Terapi Cairan Perioperatif
Terapi Cairan Perioperatif
pascabedah. Terapi cairan meliputi penggantian kehilangan cairan, memenuhi kebutuhan air,
elektrolit dan nutrisi untuk membantu tubuh mendapatkan kembali keseimbangan normal
dan pulihnya perfusi ke jaringan, oksigenasi sel, dengan demikian akan mengurangi iskemia
jaringan dan kemungkinan kegagalan organ.1
Jumlah cairan/air tubuh total atau Total Body Water (TWB) adalah 60% x berat
badan, terdiri dari cairan intrasel (ICF) 40% dan cairan ekstrasel (ECF) 20%. Cairan
ekstrasel terdiri dari cairan interstitial (ICF) 15% dan cairan intravaskular (IVF) 5% x
berat badan. Cairan intravaskular (5%BB) adalah plasma sel darah merah 3%. Jadi
terdapat darah 8% BB atau kira-kira sama dengan 65-70 ml/kg berat badan pada laki-
laki dan 55-65 ml/kg pada wanita. Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat
badan dan jenis kelamin.2,4,5,6,7
Air tubuh total maksimal pada saat lahir, kemudian berkurang secara progresif
dengan bertambahnya umur. Air tubuh total pada laki-laki lebih banyak daripada
perempuan dan pada orang kurus (650 ml/kg BB) lebih banyak daripada yang gemuk
(300-400 ml/kg BB).7
Tabel 1 a : Tabel 1 b :
a. Elektrolit
Elektrolit ialah molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listrik yaitu kation dan anion,
yang dinyatakan dalam mEq/I cairan. Tiap kompartemen mempunyai komposisi elektrolit
tersendiri (tabel 2). Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama, kecuali didalam
interstisial tidak mengandung protein.
Tabel 2 :
Plasma
142 1 3 5 103 25 16
darah
Cairan
145 1 2 3 115 30 1
interstisial
Cairan
b. Non elektrolit
Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi partikel-partikel, terdiri dari
dekstrosa, ureum dan kreatinin.
Tabel 3
K+ 5 4,7 141
Cl 107 112,7 4
HCO3 27 28,3 10
HPO4, H2PO4 2 2 11
Fosfokreatin 45
Karnosin 14
Asam amino 2 2 8
Adenosin tripospat 5
Ureum 4 4 4
Total mOsmol 303,7 302,2 302,2
Ada dua mekanisme utama yang mengatur air tubuh yaitu pengaturan osmoler
dan pengaturan volume non osmoler.8
a. Pengaturan osmoler
Pada saat volume CES berkurang, osmolaritas meningkat, mengakibatkan pelepasan impuls dari
osmoreseptor di hipotalamus anterior yang merangsang pituitari posterior untuk melepas ADH.
Penurunan volume CES juga merangsang pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH.
ADH mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus distal dan tubulus kolektivus, sehingga
menaikkan volume CES. Peningkatan volumen CES akan memberikan umpan balik ke
hipotalamus dan pusat haus sehingga volume CES dipertahankan tetap.
Saat volume CES berkurang, makula densa akan melepaskan renin yang berperan dalam
pembentukan angiotensin I. Dengan converting enzim angiotensi I diubah menjadi angiotensin II
yang merupakan vasokonstriktor kuat, menstimulasi kortek adrenal untuk mengeluarkan
aldosteron, yang mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat.
Pada orang dewasa kebutuhan air dan elektrolit setiap hari adalah sebagai
berikut :2
10-20 kg : 1000 ml +
50 ml/kg diatas 10 kg
< 20 kg : 1500 ml + 20
ml/kg diatas 20 kg (UI)
Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukkan dalam tabel
berikut :
Tabel 4 :
Adult
1. Cairan pemeliharaan : ditujukan untuk mengganti air yang hilang lewat urine, tinja,
paru dan kulit (mengganti puasa). Cairan yang diberikan adalah cairan hipotonik, seperti
D5 NaCl 0,45 atau D5W.
3. Cairan khusus : ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang
dipakai seperti Natrium bikarbonat, NaCl 3%.
1. Kristaloid
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextroa, tidak
mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar
dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari
volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskuler 20-30
menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskuler ke interstital berlangsung selama 30-60
menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48 jam sebagai urine. 3,7 Secara umum
kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa
peningkatan volume intrasel.4
2. Kolloid
1. Resusitasi cairan pada penderita dengan defisit cairan berat (shock hemoragik)
sebelum transfusi tersedia.
Tabel 5 :
Koloid
Kristaloi
d
Efek volume - Lebih baik (efisien, volume
intravaskuler
lebih kecil, menetap lebih
lama
Efek volume interstisial Lebih baik -
C. Penatalaksanaan
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi
untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Penilaian status cairan
ini didapat dari :7
Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif dari
status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit, abdomen, mata dan
mukosa.
Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin
dan protein.
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius.
Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan
lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30%
dapat dihitung sebagai berikut : 3
1. EBV
2. Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
3. Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
4. Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop RBVC
30%)
Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian cairan akibat
perdarahan adalah sebagai berikut :
3. Perdarahan berat, perdarahan 20 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan
transfusi darah.
B. Klasifikasi shok akibat berdarahan : 11
b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris).
Terapi cairan peri operatif meliputi pemberian cairan pada masa prabedah, selama
pembedahan dan pasca bedah. Perlu diketahui perubahan fisiologi akibat pembiusan dan
pembedahan, fisiologi cairan tubuh, tanda-tanda fisik dan laboratorium kelebihan atau
kekurangan cairan.
Penilaian status cairan dilakukan pada kunjungan pertama pra bedah dan mulai diberikan
terapi cairan dan diusahakan status cairan seoptimal mungkin sebelum dilakukan induksi
pembiusan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat pembiusan dan pembedahan.
Selama pembedahan harus selalu dijaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan
mengganti kehilangan cairan akibat pembedahan, kebutuhan dasar dan trauma pembedahan.
Selalu dipantau tanda-tanda fisik mengenai kelebihan atau kekurangan cairan.
Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk mengoreksi pemberian cairan sebelumnya dan
memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi untuk mempercepat penyembuhan.
Cairan yang diberikan tergantung dari trauma operasi yang didapat. Adanya berbagai
macam cairan memberi keleluasaan untuk memilih cairan yang mendekati kebutuhan pasien.