KERJA PRAKTEK DI
PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk.
BOGOR JAWA BARAT
Oleh:
Haris Askari (13013006)
Pembimbing:
Dr. Winny Wulandari
Arinaldi, ST.
SEMESTER I 2016/2017
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KHUSUS
Catatan/komentar :
1
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL......................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
2.1 Batubara...........................................................................................................................3
2.1.1 Analisa batubara........................................................................................................3
2.1.2 Analisa ultimate.........................................................................................................3
2.1.3 Analisa proksimate.................................................................................................4
2.2 Sistem pemrosesan batubara di plant 5............................................................................4
2.3 Safety di pemrosesan batubara plant 5.............................................................................5
2.4 Perhitungan Neraca Massa dan Energi.............................................................................6
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN..................................................................................7
3.1 Pembuatan Block Flow Diagram.....................................................................................7
3.2 Pengambilan Data Primer................................................................................................9
3.3 Penghitungan Nilai Variabel yang Dibutuhkan dalam Perhitungan NME.....................10
3.4 Penghitungan Neraca Massa dan Energi serta Heat Loss..............................................10
3.5 Peninjauan Aspek Keselamatan Pemrosesan Batubara..................................................11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................12
4.1 Perhitungan Neraca Massa dan Energi serta Heat Loss.................................................12
4.2 Peninjauan Aspek Safety dalam Pemrosesan Batubara Plant 5.....................................13
BAB V KESIMPULAN...........................................................................................................15
5.1. Kesimpulan...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................16
LAMPIRAN A DATA LITERATUR........................................................................................17
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN..........................................................................19
LAMPIRAN C DATA MENTAH............................................................................................23
LAMPIRAN D DATA ANTARA.............................................................................................24
2
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
Industri semen adalah salah satu industri yang dalam keberjalanannya membutuhkan
energi dalam jumlah besar. Pabrik semen yang menggunakan sistem proses kering seperti
plant 5 PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk (PT ITP), Citeureup,
umumnya membutuhkan energi panas sekitar 1350 kkal/kg klinker yang dihasilkan. Salah
satu material yang memiliki peranan sangat besar pada pabrik semen karena digunakan
sebagai sumber energi adalah batu bara. Pada PT ITP selain digunakan sebagai sumber
bahan bakar untuk sistem pembangkit listrik, batu bara juga digunakan sebagai bahan
bakar pada proses klinkerisasi maupun proses pre-heating yang merupakan proses utama
dalam produksi semen.
Sebelum diumpankan sebagai bahan bakar ke dalam kiln, batu bara di storage plant 5
mengalami beberapa proses agar batu bara yang diumpankan memenuhi persyaratan
sebagai bahan bakar pada proses klinkerisasi maupun proses pre-heating. Salah satu alat
yang berperan besar pada pemrosesan batu bara adalah coal mill. Di dalam coal mill,
terjadi beberapa proses yaitu grinding (penghalusan), drying (pengeringan), dan
separating (pemisahan) sehingga produk yang keluar dari coal mill diharapkan dapat
digunakan secara efektif sebagai bahan bakar. Syarat-syarat yang ditetapkan ini antara
lain adalah untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan di dalam tempat
penyimpanan sementara batu bara sebelum diumpankan ke kiln karena tingginya kadar
CO sehingga dapat menyebabkan ledakan dan untuk memenuhi heating value yang
diinginkan. Oleh karena itu dilakukan peninjauan pada parameter operasi sistem
pemrosesan batu bara seperti daya coal mill, tekanan ataupun temperatur sehingga
parameter-parameter pada produk batu bara yang dihasilkan (fine coal) seperti tingkat
kehalusan, kadar air, maupun kadar oksigen berada pada rentang yang diinginkan.
Selama pemrosesan batu bara mulai dari tahap penyimpanan pada storage sampai
diumpankan ke kiln, banyak potensi bahaya yang dapat terjadi seperti terbakarnya batu
bara (self-ignition) pada storage, tingginya kadar emisi gas buangan, sampai potensi
ledakan akibat tingginya kadar gas monoksida (CO) pada tempat penyimpanan fine coal.
Berkaitan dengan banyaknya potensi bahaya itu, plant 5 menerapkan sistem pengendalian
yang dijalankan untuk memastikan keselamatan kerja selama pemrosesan batu bara yang
harus selalu ditinjau.
