Gambaran Aksesibilitas Sarana Pelayanan Kesehatan di Propinsi Kepulauan Bangka
Belitung (Analisis Data Riskesdas 2007)
Hotnida Sitorus*, Lasbudi P. Ambarita*
Abstract
Health services is a basic human right that must be carried out of the country. The
Govemment should implement the principles of good governance in carrying out public
services including health services. This analysis tried to show the accessibility of health
facilities in Kepulauan Babel (Bangka-Belitung) province using secondary deta from
Riskesdas 2007" research. Data from Riskesdas 2007 was get from National institute of
Health Research and Development and have undergone the process of data
management. In Kepulauan Babel province, the distance to primary health facilities
(hospitals, health center, sub health center, doctor's Practices and midwives's practices)
<7 km varied, from the highest Pangkal Pinang (87%) and lowest Bangka district (35%).
Based on time consume to primary health facilities <15 minute, the highest is the
Balitung Timur District (91%) and the lowest Pangkal Pinang (68%). The distance to
secondary health facilities (posyandu, poskesdes dan polindes) <1 km, the highest is
Pangkal Pinang (97%) and the lowest Bangka District (68%). Time consume to
secondary health facilities <15 minute, the highest is Belitung Timur District (95%) and
the lowest Bangka Selatan District (84%). Based on the availability of public transport to
health facilities, the highest is Belitung (51%) and the jowast Bangka Selatan District
(4%). The govemment needs to optimize the current strategy to improve the quality and
equity of health services.
Key words : health facilities, Kepulauan Bangka Belitung, Riset Kesehatan Dasar
Accessibility Overview of Health Service Facilities
In Kepulauan Bangka Belitung Province (Riskesdas 2007 Data Analysis)
Abstrak
Pelayanan Kesehatan untuk masyarakat merupakan hak asasi manusia yang harus
dilaksanakan negara. Pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip good governance
dalam melaksanakan pelayanan pubiik termasuk pelayanan kesehatan. Analisis ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran aksesibilitas fasilitas kesehatan di Propinsi
Kepulauan Babel (Bangka-Belitung) menggunakan data sekunder Riskesdas 2007, Data
diperoleh dari Badan Litbangkes yang telan menjalani proses manajemen data. Jarak
tempun masyarakat di Propinsi Kepulauan Babe! terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan (Rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Praktek Dokter dan
Praktek Bidan) dengan jarak tempuh <1 km bervariasi mulai dari yang tertinggi Kota
Pangkal Pinang (87%) dan terendah Kabupaten Bangka (35%). Untuk waktu tempuh ke
fasilitas pelayanan kesehatan <15 menit, yang tertinggi adalah Kabupaten Belitung
Timur (91%) dan yang terendah Kota Pangkal Pinang (68%). Jarak tempuh masyarakat
ke fasilitas pelayanan kesehatan pendukung (Posyandu, Poskesdes dan Polindes) <1
km yang tertinggi adalah Kota Pangkal Pinang (97%) dan terendah Kabupaten Bangka
(68%). Waktu tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan pendukung <15 menit yang
terfinggi adalah Kabupaten Belitung Timur (95%) dan terendah Kabupaten Bangka
Selatan (84%). Adanya akses sarana transportasi umum menuju fasilitas pelayanan
kesehatan, tertinggi di Kota Belitung (51%) dan terendah di Kabupaten Bangka Selatan
(4%). Pemerintah sepatutnya mengoptimalkan strategi yang ada untuk meningkatkan
mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Kata kunci: fasilitas kesehatan, Kepulauan Bangka Balitung, Riset Kesehatan Dasar
“Loka Litbang P2B2 Baturaja Ji, A. Yani KM. 7 Kenelak Baturaja Timur 32111
24PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan untuk masyarakat merupakan hak asasi manusia yang
harus dilaksanakan negara. Pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip good
governance dalam melaksanakan pelayanan publik termasuk pelayanan Kesehatan.
Prinsip tersebut mencakup keadilan, responsivitas dan efisiensi pelayanan. Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, pemenuhan prinsip keadilan dilihat dari kemampuan
pemerintah untuk memberikan periakuan yang sama dan adil kepada warganya dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.*
Tingkat pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan di suatu daerah juga dapat
dipergunakan untuk merencanakan suatu sistem pelayanan kesehatan. Dengan adanya
data tentang perianfaatan sarana pelayanan Kesehatan kita dapat menyusun strategi
untuk meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan. Selama ini belum ada
kallan yang khusus tentang pemanfaatan sarana pelayanan Kesehatan di propinsi
fabel.
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah riset berbasis masyarakat
untuk mendapatkan gambaran kesehatan dasar masyarakat yang menggunakan
sampel Susenas Kor dan informasinya dapat mewakili tingkat kabupaten-kota, propinsi
gan nasional Besar sampel Riskesdas mencapai 280.000 rumah tanga (sekitar 1 juta
jiwa).
