diperlukan kontrol
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 18
Referat Struma

yang cepat dan kontraindikasi minum obat antitiroid.Pembedahan terbaik dilakukan di


trimester kedua. Pasien sebelum dioperasi harus mencapai kadar eutiroid dengan obat
antitiroid yang harus terus sampai hari operasi. Larutan Lugol iodida atau saturated
kalium iodida umumnya diberikan mulai 7 sampai 10 hari sebelum operasi (tiga tetes dua
kali sehari) untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mengurangi risiko pencetus
badai tiroid.

3.2 Struma Nodosa Toksik

3.2.1 Definisi

Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang
disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda
sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi
toksik. Pertama kali dibedakan dari penyakit Graves oleh Plummer, maka disebut juga
Plummers disease.

3.2.2 Patofisiologi

Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid yang
tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera diobati, dalam 15-20
tahun dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dari
nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi otonom sendiri
(berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian
yodium radioaktif sebagai pengobatan.

3.2.3 Gejala Klinis

Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Graves disease dengan Plummers
disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang membedakan adalah
saat pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang
hanya terjadi pada salah satu lobus.

3.2.4 Tatalaksana

Terapi yang diberikan pada Plummers Disease juga sama dengan Graves
yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 19
Referat Struma

antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU ) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara
pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika pengobatan dengan
medikamentosa gagal dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya
memberikan kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi
dan komplikasi yang minimal.

3.3 Struma Difusa Nontoksik

3.3.1 Definisi

Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid
yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan defisiensi diet dalam
harian. Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat kurang lebih 5% pada populasi
anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti terbukti dari beberapa penelitian.
Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering
terjadi di derah pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium
alam dan cakupan pemberian yodium tambahan belum terlaksana dengan baik

3.3.2 Patofisiologi

Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh adanya


defisiensi intake iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh kelainan
sintesis hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen penyebab goiter
seperti intake kalsium berlebihan maupun sayuran famili Brassica). Kurangnya iodin
menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu
peningkatan pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam darah sebagai efek
kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi dari sel
folikuler tiroid, sehingga terjadi pembesaran tiroid secara makroskopik. Pembesaran ini dapat
menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada efek kompensatorik tersebut kebutuhan hormon
tiroid terpenuhi. Akan tetapi, pada beberapa kasus, seperti defisiensi iodin endemik,
pembesaran ini tidak akan dapat mengompensasi penyakit yang ada. Kondisi itulah yang
dikenal dengan goiter hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid mengikuti level dan durasi
defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada seseorang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 20
Referat Struma

Goiter Difus

Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran yang
tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-toksik (fungsi
tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel. Dapat juga disebut
sebagai goiter koloid karena sel folikel yang membesar tesebut umumnya dipenuhi oleh
koloid. Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan sporadik.

Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai makanannya mengandung
sedikit iodium, sehingga terjadi defisiensi iodium secara meluas di daerah tersebut.

Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid atau gangguan
enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter.

Pada goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan involusi koloid. Pada
fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan simetris, walaupun
pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram). Folikel-folikelnya dilapisi oleh sel
kolumner yang banyak dan berdesakan. Akumulasi sel ini tidak sama di keseluruhan kelenjar.
Apabila setelah itu konsumsi iodin ditingkatkan atau kebutuhan tubuh akan hormon tiroid
menurun, terjadi involusi sel epitel folikel sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi
oleh koloid. Biasanya secara makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen,
sementara secara histologis akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel
epitelnya gepeng dan kuboid.

3.3.3 Gejala Klinis

Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan pembesaran kelenjar tiroid.


Sebagian besar pasien tetap menunjukkan keadaan eutiroid, namun sebagian lagi mengalami
keadaaan hipotiroid. Hipotiroidisme lebih sering terjadi pada anak-anak dengan defek
biosintetik sebagai penyebabnya, termasuk defek pada transfer yodium.

3.3.4 Tatalaksana

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 21
Referat Struma

Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan struma dan
mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan pemberian SoL Lugoli selama 4-6
bulan. Bila ada perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai tahun dan kemudian tapering off
dalam 4 minggu. Bila 6 bulan sesudah pengobatan struma tidak juga mengecil maka
pengobatan medikamentosa tidak berhasil dan harus dilakukan tindakan operatif.

3.4 Struma Nodosa Nontoksik

3.4.1 Definisi

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. Istilah struma nodosa
menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan
pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada
tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai struma nodosa nontoksik. Kelainan ini
sangat sering dijumpai sehari-hari, dan harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang
mungkin ada.
3.4.2 Patofisiologi

SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi 10%
populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi pada seseorang
yang tidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah. Penyebabnya sampai sekarang
belum diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang penting dalam sintesis
hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung litium, propiltiourasil,
fenilbutazone, atau aminoglutatimid.

3.4.3 Gejala Klinis

Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak adanya gejala
toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 22
Referat Struma

adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai membesar
pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan
di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan,
sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya
bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah
kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi
dispnea dengan stridor inspiratoar.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup
laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.

3.4.4 Tatalaksana

Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-macam teknik
operasinya antara lain :

a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar disisakan
seberat 3 gram

b. Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh isthmus

c. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid

d. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan dan


sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan untuk mencegah
kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N. Rekurens Laryngeus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 23
Referat Struma

3.5 Karsinoma Tiroid

3.5.1 Definisi

Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari sel) yang
terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4
tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan
pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar.
Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 24
Referat Struma

Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi
kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon
tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.