Di dalam coal mill terjadi beberapa tahap pemrosesan batu bara yaitu tahap penghalusan,
pengeringan, serta pemisahan. Pada coal mill, dibutuhkan energi panas dalam jumlah
besar yang berasal dari gas keluaran Suspension Pre-heater (SP). Energi panas ini
digunakan untuk mengeringkan batu bara yang diumpankan dimana batu bara ini
memiliki kelembaban tertentu (initial moisture) sehingga diharapkan batu bara yang
keluar dari coal mill memiliki kelembaban akhir (final moisture) serendah mungkin. Nilai
kelembaban akhir ini akan memengaruhi proses pembakaran batu bara. Semakin besar
nilai final moisture pada batu bara yang diumpankan akan menyebabkan batu bara
semakin sulit untuk dibakar sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak untuk
proses pembakaran dan akan menyebabkan proses menjadi tidak efisien.
1
Untuk menganalisa besar laju alir dan kalor yang dibutuhkan oleh sistem coal mill
dibutuhkan perhitungan neraca massa dan energi pada sistem coal mill. Dengan
menghitung neraca massa dan energy, nilai dari hilang kalor (heat loss) pada sistem
tersebut dapat ditentukan. Perhitungan neraca massa dan energi dapat dilakukan dengan
mengambil data dari pengukuran beberapa nilai seperti temperatur hot gas yang masuk ke
coal mill sampai feed rate dari batu bara yang akan diproses di coal mill. Setelah
menghitung neraca massa dan energinya, besar heat loss dari sistem coal mill dapat
diketahui. Dengan mengetahui besar heat loss, kita dapat menentukan parameter operasi
yang optimum dan meninjau solusi untuk perbaikan sistem operasi secara keseluruhan
maupun maintenance sistem.
1.3 Tujuan
1. Menentukan besar hilang kalor (heat loss) pada sistem coal mill plant 5 dengan
melakukan perhitungan neraca massa dan energi
2. Meninjau aspek keselamatan (safety) proses dari sistem pemrosesan batubara pada
plant 5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
Batubara adalah jenis batuan sedimen organik dari pengendapan dan akumulasi berbagai
macam fosil tumbuhan di bawah lapisan bumi. Batubara merupakan batuan yang mudah
terbakar, dan bersama dengan minyak bumi serta gas alam merupakan salah satu dari
bahan bakar fosil yang paling banyak digunakan sekarang (Speight, 2013). Batubara
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar baik secara langsung maupun tidak langsung.
Beberapa contoh penggunaan batubara sekarang adalah sebagai bahan bakar pada
pembangkit listrik, industri semen dan baja, serta produksi semen.
Analisa ultimate adalah analisa yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
jumlah karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, dan ash yang merupakan unsur
penyusun batubara. Jumlah setiap unsur dalam batubara mengikuti persamaan 2.1
sebagai berikut:
C+ H + S+O+ N + Ash=100 ( by weight )( Peray , 1979) (2.1)
Dimana:
C = % karbon
H = % Hidrogen
S = %Belerang
O= %Oksigen
N= %Nitrogen
Ash= %Abu
Setiap unsur-unsur ini akan memengaruhi kualitas dari batubara yang digunakan.
Kandungan karbon, hidrogen, dan belerang akan memengaruhi nilai kalor
3
pembakaran dari belerang. Namun, hasil pembakaran dari batubara ini harus
dikontrol dan ditingkatkan efisiensinya karena akan menimbulkan emisi pada
lingkungan seperti terbentuknya gas SO2 yang dapat menyebabkan hujan asam.
Ash yang terkandung dalam batubara dapat dimanfaatkan sebagai adsorben
ataupun campuran bahan konstruksi.
