Anda di halaman 1dari 31

TK- 4090 KERJA PRAKTEK

MENGHITUNG NERACA MASSA DAN ENERGI SISTEM COAL MILL


SERTA MENINJAU PARAMETER KESELAMATAN PADA
PEMROSESAN BATU BARA PLANT 5

LAPORAN TUGAS KHUSUS

KERJA PRAKTEK DI
PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk.
BOGOR JAWA BARAT

Oleh:
Haris Askari (13013006)

Pembimbing:
Dr. Winny Wulandari
Arinaldi, ST.

SEMESTER I 2016/2017
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KHUSUS

MENGHITUNG NERACA MASSA DAN ENERGI SISTEM COAL MILL


SERTA MENINJAU PARAMETER KESELAMATAN PADA
PEMROSESAN BATUBARA PLANT 5

Haris Askari (13013006)

Catatan/komentar :

Tempat Kerja Praktek : PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk.


Citeureup, Bogor Jawa Barat
Periode kerja Praktek : 1 Juni 2016 30 Juni 2016

Telah diperiksa dan disetujui,

Pembimbing Lapangan Dosen pembimbing

Arinaldi, ST. Dr. Winny Wulandari


Process Engineer

Tanggal : _____________ Tanggal :____________

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL......................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
2.1 Batubara...........................................................................................................................3
2.1.1 Analisa batubara........................................................................................................3
2.1.2 Analisa ultimate.........................................................................................................3
2.1.3 Analisa proksimate.................................................................................................4
2.2 Sistem pemrosesan batubara di plant 5............................................................................4
2.3 Safety di pemrosesan batubara plant 5.............................................................................5
2.4 Perhitungan Neraca Massa dan Energi.............................................................................6
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN..................................................................................7
3.1 Pembuatan Block Flow Diagram.....................................................................................7
3.2 Pengambilan Data Primer................................................................................................9
3.3 Penghitungan Nilai Variabel yang Dibutuhkan dalam Perhitungan NME.....................10
3.4 Penghitungan Neraca Massa dan Energi serta Heat Loss..............................................10
3.5 Peninjauan Aspek Keselamatan Pemrosesan Batubara..................................................11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................12
4.1 Perhitungan Neraca Massa dan Energi serta Heat Loss.................................................12
4.2 Peninjauan Aspek Safety dalam Pemrosesan Batubara Plant 5.....................................13
BAB V KESIMPULAN...........................................................................................................15
5.1. Kesimpulan...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................16
LAMPIRAN A DATA LITERATUR........................................................................................17
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN..........................................................................19
LAMPIRAN C DATA MENTAH............................................................................................23
LAMPIRAN D DATA ANTARA.............................................................................................24

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Diagram alir metodologi percobaan.............................................................7


Gambar 3.2. Process flow diagram pemrosesan batubara plant5 8
Gambar 3.3. Block flow diagram sistem vertical coal mill 9

3
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Perhitungan neraca massa sistem vertical coal mill 12


Tabel 4.2. Perhitungan neraca energi dan heat loss sistem vertical coal mill................ 12
Tabel A.1. Kapasitas Gas Panas 17
Tabel A.2. Data Kapasitas Panas Spesifik (Cp) dan Panas Laten Air 17
Tabel A.3. Data komposisi aliran udara di F8 18
Tabel C.1. Data yang Diperoleh dari CCP dan Logsheet 23
Tabel C.2. Komposisi gas F6 dan F8 23
Tabel D.1. Perhitungan Aliran Neraca Massa Input 24
Tabel D.2. Perhitungan Aliran Neraca Massa Output 24
Tabel D.3. Perhitungan Aliran Neraca Energi Input 24
Tabel D.4. Perhitungan Aliran Neraca Energi Output 25
Tabel D.5. Perhitungan Kalor Jenis (Cp) Gas F8 25
Tabel D.6. Perhitungan Kalor Jenis (Cp) Gas F6 25

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri semen adalah salah satu industri yang dalam keberjalanannya membutuhkan
energi dalam jumlah besar. Pabrik semen yang menggunakan sistem proses kering seperti
plant 5 PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk (PT ITP), Citeureup,
umumnya membutuhkan energi panas sekitar 1350 kkal/kg klinker yang dihasilkan. Salah
satu material yang memiliki peranan sangat besar pada pabrik semen karena digunakan
sebagai sumber energi adalah batu bara. Pada PT ITP selain digunakan sebagai sumber
bahan bakar untuk sistem pembangkit listrik, batu bara juga digunakan sebagai bahan
bakar pada proses klinkerisasi maupun proses pre-heating yang merupakan proses utama
dalam produksi semen.

Sebelum diumpankan sebagai bahan bakar ke dalam kiln, batu bara di storage plant 5
mengalami beberapa proses agar batu bara yang diumpankan memenuhi persyaratan
sebagai bahan bakar pada proses klinkerisasi maupun proses pre-heating. Salah satu alat
yang berperan besar pada pemrosesan batu bara adalah coal mill. Di dalam coal mill,
terjadi beberapa proses yaitu grinding (penghalusan), drying (pengeringan), dan
separating (pemisahan) sehingga produk yang keluar dari coal mill diharapkan dapat
digunakan secara efektif sebagai bahan bakar. Syarat-syarat yang ditetapkan ini antara
lain adalah untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan di dalam tempat
penyimpanan sementara batu bara sebelum diumpankan ke kiln karena tingginya kadar
CO sehingga dapat menyebabkan ledakan dan untuk memenuhi heating value yang
diinginkan. Oleh karena itu dilakukan peninjauan pada parameter operasi sistem
pemrosesan batu bara seperti daya coal mill, tekanan ataupun temperatur sehingga
parameter-parameter pada produk batu bara yang dihasilkan (fine coal) seperti tingkat
kehalusan, kadar air, maupun kadar oksigen berada pada rentang yang diinginkan.

Selama pemrosesan batu bara mulai dari tahap penyimpanan pada storage sampai
diumpankan ke kiln, banyak potensi bahaya yang dapat terjadi seperti terbakarnya batu
bara (self-ignition) pada storage, tingginya kadar emisi gas buangan, sampai potensi
ledakan akibat tingginya kadar gas monoksida (CO) pada tempat penyimpanan fine coal.
Berkaitan dengan banyaknya potensi bahaya itu, plant 5 menerapkan sistem pengendalian
yang dijalankan untuk memastikan keselamatan kerja selama pemrosesan batu bara yang
harus selalu ditinjau.

