Anda di halaman 1dari 4

Si Compang-Camping

Flora Annie Steel

Di sebuah rumah besar yang terletak di tepi pantai, hiduplah seorang bangsawan tua yang kaya

raya, yang tidak memiliki istri dan anak yang masih hidup, kecuali seorang cucu perempuan yang

wajahnya tidak pernah dilihatnya seumur hidup. Bangsawan Tua tersebut sangat membenci cucu

perempuannya karena menganggap si Cucu Perempuan inilah yang menyebabkan kematian anak

perempuan yang sangat disayangi saat melahirkan. Saat perawat akan memperlihatkan sang cucu

yang masih bayi, Bangsawan Tua tersebut menolak bahkan berkata dan bersumpah, apapun yang

terjadi pada cucunya, hidup ataupun mati, dia tidak akan pernah mau melihat wajah cucunya

tersebut.

Lalu dia membalikkan badan, duduk di dekat jendela sambil memandang ke arah laut, menangisi

anak perempuannya yang telah meninggal, hingga rambut dan janggutnya yang putih tumbuh

melebihi bahu serta mengelilingi tempat duduknya hingga akhirnya menyentuh lantai, dan air

matanya yang menetes turun lewat jendela, membentuk alur pada batu di bawahnya dan akhirnya

menjadi sungai kecil yang menuju ke laut. Sementara itu, cucu perempuannya tumbuh tanpa ada

yang memberikan perhatian, atau memberinya pakaian yang layak, hanya perawat tuanyalah yang

berbaik-hati, dimana saat tidak terlihat orang lain, kadang memberikan dia sedikit makanan dari

dapur, atau pakaian yang penuh dengan tambalan dan terbuat dari kain karung; sementara

pelayan-pelayan di rumah itu sering mengusirnya keluar dengan pukulan ataupun ejekan,

memanggil dia dengan sebutan si "Compang-camping", menunjuk-nunjuk kaki dan bahunya yang

telanjang, hingga akhirnya sang Cucu berlari keluar, menangis, dan bersembunyi di semak-semak.

Akhirnya sang Cucu beranjak menjadi dewasa dengan makanan dan pakaian yang seadanya,

menghabiskan lebih banyak waktunya di luar rumah dengan hanya di temani oleh seorang

penggembala angsa yang pincang. Si Gembala Angsa ini adalah orang yang sangat periang, di

saat sang Cucu kelaparan, kedinginan, atau keletihan, si Gembala tersebut akan memainkan

suling kecilnya sehingga sang Cucu melupakan semua masalahnya dan akhirnya ikut menari

bersama sekumpulan angsa.

Pada suatu hari, orang-orang ramai membicarakan tentang Raja yang akan melakukan perjalanan

melalui tanah dan kota mereka, dan untuk itu, Raja akan membuat perjamuan dan pesta dansa

yang besar untuk para bangsawan dari negeri tersebut, dan Pangeran, putra satu-satunya, akan

memilih seorang istri dari kalangan bangsawan tersebut. Saat waktunya tiba, salah satu undangan

kerajaan untuk menghadiri pesta dansa sampai ke rumah sang Bangsawan Tua. Seorang pelayan

mengantarkan undangan tersebut ke Bangsawan Tua yang masih duduk di dekat jendela, terlilit

oleh rambut putihnya yang panjang dan masih meneteskan airmata ke sungai kecil di bawah

jendela.
Saat mendengar perintah sang Raja dalam undangan, dia mengeringkan air mata dan menyuruh

pelayan untuk memotong rambutnya yang panjang. Kemudian dia menyuruh mereka untuk

mempersiapkan baju dan perhiasan yang mewah yang akan dipakainya; lalu dia juga

memerintahkan mereka untuk memberi pelana yang berhiaskan emas dan sutra pada kuda

putihnya, karena sang Bangsawan Tua akan mengendarai kuda bersama dengan sang Raja;

Namun dia sama sekali lupa bahwa dia memiliki seorang cucu perempuan yang bisa dibawa ke

pesta dansa tersebut.

Sementara itu si Compang-camping duduk di lantai dapur sambil menangis saat mengetahui

bahwa dirinya tidak dibawa untuk menghadiri pesta dansa. Dan ketika perawat tua mendengarnya

menangis, dia lalu menghadap ke Bangsawan Tua, memohon agar bangsawan tersebut membawa

cucu perempuannya menghadiri pesta dansa sang Raja.

Tetapi bangsawan tua itu cuma mengernyitkan dahi dan menyuruhnya diam; sementara pelayan

yang lain tertawa dan berkata sinis, "Si Compang-camping cukup senang dengan pakaian

tambalannya dan bermain bersama si Gembala Angsa! Biarkan saja dia, karena dia sudah pantas

dengan keadaannya yang sekarang."

Kedua dan ketiga kalinya, perawat tua tersebut terus memohon agar sang Cucu dapat ikut ke

pesta, tetapi jawaban yang didapatkan adalah tatapan marah dan kata-kata yang kasar, hingga

akhirnya dia dikeluarkan dari ruangan oleh pelayan-pelayan yang mengolok-oloknya dengan kata-

kata kasar disertai pukulan.

Sang perawat tua menangis sedih karena tidak berhasil membujuk tuannya, berusaha untuk

mencari si Compang-camping; tetapi gadis tersebut telah diusir keluar oleh tukang masak di

dapur, dan mencari temannya si Gembala angsa untuk menceritakan kepedihannya karena tidak

dapat hadir di pesta sang Raja.

