Anda di halaman 1dari 16

Terapi cairan perioperatif meliputi cairan pada masa prabedah, selama pembedahan dan

pascabedah. Terapi cairan meliputi penggantian kehilangan cairan, memenuhi kebutuhan air,
elektrolit dan nutrisi untuk membantu tubuh mendapatkan kembali keseimbangan normal
dan pulihnya perfusi ke jaringan, oksigenasi sel, dengan demikian akan mengurangi iskemia
jaringan dan kemungkinan kegagalan organ.1

Dalam pemberian cairan pada pasien perioperatif, kita harus memperhitungkan


kebutuhan cairan basal, penyakit yang menyertai, medikasi, teknik dan obat anestetik serta
kehilangan cairan akibat pembedahan.1

Penderita yang menjalani pembedahan mengalami perubahan fisiologi tubuh, baik


karena penyakitnya sendiri atau akibat trauma pembedahan. Perubahan-perubahan tersebut
antara lain : 2,3

a. Peningkatan rangsang simpatis yang menimbulkan sekresi katekolamin dan


menyebabkan takikardi, konstriksi pembuluh darah, peningkatan kadar gula darah.

b. Rangsangan terhadap kelenjar hipofise

Bagian anterior : sekresi growth hormone yang mengakibatkan kenaikan kadar


gula darah, dan sekresi ACTH.

Bagian posterior : sekresi ADH yang mengakibatkan retensi air (Syndrome


Inappropriate of ADH secretion)

c. Peningkatan sekresi aldosteron akibat stimulasi ACTH dan berkurangnya volume


ekstra sel.

d. Peningkatan kebutuhan oksigen dan kalori karena peningkatan metabolisme.


Pemberian infus kristaloid atau koloid, terutama ditujukan untuk mempertahankan
volume intravaskular, tetapi juga akan mempengaruhi komposisi kompartemen cairan
fisiologi. Untuk mengurangi penyulit akibat pemberian cairan yang kurang atau berlebihan,
diperlukan pengetahuan tentang volume, komposisi kompartemen cairan dan tanda-tanda
fisik dan laboratori kelebihan dan kekurangan cairan dan pemilihan jenis cairan

A. Fisiologi Cairan Tubuh


1. Komposisi cairan tubuh

Cairan tubuh didistribusikan ke dalam 2 kompartemen utama, yaitu


kompartemen intraselular dan ekstraseluler serta 1 kompartemen tambahan yaitu
kompartemen transelular. Cairan dapat berpindah-pindah secara bebas sampai terjadi
keseimbangan sehingga konsentrasi zat-zat terlarut dalam nilai osomalaritas di kedua
kompartemen utama dipertahankan sama.4

Jumlah cairan/air tubuh total atau Total Body Water (TWB) adalah 60% x berat
badan, terdiri dari cairan intrasel (ICF) 40% dan cairan ekstrasel (ECF) 20%. Cairan
ekstrasel terdiri dari cairan interstitial (ICF) 15% dan cairan intravaskular (IVF) 5% x
berat badan. Cairan intravaskular (5%BB) adalah plasma sel darah merah 3%. Jadi
terdapat darah 8% BB atau kira-kira sama dengan 65-70 ml/kg berat badan pada laki-
laki dan 55-65 ml/kg pada wanita. Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat
badan dan jenis kelamin.2,4,5,6,7

Air tubuh total maksimal pada saat lahir, kemudian berkurang secara progresif
dengan bertambahnya umur. Air tubuh total pada laki-laki lebih banyak daripada
perempuan dan pada orang kurus (650 ml/kg BB) lebih banyak daripada yang gemuk
(300-400 ml/kg BB).7
Tabel 1 a : Tabel 1 b :

Perubahan Air Tubuh Total Perubahan kompartemen cairan berdasar


umur dan jenis kelamin

Umur Laki- Perempua Kompartemen Laki- Perempuan


laki n laki
(ml/kg)
(ml/kg)

1 bulan 76 76 CIS 450 400

1-12 bulan 65 65 CES 200 150

1-10 tahun 62 62 Interstisial 165 120

10-16 tahun 59 57 Darah

17-39 tahun 61 50 Neonatus 80 80

40-49 tahun 55 47 Dewasa 60-70 55-65

> 60 tahun 52 46 Plasma 35-40 30-35

Eritrosit 25-30 20-25

Distribusi cairan di dalam kompartemen diatur oleh osmosalitas, distribusi


Natrium dan distribusi koloid terutama albumin. Osmosalitas dikontrol oleh intake
cairan dan regulasi ekskresi air oleh ginjal.