1.2 Rumusan Masalah

Di dalam coal mill terjadi beberapa tahap pemrosesan batu bara yaitu tahap penghalusan,
pengeringan, serta pemisahan. Pada coal mill, dibutuhkan energi panas dalam jumlah
besar yang berasal dari gas keluaran Suspension Pre-heater (SP). Energi panas ini
digunakan untuk mengeringkan batu bara yang diumpankan dimana batu bara ini
memiliki kelembaban tertentu (initial moisture) sehingga diharapkan batu bara yang
keluar dari coal mill memiliki kelembaban akhir (final moisture) serendah mungkin. Nilai
kelembaban akhir ini akan memengaruhi proses pembakaran batu bara. Semakin besar
nilai final moisture pada batu bara yang diumpankan akan menyebabkan batu bara
semakin sulit untuk dibakar sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak untuk
proses pembakaran dan akan menyebabkan proses menjadi tidak efisien.

1
Untuk menganalisa besar laju alir dan kalor yang dibutuhkan oleh sistem coal mill
dibutuhkan perhitungan neraca massa dan energi pada sistem coal mill. Dengan
menghitung neraca massa dan energy, nilai dari hilang kalor (heat loss) pada sistem
tersebut dapat ditentukan. Perhitungan neraca massa dan energi dapat dilakukan dengan
mengambil data dari pengukuran beberapa nilai seperti temperatur hot gas yang masuk ke
coal mill sampai feed rate dari batu bara yang akan diproses di coal mill. Setelah
menghitung neraca massa dan energinya, besar heat loss dari sistem coal mill dapat
diketahui. Dengan mengetahui besar heat loss, kita dapat menentukan parameter operasi
yang optimum dan meninjau solusi untuk perbaikan sistem operasi secara keseluruhan
maupun maintenance sistem.

Di samping menghitung heat loss, peninjauan terkait parameter pengendalian bahaya


penting untuk dilakukan guna memastikan keselamatan selama pemrosesan batu bara
berlangsung. Peninjauan parameter ini dilakukan dengan mengetahui instrumen-
instrumen pengendalian proses yang dipasang dan dijalankan di plant 5 guna mencegah
bahaya terjadi. Instrumen-instrumen ini digunakan agar parameter operasi tetap
berlangsung pada kondisi yang seharusnya.

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut:

1. Menentukan besar hilang kalor (heat loss) pada sistem coal mill plant 5 dengan
melakukan perhitungan neraca massa dan energi

2. Meninjau aspek keselamatan (safety) proses dari sistem pemrosesan batubara pada
plant 5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batubara

Batubara adalah jenis batuan sedimen organik dari pengendapan dan akumulasi berbagai
macam fosil tumbuhan di bawah lapisan bumi. Batubara merupakan batuan yang mudah
terbakar, dan bersama dengan minyak bumi serta gas alam merupakan salah satu dari
bahan bakar fosil yang paling banyak digunakan sekarang (Speight, 2013). Batubara
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar baik secara langsung maupun tidak langsung.
Beberapa contoh penggunaan batubara sekarang adalah sebagai bahan bakar pada
pembangkit listrik, industri semen dan baja, serta produksi semen.

Karakteristik dari batubara bergantung pada komposisi serta kandungan unsur-unsur


penyusannya, lingkungan pembentukannya, kondisi dan derajat perubahan yang berasal
dari sejarah geologinya, waktu pembentukan, serta jumlah kandungan pengotornya. Di
dalam batu bara terdapat senyawa organik yang berupa Karbon (C), Hidrogen (H),
Oksigen (O), Nitrogen), serta mineral berupa belerang (S) dan abu (ash). Senyawa
organik yang dapat terbaka yaitu karbon, hidrogen, dan belerang. Komponen yang dapat
terbakar ini akan memengarhui nilai kalor pembakaran dari batubara. Jenis batubara yang
memiliki nilai kalor pembakaran adalah jenis anthracite yaitu sebesar 13.500-15.600
Btu/lb pada basis kering dan free-ash. Jenis batubara ini terdiri dari 86%-98% w/w
karbon.

2.1.1 Analisa batubara

Karakteristik dan jenis batubara dapat diketahui dengan beberapa analisis, di


antaranya adalah menggunakan analisa ultimate (ultimate analysis) dan analisa
proksimate (proximate analysis). Analisis batubara penting untuk dilakukan untuk
mengetahui komposisi dan sifat batubara tersebut sehingga penggunaan batubara
tersebut dapat dilakukan secara efektif.

2.1.2 Analisa ultimate

Analisa ultimate adalah analisa yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
jumlah karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, dan ash yang merupakan unsur
penyusun batubara. Jumlah setiap unsur dalam batubara mengikuti persamaan 2.1
sebagai berikut:
C+ H + S+O+ N + Ash=100 ( by weight )( Peray , 1979) (2.1)

Dimana:
C = % karbon
H = % Hidrogen
S = %Belerang
O= %Oksigen
N= %Nitrogen
Ash= %Abu

Setiap unsur-unsur ini akan memengaruhi kualitas dari batubara yang digunakan.
Kandungan karbon, hidrogen, dan belerang akan memengaruhi nilai kalor

3
pembakaran dari belerang. Namun, hasil pembakaran dari batubara ini harus
dikontrol dan ditingkatkan efisiensinya karena akan menimbulkan emisi pada
lingkungan seperti terbentuknya gas SO2 yang dapat menyebabkan hujan asam.
Ash yang terkandung dalam batubara dapat dimanfaatkan sebagai adsorben
ataupun campuran bahan konstruksi.

2.1.3 Analisa proksimate

Analisa proksimate dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kandungan-


kandungan yang terdapat dalam batu bara, yaitu: kelembaban, volatile matter, ash
yang terbentuk, dan fixed carbon. Analisa ini didapatkan dengan cara
memanaskan batubara pada kondisi tertentu. Jumla kandungan yang terdapat
dalam batubara memenuhi persamaan 2.2 sebagai berikut:

V +free C+m+ Ash=100 (Peray ,1979) (2.2)

Dimana:
V = % volatile matter
Free C = % Fixed cabon
m = %Percent moisture
Ash= %Abu/pengotor

a. Kandungan air

Kandungan air di dalam batubara harus dibuat serendah mungkin karena


semakin tinggi kandungan air menyebabkan batubara lebih sulit untuk dibakar
pada kiln. Namun sejumlah kecil air tetap perlu dipertahankan agar batubara
dapat bereaksi dengan oksigen dari udara bebas.

b. Volatile Matter

Volatile matter adalah komponen batubara yang dibebaskan pada suhu tinggi
dengan tidak adanya udara. Volatile matter terdiri dari gas yang mudah
terbakar seperti H2, CO, CH4, tar, dan gas yang tidak mudah terbakar seperti
steam dan CO2

c. Ash (abu)

Ash adalah residu yang tersisa setelah batubara terbakar. Abu adalah senyawa
inert yang tidak dapat terbakar. Ash akan meningkatkan berat batubara, dan
dapat menyebabkan permasalahan seperti fouling atau slagging pada boiler
atau tungk pembakaran. Abu mempunyai komposisi utama yaitu SiO 2, Al2O3,
Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, Na2O, K2O yang merupakan mineral.

d. Fixed Carbon

Bagian total karbon yang tersisa (tidak menguap) setelah volatile matter telah
diuapkan. Padatan fixed carbon juga bebas dari abu.

