Anda di halaman 1dari 36

REFLEKSI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 29 TAHUN


DENGAN KELUHAN KAKU KEDUA TANGAN

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ADHYATMA, MPH TUGUREJO
SEMARANG

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh


Program Pendidikan Profesi Dokter ( PPPD )

Oleh :
TASIA DEASTUTI
01.209.6031

Pembimbing :
dr. Primawati Katini, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG


SEMARANG
2013
HALAMAN PENGESAHAN

NAMA : TASIA DEASTUTI


NIM : 01.209.6031
FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS : UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
BIDANG PENDIDIKAN : ILMU PENYAKIT DALAM
JUDUL KASUS : HEPATITIS AKUT, SINDROM DISPEPSIA
PEMBIMBING : dr. PRIMAWATI KARTINI Sp.PD

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal September 2013

Pembimbing

dr. Primawati Kartini Sp. PD

1
DAFTAR MASALAH

Tanggal Masalah Aktif Masalah Pasif


31 Agustus 2013 1. HEPATITIS AKUT 1. JAMKESMAS
2. SINDROM DISPEPSIA

DAFTAR MASALAH
2
STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. K
2. Umur : 29 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Alamat : Njlegong RT 01/IV Njlegong Keling Jepara
6. Pekerjaan : Karyawan
7. No CM : 42.76.90
8. Tanggal Masuk: Minggu, 31 Agustus 2013 pukul 17.31
WIB dari Instalasi Gawat Darurat
9. Tanggal Pemeriksaan : Senin, 2 September 2013 di Bangsal
Mawar Bed 2-1

B. Keluhan Utama :Kaku pada kedua tangan


C. Riwayat Penyakit Sekarang :
1. Onset :sejak 3 hari yang lalu ( sabtu siang )
2. Lokasi :kedua tangan mulai dari pergelangan tangan
sampai ujung jari tangan
3. Kronologis :
Siang hari SMRS, kedua tangan terasa kaku mulai dari pergelangan tangan sampai
ujung jari tangan, seperti kesemutan.
Sebelum kedua tangan kaku, pasien merasa demam sejak 4 hari SMRS, mual
muntah >5x .
BAB dbn dan BAK warna seperti teh sejak 3 hari SMRS
Kedua mata tampak kuning sejak hari sabtu
4 hari SMRS, berobat ke dokter umum di Jepara, diberi obat penurun panas
Keluhan belum berkurang ditambah pada sabtu siang mengalami kaku pada kedua
tangan sehingga dibawa ke RSUD Adhyatma, MPH, Tugurejo, Semarang

3
4. Kualitas :kaku dirasakan terus menerus, hilang
setelah sampai di IGD
5. Kuantitas :pasien tidak dapat melakukan aktivitas
seperti biasa di tempat kerja
6. Keluhan Penyerta :
Demam (+) terus menerus, turun sesaat jika diberi obat penurun panas
Pusing (+)
Sesak (-)
Dada nyeri (-)
Batuk (-)
Perut sebah (+)
Nyeri epigastrium (+)
Mual (+)
Muntah (+) > 5x, muntah setiap dimasuki makanan/minuman
Mata kuning (+/+) sejak hari sabtu
BAK warna seperti teh
BAB dbn
Mudah lelah(+)
Nafsu makan turun (+)
7. Faktor Modifikasi :-

D. Riwayat Penyakit Dahulu :


1. Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
2. Riwayat Penyakit Maag : disangkal
3. Riwayat Penyakit Kencing Manis : disangkal
4.Riwayat Penyakit Darah Tinggi :
disangkal
5. Riwayat Penyakit Asma : disangkal
6. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
7. Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga :


1. Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
2. Riwayat Penyakit Kencing Manis : disangkal
4
3. Riwayat Penyakit Darah Tinggi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Asma : disangkal
5. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
6. Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi :
Berobat dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat Nasional
Pasien dirumah dengan istri dan 1 anaknya
Pola makan pasien teratur
Sanitasi di dalam rumah cukup bersih
Sanitasi di sekitar lingkungan kurang bersih
Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal
Riwayat tranfusi/suntik (-)

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum : cukup
B. Kesadaran : kompos mentis
C. Status Gizi :
1. BB : 60 kg
2. TB : 167 cm
3. BMI : 21,5
4. Kesan : normal
D. Tanda Vital :
1. Tekanan darah : 130/70 mmHg
2. Nadi : 68 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
3. Respiration Rate : 20x/menit
4. Temperatur : 37,90C (peraxiler)
E.Kepala : mesocephal, simetris, rambut hitam, mudah dicabut
(-), luka (-), moonface (-)
F. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), mata
cekung (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor
(3mm/3mm), refleks cahaya (+/+), arcus senilis (-/-), katarak (-/-)
G. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-),
epistaksis (-/-), deviasi septum (-/-), fungsi pembau baik