Ada 2 jenis bahan yang terlarut didalam cairan tubuh, yaitu :

a. Elektrolit

Elektrolit ialah molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listrik yaitu kation dan anion,
yang dinyatakan dalam mEq/I cairan. Tiap kompartemen mempunyai komposisi elektrolit
tersendiri (tabel 2). Komposisi elektrolit plasma dan interstisial hampir sama, kecuali didalam
interstisial tidak mengandung protein.
Tabel 2 :

Electrolyte Content of Various Body Fluids (mEq)

Na K Mg Ca Cl HCO2 HPO2 SO4 Protein

Plasma
142 1 3 5 103 25 16
darah

Cairan
145 1 2 3 115 30 1
interstisial

Cairan

intraselula 10 160 35 2 8 160 140 55

b. Non elektrolit

Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi partikel-partikel, terdiri dari
dekstrosa, ureum dan kreatinin.

Tabel 3

Zat-zat yang menimbulkan Tekanan Osmotik di dalam

Cairan Ekstrasel dan Intrasel

Plasma Interstisial Intrasel

(mOsmol/L (mOsmol/L (mOsmol/L


H2O) H2O) H2O)
Na+ 144 137 10

K+ 5 4,7 141

Ca+ 2,5 2,4 0

Mg++ 1,5 1,4 31

Cl 107 112,7 4

HCO3 27 28,3 10

HPO4, H2PO4 2 2 11

SO4 0,5 0,5 1

Fosfokreatin 45

Karnosin 14

Asam amino 2 2 8

Kreatin 0,2 0,2 9

Laktat 1,2 1,2 1,5

Adenosin tripospat 5

Heksosa monopospat 3,7

Glukosa 5,6 5,6

Protein 1,2 0,2 4

Ureum 4 4 4
Total mOsmol 303,7 302,2 302,2

Kegiatan osmol yang 282,6 281,3 281,3


dikoreksi (mOSmol)

P Osmotik total pada t


5453 5430 5430
37C (mmHg)

2. Mekanisme regulasi tubuh

Ada dua mekanisme utama yang mengatur air tubuh yaitu pengaturan osmoler
dan pengaturan volume non osmoler.8

a. Pengaturan osmoler

Sistem osmoreseptor ADH

Pada saat volume CES berkurang, osmolaritas meningkat, mengakibatkan pelepasan impuls dari
osmoreseptor di hipotalamus anterior yang merangsang pituitari posterior untuk melepas ADH.
Penurunan volume CES juga merangsang pusat haus yang juga menstimulasi pelepasan ADH.
ADH mengakibatkan reabsorbsi Na dan air pada tubulus distal dan tubulus kolektivus, sehingga
menaikkan volume CES. Peningkatan volumen CES akan memberikan umpan balik ke
hipotalamus dan pusat haus sehingga volume CES dipertahankan tetap.

Sistem renin aldosteron

Saat volume CES berkurang, makula densa akan melepaskan renin yang berperan dalam
pembentukan angiotensin I. Dengan converting enzim angiotensi I diubah menjadi angiotensin II
yang merupakan vasokonstriktor kuat, menstimulasi kortek adrenal untuk mengeluarkan
aldosteron, yang mengakibatkan reabsorbsi air dan Na sehingga sirkulasi meningkat.

b. Pengaturan non osmoler

Semua respon hemodinamik akan mempengaruhi reflek kardiovaskuler, yang juga


akan mengatur volume cairan dan pengeluaran urin. Jika terjadi hipovolemia, reflek
intratorak, reflekreseptor presor ekstratorak dan respon iskemik pusat akan
mengaktifkan mekanisme hipotalamik dan sistem nervus simpatis.