Dimana:
V = % volatile matter
Free C = % Fixed cabon
m = %Percent moisture
Ash= %Abu/pengotor
a. Kandungan air
b. Volatile Matter
Volatile matter adalah komponen batubara yang dibebaskan pada suhu tinggi
dengan tidak adanya udara. Volatile matter terdiri dari gas yang mudah
terbakar seperti H2, CO, CH4, tar, dan gas yang tidak mudah terbakar seperti
steam dan CO2
c. Ash (abu)
Ash adalah residu yang tersisa setelah batubara terbakar. Abu adalah senyawa
inert yang tidak dapat terbakar. Ash akan meningkatkan berat batubara, dan
dapat menyebabkan permasalahan seperti fouling atau slagging pada boiler
atau tungk pembakaran. Abu mempunyai komposisi utama yaitu SiO 2, Al2O3,
Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, Na2O, K2O yang merupakan mineral.
d. Fixed Carbon
Bagian total karbon yang tersisa (tidak menguap) setelah volatile matter telah
diuapkan. Padatan fixed carbon juga bebas dari abu.
4
Batu bara yang digunakan untuk bahan bakar pada plant 5 disimpan pada storage setelah
ditambang. Pemakaian batu bara di plant 5 sekitar 7-8 ton/jam, jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan plant lain. Dari storage batubara dimasukkan ke hopper
menggunakan loader. Dari hopper, batu bara diatur jumlahnya yang akan diproses,
kemudian ditransportasikan menggunakan screw conveyor lalu ditransportasikan ke belt
conveyor. Terdapat empat belt conveyor sebelum akhirnya batu bara masuk ke raw coal
bin. Terdapat crusher di antara belt conveyor 2 dan 3 yang berfungsi untuk mengecilkan
ukuran batu bara. Di crusher juga terdapat dust collector untuk mengumpulkan ash atau
debu yang terbuang. Setelah dikecilkan ukurannya, batu bara akan ditransportasikan
menuju ke coal bin. Pada belt conveyor 3, terdapat metal detector yang berfungsi untuk
mendeteksi ada tidaknya logam pada batu bara yang ditransportasikan. Pada belt
conveyor 4, terdapat magnetic separator yang berfungsi untuk mengikat zat-zat magnetik.
Di antara satu belt conveyor dengan belt conveyor lain terdapat dust collector untuk
menyerap debu agar tidak terbuang.
Batu bara yang sudah berukuran lebih kecil akan masuk ke penyimpanan awal (raw coal
bin). Raw Coal bin berfungi sebagai tempat penyimpanan sementara batu bara yang
belum diproses. Terdapat dua bin dengan kapasitas masing-masing 18 ton. Setelah itu,
raw coal akan masuk ke table feeder untuk diatur kecepatan aliran material yang akan
keluar. Kemudian, material akan masuk ke rotary air lock yang berfungsi agar material
tidak langsung menuju ke screw conveyor. Di sini, material akan dipanaskan dengan pana
yang dialirkan dari suspension pre-heater melalui pipa kecil. Pemanasan material ini
bertujuan agar material tidak lengket saat ditransportasikan dengan screw conveyor
menuju ke vertical coal mill.
Vertical coal mill berfungsi untuk membuat raw coal menjadi butiran-butiran yang halus
sehingga memudahkan proses pembakaran batu bara. Di coal mill, terjadi tiga tahap,
yaitu:
1. Grinding: proses penghalusan raw coal menggunakan vertical coal mill, dimana
terdapat empat roller di bagian atas dan table di bagian bawah untuk menggerus
dan menghaluskan batu bara.
2. Drying: Proses pengeringan batu bara untuk menurunkan kadar air yang
terkandung dalam batu bara. Batu bara yang awalnya memiliki kadar air sekitar
24-27% dikeringkan hingga kadar airnya kurang dari 9%. Kadar air ini akan
berpengaruh pada proses klinkerisasi dimana api burner yang digunakan untuk
membakar slurry akan semakin panjang sehingga kualitas klinker yang dihasilkan
akan semakin menurun. Panas yang digunakan pada proses ini berasal dari panas
keluaran suspension pre-heater.
3. Separating: Proses pemisahan batu bara yang halus dan kasar. Batu bara yang
halus akan masuk ke dust collector dan akan disimpan ke coal feed bin untuk
diumpankan pada proses klinkerisasi. Batu bara yang masih kasar akan jatuh
kembali dan dihaluskan kembali di vertical coal mill.
Partikel yang sudah halus (fine coal) akan masuk ke EP dengan bantuan udara purging
dengan udara bertekanan dari kompresor dan kemudian akan dijatuhkan ke screw
conveyor. Setelah itu, fine coal akan masuk ke coal feed bin untuk disimpan sementara
dan diumpankan ke kiln. Kapasitas dari fine coal bin adalah sebesar 80 ton.