5
H. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), gusi
berdarah (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), tonsil (-), kripte
(-), papil lidah atrofi (-)
I. Telinga : normotia, serumen (-/-), darah (-/-), nyeri ketuk
mastoid (-/-), nyeri tarik (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), gangguan
fungsi pendengaran (-/-)
J. Leher : simetris, deviasi trachea (-), KGB membesar (-),
tiroid membesar (-), nyeri tekan (-)
K. Thorax :
Normochest, simetris, retraksi supraternal (-), retraksi intercostalis (-), sela iga
melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-), rambut ketiak
rontok (-)
1. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke
medial linea midclavicularis sinistra.
Perkusi : batas jantung
kiri bawah : ICS V, 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra
kiri atas : ICS II linea sternalis sinistra
kanan : ICS V linea sternalis dextra
pinggang : ICS III linea parasternalis sinistra
Kesan : konfigurasi jantung normal
Auskultasi: BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)
2. Pulmo :
Depan
Inspeksi :
Statis : normochest, simetris
Dinamis : simetris, nafas abdomino-thorakal
Palpasi :
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, tidak ada yang
tertinggal, nyeri tekan (-)
Dinamis : pengembangan paru simetris, tidak ada yang
tertinggal, nyeri tekan (-)
6
Fremitus : sterm fremitus simetris
Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi :
Kanan : suara dasar vesikuler (+) normal, wheezing (-),
ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-)
Kiri : suara dasar vesikuler (+) normal, wheezing (-),
ronki basah kasar(-), ronki basah halus (-)
Belakang :
Inspeksi : simetris
Palpasi :
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, tidak ada yang
tertinggal, nyeri tekan (-)
Dinamis : pengembangan paru simetris, tidak ada yang
tertinggal, nyeri tekan (-)
Fremitus : sterm fremitus simetris
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi :
Kanan : suara dasar vesikuler (+) normal, wheezing (-),
ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-)
Kiri : suara dasar vesikuler (+) normal, wheezing (-),
ronki basah kasar(-), ronki basah halus (-)

L.Punggung : nyeri ketok costovertebra (-), kifosis (-),


lordosis (-), skoliosis (-)
M. Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, spider nevi (-),
sikatrik (-), striae (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal, bising usus (+) normal
Perkusi : pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), timpani di semua
kuadran abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrik (+), hepar dan lien tidak
teraba
7
- + -
- + -
- - -

N. Genitourinaria : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang


(-)

O. Extremitas
ATAS BAWAH
AKRAL DINGIN (-/-) (-/-),
OEDEM (-/-) (-/-)
KESEMUTAN (-/-) (-/-)

P. Kulit : ikterik (-), petekie (-), turgor cukup, hiperpigmentasi


(-), gatal (-), kulit kering (-), kulit hiperemis (-), vesikel (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Lab
TANGGAL PEMERIKSAA HASIL SATUAN NILAI
N NORMAL
DARAH RUTIN
Leukosit 5,51 103/uL 3,8-10.6
Eritrosit 4,91 106/uL 4,4-5,9
Hemoglobin 14,60 g/dL 13,2-17,3
Hematokrit L 39,10 % 10-52
MCV L 79,60 f/L 80-100
MCH 29,70 Pg 26-34
MCHC H 37,30 g/dL 32-36
Trombosit 172 103/uL 140-392
RDW 12,40 % 11,5-14,5
Diff Count
31 Agustus Eosinofil absolute 0,08 103/uL 0,045-0,44
2013 Basofil absolute 0,01 103/uL 0-0,2
Netrofil absolute 3,49 103/uL 1,0-6
Limfosit absolute 1,24 103/uL 0,9-5,2
Monosit absolute 0,69 103/uL 0,16-1
Eosinofil L 1,50 % 2-4
Basofil 0,20 % 0-1
Neutrofil 63,30 % 50-70
Limfosit L 22,50 % 25-40
Monosit H 12,50 % 2-6
KIMIA KLINIK
SGOT H 1866 U/L 0-35
SGPT H 1418 U/L 0-35
3 September KIMIA KLINIK (SERUM) B
2013 Total Protein L 5,6 g/dL 6,1-8,0
Albumin 3,2 g/dL 3,2-5,2
8
Globulin L 2,4 g/dL 2,9-3,0
Bilirubin Total H 4,25 mg/dL 0,10-1,0
Bilirubin Direk H 4,02 mg/dL 0,0-0,20
Bilirubin Indirek 0,23 mg/dL 0,10-0,80
SERO-IMUN (SERUM) B
HbsAg NON REAKTIF NON REAKTIF
(-) (-)

B. Hasil pemeriksaan USG abdomen

9
Hepar : ukuran normal, tepi tajam, permukaan rata, nodul (-), parenkim homogen,
vena porta tidak melebar dan v. Hepatika tidak melebar
Vesica felea : ukuran kecil, dinding menebal, batu (-)
Pankreas : ukuran normal, parenkim normal, PCS tidak melebar, klasifikasi (-)
Kelenjar para Aorta : tidak membesar
Lien : ukuran normal, parenkim normal, v.lienalis tidak melebar , nodul (-)
Ginjal kanan : ukuran normal, parenkim normal, PCS tidak melebar, batu (-)
Ginjal kiri : ukuran normal, parenkim normal, PCS tidak melebar , batu (-)
Vesica urinaria : dinding tidak menebal, batu (-)
Kesan : Contracted Vesica Felea

10
IV. PROBLEM
Daftar Abnormalitas
A. Problem Anamnesis :
1. Siang hari SMRS, kedua tangan terasa kaku mulai dari pergelangan tangan sampai
ujung jari tangan, seperti kesemutan.
2. Demam (+) sejak 4 hari SMRS, demam terus menerus, turun sesaat jika diberi
obat penurun panas
3. Pusing (+)
4. Perut sebah (+)
5. Nyeri ulu hati (+)
6. Mual (+)
7. Muntah (+) > 5x, muntah setiap dimasuki makanan/minuman
8. Sklera ikterik (+/+) sejak hari sabtu
9. BAK warna seperti teh sejak 3 hari SMRS
10. Mudah lelah(+)
11. Nafsu makan turun (+)
12. Sanitasi di sekitar lingkungan kurang bersih