2.2 Sistem pemrosesan batubara di plant 5

4
Batu bara yang digunakan untuk bahan bakar pada plant 5 disimpan pada storage setelah
ditambang. Pemakaian batu bara di plant 5 sekitar 7-8 ton/jam, jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan plant lain. Dari storage batubara dimasukkan ke hopper
menggunakan loader. Dari hopper, batu bara diatur jumlahnya yang akan diproses,
kemudian ditransportasikan menggunakan screw conveyor lalu ditransportasikan ke belt
conveyor. Terdapat empat belt conveyor sebelum akhirnya batu bara masuk ke raw coal
bin. Terdapat crusher di antara belt conveyor 2 dan 3 yang berfungsi untuk mengecilkan
ukuran batu bara. Di crusher juga terdapat dust collector untuk mengumpulkan ash atau
debu yang terbuang. Setelah dikecilkan ukurannya, batu bara akan ditransportasikan
menuju ke coal bin. Pada belt conveyor 3, terdapat metal detector yang berfungsi untuk
mendeteksi ada tidaknya logam pada batu bara yang ditransportasikan. Pada belt
conveyor 4, terdapat magnetic separator yang berfungsi untuk mengikat zat-zat magnetik.
Di antara satu belt conveyor dengan belt conveyor lain terdapat dust collector untuk
menyerap debu agar tidak terbuang.

Batu bara yang sudah berukuran lebih kecil akan masuk ke penyimpanan awal (raw coal
bin). Raw Coal bin berfungi sebagai tempat penyimpanan sementara batu bara yang
belum diproses. Terdapat dua bin dengan kapasitas masing-masing 18 ton. Setelah itu,
raw coal akan masuk ke table feeder untuk diatur kecepatan aliran material yang akan
keluar. Kemudian, material akan masuk ke rotary air lock yang berfungsi agar material
tidak langsung menuju ke screw conveyor. Di sini, material akan dipanaskan dengan pana
yang dialirkan dari suspension pre-heater melalui pipa kecil. Pemanasan material ini
bertujuan agar material tidak lengket saat ditransportasikan dengan screw conveyor
menuju ke vertical coal mill.

Vertical coal mill berfungsi untuk membuat raw coal menjadi butiran-butiran yang halus
sehingga memudahkan proses pembakaran batu bara. Di coal mill, terjadi tiga tahap,
yaitu:
1. Grinding: proses penghalusan raw coal menggunakan vertical coal mill, dimana
terdapat empat roller di bagian atas dan table di bagian bawah untuk menggerus
dan menghaluskan batu bara.
2. Drying: Proses pengeringan batu bara untuk menurunkan kadar air yang
terkandung dalam batu bara. Batu bara yang awalnya memiliki kadar air sekitar
24-27% dikeringkan hingga kadar airnya kurang dari 9%. Kadar air ini akan
berpengaruh pada proses klinkerisasi dimana api burner yang digunakan untuk
membakar slurry akan semakin panjang sehingga kualitas klinker yang dihasilkan
akan semakin menurun. Panas yang digunakan pada proses ini berasal dari panas
keluaran suspension pre-heater.
3. Separating: Proses pemisahan batu bara yang halus dan kasar. Batu bara yang
halus akan masuk ke dust collector dan akan disimpan ke coal feed bin untuk
diumpankan pada proses klinkerisasi. Batu bara yang masih kasar akan jatuh
kembali dan dihaluskan kembali di vertical coal mill.
Partikel yang sudah halus (fine coal) akan masuk ke EP dengan bantuan udara purging
dengan udara bertekanan dari kompresor dan kemudian akan dijatuhkan ke screw
conveyor. Setelah itu, fine coal akan masuk ke coal feed bin untuk disimpan sementara
dan diumpankan ke kiln. Kapasitas dari fine coal bin adalah sebesar 80 ton.

2.3 Safety di pemrosesan batubara plant 5

5
Keselamatan merupakan aspek yang sangat penting dalam proses produksi di industri.
Salah satu bagian produksi di plant 5 yang sangat berpotensi menimbulkan bahaya adalah
bagian pemrosesan batubara. Beberapa instrument yang dipasang sebagai alat untuk
pengendalian safety adalah:
a. Magnetic separator dan metal detector untuk memisahkan material logam dan
magnet agar tidak masuk ke proses mill
b. Explosion door yang berfungsi untuk menurunkan tekanan apabila tekanan pada
sistem terlalu tinggi.
c. Tangki CO2, yang berfungsi untuk mengalirkan gas CO2 yang akan disemprotkan
apabila kadar CO melebihi batas
d. Termokopel, sebagai pengukur temperatur agar tetap berada di rentang yang
diperbolehkan
e. Gas analyzer untuk mengukur kadar oksigen dan CO dalam sistem
2.4 Perhitungan Neraca Massa dan Energi

Dalam setiap proses, akan ada aliran massa dan energi yang masuk dan keluar. Total
aliran massa masuk dan keluar serta besar energi masuk dan keluar harus sama sesuai
dengan hukum kekekalan massa dan energi. Perhitungan massa dan energi penting untuk
dilakukan untuk mengetahui besar aliran massa atau energi dalam sistem produksi
sehingga dapat diketahui besar efisiensi atau kalor hilang (heat loss) dari sebuah sistem
sehingga menjadi pertimbangan agar operasi dapat berlangsung secara optimum. Hukum
neraca massa ditampilkan pada persamaan 2.3 sebagai berikut.

Massa ( ) =Massa ( out ) (2.3)

Pada persamaan di atas diberlakukan asumsi bahwa tidak ada akumulasi material dalam
sistem dan tidak ada kebocoran pada sistem. Sedangkan persamaan hukum neraca massa
ditampilkan pada persamaan 2.4 sebagai berikut.