5
Keselamatan merupakan aspek yang sangat penting dalam proses produksi di industri.
Salah satu bagian produksi di plant 5 yang sangat berpotensi menimbulkan bahaya adalah
bagian pemrosesan batubara. Beberapa instrument yang dipasang sebagai alat untuk
pengendalian safety adalah:
a. Magnetic separator dan metal detector untuk memisahkan material logam dan
magnet agar tidak masuk ke proses mill
b. Explosion door yang berfungsi untuk menurunkan tekanan apabila tekanan pada
sistem terlalu tinggi.
c. Tangki CO2, yang berfungsi untuk mengalirkan gas CO2 yang akan disemprotkan
apabila kadar CO melebihi batas
d. Termokopel, sebagai pengukur temperatur agar tetap berada di rentang yang
diperbolehkan
e. Gas analyzer untuk mengukur kadar oksigen dan CO dalam sistem
2.4 Perhitungan Neraca Massa dan Energi
Dalam setiap proses, akan ada aliran massa dan energi yang masuk dan keluar. Total
aliran massa masuk dan keluar serta besar energi masuk dan keluar harus sama sesuai
dengan hukum kekekalan massa dan energi. Perhitungan massa dan energi penting untuk
dilakukan untuk mengetahui besar aliran massa atau energi dalam sistem produksi
sehingga dapat diketahui besar efisiensi atau kalor hilang (heat loss) dari sebuah sistem
sehingga menjadi pertimbangan agar operasi dapat berlangsung secara optimum. Hukum
neraca massa ditampilkan pada persamaan 2.3 sebagai berikut.
Pada persamaan di atas diberlakukan asumsi bahwa tidak ada akumulasi material dalam
sistem dan tidak ada kebocoran pada sistem. Sedangkan persamaan hukum neraca massa
ditampilkan pada persamaan 2.4 sebagai berikut.
Dalam perhitungan neraca energi, dibutuhkan data-data variabel lain seperti kapasitas
panas dan juga daya mesin. Pada persamaan 2.4 di atas, asumsi yang digunakan adalah
proses berlangsung dalam keadaan steady state, dan energi potensial serta kinetik
diabaikan
6
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Tugas khusus yang diberikan oleh pembimbing lapangan adalah menghitung neraca massa
dan energi sistem coal mill untuk mendapatkan heat loss serta meninjau parameter
keselamatan pada pemrosesan batubara di plant 5. Untuk menyelesaikan tugas khusus yang
diberikan dibutuhkan beberapa tahapan yang ditampilkan pada diagram alir pada gambar 3.1
sebagai berikut.
Mulai
Pengambilan data primer dari central control panel (CCP) dan logsheet
Penghitungan NME dan heat loss dari system vertical coal mill
Selesai
Pembuatan block flow diagram perlu dilakukan untuk mengetahui aliran yang masuk dan
keluar pada system vertical coal mill. Pembuatan block flow diagram bias dilakukan
dengan meninjau process flow diagram dari pemrosesan batubara pada plant 5 yang
ditampilkan pada gambar 3.2 sebagai berikut.
7
Gambar 3.2 Process flow diagram pemrosesan batubara plant 5
8
Setelah meninjau process flow diagram di atas, dapat dibuat block flow diagram dari vertical
coal mill yang ditampilkan pada gambar 3.3 dibawah ini.
F10
F12
F8 F11
BOOSTER CYCLONE
FAN
F1
F6
VERTICAL COAL MILL
F9
F16
F3
F4
F14
F13
Data primer dibutuhkan untuk mengetahui nilai-nilai variabel yang dibutuhkan untuk
melakukan perhitungan neraca massa dan energi. Pengambilan data primer dilakukan
pada central control panel (CCP) dan logsheet. Pengambilan harus dilakukan ketika
kondisi operasi sedang berlangsung dengan baik. Data primer diambil dari data
pemrosesan di plant 5 pada tanggal 16 Juni 2016 pukul 14.00 WIB. Data yang diambil
antara lain:Feed rate coal (F1), initial moisture, final moisture, temperatur inlet coal ke
mill (T-F1), temperature inlet hot gas ke mill (T-F9), temperature outlet mill (T-F3),
temperatur aliran F8, temperatur aliran F6, laju alir tiling (F15), daya mill, tekanan statik
F6, tekanan statik F6, laju aliran keluaran kompresor (F14), besar bukaan damper untuk
booster fan dan filter fan, kapasitas booster fan dan filter fan, dan komposisi udara pada
F6 dan F8, serta laju alir tiling dengan meninjau pada konsumsi batu bara dan perbedaan
ketinggian coal pada outlet dust collector.