Saat Gembala Angsa mendengarkan kisahnya, dia lalu menghiburnya dan mengajukan usulan agar

mereka pergi bersama menuju kota untuk melihat Raja dan segala hal yang indah-indah; dan

ketika si Compang-Camping terlihat sedih saat memandang bajunya yang terbuat dari tambalan-

tambalan kain karung serta kakinya yang tidak memiliki alas kaki, sang Gembala memainkan satu-

dua lagu dengan sulingnya hingga suasana berubah ceria, dan si Compang-Camping melupakan

semua derita dan air matanya, dan tanpa disadarinya, sang Gembala telah menarik tangannya

untuk menari sepanjang jalan menuju kota.

"Yang lumpuh pun masih bisa menari apabila mau," ujar si Gembala Angsa sembari meniup

sulingnya.

Sebelum mereka berjalan terlalu jauh, seorang pemuda yang tampan, berpakaian mewah,

berkendara kuda, berhenti untuk menanyakan arah kastil di mana sang Raja menginap, dan ketika

dia tahu bahwa arah yang mereka tuju adalah sama, sang Pemuda turun dari kudanya dan

berjalan bersama mereka.


"Kamu sepertinya orang yang menyenangkan dan enak dijadikan teman," katanya,

"Teman yang baik, pastinya," kata sang Gembala lalu meniup sulingnya dengan nada yang aneh.

Nada sulingnya sangat aneh, dan membuat sang Pemuda menatap dan menatap terus ke arah si

Compang-Camping hingga dia tidak memperhatikan lagi baju yang penuh tambalan yang tengah

dikenakan oleh si Compang-Camping. Hanya wajah cantik si Compang-Camping yang terlihat

menarik perhatian sang Pemuda.

Lalu sang Pemuda berkata, "Kamu adalah wanita tercantik di dunia, Maukah engkau menjadi

pendamping hidup saya?"

Saat itu sang Gembala Angsa tersenyum sendiri dan memainkan lagu yang sangat merdu.

Tetapi si Compang-Camping hanya tertawa. "Anda salah, sepertinya saya tidak pantas untuk jadi

pendamping Anda," katanya; "Anda akan merasa malu demikian juga dengan saya, apabila Anda

mengangkat gadis seperti saya menjadi istri Anda! Pergi dan pinanglah salah seorang dari gadis

bangsawan yang Anda lihat nantinya di pesta dangsa Raja, dan tidak usah memperhatikan gadis

miskin seperti saya."

Semakin sang gadis menolak, semakin merdu lagu yang dimainkan oleh si Gembala Angsa, dan

semakin dalam jugalah sang Pemuda jatuh cinta kepada si Compang-Camping; hingga akhirnya

sang Pemuda memohon agar si Compang-Camping berkenan hadir di pesta dansa Raja pada jam

12 malam nanti, bersama dengan Gembala Angsa dan angsa-angsanya, seadanya seperti

sekarang, dengan pakaiannya yang penuh tambalan dan tanpa alas kaki, sebab sang Pemuda akan

membuktikan bahwa dia akan tetap sudi berdansa dengannya di depan sang Raja dan seluruh

bangsawan, sembari memperkenalkan bahwa dia adalah calon pengantinnya.

Saat si Compang-Camping akan menolak kembali, sang Gembala berkata, "Terimalah rezekimu

yang datang saat ini."

Saat malam tiba, halaman kastil dipenuhi dengan cahaya dan suara musik, dimana para

bangsawan menari di depan Raja. Tepat saat jam menunjukkan pukul 12 malam, si Compang-

Camping dan si Gembala Angsa, diikuti oleh kumpulan angsa yang riuh, memasuki pintu besar dan

berjalan lurus langsung ke lantai dansa, sementara di samping kiri dan kanan, para bangsawan

berbisik-bisik sambil tertawa meledek, dan Raja yang duduk di takhta, menatap dengan tatapan

heran dengan pemandangan yang ganjil ini.

Saat mereka tiba di depan takhta, sang Pemuda yang ternyata adalah Pangeran, bangkit dari

kursinya di samping Raja, dan menyambut si Compang-Camping. Memegang tangannya, lalu

berbalik menghadap raja.

"Ayahanda!" ujarnya. "Saya telah menentukan pilihan, dan gadis di samping saya inilah pengantin

saya, wanita tercantik dan termanis yang pernah saya temui di dunia ini!"

Sebelum dia selesai berkata, sang Gembala Angsa meniupkan sulingnya dan memainkan beberapa

lagi yang terdengar seperti kicauan burung di tengah hutan; pada saat itu juga, Pakaian si
Compang-Camping berubah menjadi gaun dan jubah yang indah dan penuh dengan perhiasan

berkilau. Tak hanya itu, sebuah mahkota terpasang di atas rambutnya yang berwarna emas, dan

sekumpulan angsa di belakangnya menjelma dayang-dayang yang memegang gaun indahnya yang

panjang hingga ke belakang.

Saat sang Raja bangkit untuk menyambut, terompet di bunyikan untuk menghormati sang Putri,

Seketika itu pula orang-orang yang berada di jalan saling bercerita. "Ah, sekarang Pangeran telah

mendapatkan gadis tercantik di seluruh negeri sebagai istrinya!"

Semenjak saat itu, sang Gembala Angsa tidak pernah terlihat lagi, dan tidak ada yang pernah tahu

kemana sang Gembala Angsa pergi; sementara itu, bangsawan tua terpaksa pulang ke rumahnya

karena tidak bisa menetap lebih lama lagi di kastil akibat sumpahnya untuk tidak akan pernah

mau melihat wajah cucunya.

Sekarang si Bangsawan Tua itu masih duduk di dekat jendela, menangis dengan teramat sedih.

Rambut putihnya tumbuh terurai hingga ke lantai, dan airmatanya mengalir seperti sungai yang

menuju ke laut.

Anda mungkin juga menyukai