Energi ( ) + Energi yang dihasilkandalam sistem=Energi ( out ) (2.4)

Dalam perhitungan neraca energi, dibutuhkan data-data variabel lain seperti kapasitas
panas dan juga daya mesin. Pada persamaan 2.4 di atas, asumsi yang digunakan adalah
proses berlangsung dalam keadaan steady state, dan energi potensial serta kinetik
diabaikan

6
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

Tugas khusus yang diberikan oleh pembimbing lapangan adalah menghitung neraca massa
dan energi sistem coal mill untuk mendapatkan heat loss serta meninjau parameter
keselamatan pada pemrosesan batubara di plant 5. Untuk menyelesaikan tugas khusus yang
diberikan dibutuhkan beberapa tahapan yang ditampilkan pada diagram alir pada gambar 3.1
sebagai berikut.

Mulai

Pembuatan block flow diagram dengan meninjau process flow diagram

Pengambilan data primer dari central control panel (CCP) dan logsheet

Penghitungan nilai variable yang diperlukan dalam perhitungan NME

Penghitungan NME dan heat loss dari system vertical coal mill

Peninjauan aspek keselamatan pemrosesan batubara di plant 5

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi percobaan

3.1 Pembuatan Block Flow Diagram

Pembuatan block flow diagram perlu dilakukan untuk mengetahui aliran yang masuk dan
keluar pada system vertical coal mill. Pembuatan block flow diagram bias dilakukan
dengan meninjau process flow diagram dari pemrosesan batubara pada plant 5 yang
ditampilkan pada gambar 3.2 sebagai berikut.

7
Gambar 3.2 Process flow diagram pemrosesan batubara plant 5

8
Setelah meninjau process flow diagram di atas, dapat dibuat block flow diagram dari vertical
coal mill yang ditampilkan pada gambar 3.3 dibawah ini.

F10
F12
F8 F11
BOOSTER CYCLONE
FAN
F1
F6
VERTICAL COAL MILL
F9

F16
F3
F4

DUST COLLECTOR 1 FILTER FAN 1 CHIMNEY 1


F5
F15 F7

F14
F13

COAL FEED BIN

Gambar 3.3 Block flow diagram sistem vertical coal mill

3.2 Pengambilan Data Primer

Data primer dibutuhkan untuk mengetahui nilai-nilai variabel yang dibutuhkan untuk
melakukan perhitungan neraca massa dan energi. Pengambilan data primer dilakukan
pada central control panel (CCP) dan logsheet. Pengambilan harus dilakukan ketika
kondisi operasi sedang berlangsung dengan baik. Data primer diambil dari data
pemrosesan di plant 5 pada tanggal 16 Juni 2016 pukul 14.00 WIB. Data yang diambil
antara lain:Feed rate coal (F1), initial moisture, final moisture, temperatur inlet coal ke
mill (T-F1), temperature inlet hot gas ke mill (T-F9), temperature outlet mill (T-F3),
temperatur aliran F8, temperatur aliran F6, laju alir tiling (F15), daya mill, tekanan statik
F6, tekanan statik F6, laju aliran keluaran kompresor (F14), besar bukaan damper untuk
booster fan dan filter fan, kapasitas booster fan dan filter fan, dan komposisi udara pada
F6 dan F8, serta laju alir tiling dengan meninjau pada konsumsi batu bara dan perbedaan
ketinggian coal pada outlet dust collector.

Pengukuran tekanan dinamik untuk mengukur densitas dinamik yang nantinya dapat
digunakan untuk mengukur aliran F6 dan F8 tidak dapat dilakukan karena apabila

9
pengukuran dinamik dinamik dilakukan, maka akan ada udara yang masuk ke sistem
sehingga menyebabkan kandungan oksigen di sistem meningkat sehingga menyebabkan
timbulnya CO. Oleh karena itu, untuk mengetahui laju alir F6 dan F8 digunakan data
kapasitas fan dan bukaan damper. Untuk data-data yang tidak bisa didapatkan di CCP
atau logsheet seperti kalor jenis atau besar kalor penguapan air didapatkan dari literatur.

3.3 Penghitungan Nilai Variabel yang Dibutuhkan dalam Perhitungan NME

Setelah mendapatkan data primer, dilakukan perhitungan beberapa variabel yang


dibutuhkan untuk menghitung neraca massa dan energi, yaitu kalor jenis gas F6 dan F8,
densitas, dan laju alir F6 dan F8, persamaan untuk menentukan variabel tersebut
ditampilkan pada persamaan 3.1, 3.2, 3.3, dan 3.4 sebagai berikut:

a. Perhitungan densitas statis:

273 10336+ Pstatis


Densitas statis=1,3 x x (3.1)
273+Temperature 10336

b. Perhitungan laju alir F6

F 6=Kapasitas filter fan x damper filter fan x Densitas gas F 6 x 0,5(3.2)

c. Perhitungan Laju alir F8

F 8=Kapasitas booster fan x damper booster fan x Densitas g as F 8 (3.3)

d. Perhitungan CP hot gas F6 atau F8:



Kalor Jenis Gas= Komposisi gas penyusun x Kalor jenis gas penyusun (3.4)

3.4 Penghitungan Neraca Massa dan Energi serta Heat Loss


Asumsi-asumsi yang digunakan pada perhitungan neraca massa dan energi antara lain:

- Sistem berlangsung dalam keadaan tunak

- Tidak ada massa yang terakumulasi dan tidak ada kebocoran pada alat

- Energi potensial dan kinetik diasumsikan tidak ada

- Laju alir bersifat ideal

- Efisiensi dari dust collector sebesar seratus persen

- Air yang keluar dari coal mill teruapkan sepenuhnya (baru berubah fasa)

- Tiling hanya berupa batubara, sementara material gas terbawa ke aliran F15

- Komposisi udara pada kompresor adalah 21% O2 dan 79% N2

10
- Besar rasio aliran F6:F7 sebesar 1:1

- Coal trap diasumsikan tidak ada

- Suhu lingkungan yang digunakan 30 derajat Celcius

Berdasarkan persamaan 2.3 dan 2.4 didapatkan persamaan neraca massa dan energi serta
heat loss sebagai berikut:

a. Persamaan neraca massa:

F1 + F9 + F16 = F3

b. Persamaan neraca energi:

Q input Heat Loss = Qoutput

Qsensibelrawcoal(dry) + Qsensibelairrawcoal + Qpowermill + QsensibelhotgasF9+


Qsensibelrawcoaltiling(dry)+ Qsensibelairtiling HEAT LOSS =
Qsensibelfinecoal(dry) + Qsensibelairfinecoal + Qlatenairteruapkan +
QsensibelhotgasF3

c. Persen Heat Loss:

QinputQoutput
%Heat Loss=100 x
Qinput

3.5 Peninjauan Aspek Keselamatan Pemrosesan Batubara

Peninjauan aspek keselamatan dilakukan dengan meninjau sistem pemrosesan dari


central control panel. Dengan meninjau sistem tersebut, dapat diketahui instrument atau
peralatan yang digunakan sebagai safety pada proses batubara di plant 5. Setelah itu,
dilakukan peninjauan mengenai cara kerja alat, fungsi alat, dan letak alat melalui
pengambilan data sekunder atau melalui penjelasan pembimbing lapangan dan operator
dari central control panel (CCP).