3.5.2 Klasifikasi karsinoma tiroid


1. Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan jenis paling
umum dari karsinoma tiroid. Lebih sering terdapat pada anak dan dewasa muda dan lebih
banyak pada wanita. Riwayat terkena radiasi dapat menjadi penyebab dari keganasan ini.
Pertama kali muncul berupa benjolan teraba pada kelenjar tiroid atau sebagai pembesaran
kelenjar limfe didaerah leher. Metastasis dapat terjadi melalui limfe ke daerah lain pada tiroid
atau, pada beberapa kasus, ke paru.
2. Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan merupakan 20-25 % dari
karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama menyerang pada usia di atas 40
tahun.Karsinoma folikuler juga menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih sering daripada pria.
Pemaparan terhadap sinar X semasa kanak-kanak meningkatkan resiko jenis keganasan
ini. Jenis ini lebih invasif daripada jenis papiler.
3. Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10% dari kanker tiroid.
Insidensi penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Metastasis
terjadi secara cepat, mula-mula disekitarnya dan kemudian keseluruh bagian tubuh. Pada
mulanya orang hanya mengeluhkan tentang adanya benjolan di leher. Kanker yang semakin
meluas mendesak organ di sekitarnya sehingga menimbulkan suara serak, stridor, dan sukar
menelan.
4. Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller adalah unik diantara
kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih banyak pada wanita daripada pria dan paling
sering di atas 50 tahun. Karsinoma ini dengan cepat bermetastasis ke paru, tulang, dan hati.
Ciri khasnya adalah kemampuan mensekresi kalsitonin.. Karsinoma ini biasanya herediter.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 25
Referat Struma

3.5.3 Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 26
Referat Struma

Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Saat pemeriksaan perlu dibedakan


nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik :

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar
digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian
menjadi lunak.

2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang
mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah
berlangsung lama.

3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan, walaupun nodul


ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis, dan enoftalmus
merupakan tanda infiltrasi ke jaringan sekitar

4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas.

5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas terutama
yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif

6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional
atau perubahan suara menjadi serak.

7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus
karena desakan pembesaran nodul (Berrys Sign)

3.6 Langkah-langkah Penegakkan Diagnosis Struma

3.5.1 Anamnesis

Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa benjolan di
leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika
pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah
pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan,
gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-
gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 27
Referat Struma

dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik.
Sebaliknya jika pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi
dari tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.

3.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling pertama
dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda
gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.

Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar adalah
kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk
menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan,
sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar
getah bening leher. Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan :
- Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak

3.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit tiroid


terbagi atas :

1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk


mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan
teknik radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau plasma
darah. Kadar normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-120 ng/dl.
Kadar normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 28
Referat Struma

2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi


terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti antibodi tiroglobulin
dan thyroid stimulating hormone antibody

3. Pemeriksaan radiologis

Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau


pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun
sudah bisa diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan lateral biasanya
menjadi pilihan.

USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul,


membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya
jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat dengan
scanning tiroid.

Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131


yang
didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan ukuran, bentuk,
lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid (distribusi dalam
kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam 24 jam. Dari hasil scanning
tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu cold nodule bila uptake negatif
atau kurang dari normal dibandingkan dengan daerah disekitarnya, ini
menunjukkan fungsi yang rendah dan sering terjadi pada neoplasma.
Bentuk yang kedua adalah warm nodule bila uptakenya sama dengan
sekitarnya, menunjukkan fungsi yang nodul sama dengan bagian tiroid
lain. Terakhir adalah hot nodule bila uptake lebih dari normal, berarti
aktifitasnya berlebih dan jarang pada neoplasma.

4. FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu


diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya
berdasarkan hasil FNAB saja.

3.5.4 Tindakan Pembedahan

Indikasi operasi pada struma adalah :


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 29
Referat Struma

1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa

2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

3. Struma dengan gangguan kompresi

4. Kosmetik

Kontraindikasi pada operasi struma :

1. Struma toksik

2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain yang


belum terkontrol

3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya
sering dari tipe anaplastik yang prognosisnya buruk. Perlekatan pada
trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau
laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit
dilakukan eksisi yang baik.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul


tiroid tersebut suspek maligna atau benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna, maka
dibedakan apakah kasus tersebut dapat dioperasi atau tidak.

Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan biopsi
insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna
yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan isthmolobektomi atau
lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi tersebut jinak maka operasi
selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan terlebih dahulu jenis karsinoma yang
terjadi.

Komplikasi pembedahan tiroid :

a. Perdarahan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 30
Referat Struma

b. Dispneu

c. Paralisis N. laryngeus rekurens

d. Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita menjadi


lebih lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena terjadi
pemendekan pita suara oleh karena relaksasi M. Krikotiroid.

BAB IV

KESIMPULAN

Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat penting
untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat untuk mengetahui
ada tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid
dalam tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda keganasan yang dapat diketahui secara dini.

Selanjutnya adalah menentukan pemeriksaan penunjang yang tepat untuk menentukan


diagnosis pasti dari jenis struma yang ada. Dengan menegakkan diagnosis pasti maka kita
dapat mnentukkan tatalaksana yang tepat bagi struma yang dialami oleh pasien. Apakah
memerlukan tindakan pembedahan, atau cukup diberi pengobatan dalam jangka waktu
tertentu.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 31
Referat Struma

DAFTAR PUSTAKA

1. Widjosono, Garitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor


Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997 : 925-952.

2. Kariadi KS Sri Hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme
: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 :
757-778.

3. Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi, Edisi Keempat,


Buku Dua, EGC, Jakarta, 1995 : 1071-1078.

4. Liberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 : 15-19.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 32

Anda mungkin juga menyukai