CONTOH KASUS:
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 52 th
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Kirig 02/01 Mejobo Kudus
DATA DASAR
I DATA SUBJEKTIF
ANAMNESA:
Autoanamnesa dengan pasien dan alloanamnesa dengan keluarga pasien pada tanggal
14 November 2016.
Keluhan Utama : Benjolan pada leher
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD dengan keluhan adanya benjolan di leher sebelah kiri.
Benjolan tersebut timbul sejak 5 tahun yang lalu. Pertama kali muncul benjolan ini hanya
seperti kulit kandel (seperti kulit menebal yang diffuse), benjolan menetap dan semakin
membesar. Suara serak (-), sesak (-), demam (-), sulit menelan (+) sejak 1 bulan yang
lalu, palpitasi (-), BB menurun (-), nafsu makan baik, BAB dbn, BAK dbn
- Hipertensi (-)
- Diabetes melitus (-)
- Riwayat terapi radiasi (-)
- Riwayat keganasan (-)
- Hipertensi (-)
- Diabetes melitus (-)
- Riwayat terapi radiasi (-)
- Riwayat keganasan (-)
Riwayat Lingkungan:
Konsumsi garam beryodium, bertempat tinggal tidak di pegunungan
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien bekerja sebagai petani. Biaya pasien ditanggung oleh BPJS non PBI kelas 3.
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk normal, simetris saat inspirasi dan ekspirasi; retraksi
suprasternal, supraklavikula, subkostal (-)
Palpasi : Stem fremitus dada bagian kanan dan kiri teraba sama kuat
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 2
Referat Struma
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
V. ASSESMENT
Kimia Klinik
Elektrolit
Sero Imunologi
VII. PENATALAKSANAAN
Infus RL 20 tpm
Inj Ketorolac 3 x 30 mg IV
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
BAB I
PENDAHULUAN
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan
kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang menyebabkan perubahan
fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu
penyakit yang sering dijumpai sehari-hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti, struma dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID
Untuk mengetahui penyakit dan kelainan tiroid, perlu diingat kembali tentang anatomi
tiroid. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali sebelum terjadi
perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan.
Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra dan isthmus
yang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat ditemukan bagian keempat yaitu lobus
piramidalis yang letaknya di atas isthmus agak ke kiri dari garis tengah. Lobus ini merupakan
sisa jaringan embrional tiroid yang masih tertinggal.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 6
Referat Struma
Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 30 gram dan terletak antara tiroidea dan
cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu lapisan yang disebut true
capsule.
Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Laringeus Rekurens dari nervus Vagus.
Saraf ini terletak di dorsal tiroid sebelum masuk ke laring. Saraf ini mempersarafi otot-otot
intrinsik laring kecuali M. Cricotiroid. Apabila terjadi cedera pada N. Laryngeus rekurens
dapat menyebabkan serak hingga hilangnya suara, obstruksi jalan nafas, gangguan
mekanisme batuk.
berperan dalam mengatur sekresi TSH. Hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating
hormone ( TSH ) yang dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya
dipengaruhi oleh thyrotropine-releasing hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga
mengeluarkan calcitonin dari parafolicular cell, yang dapat menurunkan kalsium serum
berpengaruh pada tulang.
BAB III
PEMBAHASAN
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek
fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi :
1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu
lobus, seperti yang ditemukan pada Plummers disease.
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon tiroid di
dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid dalam kadar berlebih atau
biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang dari normal atau biasa disebut
hipotiroid. Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah :
Tremor
Diare
Exophtalmus
Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai
3.1.1 Definisi
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Graves Disease. Penyakit ini juga biasa
disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid difus, hipertiroidi dan
eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda dengan gejala seperti
berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi terhafap panas, penurunan berat
badan, ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi
(sering buang air besar). Secara klinis sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid,
kadang terdapat juga manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi.
Etiologi penyakit ini disebabkan karena adanya suatu antibodi yang dapat ditangkap reseptor
TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan hormon tiroid.
3.1.2 Patofisiologi
Graves Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan system
imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid Receptor
Antibodies /TSI. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan menstimulasinya secara
berlebiham, sehingga TSH tidak dapat menempati reseptornya dan kadar hormone tiroid
dalam tubuh menjadi meningkat.
Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari peningkatan metabolisme di
semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat jelas. Peningkatan
metabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori, dan seringkali asupan (intake)
kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi penurunan berat badan secara drastis.
mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ektrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi
ventrikel.