BAHAN DAN METODE
Data Riskesdas 2007 ini merupakan penaiitian terapan non intervensi dengan
disain potong lintang. Kegiatan Riskesdas di Propinsi Babel dilaksanakan di seluruh
kabupaten mulai bulan September hingga akhir Desember 2007.
Populasi riset adalah semua rumah tangga di Propinsi Babel, sedangkan
sampel adalah rumah tangga terpiih di BS (Blok Sensus) terpilin menurut sampling
yang difakukan oleh BPS untuk Susenas 2007. Cara pengambilan sampel adalah
luster sampling dengan menggunakan blok sensus BPS. Rumah tangga terpilin oleh
BPS dalam KOR Susenas 2007, apabila dalam proses pengumpulan data Riskesdas
menolak, tidak dapat digantikan dengan rumah-tangga lainnya. Menurut perhitungan
jumlah penghitungan sampel, di propinsi Babel total sampel (responden) berjumlah
19.042 responden. Seluruh anggota rumah tangga terpiih merupakan unit
‘observasi/pengamatan dalam rumah tangga yang akan diwawancarai menggunakan
kuesioner yang telah disiapkan.
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data yang telah menjalani
manajemen data baik paca tingkat Kabupaten, korwil (koordinator wilayah) dan telah
diverifikasi pada tingkat pusat. Analisis ailakukan secara deskriptit .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi penduduk berdasarkan jarak dan waktu tempuh ke sarana pelayanan
kesehatan utama dan pendukung di tiap kabupatervkota di Propinsi Babel ditampilkan
pade Gambar 1,23 dan 4. Jarak tempuh ke sarana pelayanan Kesehatan utama
(Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek, Bidan Praktek) dan pendukung
(Posyandu, Poskesdes, Polindes) terdiri 3 kategori yaitu <1 Km, 1-5 Km dan >5 Km.
Waktu tempuh ke sarana kesehatan utama dan pendukung dibagi atas 4 kategori yaitu
015 menit, 16-30 menit, 31-60 menit dan > 60 menit.
Proporsi aksesibilitas penduduk ke sarana kesehatan utama menurut jarak
tempuh >5 km tertinggi adalah Kabupaten Bangka (11,9%) dan yang terendah adalah
Kota Pangkal Pinang (1%). Proporsi aksesibilitas penduduk ke sarana kesehatan
25pendukung untuk Kategori >5 km adalah Kabupaten Bangka (17.1%), dan yang
terendah adalah Kota Pangkal Pinang (2%). Proporsi aksesibilitas penduduk ke sarana
kesehatan utama menurut waktu tempuh ke sarana pelayanan Kesehatan utama
dengan kategori >60 menit tertinggi adalah Kabupaten Bangka Barat (0,6%), dan yang
terendah adalah Kota Belitung (0,1%). Proporsi aksesibiitas penduduk ke sarana
Kesehatan utama menurut wakiu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan pendukung
dengan kategori >60 meni tertinggi adalah Kabupaten Bangka Selatan (8%), dan yang
terendah adalah Kota Belitung (0.1%)
Proporsi aksesibilitas penduduk ke sarana Kesehatan utama menurut jarak
tempuh <1 km tertinggi adalah Kota Pangkal Pinang (87%) dan yang terendah adalah
Kabupaten Bangka (36%). Proporsi aksesibilitas penduduk ke sarana kesehatan
pendukung untuk kategori <1 km adalah Kota Pangkal Pinang (97%), dan yang
terendah adalah Kabupaten Bangka (69%). Proporsi aksesibilitas penduduk ke sarana
Kesehatan utama menurut wakiu tempuh ke sarana pelayanan kesehatan utama
dengan kategori 015 menit tertinggi adalah Kabupaten Belitung Timur (92%), dan yang
terendah adalah Kota Pangkal Pinang (67%). Proporsi aksesibilitas penduduk ke sarana
Kesehatan utama menurut waktu tempuh ke sarana pelayanan kesbhatan pendukung
dengan kategori 015 menit tertinggi adalah Kabupaten Belitung Timur (84%), dan yang
terendah adalah Kabupaten Bangka Selatan (84%),
26100%
20%
C
40%
t—
Eeria)
‘Gabar1,Paprd awaited been jot ang Sten oar pelayarnasetn (una
‘Sa Ptesas, Pt, Der Pra Bian Prat) rps Bangla Belg tess 207)
‘Gambat 2. Propo ages penduduk menu watdulemouh ke srenapayanan kesenatan ama (Rumah
Saki Puskesmas, Pst, Dotter Prat, Bidan Praltk) i Popins Banga Beung(Pistescas 2007)
100%
Gant 3. Propo alesis penduduk menu jaraktempuh ke srara playanan Kesehatan pendkung
(Pray, Posteses, Plies) Props Banka Boltung isketas 207)
Gambar 4. Proporsi aksesibiltas penduduk menurut waktu tempuh ke sarana pelayanan
Kesehatan pendukung (Posyandu, Poskesdes, Polindes) di Propinsi Bangka Belitung
(Riskesdas 2007)
aKeberadaan transportasi (kendaraan umum) menuju sarana pelayanan kesehatan
ditampilkan pada Gambar 5. Kota Belitung memiliki proporsi ketersediaan transportasi
tertinggi (51%) dari seluruh kabupaten/kota sedangkan proporsi terendah adalah
Kabupaten Bangka Selatan (4%). Proporsi tidak adanya saranan transportasi menuju
saranan pelayanan kesehatan tertinggi di Kabupaten Bangka Selatan (94%)
sedangkan proporsi terendah adalah Kota ota Belitung (46%). (48%).
