Negara Indonesia yang memiliki semua sumber daya alam maupun sumber daya manusia
sepertinya belum muncul ke permukaan 100%, masih banyak yang belum tergali, sehingga
Negara Indonesia terkesan lambat dalam proses pembangunannya. Dengan jumlah penduduk
yang terus meningkat setiap tahunnya, Negara Indonesia belum mampu menyejahterakan
semua penduduknya. Berbagai dampak atas banyaknya penduduk yang belum sejahtera akan
mengakibatkan berbagai persoalan yang berhubungan dengan kependudukan. Adapun
masalah-masalah kependudukan yang dialami oleh Indonesia antara lain :
Besarnya sumber daya manusia Indonesia dapat di lihat dari jumlah penduduk yang ada.
Jumlah penduduk di Indonesia berada pada urutan keempat terbesar setelah Cina, India, dan
Amerika Serikat.
Kepadatan penduduk merupakan perbandingan jumlah penduduk terhadap luas wilayah yang
dihuni. Ukuran yang digunakan biasanya adalah jumlah penduduk setiap satu km2 atau setiap
1mil2. permasalahan dalam kepadatan penduduk adalah persebarannya yang tidak merata.
5
Sejak sensesus penduduk tahun 1961, piramida penduduk Indonesia berbentuk limas atau
ekspansif. Artinya pada periode tersebut, jumlah penduduk usia muda lebih banyak daripada
penduduk usia tua. Susunan penduduk yang seperti itu memberikan konsekuensi terhadap hal-
hal berikut :
Dilakukan dengan cara transmigrasi dan pembangunan industri di wilayah yang jarang
penduduknya. Untuk mencegah migrasi penduduk dari desa kekota, pemerintah mengupayakan
berbagai program berupa pemerataan pembangunan hingga ke pelosok, perbaikan sarana dan
prasarana pedesaan, dan pemberdayaan ekonomi di pedesaan.
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kualitas penduduk dan dampaknya terhadap
pembangunan adalah sebagai berikut :
Besarnya anak usia sekolah yang tidak seimbang dengan penyediaan sarana pendidikan.
Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya tingkat pendidikan terhadap pembangunan adalah :
Rendahnya penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan tenaga ahli dari negara
maju. Keadaan ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah penduduk Indonesia besar, tetapi
tidak mampu mencukupi kebutuhan tenaga ahli yang sangat diperlukan dalam pembangunan.
2) Mengadakan proyek belajar jarak jauh seperti SMP Terbuka dan Universitas Terbuka.
b. Masalah Kesehatan
Tingkat kesehatan suatu negara umumnya dilihat dari besar kecilnya angka kematian, karena
kematian erat kaitannya dengan kualitas kesehatan. Kualitas kesehatan yang rendah umumnya
disebabkan:
Terhambatnya pembangunan fisik karena perhatian tercurah pada perbaikan kesehatan yang
lebih utama karena menyangkut jiwa manusia.
Jika tingkat kesehatan manusia sebagai objek dan subjek pembangunan rendah, maka dalam
melakukan apa pun khususnya pada saat bekerja, hasilnya pun akan tidak optimal.
Tingkat penghasilan/pendapatan suatu negara biasanya diukur dari pendapatan per kapita, yaitu
jumlah pendapatan rata-rata penduduk dalam suatu negara. Negara-negara berkembang
umumnya mempunyai pendapatan per kapita rendah, hal ini disebabkan oleh:
Persebaran atau distribusi penduduk adalah bentuk penyebaran penduduk di suatu wilayah atau
negara, apakah penduduk tersebut tersebar merata atau tidak. Kepadatan penduduk adalah
angka yang menunjukkan jumlah rata-rata penduduk pada setiap Km2 pada suatu wilayah
negara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan kepadatan penduduk tiap-tiap daerah atau
negara sebagai berikut:
a. Faktor Fisiografis
Penduduk selalu memilih tempat tinggal yang baik, strategis, tanah subur, relief baik, cukup
air, dan daerahnya aman.
b. Faktor Biologi
Tingkat pertumbuhan penduduk di setiap daerah adalah berbeda-beda karena adanya perbedaan
tingkat kematian, tingkat kelahiran, dan angka perkawinan.
dengan pulau-pulau lain, sehingga setiap satuan luas di Pulau Jawa dapat mendukung
kehidupan yang lebih tinggi dibandingkan dengan, misalnya di Kalimantan, Papua, Sulawesi,
dan Sumatra. Kemampuan suatu wilayah dalam mendukung kehidupan itu ada batasnya.
Apabila kemampuan wilayah dalam mendukung lingkungan terlampau, dapat berakibat pada
terjadinya tekanan=tekanan penduduk. Jadi, meskipun di Jawa daya dukung lingkungannya
tinggi, namun juga perlu diingat batas kemampuan wilayah ter sebut dalam mendukung
kehidupan.
E. Pengertian Tenaga kerja
Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk
suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.
Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia, karena
mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Oleh karenanya, setiap upaya pembangunan selalu
diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan lapangan usaha, dengan harapan penduduk
dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan.
Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia
kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun 64 tahun. Menurut pengertian ini,
setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai
usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang
menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak
jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang diharapkan oleh
pembangunan. Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum ketenagakerjaan
mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan arah kegiatan
manusia ke arah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan
ketenagakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan
pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan
yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk
mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai
dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi
tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan
perlindungan tenaga kerja.
Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia itu sendiri tidak terlepas dari
banyaknya jumlah angkatan kerja yang pengangguran. Masalah tersebut menghadirkan
implikasi buruk dalam pembangunan hukum di Indonesia dan bila ditelusuri lebih jauh bahwa
akar dari semua masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional.
Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 1945 khususnya pasal 27 dan pasal 34 telah
memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya negara memberikan perlindungan
terhadap buruh/pekerja. Mengandalkan terus-menerus industri ke sektor padat karya
manufaktur, akan hanya membuat buruh Indonesia seperti hidup seperti dalam ancaman bom
waktu. Rentannya hubungan kerja akibat buruknya kondisi kerja, upah rendah. Pemutusan
Hubungan Kerja ( PHK) semena-mena dan perlindungan hukum yang tidak memadai,
sebenarnya adalah sebuah awal munculnya rasa ketidakadilan dan potensi munculnya
kekerasan. Usaha keras dan pembenahan radikal harus dilakukan untuk menambah percepatan
investor baru.
Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah merupakan salah satu masalah
dalam ketenagakerjaan kita. MeIalui undang-undang ketenagakerjaan seharusnya para pekerja
akan terlindungi secara hukum, mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang layak,
melindunginya di tempat kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak) sampai
dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun. Selain itu pekerja dapat juga mendirikan
Serikat Buruh. Sekalipun undang-undang ketenagakerjaan bagus, tetapi buruh tetap
12
memerlukan kehadiran serikat buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB ). PKB
adalah sebuah dokumen perjanjian bersama antara majikan dan buruh yang berisi hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Hanya melalui serikat buruhlah bukan melalui LSM ataupun
partai politik bisa berunding untuk mendapatkan hak-hak tambahan (di luar ketentuan UU)
untuk menambah kesejahteraan mereka. Pemerintah harus merubah sistem jaminan sosial
ketenagakerjaan, sehingga buruh korban PHK danburuh pensiunan akan mendapat tunjangan
layak dari Jamsostek. Pemerintah dilarang mengambil keuntungan apapun dari Jamsostek,
bahkan sebaliknya. Pemerintah yang bertanggungjawab, harus memberikan kontribusi setiap
tahun, sehingga buruh bisa hidup layak. Dengan sistem Jaminan sosial ketenagakerjaan yang
baik akan mengurangi kriminalitas sosial.
yang layak bagi kemanusiaan maka pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh tersebut
meliputi :
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Karena upaya perluasan kesempatan kerja mencakup lintas sektoral, maka harus
disusun kebijakan nasional di semua sektor yang dapat menyerap tenaga kerja secara optimal.
Agar kebijakan nasional tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka pemerintah dan
masyarakat bersama-sama mengawasinya secara terkoordinasi.
Hak-hak pekerja yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan upah
2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
3. Hak untuk bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan
kemampuannya.
4. Hak atas pembinaan keahlian, kejuruan, untuk memperoleh serta menambah keahlian dan
ketrampilan.
5. Hak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja serta
perlakukan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
6. Hak atas istirahat (cuti) serta hak atas upah penuh selama menjalani istirahat.
7. Hak untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja.
8. Hak untuk mendapat jaminan sosial.
Kewajiban pekerja, yaitu :
1. Melakukan pekerjaan bagi majikan/pengusaha dan perusahaan tempat bekerja.
2. Mematuhi peraturan pemerintah.
3. Mematuhi peraturan perjanjian kerja.
4. Mematuhi peraturan Kesepakatan Bersama (SKB) perjanjian perburuhan.
5. Mematuhi peraturan-peraturan majikan.
6. Menjaga rahasia perusahaan.
7. Memakai perlengkapan bagi keselamatan kerja.
Bagi buruh putusanya hubungan kerja berarti permulaan masa pengangguran dengan
segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketentraman hidup kaum buruh
seharusnya pemutusan hubungan kerja ini tidak terjadi. Karena itulah pemerintah
14
mengundangkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 yang dalam pasal 1 ayat (1) secara
tegas menyatakan bahwa:
Pengusha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja jika setelah
usaha dilakukan pemutusan hubungan kerja tetap tidak dapat dihindarkan, majikan harus
merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang
bersangkutan atau dengan buruhnya sendiri jika buruh itu tidak menjadi anggota salah satu
organisai buruh.
H. Dampak Rendahnya Kualitas Tenaga Kerja
Rendahnya kulitas tenaga kerja di Indonesia dapat mengakibatkan banyaknya
pengangguran. Pengangguran adalah penduduk usia kerja yang sedang mencari pekerjaan.