Pengukuran tekanan dinamik untuk mengukur densitas dinamik yang nantinya dapat
digunakan untuk mengukur aliran F6 dan F8 tidak dapat dilakukan karena apabila
9
pengukuran dinamik dinamik dilakukan, maka akan ada udara yang masuk ke sistem
sehingga menyebabkan kandungan oksigen di sistem meningkat sehingga menyebabkan
timbulnya CO. Oleh karena itu, untuk mengetahui laju alir F6 dan F8 digunakan data
kapasitas fan dan bukaan damper. Untuk data-data yang tidak bisa didapatkan di CCP
atau logsheet seperti kalor jenis atau besar kalor penguapan air didapatkan dari literatur.
- Tidak ada massa yang terakumulasi dan tidak ada kebocoran pada alat
- Air yang keluar dari coal mill teruapkan sepenuhnya (baru berubah fasa)
- Tiling hanya berupa batubara, sementara material gas terbawa ke aliran F15
10
- Besar rasio aliran F6:F7 sebesar 1:1
Berdasarkan persamaan 2.3 dan 2.4 didapatkan persamaan neraca massa dan energi serta
heat loss sebagai berikut:
F1 + F9 + F16 = F3
QinputQoutput
%Heat Loss=100 x
Qinput
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan neraca massa vertical coal mill plant 5ditampilkan pada tabel 4.1 sebagai
berikut.
Tabel 4.1 Perhitungan neraca massa sistem vertical coal mill
INPUT (ton/jam) OUTPUT (ton/jam)
Feed Raw Coal 6,695 Fine Coal (Dry) 8,320
(Dry)
H2O Raw Coal 1,605 H2O Fine Coal 0,768
Hot Gas Masuk 19,456 H2O fine coal yang 0,987
Mill (F9) teruapkan
Coal Tiling (Dry) 1,625 Hot Gas dalam F3 19,456
H2O Coal Tiling 0,150
Total 29,531 Total 29,531
Dari tabel 4.1, didapatkan bahwa besar total massa input sama dengan total massa dari
output sehingga dapat dikatakan bahwa perhitungan neraca massa yang telah dilakukan
akurat. Dalam perhitungan neraca massa ini, diasumsikan proses berlangsung dalam
keadaan steady state sehingga tidak terjadi akumulasi massa dalam mesin. Di dalam
mesin seharusnya terdapat coal trap atau batubara yang mengendap di bagian bawah
mesin, namun jumlahnya sangat kecil sehingga dapat diabaikan dari perhitungan.
Perhitungan neraca energi dan heat loss pada vertical coal mill plant 5 ditampilkan pada
tabel 4.2 sebagai berikut.
Tabel 4.2 Perhitungan neraca energi dan heat loss sistem vertical coal mill
INPUT (kkal/jam) OUTPUT (ton/jam)
Kalor sensibel raw 34249,39 Kalor sensibel Fine 119177
coal (dry) Coal (Dry)
Kalor sensibel air 27288,74 Kalor sensibel H2O 36598,28
raw coal Fine Coal
Kalor dari power 368396,80
mill
Kalor sensibel Hot 739679 Kalor laten H2O 530862,6
Gas Masuk Mill fine coal yang
(F9) teruapkan
Kalor sensibel Coal 23278,72 Kalor sensibel Hot 234724,8
Tiling (Dry) Gas dalam F3
Kalor sensibelH2O 7158,326
Coal Tiling
Total 1200050,976 Total 921362,68
Besar Heat Loss 278688,3 kkal/jam
%Heat Loss 23,22%
12
Berdasarkan data dari tabel 4.2 didapatkan bahwa besar heat loss dari sistem vertical coal
mill adalah sebesar 278688,3 kkal/jam atau sekitar 23,22%. Nilai heat loss yang tidak
terlalu besar ini menandakan bahwa sistem dan alat berjalan dengan cukup baik. Nilai
heat loss ini didapatkan karena kemungkinan karena adanya beberapa hal, di antaranya
adalah karena adanya panas yang mengalir menuju ke lingkungan baik secara konduksi
melalui dinding coal mill atau pipa selama aliran ataupun secara konveksi dan radiasi.