B. Problem Pemeriksaan Fisik :


13. sklera ikterik (+/+)
14. nyeri tekan epigastrik (+)

C. Problem Pemeriksaan Penunjang :


15. Hematokrit L
16. MCV L
17. MCHC H
18. Eosinofil L
19. Limfosit L
20. Monosit H
21. SGOT H
22. SGPT H

Daftar Masalah
A. Hepatitis Akut : 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,19,20,21,22
11
B. Sindrom dispepsia : 4,5,6,7,11,14
V. ASSESMENT (INITIAL PLANING)
PROBLEM 1 : HEPATITIS AKUT
1. Assesment Etiologi
Virus Hepatitis A
Virus Hepatitis C
2. Assesment Faktor Risiko
Hepatitis A
Berpergian ke negara berkembang
Pemakaian bersama pada IVDU (intra vena drug user)
minum air tercemar
menyentuh lampin, seprai dan handuk yang dikotori tinja dari orang yang dapat
menularkan penyakit
hubungan langsung (termasuk seksual) dengan orang yang terinfeksi (Perilaku
seks oral-anal)
Hepatitis C
Darah (predominan) : IVDU dan penetrasi jaringan, resepien produk darah
Transmisi seksual
Maternal-neonatal
3. Assesment Komplikasi
Hepatitis A
Hepatitis A berat (fulminant)
Hepatitis C
Hepatitis C kronik
Sirosis Hepatis
Karsinoma Hepatoselular
4. Assesment Penatalaksanaan
A. Ip Dx
Darah rutin
Urin
Bilirubin
SGOT dan SGPT
Tes serologi hepatitis virus (IgM anti HAV, IgM anti HCV)
USG abdomen

12
B. Ip Tx
Hepatitis A
Infus aminofusin L600 1fl/hr 20 tpm
Infus asering 20 tpm
Dexamethasone inj 2x1 amp
Ranitidin inj 2 x 1amp
Ceftriaxone inj 2x1 gr
p.o pct 3x1 tab
p.o curcuma 3x1 tab
Consul Sp.PD
Hepatitis C
Interferon alfa 3 juta unit subcutan setiap kali pemberian diberikan setiap 2 hari /
3 kali seminggu
Ribavirin 1000 mg/hari
C. Ip Mx
Keadaan Umum
Tanda Vital
Cek lab darah lengkap
Cek SGPT & SGOT
D. Ip Ex
Edukasi penyakit yang diderita pasien
Edukasi pola hidup sehat
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
- Tidak ada rekomendasi diet khusus
- Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling
baik ditoleransi
- Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut
Aktifitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
Pembatasan aktifitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise

13
PROBLEM 2 : SINDROM DISPEPSIA
1. Assesment Komplikasi
Perdarahan saluran cerna bagian atas
Syok hemorragic
Ulkus peptikum
2. Assesment Faktor Risiko
Pola makan
Konsumsi kopi dan teh
Rokok
Alkohol
Konsumsi NSAID jangka panjang
Stress
3. Assesment Etiologi
Helicobacter pylori
4. Assesment Penatalaksanaan
A. Ip Dx
Endoskopi
Rontgen saluran cerna
B. Ip Tx
Antasid : Natrium bicarbonat
H2 blocker : Injeksi Ranitidin 3x1 amp/hari
Proton pump inhibitor : omeprazol
Konsul SP. Pd
C. Ip Mx
Keadaan Umum
Tanda Vital
D. Ip Ex
Biasakan makan teratur
Edukasi untuk menghindari makanan yang terlalu panas dan terlalu dingin
Edukasi untuk menghindari makanan yang pedas dan asam
Mengurangi stress
14
VI. PROGRESS NOTE
1. 2 September 2013
S : Pusing (+)
Mual (+)
Muntah (+)
Nyeri ulu hati
Perut terasa sebah
O : KU : Cukup
Kesadaran : CM
Tanda Vital : Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 68x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,90C
Mata : CPA -/-, SI +/+
Thorax : Cor : BJ I-II reguler, bising (-), suara tambahan (-)
Pulmo : SDV +/+ N
Abdomen : supel, BU (+) N, pekak sisi (-) , pekak alih (-), NT (+) regio
epigastrium
Ekstremitas Superior Inferior :
Oedem -/- -/-
Akral Dingin -/- -/-

A : Hepatitis akut, sindrom dispepsia


P : Infus aminofusin L600 1fl/hr 20 tpm
Dexamethasone inj 2x1 amp
Ranitidin inj 2 x 1amp
Ceftriaxone inj 2x1 gr
p.o pct 3x1 tab
p.o curcuma 3x1 tab

2. 3 September 2013
S : tidak ada keluhan
15
O : KU : cukup
Kesadaran : CM

Tanda Vital : Tekanan Darah : 100/70 mmHg


Nadi : 68x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,20C
Mata : CPA -/-, SI +/+
Thorax : Cor : BJ I-II reguler, bising (-), suara tambahan (-)
Pulmo : SDV +/+ N
Abdomen : supel, BU (+) N, pekak sisi (-) , pekak alih (-), NT (+)

Ekstremitas Superior Inferior :