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Neraca Massa dan Energi serta Heat Loss

Perhitungan neraca massa vertical coal mill plant 5ditampilkan pada tabel 4.1 sebagai
berikut.
Tabel 4.1 Perhitungan neraca massa sistem vertical coal mill
INPUT (ton/jam) OUTPUT (ton/jam)
Feed Raw Coal 6,695 Fine Coal (Dry) 8,320
(Dry)
H2O Raw Coal 1,605 H2O Fine Coal 0,768
Hot Gas Masuk 19,456 H2O fine coal yang 0,987
Mill (F9) teruapkan
Coal Tiling (Dry) 1,625 Hot Gas dalam F3 19,456
H2O Coal Tiling 0,150
Total 29,531 Total 29,531

Dari tabel 4.1, didapatkan bahwa besar total massa input sama dengan total massa dari
output sehingga dapat dikatakan bahwa perhitungan neraca massa yang telah dilakukan
akurat. Dalam perhitungan neraca massa ini, diasumsikan proses berlangsung dalam
keadaan steady state sehingga tidak terjadi akumulasi massa dalam mesin. Di dalam
mesin seharusnya terdapat coal trap atau batubara yang mengendap di bagian bawah
mesin, namun jumlahnya sangat kecil sehingga dapat diabaikan dari perhitungan.
Perhitungan neraca energi dan heat loss pada vertical coal mill plant 5 ditampilkan pada
tabel 4.2 sebagai berikut.

Tabel 4.2 Perhitungan neraca energi dan heat loss sistem vertical coal mill
INPUT (kkal/jam) OUTPUT (ton/jam)
Kalor sensibel raw 34249,39 Kalor sensibel Fine 119177
coal (dry) Coal (Dry)
Kalor sensibel air 27288,74 Kalor sensibel H2O 36598,28
raw coal Fine Coal
Kalor dari power 368396,80
mill
Kalor sensibel Hot 739679 Kalor laten H2O 530862,6
Gas Masuk Mill fine coal yang
(F9) teruapkan
Kalor sensibel Coal 23278,72 Kalor sensibel Hot 234724,8
Tiling (Dry) Gas dalam F3
Kalor sensibelH2O 7158,326
Coal Tiling
Total 1200050,976 Total 921362,68
Besar Heat Loss 278688,3 kkal/jam
%Heat Loss 23,22%

12
Berdasarkan data dari tabel 4.2 didapatkan bahwa besar heat loss dari sistem vertical coal
mill adalah sebesar 278688,3 kkal/jam atau sekitar 23,22%. Nilai heat loss yang tidak
terlalu besar ini menandakan bahwa sistem dan alat berjalan dengan cukup baik. Nilai
heat loss ini didapatkan karena kemungkinan karena adanya beberapa hal, di antaranya
adalah karena adanya panas yang mengalir menuju ke lingkungan baik secara konduksi
melalui dinding coal mill atau pipa selama aliran ataupun secara konveksi dan radiasi.
Selain itu, heat loss ini juga disebabkan karena adanya udara panas yang masuk baik dari
input raw coal, atau material tiling.

Salah satu solusi untuk mengurangi heat loss adalah dengan menambahkan umpan laju
alir batubara sampai ke titik optimum sehingga panas yang masuk dapat digunakan untuk
menurunkan moisture pada batubara (sampai ke nilai tertentu) sehingga semakin baik
digunakan untuk bahan bakar di proses klinkerisasi. Namun penambahan batu bara ini
juga harus mempertimbangkan aspek laju alir tiling serta coal dosing sehingga tidak
terjadi nantinya tidak terjadi penumpukan material pada sistem. Selain itu, pengurangan
heat loss juga bisa dilakukan dengan pengecekan alat secara berkala sehingga alat
dipastikan masih dalam kondisi baik. Penambahan insulasi dengan kualitas yang lebih
baik juga bisa dilakukan guna mengurangi panas yang mengalir menuju lingkungan.

4.2 Peninjauan Aspek Safety dalam Pemrosesan Batubara Plant 5

Alat atau instrument yang dipasang sebagai pengendalian untuk safety pada pemrosesan
batubara antara lain:

A. Metal Detector dan Magnetic Separator

Metal detector adalah instrument yang dipasang untuk mendeteksi adanya logam
dalam aliran raw coal yang akan diumpankan ke dalam raw coal bin. Metal detector
terletak di belt conveyor 3. Ketika logam sudah terdeteksi, maka sensor akan
memberitahukan dan logam tersebut harus diambil sebelum secara manual. Adanya
logam di batubara akan membuat sistem mill menjadi rusak karena table yang
digunakan akan menjadi aus. Magnetic separator adalah instrument yang digunakan
untuk mendeteksi material yang memiliki daya magnet. Alat ini terletak di belt
conveyor 2 dan belt conveyor 4. Magnet yang ada di aliran akan tertarik ke atas oleh
daya magnet dari magnetic separator.

B. Gas analyzer

Instrumen dilakukan untuk mendeteksi komposisi gas oksigen dan CO di dalam


sistem. Di dalam sistem pemrosesan batu bara, terdapat dua gas analyzer yaitu di
sistem vertical coal mill dan di sistem fine bin. Untuk sistem gas analyzer pada coal
mill terdapat 3 probe, dimana probe 1 untuk mengetahui komposisi di input coal mill,
probe 2 untuk mengetahui komposisi di inlet bag filter, dan probe 3 untuk mengetahui
komposisi di outlet bag filter. Batas maksimal yang diperbolehkan oleh PT
INDOCEMENT (H2) untuk gas analyzer di coal mill untuk gas CO adalah sebesar
2000 ppm dan untuk oksigen sebesar 13%. Sementara untuk gas analyzer di fine bin
untuk gas CO adalah 1300 ppm. Batas yang digunakan sebagai parameter
pengendalian (H1) untuk gas CO di coal mill sebesar 1000 ppm dan di fine bin
sebesar 1100 ppm sedangkan untuk oksigen sebesar 11%. Apabila kadar gas CO dan
Oksigen telah mencapai H1, maka sistem otomatis akan mati, dan aliran hot gas dari

13
SP akan terhenti karena damper akan otomatis menutup. Setelah itu, gas CO 2 akan
disemprotkan untuk mengurangi kadar CO yang ada.