Selain itu, heat loss ini juga disebabkan karena adanya udara panas yang masuk baik dari
input raw coal, atau material tiling.
Salah satu solusi untuk mengurangi heat loss adalah dengan menambahkan umpan laju
alir batubara sampai ke titik optimum sehingga panas yang masuk dapat digunakan untuk
menurunkan moisture pada batubara (sampai ke nilai tertentu) sehingga semakin baik
digunakan untuk bahan bakar di proses klinkerisasi. Namun penambahan batu bara ini
juga harus mempertimbangkan aspek laju alir tiling serta coal dosing sehingga tidak
terjadi nantinya tidak terjadi penumpukan material pada sistem. Selain itu, pengurangan
heat loss juga bisa dilakukan dengan pengecekan alat secara berkala sehingga alat
dipastikan masih dalam kondisi baik. Penambahan insulasi dengan kualitas yang lebih
baik juga bisa dilakukan guna mengurangi panas yang mengalir menuju lingkungan.
Alat atau instrument yang dipasang sebagai pengendalian untuk safety pada pemrosesan
batubara antara lain:
Metal detector adalah instrument yang dipasang untuk mendeteksi adanya logam
dalam aliran raw coal yang akan diumpankan ke dalam raw coal bin. Metal detector
terletak di belt conveyor 3. Ketika logam sudah terdeteksi, maka sensor akan
memberitahukan dan logam tersebut harus diambil sebelum secara manual. Adanya
logam di batubara akan membuat sistem mill menjadi rusak karena table yang
digunakan akan menjadi aus. Magnetic separator adalah instrument yang digunakan
untuk mendeteksi material yang memiliki daya magnet. Alat ini terletak di belt
conveyor 2 dan belt conveyor 4. Magnet yang ada di aliran akan tertarik ke atas oleh
daya magnet dari magnetic separator.
B. Gas analyzer
13
SP akan terhenti karena damper akan otomatis menutup. Setelah itu, gas CO 2 akan
disemprotkan untuk mengurangi kadar CO yang ada.
C. Tabung CO2:
sGas CO2 akan disemprotkan ketika kandungan CO atau O 2 telah mencapai nilai H2.
CO2 ini disimpan pada storage yang berbentuk tangka. Tangki ini disimpan pada
ruangan yang tekanannya dijaga pada rentang 40-60 bar.Tekanan maksimal yang
diperbolehkan adalah 80 bar. Apabila tekanannya terlalu tinggi CO 2 dapat meledak
sehingga ketika hal itu terjadi akan ada water sprinkle yang menyala untuk
menurunkan tekanan. Sedangkan apabila tekannnya terlalu rendah maka
dikhawatirkan CO2 tidak dapat dialirkan menuju ke bagian api (karena CO2 dialirkan
dari tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah) sehingga ketika itu terjadi
akan ada heater yang menyala untuk menaikkan tekanan. Kadar maksimal CO2 yang
diperbolehkan di ruangan adalah 1% volume. Sebagai indikator keselamatan, saat
kadar CO2 di dalam ruangan mencapai 0,5% volume maka sirine yang terletak di luar
ruangan akan berbunyi. Besar kadar CO2 di dalam ruangan dapat dilihat pada
indikator yang terdapat di dalam ruangan. CO2 disemprotkan karena apabila kadar CO
terlalu tinggi maka tekanan akan semakin tinggi dan dapat terjadi ledakan. CO 2 dapat
dialirkan ke empat titik, yaitu ke raw mill, bag filter, dan dua titik ke fine bin.
D. Termokopel
Termokopel adalah alat yang digunakan sebagai sensor temperatur. Temperatur pada
beberapa titik diukur karena apabila temperatur melebihi batas yang ditentukan maka
dapat terindikasi adanya kebakaran pada titik tersebut. Apabila nilai temperatur tidak
sesuai dengan syarat yang ditentukan, maka otomatis sistem akan dimatikan.