Oedem -/- -/-
Akral Dingin -/- -/-

A : Hepatitis akut, sindrom dispepsia


P : Infus aminofusin L600 1fl/hr 20 tpm
Dexamethasone inj 2x1 amp
Ranitidin inj 2 x 1amp
Ceftriaxone inj 2x1 gr
p.o pct 3x1 tab
p.o curcuma 3x1 tab

3. 4 September 2013
S : tidak ada keluhan
O : KU : Baik
Kesadaran : CM
Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 64x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,30C
Mata : CPA -/-, SI +/+
16
Thorax : Cor : BJ I-II reguler, bising (-), suara tambahan (-)
Pulmo : SDV +/+ N
Abdomen : supel, BU (+) N, pekak sisi (-) , pekak alih (-), NT (-)
Ekstremitas Superior Inferior :
Oedem -/- -/-
Akral Dingin -/- -/-

A : Hepatitis akut, sindrom dispepsia


P : Infus aminofusin L600 1fl/hr 20 tpm
Infus asering 20 tpm
Dexamethasone inj 2x1 amp
Ranitidin inj 2 x 1amp
Ceftriaxone inj 2x1 gr
p.o pct 3x1 tab
p.o curcuma 3x1 t

17
VII. ALUR KETERKAITAN MASALAH

myalgia
Demam (+)
Pusing (+)
Perut sebah (+)
Nyeri ulu hati (+)
Mual (+)
Muntah (+)
Sklera ikterik (+/+)
BAK warna seperti teh
Mudah lelah(+)
Nafsu makan turun (+)
Nyeri tekan epigastrik (+)
Sanitasi di sekitar lingkungan kurang bersih

DARAH RUTIN
SGOT dan SGPT
HBSAG & IgM anti HaV

Suspek Sindrom dispepsia


Hepatitis A

18
VIII. PEMBAHASAN

1. HEPATITIS A
Di Indonesia berdasarkan data yang yang berasal dari Rumah Sakit, Hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus kasus hepatitis akut yang dirawat yakni berkisar dari
39,8 68,3 %. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan umur mulai
terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan di bawah standar. Lebih dari 75%
anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India, menunjukkan sudah memiliki antibody anti-
HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar infeksi HAV didapat pada awal kehidupan,
kebanyakan asimtomatik atau sekurangnya anikterik.
a. Etiologi
Virus Hepatitis A (HAV)
Termasuk Piornavirus, subklasifkasi sebagai hepatovirus
Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik
Untai tunggal (single stranded ), molekul RNA linier:7,5 kb
Pada manusia terdiri atas 1 serotipe, 3 atau lebih genotype
Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal
Mengandung polipeptida virion di kapsomer
Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi

b. Epidemiologi dan Faktor Resiko


Masa inkbasi 15-50 hari (rata-rata 30 hari)
Distribusi di seluruh dunia ; endemisitas tinggi di Negara berkembang
HAV diekskresi di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2 minggu sebelum dan 1
minggu setelah awitan penyakit
Uremia muncul singkat (tidak lebih dari 3 minggu), kadang kadang sampai 90 hari
pada infeksi yang membandel atau infeksi yang kambuh
Ekskresi feses yang memanjang (bulanan) dilaporkan pada neonatus yang terinfeksi

19
Transmisi enterik ( fekal-oral) predominan diantara anggota keluarga. KLB
dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama, makanan
terkontaminasi dan air.
Faktor Risiko lain, meliputi paparan pada:
- Pusat perawatan sehari untuk bayi atau anak balita
- Berpergian ke negara berkembang
- Perilaku seks oral-anal
- Pemakaian bersama pada IVDU (intra vena drug user)
Tak terbukti adanya penularan maternal-neonatal
Prevalensi dengan standard sanitasi dan rumah tinggal ukuran besar
c. Patofisiologi
Sistem imun bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan sel hati
- Melibatkan respons CD8 dan CD4 sel T
- Produksi sitokin di hati dan sistemik
Efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien imunosupresi dengan replikasi tinggi,
akan tetapi tidak ada bukti langsung.

d. Gambaran klinis
Gejala Hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu :
Fase Inkubasi
Waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Panjang fase ini
bergantung pada dosis inoculum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar
dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini.
Fase Prodormal
Fase di antara timbulnya keluhan keluhan pertama dan timbulnya gejala icterus.
Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai denagn malaise umum, myalgia,
atralgia, mudah lelah, gejala saluran nafas atas dan anoreksia. Mual, muntah dan
anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau
konstipasi dapat terjadi. Pada hepatitis A biasanya ada demam derajat rendah. Nyeri
abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas / epigastrium, kadang
diperberat dengan aktifitas
Fase Ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul icterus
20
jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis
yang nyata
Fase Konvalescen
Diawali dengan menghilangnya icterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegaly dan
abnormalias fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu.
Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu.