3. Kebutuhan air dan elektrolit

Pada orang dewasa kebutuhan air dan elektrolit setiap hari adalah sebagai
berikut :2

30-35 ml/kg. Kenaikan suhu 1C ditambah 10-15%

Pada anak sesuai berat badan : 0-10 kg : 100 ml/kgBB

10-20 kg : 1000 ml +
50 ml/kg diatas 10 kg

< 20 kg : 1500 ml + 20
ml/kg diatas 20 kg (UI)

Elektrolit : Na+ : 1,5 2 mEq/kgBB (100 mEq/hari = 5,9 g)

K+ : 1 mEq/kb/BB (60 mEq/hari = 4,5 g)

Menurut Collins kebutuhan cairan perhari, seperti yang ditunjukkan dalam tabel
berikut :

Tabel 4 :

Fluid Balance Daily Water Requitments

(Based on Caloric Consumption After Darrow)


Caloric Needs Water Needs

Cal/kg Cal/Total MI/100cal MI/kg

Infants 125 1000-1200 120 125

Children 100 1500-2000 100-150 150

Adolecents 80 2200-3000 125 100

Adult

Bed rest 20-25 1600 90 25

Non sweating 30 2100 90-125 30

Sweating 35 3500 144 40-5

Work 45 3000-5000 125-150 60

Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran air.2

Air masuk Air keluar

Minuman : 800-1700 ml Urine : 600-1600 ml

Makanan : 500-1000 ml Tinja : 50-200 ml


Hasil oksidasi : 200-300 ml IWL : 850-1200 ml

B. Macam cairan intravena

Berdasarkan fungsinya cairan dapat dikelompokkan menjadi :2

1. Cairan pemeliharaan : ditujukan untuk mengganti air yang hilang lewat urine, tinja,
paru dan kulit (mengganti puasa). Cairan yang diberikan adalah cairan hipotonik, seperti
D5 NaCl 0,45 atau D5W.

2. Cairan pengganti : ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat


sekuestrasi atau proses patologi lain seperti fistula, efusi pleura asites, drainase lambung.
Cairan yang diberikan bersifat isotonik, seperti RL, NaCl 0,9 %, D5RL, D5NaCl.

3. Cairan khusus : ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang
dipakai seperti Natrium bikarbonat, NaCl 3%.

Cairan juga dibagi menjadi :

1. Kristaloid

Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextroa, tidak
mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan keluar
dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari
volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskuler 20-30
menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskuler ke interstital berlangsung selama 30-60
menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48 jam sebagai urine. 3,7 Secara umum
kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel dengan atau tanpa
peningkatan volume intrasel.4

2. Kolloid

Kolloid mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti albumin dalam plasma


tinggal dalam intravaskular cukup lama (waktu parah koloid intravaskuler 3-6 jam),
sehingga volume yang diberikan sama dengan volume darah yang hilang. Contoh cairan
koloid antara lain dekstran, haemacel, albumin, plasma dan darah.2,7

Secara umum koloid dipergunakan untuk :3

1. Resusitasi cairan pada penderita dengan defisit cairan berat (shock hemoragik)
sebelum transfusi tersedia.

2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat, misalnya pada luka bakar.

Perbandingan kristaloid dan koloid :9

Tabel 5 :

Koloid
Kristaloi
d
Efek volume - Lebih baik (efisien, volume
intravaskuler
lebih kecil, menetap lebih
lama
Efek volume interstisial Lebih baik -

DO2 sistemik - Lebih tinggi

Sembab paru Keduanya sama-sama potensial menyebabkan


sembab paru

Sembab perifer Sering Jarang

Koagulopati - Dekstran > kanji hidroksi etil

Aliran urine Lebih besar GFR menurun

Reaksi-reaksi Tidak ada Jarang

Harga Murah Albumin mahal, lainnya


sedang

C. Penatalaksanaan

1. Cairan pra bedah

Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi
untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut. Penilaian status cairan
ini didapat dari :7

Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencing


terakhir, jumlah dan warnya.

Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tanda obyektif dari
status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit, abdomen, mata dan
mukosa.
Laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit, hemoglobin
dan protein.

Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.8

Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius.
Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).

Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan
lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.

Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi, terjadi


pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit
biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15 % BB atau lebih.

Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, ada dewasa 2


ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan lebih dari 20 kg. 10
Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB II, dan
ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya.2,3,7

Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasi


tercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.2

2. Cairan selama pembedahan


Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan penggantian
sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama operasi. Berdasarkan
beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan pada trauma ringan, sedang dan
berat. Pada pembedahan dengan trauma ringan diberikan cairan 2 ml/kg BB/jam untuk
kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kg BB/jam sebagai pengganti akibat trauma
pembedahan. Cairan pengganti akibat trauma pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan
pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.2,3
Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma
pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6
ml/kgBB/jam.2,3

Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan


perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi selama
pembedahan sering mengalami kesulitan., dikarenakan adanya perdarahan yang sulit
diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka operasi, kain kasa, kain operasi dan
lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah
perdarahan dengan mengukur jumlah darah di dalam botol suction ditambah perkiraan
jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu lembar duk dapat menampung 100
150 ml darah, sedangkan untuk kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah
dipakai, dimana selisih 1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah
perdarahan dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara
serial.3

Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan kristaloid


atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada keadaan ini perdarahan
selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah untuk mempertahankan
konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 10 g/dl atau
Hct 21 30%. 20 25% pada individu sehat atau anemia kronis.11

Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai


hematokrit dan EBV. EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85
ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 85
ml/kgBB.3

Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30%
dapat dihitung sebagai berikut : 3
1. EBV

2. Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)

3. Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)

4. Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop RBVC
30%)

5. Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3

Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.

Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantian cairan akibat
perdarahan adalah sebagai berikut :

A. Berdasar berat-ringannya perdarahan : 3,13

1. Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 15%, cukup diganti


dengan cairan elektrolit.

2. Perdarahan sedang, perdarahan 10 20% EBV, 15 30%, dapat diganti


dengan cairan kristaloid dan koloid.

3. Perdarahan berat, perdarahan 20 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan
transfusi darah.
B. Klasifikasi shok akibat berdarahan : 11

Intravenous fluid replacement in haemorrhagic shock

Class I 2.5 l Ringer-lactate solution or 1.0 L


polygelatin
(haemorrhage 750 ml (15%))

1.0 l polygelatin plus 1.5 L Ringer-


Class II lactate solution
(haemorrhage 800-1500 ml (15-30%))

1.0. l Ringer-lactate solution plus 0.5 l


whole blood or 0.1-1.5 l equal volumes of
Class III concentrated red cells and polygelatin

(haemorrhage 1500-2000 ml (30-40%))

1.0 l Ringer-lactate solution plus 1.0 l


polygelatin plus 2.0 l whole blood or 2.0 l
equal volumes of concentrated red cells
and polygelatin or hestastarch
Class IV

(haemorrhage 2000 ml (48%))

3. Cairan paska bedah

Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :

a. Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi.

b. Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung, febris).

c. Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.

d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.


Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori, protein dan
lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan trace element. Pemberian
kalori sampai 40 50 Kcal/kg dengan protein 0,2 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini
penting, karena pada penderita paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama sekali akan
kehilangan protein 75 125 gr/hari. Hipoalbuminemia menyebabkan edema jaringan,
infeksi dan dehisensi luka operasi, terjadi penurunan enzym pencernaan yang
menyulitkan proses realimentasi.6

Terapi cairan peri operatif meliputi pemberian cairan pada masa prabedah, selama
pembedahan dan pasca bedah. Perlu diketahui perubahan fisiologi akibat pembiusan dan
pembedahan, fisiologi cairan tubuh, tanda-tanda fisik dan laboratorium kelebihan atau
kekurangan cairan.

Penilaian status cairan dilakukan pada kunjungan pertama pra bedah dan mulai diberikan
terapi cairan dan diusahakan status cairan seoptimal mungkin sebelum dilakukan induksi
pembiusan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat pembiusan dan pembedahan.

Selama pembedahan harus selalu dijaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan
mengganti kehilangan cairan akibat pembedahan, kebutuhan dasar dan trauma pembedahan.
Selalu dipantau tanda-tanda fisik mengenai kelebihan atau kekurangan cairan.

Terapi cairan pasca bedah ditujukan untuk mengoreksi pemberian cairan sebelumnya dan
memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi untuk mempercepat penyembuhan.

Cairan yang diberikan tergantung dari trauma operasi yang didapat. Adanya berbagai
macam cairan memberi keleluasaan untuk memilih cairan yang mendekati kebutuhan pasien.

Anda mungkin juga menyukai