Beberapa temperature yang ditinjau adalah temperature hot gas masuk ke coal mill,
temperature outlet mill, dan temperature dari output-input bag filter yang memiliki
nilai H1 sebesar 5 derajat celcius dan H2 sebesar 10 derajat celcius.
E. Explosion Door
Explosion door adalah alat yang digunakan untuk mengurangi tekanan apabila
tekanan dalam sistem terlalu tinggi. Tekanan yang tinggi ini disebabkan karena
tingginya kadar gas CO di dalam sistem. Apabila tekanan tidak dikurangi, maka dapat
terjadi ledakan. Pada sistem pemrosesan batubara terdapat lima explosion door yang
terletak pada input hot gas ke coal mill (lantai 2), output coal mill (lantai 3), input bag
filter (lantai 9), di pintu bag filter (lantai 9), serta pada coal bin (lantai 9). Prinsip
kerja dari explosion door adalah dengan menggunakan sensor tekanan. Explosion
door terdiri dari beberapa lapis pintu yang akan terbuka ketika pegas/spring pada
explosion door dikenai tekanan tertentu yang menandakan tekanan pada sistem.
Untuk lantai 2 dan 3 sensor spring nya adalah 18 dan 19 bar, untuk lantai 5 sensor
springnya adalah 93,92, dan 92 bar, sedangkan untuk lantai 9 sensor springnya adalah
19 dan 19 bar.
14
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
2. Instrumen yang digunakan sebagai pengendali safety pada pemrosesan batu bara
antara lain adalah:
b. Gas Analyzer
d. Termokopel
e. Explosion Door
15
DAFTAR PUSTAKA
Duda, W. H. 1985. Cement Data Book Volume 1 International Process Engineering in The
Cement Industry. 3rd edition.Bauverlag,Berlin.
Geankoplis, Christie John. 2003. Transport Processes and Separation Process Principles 4th
Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Smith, J.M., Van Ness, H.C., Abbot, M.M.. 2005. Introduction to Chemical Engineering
Thermodynamics 7th Ed. Singapore: Mc-Graw Hill.
Peray, E. Kurt. 1979. Cement Manufacturers Handbook. New York: Chemical Publishing
Co.,Inc.
Speight, James G. 2013. The Chemistry and Technology of Coal. 3 rd Edition. Boca Raton:
Taylor & Francis Group
Scheuch. 2008. Technology For Clean Air. Scheuch GmbH.
Anonym. Spesific Heat of Solids.
Available on: http://www.engineeringtoolbox.com/specific-heat-solids-d_154.html
Diakses pada 25 Juni 2016 pukul 20:00 WIB
Kurniawan, M.A., Prabata, T.W. 2010. Laporan Tugas Khusus Neraca Massa dan Energi
Unit Coal Mill PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. PLANT 3/4.
Surabaya.
16
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR
Tabel A.2. Data Kapasitas Panas Spesifik (Cp) dan Panas Laten Air (Smith dkk., 2001)
17
Cp = 1,26 kJ/kg. K (Sumber: www.engineeringtoolbox.com)
Komponen Kadar
O2 4%
CO 112 ppm
NO 513 ppm
NO2 55 ppm
NOx 568 ppm
SO2 8 ppm
N2 95,8%
18
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
Data yang digunakan pada contoh perhitungan ini adalah data primer yang didapatkan dari
literatur dan pengambilan data di central control panel dan logsheet. Pengambilan data
dilakukan pada tanggal 16 Juni 2016 menggunakan data pada pukul 14.00 WIB. Data ini
dapat dilihat pada lampiran C
Laju alir Raw Coal ( Dry )=8,3( 8,3 x 0,1934 )=6,69 ton/ jam
E. Laju Alir F9
Untuk mengetahui laju alir F9, laju alir F8 dan F6 diketahui. Laju alir F8 dan F6 dapat
diketahui dengan menggunakan kapasitas booster fan dan filter fan dikalikan dengan bukaan
damper dan densitas udara yang mengalir. Pengukuran densitas yang dilakukan adalah
densitas statis. Tekanan dinamik tidak dapat dihitung karena apabila dihitung maka O 2 dari
udara berpotensi masuk ke dalam sistem dan menyebabkan tekanan dalam sistem meningkat.