Pada infeksi yang sembuh spontan :


Spectrum penyakit mulai dari asimptomatik, infeksi yang tidak nyata sampai kondisi
yang fatal sehinga tejadi gagal hati akut
Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodromal
yang non spesifik dan gejala gastrointestinal seperti :
- Malaise , anoreksia, mual dan muntah
- Gejala flu, faringitis, batuk, coryza, fotofobia, sakit kepala dan myalgia
Awitan gejala cenderung muncul mendadak
Demam
Gejala prodromal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala anoreksia,
malaise, kelemahan dapat menetap
Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap (biasanya ringan dan
sementara)dapat timbul ketika icterus meningkat
Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati
Splenomegaly ringan dan limfadenopati pada 15-20% pasien

e. Diagnosis
Laboratorium
Gambaran biokimia yang utama adalah peningkatan konsntrasi serum SGOT dan
SGPT
Konsentrasi puncak bervariasi dari 500-5000 U/L
Konsentrasi serum bilirubin jarang melebihi 10 mg/dL
Konsentrasi serum fosfatase alkali normal atau hanya meningkat sedikit
Masa protrombin normal/meningkat antara 1-3 detik
Konsentrasi serum albumin normal / menurun ringan

21
Hapusan darah tepi normal / leukopenia ringan dengan / tanpa limfositosis ringan
Secara serologis :
- IgM anti HAV dapat di deteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya
- Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau

f. Pengobatan
Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
- Tidak ada rekomendasi diet khusus
- Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling
baik ditoleransi
- Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut
Aktifitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
Pembatasan aktifitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A
Obat obat yang tidak perlu harus dihentikan

g. Pencegahan
Pencegahan dengan imunoprofilaksis
1. Vaksin HAV yang dilemahkan
Efektifitas tinggi (angka proteksi 94-100%)
Sangat imunogenik (hamper 100% pada subyek sehat)
Antibody protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-90% subyek
Aman, toleransi baik
Efektifitas proteksi selama 20-50 tahun
Efek samping utama adalah nyeri di tempat penyuntikan
2. Dosis dan jadwal vaksin HAV
>19 tahun. 2 dosis HAVRIX (1440 Unit Elisa) dengan interval 6-12 bulan
Anak > 2 tahun. 3 dosis HAVRIX (360 Unit Elisa) 0, 1, dan 6-12 bulan atau 2
dosis (720 Unit Elisa) 0, 6-12 bulan
3. Indikasi vaksinasi
Pengunjung ke daerah resiko tinggi
22
Homoseksual dan biseksual
IVDU
Anak dan dewasa muda pada daerah yang pernah mengalami kejadian luar biasa
luas
Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV lebih tinggi dari angka nasional
Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
Pekerja laboratorium yang menangani HAV
Pramusaji
Pekerja pada bagian pembuangan air

Imunoprofilaksis pasca paparan


Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
Keberhasilan immunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak sempurna
Dosis dan jadwal pemberian immunoglobulin
- Dosis 0,02 ml/kg, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin setelah
paparan
- Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
- Indikasi : kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dengan infeksi HAV
akut

2. SINDROM DISPEPSIA
a. Definisi
Merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut
bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Dispepsi adalah istilah non spesifik
yang dipakai pasien untuk menjelaskan keluhan perut bagian atas. Gejala tersebut bisa
berupa nyeri atau tidak nyaman, kembung, banyak flatus, rasa penuh, bersendawa, cepat
kenyang dan borborygmi (suara keroncongan dari perut). Dispepsia berasal dari bahasa
Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan
keluhan/gejala klinisyang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap
atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di
dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.
pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ
23
tubuh misalnyatukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang
empedu, dan lain-lain.
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila
tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan
struktur organberdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi
(teropong saluran pencernaan).
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau
rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang,
dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur,
makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi
emosional tertentu misalnya stress.
Dyspepsia disebabkan oleh beragam hal yang dapat ditelusuri berdasarkan kategorinya.
a. Non-ulcer dyspepsia adalah dyspepsia yang tidak diketahui penyebabnya karena
biladiendoskopi bagian kerongkongan, perut, atau duodenum terlihat normal,
tidak menunjukkan borok sama sekali. Diperkirakan 6 dari 10 penderita dyspesia
tergolongdalam kategori ini,
b. Duodenal and stomach (gastric) ulcers yakni dyspesia yang disebabkan oleh borok
diusus duabelas jari atau lambung. Jenis ini kerap dinamai peptic ulcer,
c. Duodenitis and gastritis atau radang di usus duabelas jari dan/atau lambung. Radang
tersebut bisa saja ringan atau parah, tergantung lukanya. Gastritis akut
dapatdisebabkan oleh karena stres, zat kimiam isalnya obat-obatan dan alkohol,
makananyang pedas, panas maupunasam. Pada yang mengalami stres akan terjadi
perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi
asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung
akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun makanan
yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk
menghasilkan mukus,mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya
untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa
lambungkarena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel
mukosagaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama
daerahfundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan
produksiHCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri
iniditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa
lambungakibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan).
Eksfeliasi selmukosa gaster akan mengakibatkan erosipada sel mukosa. Hilangnya sel
mukosaakibat erosi memicu timbulnya perdarahan.Perdarahan yang terjadi dapat
24
mengancamhidup penderita, namundapat juga berhenti sendiri karena proses
regenerasi, sehinggaerosimenghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.
Helicobacter pylorimerupakan bakteri gram negatif. Organisme inimenyerang sel
permukaan gaster,memperberat timbulnya desquamasi seldan muncullah respon
radang kronis padagaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia
d. Acid reflux, oesophagitis and GERD. Acid reflux terjadi ketika zat asam keluar dari
lambung dan naik ke kerongkongan. Acid reflux bisa menyebabkan esofagitis
(radangkerongkongan) atau gastro-oesophageal reflux disease (GERD acid reflux,
dengan atau tanpa esofagitis). Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang
tipikal (esofagus) dan gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70% merupakan
tipikal,yaitu :
Heart burn. Heart burn adalah sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heart
burn adalah gejala yang tersering,
Regurgitasi. Regurgitasi adalah kondisi di mana material lambung terasa dipharing.
Kemudian mulut terasa asam dan pahit. Kejadian ini dapatmenyebabkan komplikasi
paru-paru,
Disfagia. Disfagia biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur.