100%
Gambar 5. Proporsi keberadaan sarana transportasi (kendaraan umum) menuiu
sarana pelayanan kesehatan di Propinsi Bangka Belitung (Riskesdas 2007)
m1
‘Setuna " Pangkat " Ganoka Gattung Gangka " Sangka Sangha
Pinang Tengah Selatan
Kabupaten/iotn
“eAdawansporas! sm Tidakedavanspon |
Tabel 1. Pemanfaatan posyandu, pos obat desa (POD) dan warung obat desa (WOD)
No. Variabel Persentase (%
1. Pemanfataan Posyandu
-Ya 22,7
-Tidak 775.
‘Aiasan bila tidak memanfaatkan
~ Letak jauh 22
- Tidak ada Posyandu 53
~ Layanan tidak lengkap 49
~ Lain-tain 875
Lain-tain =
~ tidak butuh 29,3
- pakal pelayanan kesehatan utama 36
- tidak ada biaya 0.9
= lain-tain 53
tidak menjawab 09
‘Jenis pelayanan yang diterima
~Penyuluhan 53
- Pengobatan 75
- Konsultasi resiko penyakit 2.8
- in 84,
Pemanfaatan POD™ dan WOD™*
-Ya 4
- Tidak 99,6
‘Aiasan bila tidak memanfaatkan :
= Lokas! jauh of
~ Tidak ada PODWOD 87,0
~ Tidak butuh 84
~Lainnya 45
oleh responden di Propinsi Bangka Belitung (Riskesdas 2007)
Keterangan :* Pos Obat Desa
“* Warung Obat Desa
28Pemanfaatan posyandu, pos obat desa (POD) dan warung obat desa (WOD)
Oleh masyarakat di Propinsi Bangka Belitung ditampilkan pada Tabel 1. Berdasarkan
Tabel 1 dapat diketahui bahwa pemanfaatan posyandu cukup rendan (22,7%)
begitupun juga dengan POD dan WOD (0.4%), namun bila dilihat alasan tidak
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan khususnya POD/WOD oleh mayoritas
masyarekat dikarenakan tidak adanya PODWOD di desa mereka Posyandu
sebagian bagian dani pelayanan Kesehatan dasar dengan fokus bayi, balita dan ibu
hamil/melahirkan tampaknya tidak dimanfaatkan masyarakat dengan maksimal karena
dari 77.5% responden yang tidak memanfaatkan Posyandu, lebih kurang 85%
diantaranya menjawab tidak membutuhkan Posyandu.
Pembahasan
Pemanfaatan pelayananan kesehatan bergantung pada _faktor-faktor
sosiodemografis, tingkat pendidikan, kepercayaan dan praktek kultural, diskriminasi
Jender, status perempuan, kondisi lingkungan, sistem politik dan ekonomi, pola
penyakit serta sistem pelayanan kesehatan. ?
Idealnya jangkauan masyarakat (jarak tempuh maupun waktu tempuh)
terhedap sarana pelayanan Kesehatan harusiah semudah mungkin sehingga
memudahkan masyarakat untuk memperoieh pelayanan kesehatan. Menurut Thabrany
et al, jarak ke pusat pelayanan dan waktu tempuh memiliki dampak signifikan dengan
pemanfaatan dan Kesehatan. Sejumlan penelitian melaporkan bahwa akses ke
puskesmas hanya mudah bagi mereka yang tinggal dalam jarak satu atau dua
kilometer dari puskesmas.? Dampak dari kendala geografis ini adalah, masyarakat
(penderita) akan kesulitan mengakses sarana pelayanan kesehatan dan upaya
Fengobatan altematif pun dapat saja dilakukan seperti membeli obat sendiri,
menggunakan ramuan pengobatan alami (botani) dan lain sebagainya. Menurut
Kusnanto ada berbagai alasan mengapa orang miskin tidak berobat ke fasilitas yang
disediakan pemerintah diantaranya kerena jam buka Klinik tidak sesuai dengan waktu
luang masyarakat, antrean panjang yang menghabiskan waktu, jarak tempuh dari
rumah atau biaya transportasi mahal, persepsi atas mutu pelayanan, termasuk
ketersediaan obat dan lain-lain.*
Kegiatan Posyandu, Poskesdes dan Polindes mecupakan bentuk pelayanan
kesehatan mandiri bersumberdaya masyarakat yang bertujuan semakin mendekatkan
masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan. Program desa siaga yang
dicanangkan pemerintah sebelumnya memiliki sasaran ciantaranya adalah berdirinya
Poskesdes dan Polindes sehingga desa tersebut memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah
Kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan Kesehatan secara mandir. Namun
seringkali banyak ditemui desa-desa yang belum memiliki kader posyandu ataupun
desa-desa yang sudah memiliki kader namun kegiatan posyandu vakum (tidak aktif).