a. Densitas Gas F6
273 10336+ Ps
sgasF 6=1,3 x x
273+T 10336
19
273 10336+ (67,28 )
1,3 x x =1,013 kg/ m 3
273+ 75,2 10336
b. Densitas Gas F8
273 10336+ Ps
sgasF 8=1,3 x x
273+T 10336
c. Laju air F6
1,013
50000 x ( ) x 0,7 x 0,5=17,72 ton/ jam
1000
d. Laju air F8
0,57
38000 x ( ) x 0,08=1,73 ton/ jam
1000
e. Laju air F9
( 0,0847
0,1934 )
x ( 0,15+ 1,6 )=0, 76 ton/ jam
20
H 2 O teruapkan=H 2Oraw coal+ H 2O coal tilingH 2O fine coal
1,6+0, 150,76=0,98 ton/ jam
D. Laju Alir F3
Laju alir F3 Laju alir F 1+laju alir F 9+ Laju alir F 16
8,3+19,45+1,77 = 29,53 ton/jam
Basis perhitungan:
1. Temperatur lingkungan = 30 oC
ton kJ 1000
Qs raw coal ( dry )=6,69 x 1,26 x ( 4730 ) K x
jam kgK 4,187
34249 kkal/ jam
= 27289 kkal/jam
ton kJ 1000
Qs coaltiling=1,62 x 1,26 x ( 77,630 ) K x =23278 kkal / jam
jam kgK 4,187
21
Qs H2O Coal Tiling Laju H 2 Ocoal tiling x Cp air ( l ) x ( TF 3Tref )
kkal kJ 1000
0,15 x 4,187 x ( 77,630 ) K x =7158 kkal/ jam
jam kgK 4,187
Basis perhitungan:
1. Temperatur lingkungan = 30 oC
ton kJ 1000
Qs fine coal ( dry ) =8,32 x 1,26 x ( 77,630 ) K x
jam kgK 4,187
119177 kkal / jam
ton kJ 1000
Qs H 2 O Fine Coal=0,76 x 4,187 x ( 77,630 ) K x
jam kgK 4,187
Qs H 2 O Fine Coal=36598 kkal / jam
22
Qlaten=Laju H 2O Teruapkan x Heat of evaporation
ton kkal
Qlaten=0,98 x 538 x 10000=530862 kkal/ jam
jam kg
LAMPIRAN C
DATA MENTAH
Tabel C.1 Data yang Diperoleh dari CCP dan Logsheet (PT ITP, 2016)
No Variabel Nilai Satuan
1. Feed Rate coal (F1) 8,3 Ton/jam
2. Suhu inlet coal ke mill (T-F1) 47 Celcius
23
3. Suhu inlet hot gas ke mill (T- 180 Celcius
F9)
4. Suhu outlet mill (TF3) 77,6 Celcius
5. Initial Moisture 19,34 Persen
6. Final Moisture 8,47 Persen
7. Laju tiling (F16) 7,78 Ton/jam
8. Daya mill/mill power drive 64 kWh/toncoal
(1kWh=3600 kJ)
9. Tekanan statik F6 -6,6 mbar
-67,28 mmAq
10. Tekanan statik F8 4 Mbar
40,775 mmAq
11. Temperatur F6 75,2 Celcius
12. Temperatur F8 351,3 Celcius
13. Kapasitas filter fan 50000 Meter cubic/jam
14. Kapasitas booster fan 38000 Meter cubic/jam
15. Besar damper filter fan 70 Persen
16. Besar damper booster fan 8 Persen
17. Laju Tiling (F16) 1,775 Ton/jam
LAMPIRAN D
DATA ANTARA
24
7 Laju Alir F9 19.455617 ton/jam
8 Laju Alir Raw Coal Tiling 1.6251 ton/jam
9 Laju Alir H2O Tiling 0.150385 ton/jam
25
SO2 0.000008 Cp SO2 49.37386 J/mol. K
NO + Nox 0.001081 Cp NO 31.45416 J/mol. K
Cp
NO2 0.000055 NO2 45.93345 J/mol. K
O2 0.04 Cp O2 32.39678 J/mol. K
CO 0.000112 Cp CO 30.89301 J/mol. K
N2 0.958744 Cp N2 30.43317 J/mol. K
Mr Hot Gas
Aliran F8 28.16344 g/mol
Sumber: Data plant 5
26