b. Etiologi
Tidaklah mengherankan bahwa penyakit gastrointestinal telah banyak dikaitkan dengan
dispepsia. Namun, banyak penyakit non-gastrointestinal juga telah dikaitkan dengan
dispepsia. Contoh yang terakhir termasuk diabetes, penyakit tiroid, hiperparatiroidisme
(kelenjar paratiroid yang terlalu aktif), dan penyakit ginjal berat. Tidak jelas, bagaimana
penyakit non-gastrointestinal dapat menyebabkan penyakit dispepsia. Penyebab kedua yang
penting dari dyspepsia adalah obat. Ternyata bahwa banyak obat yang sering dikaitkan
dengan dispepsia, misalnya, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs seperti
ibuprofen ), antibiotik, dan estrogen ). Pada kenyataannya, kebanyakan obat dilaporkan
menyebabkan dispepsia dalam setidaknya beberapa pasien.
Seperti telah dibahas sebelumnya, dispepsia sebagian besar (bukan karena penyakit
non-gastrointestinal), namun diyakini disebabkan fungsi abnormal dari otot-otot organ
saluran pencernaan atau saraf mengontrol organ. Kontrol saraf pada saluran pencernaan
sangatlah kompleks. Sebuah sistem saraf bekerja sepanjang saluran pencernaan dari
kerongkongan ke anus di dinding otot dari organ-organ. Saraf ini berkomunikasi dengan
saraf lain yang melakukan perjalanan ke dan dari sumsum tulang belakang. Saraf dalam
sumsum tulang belakang pada gilirannya berjalanan ke dan dari otak. Dengan demikian,
fungsi abnormal dari sistem saraf di dispepsia mungkin terjadi pada organ pencernaan otot,
sumsum tulang belakang, atau otak.
25
Sistem saraf mengontrol organ-organ pencernaan, seperti organ lainnya, mengandung
kedua saraf sensorik dan motorik. Saraf-saraf terus menerus merasakan apa yang terjadi
pada aktivitas dalam organ dan menyampaikan informasi ini ke saraf di dinding organ. Dari
sana, informasi dapat disampaikan ke sumsum tulang belakang dan otak. Informasi diterima
dan diproses di dinding organ, sumsum tulang belakang, atau otak. Kemudian, berdasarkan
pada masukan sensorik dan cara input diproses, perintah (respon) dikirim ke organ melalui
saraf motorik. Dua dari respon-respon motor yang paling umum dalam usus kecil adalah
kontraksi atau relaksasi otot organ dan pengeluaran cairan dan atau lendir dalam organ.
Seperti telah disebutkan, fungsi abnormal dari saraf organ-organ pencernaan, setidaknya
secara teoritis, mungkin terjadi dalam organ, sumsum tulang belakang, atau otak. Selain itu,
kelainan mungkin terjadi dalam saraf sensorik, saraf motorik, atau di pusat-pusat pengolahan
di usus,sumsum tulang belakang, atau otak.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa penyebab penyakit-penyakit fungsional adalah
kelainan pada fungsi saraf sensorik. Misalnya, aktivitas normal, seperti peregangan dari usus
kecil oleh makanan dapat menimbulkan sinyal sensorik yang dikirim ke sumsum tulang
belakang dan otak, di mana mereka dianggap menyakitkan. Peneliti lain berpendapat bahwa
penyebab penyakit-penyakit fungsional adalah kelainan pada fungsi saraf motorik.
Misalnya, perintah abnormal melalui syaraf-syaraf motor mungkin menghasilkan kejang
yang menyakitkan (kontraksi) dari otot-otot. Yang lain berpendapat bahwa abnormal
disebabkan oleh pusat pengolahan yang berfungsi dan bertanggung jawab untuk penyakit
fungsional salah menafsirkan sensasi normal atau mengirim perintah yang abnormal ke
organ. Bahkan, beberapa penyakit fungsional mungkin disebabkan oleh disfungsi sensor,
disfungsi motor, atau disfungsi baik sensorik dan motorik. Lainnya mungkin karena kelainan
di dalam pusat pengolahan.
Sebuah konsep penting yang relevan dengan mekanisme beberapa potensi (penyebab)
penyakit fungsional adalah konsep hipersensitivitas visceral. Konsep ini menyatakan
bahwa penyakit yang mempengaruhi organ-organ pencernaan sangat peka sehingga
mengubah respon saraf-saraf atau pusat pengolahan untuk sensasi yang berasal dari organ.
Menurut teori ini, penyakit seperti colitis (peradangan usus besar) dapat menyebabkan
perubahan permanen dalam kepekaan saraf atau pusat pengolahan usus besar. Sebagai hasil
dari peradangan sebelumnya, rangsangan normal dirasakan sebagai abnormal (misalnya,
sebagai hal yang menyakitkan). Dengan demikian, kontraksi usus besar yang normal
mungkin menyakitkan. Tidak jelas apa penyakit sebelum dapat mengakibatkan
hipersensitivitas pada orang, meskipun penyakit menular (bakteri atau virus) dari saluran
pencernaan disebutkan paling sering. Visceral hypersensitivity telah ditunjukkan secara jelas
26
pada hewan dan manusia. Perannya dalam penyakit-penyakit fungsional yang umum belum
jelas saat ini.
Penyakit dan kondisi lain dapat memperburuk penyakit-penyakit fungsional, termasuk
dyspepsia. Kecemasan dan atau depresi mungkin faktor memperburuk paling sering diakui
untuk pasien dengan penyakit fungsional. Faktor lain yang memberatkan adalah siklus
menstruasi . Selama periode haid, wanita seringkali mencatat bahwa gejala fungsional
mereka buruk. Hal ini sesuai sewaktu hormon wanita, estrogen dan progesteron berada pada
tingkat tertinggi. Selain itu, telah diamati bahwa mengobati wanita yang memiliki dispepsia
dengan leuprolida (Lupron), obat injeksi yang menutup produksi tubuh estrogen dan
progesteron, yang efektif dalam mengurangi gejala dispepsia pada wanita premenopause.
Observasi ini mendukung peran hormon dalam intensifikasi gejala fungsional.
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama
pada ketahanan mukosa lambung. Kadar asam lambung lansia biasanya mengalami
penuruna hingga 85%.
Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu :
a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau duodenum,
gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik,
digitalis, teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis,
kolesistitis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
Dispepsia fungsional dibagi 3, yaitu :
a. Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati.
b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual, cepat
kenyang.
c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia mirip
ulkus maupun dispepsia mirip dismotilitis.
Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada kasus-kasus dengan
kelainan organik. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
1. Menelan udara (aerofagi)
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
8. Kelainan gerakan usus