C. Tabung CO2:

sGas CO2 akan disemprotkan ketika kandungan CO atau O 2 telah mencapai nilai H2.
CO2 ini disimpan pada storage yang berbentuk tangka. Tangki ini disimpan pada
ruangan yang tekanannya dijaga pada rentang 40-60 bar.Tekanan maksimal yang
diperbolehkan adalah 80 bar. Apabila tekanannya terlalu tinggi CO 2 dapat meledak
sehingga ketika hal itu terjadi akan ada water sprinkle yang menyala untuk
menurunkan tekanan. Sedangkan apabila tekannnya terlalu rendah maka
dikhawatirkan CO2 tidak dapat dialirkan menuju ke bagian api (karena CO2 dialirkan
dari tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah) sehingga ketika itu terjadi
akan ada heater yang menyala untuk menaikkan tekanan. Kadar maksimal CO2 yang
diperbolehkan di ruangan adalah 1% volume. Sebagai indikator keselamatan, saat
kadar CO2 di dalam ruangan mencapai 0,5% volume maka sirine yang terletak di luar
ruangan akan berbunyi. Besar kadar CO2 di dalam ruangan dapat dilihat pada
indikator yang terdapat di dalam ruangan. CO2 disemprotkan karena apabila kadar CO
terlalu tinggi maka tekanan akan semakin tinggi dan dapat terjadi ledakan. CO 2 dapat
dialirkan ke empat titik, yaitu ke raw mill, bag filter, dan dua titik ke fine bin.

D. Termokopel

Termokopel adalah alat yang digunakan sebagai sensor temperatur. Temperatur pada
beberapa titik diukur karena apabila temperatur melebihi batas yang ditentukan maka
dapat terindikasi adanya kebakaran pada titik tersebut. Apabila nilai temperatur tidak
sesuai dengan syarat yang ditentukan, maka otomatis sistem akan dimatikan.
Beberapa temperature yang ditinjau adalah temperature hot gas masuk ke coal mill,
temperature outlet mill, dan temperature dari output-input bag filter yang memiliki
nilai H1 sebesar 5 derajat celcius dan H2 sebesar 10 derajat celcius.

E. Explosion Door

Explosion door adalah alat yang digunakan untuk mengurangi tekanan apabila
tekanan dalam sistem terlalu tinggi. Tekanan yang tinggi ini disebabkan karena
tingginya kadar gas CO di dalam sistem. Apabila tekanan tidak dikurangi, maka dapat
terjadi ledakan. Pada sistem pemrosesan batubara terdapat lima explosion door yang
terletak pada input hot gas ke coal mill (lantai 2), output coal mill (lantai 3), input bag
filter (lantai 9), di pintu bag filter (lantai 9), serta pada coal bin (lantai 9). Prinsip
kerja dari explosion door adalah dengan menggunakan sensor tekanan. Explosion
door terdiri dari beberapa lapis pintu yang akan terbuka ketika pegas/spring pada
explosion door dikenai tekanan tertentu yang menandakan tekanan pada sistem.
Untuk lantai 2 dan 3 sensor spring nya adalah 18 dan 19 bar, untuk lantai 5 sensor
springnya adalah 93,92, dan 92 bar, sedangkan untuk lantai 9 sensor springnya adalah
19 dan 19 bar.

14
BAB V
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari tugas khusus ini adalah:


1. Besar heat loss pada mesin vertical coal mill adalah sebesar 10,81% yang
menandakan bahwa mesin bekerja cukup baik

2. Instrumen yang digunakan sebagai pengendali safety pada pemrosesan batu bara
antara lain adalah:

a. Metal detector dan magnetic separator

b. Gas Analyzer

c. Tabung dan gas CO2

d. Termokopel

e. Explosion Door

15
DAFTAR PUSTAKA

Duda, W. H. 1985. Cement Data Book Volume 1 International Process Engineering in The
Cement Industry. 3rd edition.Bauverlag,Berlin.
Geankoplis, Christie John. 2003. Transport Processes and Separation Process Principles 4th
Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Smith, J.M., Van Ness, H.C., Abbot, M.M.. 2005. Introduction to Chemical Engineering
Thermodynamics 7th Ed. Singapore: Mc-Graw Hill.
Peray, E. Kurt. 1979. Cement Manufacturers Handbook. New York: Chemical Publishing
Co.,Inc.
Speight, James G. 2013. The Chemistry and Technology of Coal. 3 rd Edition. Boca Raton:
Taylor & Francis Group
Scheuch. 2008. Technology For Clean Air. Scheuch GmbH.
Anonym. Spesific Heat of Solids.
Available on: http://www.engineeringtoolbox.com/specific-heat-solids-d_154.html
Diakses pada 25 Juni 2016 pukul 20:00 WIB
Kurniawan, M.A., Prabata, T.W. 2010. Laporan Tugas Khusus Neraca Massa dan Energi
Unit Coal Mill PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. PLANT 3/4.
Surabaya.

16
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR

A.1 Tetapan Gas Ideal

R = 8,314 J/mol.K (Geankoplis, 1993)

A.2 Kapasitas Panas Gas

Tabel A.1 Kapasitas panas gas (Smith dkk,2001)

A.3 Kapasitas Panas Spesifik (Cp) dan Panas Laten Air

Tabel A.2. Data Kapasitas Panas Spesifik (Cp) dan Panas Laten Air (Smith dkk., 2001)

Data Panas Spesifik Air


Fasa A B C D Persamaan
Cp
= A+ BT +C T 2 ;
R
Cair 8,712 0,00125 -1,8 x 10-7 -
C p =4,187 kkal /kgK

Nilai Panas Laten 538 kJ/kg

A.4 Kapasitas Batubara

17
Cp = 1,26 kJ/kg. K (Sumber: www.engineeringtoolbox.com)

A.5. Udara Keluaran Kompresor

Laju alir = 132 Nm3/jam = 0,17 ton/jam (Scheuch, 2008)


A.6. Komposisi Udara di F8

Tabel A.3 Data komposisi aliran udara di F8 (PT ITP, 2016)

Komponen Kadar
O2 4%
CO 112 ppm
NO 513 ppm
NO2 55 ppm
NOx 568 ppm
SO2 8 ppm
N2 95,8%

18
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN

Data yang digunakan pada contoh perhitungan ini adalah data primer yang didapatkan dari
literatur dan pengambilan data di central control panel dan logsheet. Pengambilan data
dilakukan pada tanggal 16 Juni 2016 menggunakan data pada pukul 14.00 WIB. Data ini
dapat dilihat pada lampiran C