Orang semacam ini merugikan negara dan secara khusus memberatkan keluarga karena
kebutuhan menjadi beban atau tanggungan keluarga yang sudah bekerja. Indikator tingkat
beban disebut dependency ratio (DR).
I. Usaha Meningkatkan Kualitas Tenaga Kerja di Indonesia
Pada dasarnya ada beberapa upaya peningkatan kualitas kerja, antara lain sebagai berikut :
1. Magang di suatu lembaga-lembaga atau instansi pemerintah maupun swasta.
2. Pelatihan-pelatihan atau job training agar mempunyai kesempatan kerja yang baik.
3. Belajar di BLK (Balai Latihan Kerja) di suatu daerah atau kota.
4. Kursus-kursus keterampilan.
5. Penataran dan seminar atau lokakarya.
dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai
dengan standar yang berlaku, salah satunya adalah dengan menerapkan persyaratan rumah
sehat (Kurniasih, 2007: 1).
Menurut UndangUndang No. 4 tahun 1992 dalam Surtiani (2006: 39) pengertian
tentang perumahan atau pemukiman yaitu sebagai berikut:
1. Pengertian rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan sarana
pembinaan keluarga.
2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana lingkungan.
3. Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung (kota dan desa) yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat melakukan berbagai macam kegiatan
atau aktivitas.
K. Kriteria Pemukiman yang Layak Huni
Suatu patokan atau standar penilaian rumah yang sehat dan ekologis dapat digunakan
untuk menentukan kualitas dan kondisi suatu pemukiman guna meningkatkan kualitas
lingkungan khususnya pada pemukiman padat penduduk. Menurut Krista (2009: 2) patokan
atau standar penilaian yang dapat digunakan dalam pembangunan rumah yang sehat dan
ekologis adalah sebagai berikut:
1) Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan sebagai paru-paru hijau.
2) Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan bangunan alamiah.
3) Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan.
4) Menghindari kelembaban tanah naik ke dalam konstruksi bangunan.
5) Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu mengalirkan uap air.
L. Pemukiman menurut Arti Etika Lingkungan
Manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya memiliki pilihan yang dapat
dikembangkan oleh dirinya baik secara individu maupun kelompok. Pilihan ini perlu
dikembangkan dalam lingkungan tempat tinggal (pemukiman). Manusia di pemukimannya
perlu menata perilaku berdasarkan kearifan dan etika budaya untuk memperoleh suatu
pemukiman yang layak dan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (Tim Dosen Mata Kuliah
TPB, 2011: 109). Kedudukan manusia di pemukiman menurut arti etika lingkungan adalah
bagian dari lingkungan itu sendiri. Manusia mampu mengubah lingkungan alam menjadi
lingkungan binaannya pada saat yang sama secara budaya dan kemajuan IPTEK. Manusia
dapat dikatakan sebagai pembentuk lingkungan. Kewajiban manusia dalam peranannya
membentuk lingkungan adalah sepenuhnya untuk menyadari keterkaitan dan
16
ketergantungannya terhadap unsur-unsur lingkungan sebagai suatu ekosistem yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Misi yang harus dibawa oleh manusia adalah memelihara
keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara perilaku dirinya dengan lingkungan
sekitarnya. Segala tindakan dan perbuatan yang ingin dilakukan oleh manusia harus selalu
dipikirkan secara arif dan bijaksana. Perilaku arif dan bijaksana ini juga berlaku pada saat
manusia mengembangkan pemukimannya, karena pemukiman manusia adalah perwujudan dari
ekosistem binaan manusia (Tim Dosen Mata Kuliah TPB, 2011: 110).
M. Hubungan Pemukiman Penduduk dengan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk yang semakin bertambah mengakibatkan bertambahnya jumlah tempat
untuk bermukim (pemukiman). Pertumbuhan pemukiman yang sangat pesat sedangkan luas
lahan yang tersedia terbatas maka menyebabkan tumbuhnya permukiman padat penduduk di
pusat kota, selain itu kurangnya ketersediaan ruang tersebut mengakibatkan pertumbuhan
kawasan permukiman yang tidak tertata dan tidak terkendali sehingga terkesan kumuh dan
tidak layak huni (Wasis, 2010: 1).
Menurut Anonim (2010: 1) beberapa hal yang mempengaruhi kepadatan penduduk,
diantaranya yaitu:
1. Kelahiran atau natalitas, kepadatan penduduk akan bertambah. Angka kelahiran diperoleh
dengan cara menghitung jumlah kelahiran hidup tiap 1000 penduduk per tahun.
2. Kematian atau mortalitas, kepadatan penduduk akan berkurang. Angka kematian diperoleh
dengan cara menghitung jumlah kematian tiap 1000 penduduk per tahun.
3. Imigrasi, adanya penduduk yang datang akan menambah kepadatan penduduk.
4. Emigrasi, adanya penduduk yang pindah atau pergi akan mengurangi kepadatan penduduk.