27
9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
10. Infeksi Helicobacter pylori

Dyspepsia organik Dyspepsia fungsional


- Ulkus peptik kronik (ulkus ventrikuli, - Disfungsi sensorik-motorik
ulkus duodeni)- Gastro-esophageal gastroduodenum Gastroparesis
reflux disease (GORD), dengan atau idiopatik/hipomotilitas antrum
tanpa esofagitis. - Disritmia gaster
- Obat : OAINS, Aspirin - Hipersensitivitas
- Kolelitiasis simtomatik gaster/duodenum
- Pancreatitis kronik - Faktor psikososial
- Gangguan metabolik (uremia, - Gastritis H. pylori
hiperkalsemia, gastroparesis DM) - Idiopatik
- Keganasan (gaster, pancreas, kolon)
- Insufisiensi vaskula mesenterikus
- Nyeri dinding perut

c. Faktor Predisposisi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan pola hidup. berikut ini berbagai
penyakit (kondisi medis) yang dapat menyebabkan keluhan dispepsia :
1. Dispepsia fungsional (nonulcer dyspepsia). Dispepsia fungsional adalah rasa tidak
nyaman hingga nyeri di perut bagian atas yang setelah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh tidak ditemukan penyebabnya secara pasti. Dispepsia fungsional adalah
penyebab maag yang paling sering.
2. Tukak lambung (stomach ulcers). Tukak lambung adalah adanya ulkus atau luka di
lambung. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit yang dirasakan terus menerus,
bersifat kronik (lama) dan semakin lama semakin berat.
3. Refluks esofagitis (gastroesophageal reflux disease)
4. Pangkreatitis
5. Iritable bowel syndrome
6. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti inflamasi
nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan
peradangan pada lambung. Jika pemakaian obat obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya secara
terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan maag.
7. Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis serta pendarahan pada lambung.
8. Malabsorbsi (gangguan penyerapan makanan)
9. Penyakit kandung empedu
28
10. Penyakit liver
11. Kanker lambung (jarang)
12. Kanker esofagus (kerongkongan)(jarang)
13. Penyakit lain (jarang)

d. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi
kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi
pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam
pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah
sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan Dengan kriteria tidak adanya
kelainan organik pada SCBA, maka teori patogenesisnya sangat bervariasi. Berbagai usaha
telah dicoba untuk menerangkan korelasi yang ada antara keluhan dengan sedikitnya
temuan kelainan yang ada secara konvensional.

e. Manifestasi Klinis
1. Nyeri perut (abdominal discomfort),
2. Rasa perih di ulu hati,
3. Mual, kadang-kadang sampai muntah,
4. Nafsu makan berkurang,
5. Rasa lekas kenyang,
6. Perut kembung,
7. Rasa panas di dada dan perut,
8. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi 3 tipe :
1. dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala :
- nyeri epigestrium terlokasi.
- Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid.
- Nyeri saat lapar.
- Nyeri episodik
2. dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala :
- mudah kenyang.
- Perut cepat terasa penuh saat makan.
- Mual.
- Muntah
- Uuper abdominal bloating.
- Rasa tak nyaman bertambah saat makan.
3. dispepsia non spesefik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)

29
Kriteria diagnostik Roma III untuk dispepsia fungsional
Dispepsia fungsional
Kriteria diagnostik terpenuhi* bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu
b. Perasaan cepat kenyang
c. Nyeri ulu hati
d. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium
2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan timbulnya gejala
(termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna bagian atas [SCBA])
* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal
mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.

a. Postprandial distress syndrome


Kriteria diagnostik* terpenuhi bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah makan dengan porsi biasa,
sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu
2. Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu menghabiskan porsi makan biasa,
sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu
* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal
mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang
1. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau mual setelah makan atau bersendawa
yang berlebihan
2. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrium.

b. Epigastric pain syndrome


Kriteria diagnostik* terpenuhi bila 5 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrium dengan tingkat keparahan
moderat/sedang, paling sedikit terjadi sekali dalam seminggu
2. Nyeri timbul berulang
3. Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain daerah perut bagian
atas/epigastrium
4. Tidak berkurang dengan BAB atau buang angina
5. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan kandung empedu dan
sfingter Oddi