B.1. Perhitungan Neraca Massa Input

A. Laju Alir Raw Coal (Dry)


Laju alir raw Coal ( Dry )=F 1( F 1 x Initial Moisture)

Laju alir Raw Coal ( Dry )=8,3( 8,3 x 0,1934 )=6,69 ton/ jam

B. Laju Alir H2O Raw Coal


Laju alir H2O Raw Coal F 1Laju alir Raw Coal ( Dry ) = 8,3-6,69
= 1,61 ton/jam

C. Laju Alir Coal Tiling


Laju alir Raw Coal Tiling=F 16( F 16 x Final Moisture )=1,77 (1,77 x 0,0847 )=1,625ton / jam

D. Laju Alir H2O Coal Tiling


Laju alir H2O Coal Tiling F 16Laju alir Coal Tiling = 1,77-1,625
= 0,15 ton/jam

E. Laju Alir F9

Untuk mengetahui laju alir F9, laju alir F8 dan F6 diketahui. Laju alir F8 dan F6 dapat
diketahui dengan menggunakan kapasitas booster fan dan filter fan dikalikan dengan bukaan
damper dan densitas udara yang mengalir. Pengukuran densitas yang dilakukan adalah
densitas statis. Tekanan dinamik tidak dapat dihitung karena apabila dihitung maka O 2 dari
udara berpotensi masuk ke dalam sistem dan menyebabkan tekanan dalam sistem meningkat.

a. Densitas Gas F6

273 10336+ Ps
sgasF 6=1,3 x x
273+T 10336

19
273 10336+ (67,28 )
1,3 x x =1,013 kg/ m 3
273+ 75,2 10336

b. Densitas Gas F8

273 10336+ Ps
sgasF 8=1,3 x x
273+T 10336

273 10336+ 40,775


1,3 x x =0,57 kg /m3
273+ 351,3 10336

c. Laju air F6

Laju alir F 6=Kapasitas filter fan x Densitas F 6 x bukaan damper x 0,5

1,013
50000 x ( ) x 0,7 x 0,5=17,72 ton/ jam
1000

d. Laju air F8

Laju alir F 8=Kapasitas booster fan x Densitas F 8 x bukaan damper

0,57
38000 x ( ) x 0,08=1,73 ton/ jam
1000

e. Laju air F9

Laju alir F 9=F 6+ F 8=19,45 ton / jam

B.2. Perhitungan Neraca Massa Output

A. Laju Alir fine coal (dry)


Laju alir fine Coal ( Dry )=laju alir coal tiling+laju alir raw coal ( dry coal )

Laju alir fine Coal ( Dry )=1,62+6,69=8,31 ton/ jam

B. Laju Alir H2O Fine Coal


final moisture
Laju alir H2O Fine Coal
( Initial moisture )
x ( H 2O raw Coal+ H 2 O fine coal )

( 0,0847
0,1934 )
x ( 0,15+ 1,6 )=0, 76 ton/ jam

C. Laju Alir H2O teruapkan

20
H 2 O teruapkan=H 2Oraw coal+ H 2O coal tilingH 2O fine coal
1,6+0, 150,76=0,98 ton/ jam

D. Laju Alir F3
Laju alir F3 Laju alir F 1+laju alir F 9+ Laju alir F 16
8,3+19,45+1,77 = 29,53 ton/jam

E. Laju Alir F15


Laju alir F15 Laju alir F 3laju alir F 16=29 ,531,77=27,75ton/ jam

D. Laju Alir Hot Gas F3


Laju alir Hot Gas pada F3 F 3H 2 O fine coalFine coal ( dry )H 2 Oteruapkan
29,530,760,998,31=19,46 ton/ jam

B.3. Perhitungan Neraca Energi Input

Basis perhitungan:
1. Temperatur lingkungan = 30 oC

2. Waktu operasi = 1 jam

A. Kalor Sensibel Raw Coal (Dry)


Q Sensibel raw coal ( dry )=Laju raw coal ( dry ) x Cpcoal x (TF 1Tref )

ton kJ 1000
Qs raw coal ( dry )=6,69 x 1,26 x ( 4730 ) K x
jam kgK 4,187
34249 kkal/ jam

B. Kalor Sensibel H2O Raw Coal


Qs H2O Raw Coal Laju H 2 O raw coal x Cp H 2 O (l ) x ( TF 1Tref )
ton kJ 1000
Qs H 2 O Raw Coal=1,6 x 4,187 x ( 4730 ) K x
jam kgK 4,187

= 27289 kkal/jam

C. Kalor Sensibel Coal Tiling


QsCoal Tiling= Laju coal tiling x Cpcoal x ( TF 3Tref )

ton kJ 1000
Qs coaltiling=1,62 x 1,26 x ( 77,630 ) K x =23278 kkal / jam
jam kgK 4,187

D. Kalor Sensibel H2O Coal Tiling

21
Qs H2O Coal Tiling Laju H 2 Ocoal tiling x Cp air ( l ) x ( TF 3Tref )
kkal kJ 1000
0,15 x 4,187 x ( 77,630 ) K x =7158 kkal/ jam
jam kgK 4,187

E. Kalor sensibel hot gas F9


Qs Hot gas F9 Laju alir hot gas x Cp hot gas x ( TF 9Tref )
ton kkal
19,45 x 0,25 35 x (18030 ) K x 1000
jam kgK
kkal
7 39679
jam

F. Kalor dari power mill


3600
Q power mill
Daya power mill x Raw coal ( dry ) x ( 4,187 )
kWh ton 3600
64 x 6,69 x =368397 kkal / jam
toncoal jam 4,187

B.4. Perhitungan Neraca Energi Output

Basis perhitungan:
1. Temperatur lingkungan = 30 oC

2. Waktu operasi = 1 jam

A. Kalor Sensibel Fine Coal (Dry)


Q Sensibel fine coal ( dry )=Laju fine coal ( dry ) x Cp coal x( TF 3Tref )

ton kJ 1000
Qs fine coal ( dry ) =8,32 x 1,26 x ( 77,630 ) K x
jam kgK 4,187
119177 kkal / jam

B. Kalor Sensibel H2O Fine Coal


Qs H 2 O Fine Coal=Laju H 2 Ofine coal x Cp H 2O ( l ) x (TF 1Tref )

ton kJ 1000
Qs H 2 O Fine Coal=0,76 x 4,187 x ( 77,630 ) K x
jam kgK 4,187
Qs H 2 O Fine Coal=36598 kkal / jam