Hasil analisis data Riskesdas di Propinsi Kepulauan Babel menunjukkan keberadaan
Posyandu yang aktif cukup banyak, karena dari 77,5% responden yang tidak
memanfaatkan Posyandu, hanya 5,3% diantaranya yang menyatakan tidak ada
Posyandu (tidak akti). Pos pelayanan terpadu merupakan wadah titik temu antara
pelayanan profesional dari petugas Kesehatan dan peran serta masyarakat dalam
menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya penurunan
angka kematian bayi dan angka kelahiran.
Masalah utama dalam pengeloiaan tenaga kesehatan adalah distribusi sumber
daya manusia kesehatan yang kurang merata. Penyebaran tenaga medis lebih banyak
tersedia di daerah dengan sosial ekonomi daerah yang lebih maju, sementara di
daerah terpencil dan sangat terpencil banyak yang tidak memiliki tenaga mecis.
Demikian hainya dengan distribusi bidan desa. Hampir seluruh desa sudah mempunyai
29bidan desa tetepi pada kenyataannya di lapangan banyak desa yang tidak memilki
bidan.
Minimnya serana transportasi bahkan tidak ada sama sekali menuju sarana
pelayanan Kesehatan tentu akan berpengaruh terhadap tindakan pencarian
Pengobatan oleh penderita. Hal ini akan berakibat kepada usaha pencarian altematif
Pengobatan lainnya seperti membeli obat di warung, membuat ramuan sendiri, berobat
ke dukun dan lain sebagainya.
Utiiisasi sarana Kesehatan juga dapat dipengaruhi oleh faktor geografis,
masyarakat yang tersebar, keterpencilan, sulit dan mahainya transportasi. Keragaman
Pemanfaatan pelayanan Kesehatan antara masyarakat miskin dan kaya pada
umumnya berkaitan dengan ketersediaan fasilitas Kesehatan dan kualitas pelayanan
kesehatan.
KESIMPULAN
1. Sebagian besar sarana pelayanan kesehatan utama (rumah sakit, puskesmas,
puskesmas pembantu, praktek dokter, praktek bidan) dan pendukung (posyandu,
poskesdes, polindes) di Propinsi Babel berada pada jarak <1 km dan waktu tempuh
015 menit.
2. Mayoritas daerah di Propinsi Babel tidak tersedia transportasi umum untuk
menjangkau sarana pelayanan kesehatan utama dan pendukung
DAFTAR PUSTAKA
1. Thompson, Frank J. (1989) Handbook of Public Administration. San Fransisco:
Josey-Bass
2. Shaikh, B.T. & Hatcher, J. (2004) Heaith Seeking Behaviour and Health Service
Utilization in Pakistan : Challenging the Policy Makers, Joumal Of Public Health,
Vol.27(1), pp.49-54,
3. Untari, J, Dan Hasanbasri, M. 2007. Kemana Pemilik Kartu Sehat Mencari
Pertolongan (Analisis Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001). Jumal Manajemen
Pelayanan Kesehatan Vol 10 No 01
4, Kusnanto, H. Jaminan Kesehatan Bagi Orang Miskin. Ditelusuri dari
I kompas.convkomy tak/0412/04/opii nim (diakses. 1
Desember 2008).
5. Zulkifl, 2003, Posyandu dan Kader Kesehatan. Ditelusuri__dari
http://repository.usu.ac id/bitstreanv/123456789/3753/4/tkm-zulkifiit.odf, Diakses 1
Desember 2008)
6, Hapsara, (2004), Pembangunan Kesehatan di indonesia; Prinsip Dasar, Kebijakan,
Perencanaan dan Kajian Masa Depannya, Gama Press, Yogyakarta.
7. Setyowati, T, Lubis, A,.(2003), Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (SUSENAS 2001), Buletin Penelitian Kesehatan.
30