Pada saluran cerna, sekresi maupun peristaltik meningkat, sehingga sering timbul
polidefekasi dan diare. Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor,
penderita sulit tidur, sering terbangun di waktu malam dan anxietas. Pada saluran napas,
hipermetabolisme dapat menimbulkan dispnea dan takipnea.
Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia. Selain itu
gejala hipertiroid dapat berdampak pada mata yang disebabkan oleh reaksi autoimun berupa
ikatan antibodi terhadap reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata.
Jaringan ikat dan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke
luar dan otot mata terjepit. Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan kerusakan
bola mata akibat keratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan strabismus.
3.1.4 Tatalaksana
Pemberian antitiroid
Operasi
Pemberian antitiroid
Antitiroid yang sering digunakan adalah PTU atau metimazol. Dosis PTU 100-300 mg
3x/hari sedangkan metimazol 10-30 mg 1x/hari. Kedua obat tersebut memiliki mekanisme
kerja yang sama yaitu menurunkan hormon tiroid dengan cara menghambat ikatan
organik iodine dan coupling iodotirosin serta menghambat konversi T4 menjadi T3. PTU
dan metimazol dapat melewati sawar plasenta, dieksresikan melalui ASI dan dapat
menghambat fungsi tiroid fetal. Tetapi dikatakan PTU punya risiko yang lebih rendah
dalam hal transfer transplasental.
Keuntungan utama pengobatan ini adalah menghindari prosedur pembedahan dan risiko
yang menyertainya, mengurangi biaya pengobatan secara keseluruhan, dan kemudahan
perawatan. Obat antitiroid diberikan sampai pasien eutiroid dan kemudian dihentikan
untuk memaksimalkan penyerapan obat. Dosis 131I dihitung setelah pemeriksaan awal
dan biasanya terdiri dari 8 sampai 12 mCi diberikan secara oral. RAI juga telah
didokumentasikan menyebabkan perkembangan ophthalmopathy Graves '
(33% setelah RAI dibandingkan dengan 16% setelah operasi), dan ophthalmopathy lebih
sering terjadi pada perokok. Meskipun tidak ada bukti masalah jangka panjang dengan
infertilitas, dan kanker secara keseluruhan tingkat insiden tidak berubah, ada peningkatan
risiko kecil goiter nodular, kanker tiroid, dan hiperparatiroidisme pada pasien yang telah
diobati dengan RAI. Terapi RAI adalah yang paling sering digunakan pada pasien yang
lebih tua dengan ukuran goiter kecil atau berukuran sedang, orang-orang yang telah
kambuh setelah medis atau terapi bedah, dan kontraindikasi obat antitiroid dan operasi.
kontraindikasi absolute untuk RAI termasuk wanita yang sedang hamil (atau
merencanakan kehamilan dalam waktu 6 bulan pengobatan) dan menyusui. kontraindikasi
relative termasuk pasien muda (yaitu, terutama anak-anak dan remaja), orang-orang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 17
Referat Struma
Operasi
Pembedahan dianjurkan ketika RAI merupakan kontraindikasi pada pasien yang (a) telah
dikonfirmasi kanker atau tiroid yang mencurigakan nodul, (b) yang muda, (c) keinginan
untuk hamil segera (<6 bulan) setelah pengobatan, (d) memiliki memiliki reaksi parah
terhadap obat antitiroid, (e) memiliki besar gondok (> 80 g) menyebabkan gejala tekan,
dan (f) adalah enggan untuk menjalani terapi RAI. indikasi relatif untuk tiroidektomi
adalah Graves ophthalmopathy Graves yang berat, pasien yang ingin cepat mencapai
kadar eutiroid dan pasien yang tidak teratur minum obat antitiroid. Kehamilan juga
merupakan kontraindikasi relatif, dan operasi digunakan hanya ketika diperlukan kontrol
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kudus
Periode 26 September 2016 3 Desember 2016 18
Referat Struma
3.2.1 Definisi
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang
disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda
sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi
toksik. Pertama kali dibedakan dari penyakit Graves oleh Plummer, maka disebut juga
Plummers disease.
3.2.2 Patofisiologi
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid yang
tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera diobati, dalam 15-20
tahun dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dari
nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi otonom sendiri
(berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian
yodium radioaktif sebagai pengobatan.
Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Graves disease dengan Plummers
disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang membedakan adalah
saat pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang
hanya terjadi pada salah satu lobus.
3.2.4 Tatalaksana
Terapi yang diberikan pada Plummers Disease juga sama dengan Graves
yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian
antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU ) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara
pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika pengobatan dengan
medikamentosa gagal dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya
memberikan kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi
dan komplikasi yang minimal.
3.3.1 Definisi
Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid
yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan defisiensi diet dalam
harian. Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat kurang lebih 5% pada populasi
anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti terbukti dari beberapa penelitian.
Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium dalam diet. Kejadian goiter endemik sering
terjadi di derah pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium
alam dan cakupan pemberian yodium tambahan belum terlaksana dengan baik
3.3.2 Patofisiologi
Goiter Difus
Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran yang
tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-toksik (fungsi
tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel. Dapat juga disebut
sebagai goiter koloid karena sel folikel yang membesar tesebut umumnya dipenuhi oleh
koloid. Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan sporadik.
Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai makanannya mengandung
sedikit iodium, sehingga terjadi defisiensi iodium secara meluas di daerah tersebut.
Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid atau gangguan
enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter.
Pada goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan involusi koloid. Pada
fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan simetris, walaupun
pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram). Folikel-folikelnya dilapisi oleh sel
kolumner yang banyak dan berdesakan. Akumulasi sel ini tidak sama di keseluruhan kelenjar.
Apabila setelah itu konsumsi iodin ditingkatkan atau kebutuhan tubuh akan hormon tiroid
menurun, terjadi involusi sel epitel folikel sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi
oleh koloid. Biasanya secara makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen,
sementara secara histologis akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel
epitelnya gepeng dan kuboid.
3.3.4 Tatalaksana
Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan struma dan
mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan pemberian SoL Lugoli selama 4-6
bulan. Bila ada perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai tahun dan kemudian tapering off
dalam 4 minggu. Bila 6 bulan sesudah pengobatan struma tidak juga mengecil maka
pengobatan medikamentosa tidak berhasil dan harus dilakukan tindakan operatif.
3.4.1 Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. Istilah struma nodosa
menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan
pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada
tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai struma nodosa nontoksik. Kelainan ini
sangat sering dijumpai sehari-hari, dan harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang
mungkin ada.
3.4.2 Patofisiologi
SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi 10%
populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi pada seseorang
yang tidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah. Penyebabnya sampai sekarang
belum diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang penting dalam sintesis
hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung litium, propiltiourasil,
fenilbutazone, atau aminoglutatimid.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak adanya gejala
toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan
adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai membesar
pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan
di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan,
sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya
bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah
kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi
dispnea dengan stridor inspiratoar.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup
laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
3.4.4 Tatalaksana
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-macam teknik
operasinya antara lain :
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar disisakan
seberat 3 gram
3.5.1 Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari sel) yang
terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4
tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan
pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar.
Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi
kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon
tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar
digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian
menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang
mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah
berlangsung lama.
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas terutama
yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional
atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus
karena desakan pembesaran nodul (Berrys Sign)
3.5.1 Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa benjolan di
leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika
pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah
pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan,
gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-
gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien
dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik.
Sebaliknya jika pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi
dari tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling pertama
dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda
gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar adalah
kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk
menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan,
sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar
getah bening leher. Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan :
- Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak
3. Pemeriksaan radiologis
4. Kosmetik
1. Struma toksik
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya
sering dari tipe anaplastik yang prognosisnya buruk. Perlekatan pada
trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau
laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit
dilakukan eksisi yang baik.
Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan biopsi
insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna
yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan isthmolobektomi atau
lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi tersebut jinak maka operasi
selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan terlebih dahulu jenis karsinoma yang
terjadi.
a. Perdarahan
b. Dispneu
BAB IV
KESIMPULAN
Struma adalah suatu penyakit yang sering kita jumpai sehari-hari. Sangat penting
untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dan cermat untuk mengetahui
ada tidaknya tanda-tanda toksisitas yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid
dalam tubuh. Begitu juga dengan tanda-tanda keganasan yang dapat diketahui secara dini.
DAFTAR PUSTAKA
2. Kariadi KS Sri Hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme
: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 :
757-778.
4. Liberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 : 15-19.