C. Kalor Laten H2O Teruapkan

22
Qlaten=Laju H 2O Teruapkan x Heat of evaporation
ton kkal
Qlaten=0,98 x 538 x 10000=530862 kkal/ jam
jam kg

E. Kalor sensibel hot gas F3


Qs Hot gas F3 Laju alir hot gas F 3 x Cp hot gas x ( TF 3Tref )
ton kkal kkal
19,45 x 0,25 34 x ( 77,630 ) K x 1000 23 4724
jam kgK j am

B.4. Perhitungan Heat Loss


Heat Loss Qinput Qoutput= 1200051 921362,7 = 278688,3 kkal/jam
HeatLoss 278688,3
x 100 = x 100 =23 ,22
% Heat Loss Qinput 1200051

LAMPIRAN C
DATA MENTAH

C.1 Data Primer yang Diperoleh dari CCP dan Logsheet

Tabel C.1 Data yang Diperoleh dari CCP dan Logsheet (PT ITP, 2016)
No Variabel Nilai Satuan
1. Feed Rate coal (F1) 8,3 Ton/jam
2. Suhu inlet coal ke mill (T-F1) 47 Celcius

23
3. Suhu inlet hot gas ke mill (T- 180 Celcius
F9)
4. Suhu outlet mill (TF3) 77,6 Celcius
5. Initial Moisture 19,34 Persen
6. Final Moisture 8,47 Persen
7. Laju tiling (F16) 7,78 Ton/jam
8. Daya mill/mill power drive 64 kWh/toncoal
(1kWh=3600 kJ)
9. Tekanan statik F6 -6,6 mbar
-67,28 mmAq
10. Tekanan statik F8 4 Mbar
40,775 mmAq
11. Temperatur F6 75,2 Celcius
12. Temperatur F8 351,3 Celcius
13. Kapasitas filter fan 50000 Meter cubic/jam
14. Kapasitas booster fan 38000 Meter cubic/jam
15. Besar damper filter fan 70 Persen
16. Besar damper booster fan 8 Persen
17. Laju Tiling (F16) 1,775 Ton/jam

Tabel C.2 Komposisi gas F6 dan F8 (PT ITP, 2016)


Komposisi Gas di F6 Komposisi Gas di F8
SO2 8 ppm SO2 7 ppm
NO 513 ppm NO 450 ppm
NOx 568 ppm NOx 450 ppm
NO2 55 ppm NO2 50 ppm
O2 4% O2 10,06%
CO 112 ppm CO 94 ppm
N2 95,8% N2 82,91%
H2O 5,99%

LAMPIRAN D
DATA ANTARA

D.1 Perhitungan Aliran Neraca Massa Input

Tabel D.1 Perhitungan Aliran Neraca Massa Input

Perhitungan Neraca Massa Input


1 Feed Raw Coal (Dry) 6.69478 ton/jam
2 Laju alir H2O Raw Coal 1.60522 ton/ jam
3 Densitas Hot Gas F8 0.5707193 kg/m3
4 Laju Alir F8 1.7349866 ton/jam
5 Densitas Gas F6 1.0126074 ton/jam
6 Laju Alir F6 17.72063 ton/jam

24
7 Laju Alir F9 19.455617 ton/jam
8 Laju Alir Raw Coal Tiling 1.6251 ton/jam
9 Laju Alir H2O Tiling 0.150385 ton/jam

D.2 Perhitungan Aliran Neraca Massa Output

Tabel D.2 Perhitungan Aliran Neraca Massa Output


Perhitungan Neraca Massa Output
1 Laju Alir Fine Coal (Dry) 8.3198 ton/jam
2 Laju Alir H2O dalam fine coal 0.7688 ton/jam
3 Laju Alir H2O Fine Coal yang teruapkan 0.9867 ton/jam
4 Laju Alir F3 29.53 ton/jam
5 Laju Alir Hot Gas dalam F3 19.455617 ton/jam
6 Laju Alir F15 27.755617 ton/jam

D.3 Perhitungan Aliran Neraca Energi Input

Tabel D.3 Perhitungan Aliran Neraca Energi Input


Perhitungan Neraca Energi Input
1 Kalor Sensibel Raw Coal (Dry) 34249.39 kkal/jam
2 Kalor Sensibel H2O Raw Coal 27288.74 kkal/jam
3 Kalor Dari Power Mill 368396.8 kkal/jam
4 Kalor Sensibel Hot Gas F9 739679 kkal/jam
5 Kalor Sensibel Raw Coal Tiling (Dry) 23278.72 kkal/jam
6 Kalor Sensibel H2O Tiling 7158.326 kkal/jam

D.3 Perhitungan Aliran Neraca Energi Output

Tabel D.4 Perhitungan Aliran Neraca Energi Output

Perhitungan Neraca Energi Output


1 Kalor Sensibel Fine Coal (Dry) 119177 kkal/jam
2 Kalor Sensibel H2O Fine Coal 36598.28 kkal/jam
3 Kalor Laten H2O Teruapkan 530862.6 kkal/jam
4 Kalor Sensibel Hot GasKeluaran F3 234724.8 kkal/jam

D.4 Perhitungan Kalor jenis (Cp) Gas F8

Tabel D.5 Perhitungan Kalor Jenis (Cp) Gas F8


Perhitungan CP F8
J/mol. kkal/Kg.
Cp Total 30.51387 K 0.258767 K

25
SO2 0.000008 Cp SO2 49.37386 J/mol. K
NO + Nox 0.001081 Cp NO 31.45416 J/mol. K
Cp
NO2 0.000055 NO2 45.93345 J/mol. K
O2 0.04 Cp O2 32.39678 J/mol. K
CO 0.000112 Cp CO 30.89301 J/mol. K
N2 0.958744 Cp N2 30.43317 J/mol. K
Mr Hot Gas
Aliran F8 28.16344 g/mol
Sumber: Data plant 5

D.4 Perhitungan Kalor jenis (Cp) Gas F6

Tabel D.6 Perhitungan Kalor Jenis (Cp) Gas F6


Perhitungan CP F6
Cp 29.5759 0.25293 kkal/Kg.
Total 2 J/mol.K 9 K
42.7401
SO2 7.02E-06 Cp SO2 8 J/mol.K
NO + 0.00094 30.0764
Nox 8 Cp NO 3 J/mol.K
Cp 39.4488
NO2 4.83E-05 NO2 2 J/mol.K
30.1628
O2 0.1006 Cp O2 8 J/mol.K
29.4679
CO 0.00937 Cp CO 7 J/mol.K
29.2609
N2 0.841155 Cp N2 1 J/mol.K
0.04787 Cp 33.8769
H2O 1 H2O 7 J/mol.K

Mr Gas Aliran F6 27.92671 g/mol

26

Anda mungkin juga menyukai