30
* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal
mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang
1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa menjalar ke daerah retrosternal
2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun mungkin timbul saat puasa
3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah makan.

f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang harus bias menyingkirkan kelainan serius, terutama kanker lambung,
sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin. Sebagian pasien memiliki resiko kanker yang
rendah dan dianjurkan untuk terapi empiris tanpa endoskopi. berikut merupakan pemeriksaan
penunjang:
a. Tes Darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan serius. Hasil tes
serologi positif untukHelicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum namun belum
menyingkirkan keganasan saluran pencernaan.
b. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)
Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium Barret, dan ulkus
peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk H.pylori (tes CLO).
Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk menyingkirkan kausa organic pada
pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada
penanganan kasus dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada pasien
dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan tanda alarm seperti
penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat
penyakit struktural.
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan kemungkinan komplikasi serupa
dengan pasien muda.Menurut Tytgat GNJ, endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi
pertama pada evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan
keadaan pasien apakah dispepsia organik atau fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan
biopsy mukosa untuk mengetahui keadaan patologis mukosa lambung.
c. DPL : Anemia mengarahkan keganasan
d. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis
e. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap,
laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja.
Jika terdapat emesis atau pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian atas.
g. Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dyspepsia yang belum diinvestigasi terutama
hasrus ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia.

31
Pasien dispepsia dengan alarm symptoms kemungkinan besar didasari kelainan organik.
Menurut Wibawa (2006), yang termasuk keluhan alarm adalah:
1. Disfagia,
2. Penurunan Berat Badan (weight loss),
3. Bukti perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, hematochezia, anemia defisiensi
besi,atau fecal occult blood),
4. Tanda obstruksi saluran cerna atas (muntah, cepat penuh).
5. Pasien dengan alarm symptoms perlu dilakukan endoskopi segera untuk menyingkirkan
penyakit tukak peptic dengan komplikasinya, GERD (gastroesophageal reflux disease), atau
keganasan.

h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang
berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan
Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun
masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan
antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah
terjadinya muntah)

Penatalaksanaan yang tepat pada pasien dengan dispepsia, antara lain :


1. Edukasi kepada pasien untuk mengenali dan menghindari keadaan yang potensial
mencetuskan serangan dispepsia
2. Modifikasi pola hidup
3. Menghindari jenis makanan yang dirasakan sebagai faktor pencetus. Pola makan porsi
kecil tetapi sering dan makanan rendah lemak.
4. Obat-obatan
Obat-obatan yang dianjurkan adalah golongan antasida, anti sekresi dan prokinetik
dapat digunakan untuk mengurangi keluhan.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu :


- Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam
lambung. Campuran yang biasanya terdapat dalam antasid antara lain Na bikarbonat, AL
(OH)3, Mg (OH)2 dan Mg trisilikat. Pemakaian obat ini sebaiknya jangan diberikan terus-
menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg trisilikat dapat

32
dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat
nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
- Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
- Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial
seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain
simetidin, roksatidin, ranitidin dan famotidin.
Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)Sesuai dengan namanya, golongan
obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam
lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol dan
pantoprazol.
- Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE) dan enprestil (PGE2). Selain bersifat
sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi
meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,
meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta
membentuk lapisan protektif (sebagai site protective), yang senyawa dengan protein sekitar
lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
- Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokinetik, yaitu sisaprid, dom peridon dan metoklopramid.
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis
dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)

i. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya komplikasi yang
tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka di dinding lambung yang dalam
atau melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan
dispepsia ini terus terjadi luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi
pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah, di mana merupakan
pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar
berwarna hitam terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang
paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya
melakukan operasi.

j. Pencegahan
33
Pola makan yang normal, dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan
jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan yang berkadar asam
tinggi, cabai, alkohol dan, pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit,
misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
Berikut adalah 11 solusi mencegah gangguan pencernaan
1. biasakan makan teratur
2. Kunyah makanan dengan baik supaya enzim ptialin dalam kelenjar ludah dapat
melakukan fungsinya dengan sempurna
3. Jangan makan terlalu banyak
4. Jangan berbaring setelah makan
5. Hindari waktu makan yang terlalu ber-dekatan supaya proses mencerna tidak terganggu
(interval 2-3 jam)
6. Jangan makan sambil minum (setiap cairan yang dikonsumsi dengan makanan padat akan
mengurangi aktivitas cairan pencernaan yang terlibat dalam proses pencernaan)
7. Tingkatkan konsumsi makanan sumber serat
8. Konsumsi makanan probiotik
9. Kurangi konsumsi makanan pembentuk asam (protein hewani dan karbohidrat sederhana)
10. Jangan makan makanan yang terlalu panas atau dingin (dapat mengiritasi lapisan dinding
lambung)
11. Kurangi stress

34
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Murdani, Gunawan Jeffri, 2012 . Dispepsia CDK-197/ vol. 39 no. 9, th.
Andri sanityoso,2006. Hepatitis Virus Akut dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi
4.Jakarta :FKUI.hlm 427-432.
Mubin Halim, 2013. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 2. Jakarta :EGC.hlm 369
Nicholas J. Talley, M.D., Ph.D., F.A.C.G.,1 Nimish Vakil, M.D., F.A.C.G.2005. Guidelines for the
Management of Dyspepsia. American Journal of Gastroenterology.

35

Anda mungkin juga menyukai