Anda di halaman 1dari 4

1.

Ikterus
A. DEFINISI IKTERUS
Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus
(bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan
membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada
jaringan tersebut. Ikterus ini merupakan suatu keadaan dimana jaringan berwarna
kekuning-kuningan akibat deposisi bilirubin yang terjadi bila kadar bilirubin darah
mencapai 2 mg/dL atau 35-40 mmol/L.
B. ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER
Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan
hubungannya dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan
hepatobilier karena biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi
anatomi klasik pada traktus biliaris hanya muncul pada 58% populasi. Hepar,
kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum
hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan.
Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh
diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika)
merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika)
meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus.
Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya
membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan
masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik
dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk
kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan
duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris
ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus,
kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen
ekstrahepatik percabangan biliaris.
Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan,
common hepatic duct, duktus sistikus, dan common bile duct atau duktus
koledokus.Duktus hepatika kanan dan kiri keluar dari hati dan bergabung dengan
hilum membentuk duktus hepatik komunis, umumnya anterior tehadap bifurkasio
vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatica kanan. Bagian
ekstrahepatik dari duktus kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus
komunis membangun batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus
koledokus. Pembagian terjadi pada tingkat duktus sistikus. Duktus koledokus
panjangnya sekitar 8 cm dan terletak antara ligamentum hepatoduodenalis, ke
kanan dari arteri hepatica dan anterior terhadap vena porta. Segmen distal dari
duktus koledokus terletak di dalam substansi pankreas. Duktus koledokus
mengosongkan isinya ke dalam duodenum sampai ampula Vateri, orifisiumnya
dikelilingi oleh muskulus dari sfingter Oddi. Secara khas, ada saluran bersama
dari duktus pankreatikus dan duktus koledokus distal.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan
terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri
hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari
segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic duct dan ujung
hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang
kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga
ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta.. Persarafannya berasal dari
vagus dan cabang simpatik yang melewati celiac plexus (preganglionik T8-9).
Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts melewari aferen simpatetik
melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dari aksis
seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri diperantarai oleh
serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu
dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.
C. FISIOLOGI METABOLISME BILIRUBIN
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang
berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih
relevan, walaupun diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam
tahapan metabolisme bilirubin. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi
sehingga pentahapan metabolisme bilirtibin menjadi 5 fase. yaitu fase 1).
Pembentukan bilirubin, 2). Transpor plasma, 3). Liver uptake, 4). Konyugasi, dan
5). Eskresi bilier.
Fase Prahepatik
1. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg
per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan
sel darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled
billirubin) datang dari protein heme lainnya yang berada terutama di dalam
sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan
produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim
lain, biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini
terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial (mononuklir fagositosis).
Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama
peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin
meningkat pada beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif
namun secara klinis kurang penting.
2. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkonyugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albuinin dan tidak
dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni.
Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan
seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan
albumin.
Fase Intrahepatik.
1. Liver uptake
Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan
pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
2. Konjugasi
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konyugasi
dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin
konyugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim
mikrosomal glukuronil-transferase yang menghasilkan bilirubin yang larut
dalam air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin
monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan dalam
saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak
dianggap fisiologik. Biliruibin konyugasi lainnya selain diglukuronid juga
terbentuk namun kegunaannya tidak jelas.
Fase Pascahepatik
1. Eskresi Bilirubin. Bilirubin konyugasi dikeluarkan ke dalam kanalilculus
bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi
proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men"dekonyugasi" dan
mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen.dan mengeluarkannya sebagian
besar ke dalam tinja yang memberi wama coklat. Sebagian diserap dan
dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air
seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi
tidak bilirubin unkonyugasi. Hal ini menerangkan wama air seni yang gelap
yang khas pada gangguan liepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin
tak terkonyugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak.
Karenanya bilirubin tak terkonyugasi dapat melewati barier darah-otak atau
masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonyugasi
mengalami proses konyugasi dengan gula melaltii enzim glukuroniltransferase
dan larut dalam empedu cair.
D. EPIDEMIOLOGI IKTERUS
Prevalensi dari ikterus adalah beragam sesuai usia dan jenis kelamin. Bayi
baru lahir dan dewasa tua adalah yang paling sering terkena. Penyebab dari ikterus
juga bervariasi menurut usia. Sekitar 20% bayi baru lahir mengalami ikterus pada
minggu pertama kehidupan, terutama diakibatkan oleh imaturitas proses konjugasi
di hepar. Kelainan kongenital, kelainan hemolitik dan dekek konjugasi juga
bertanggungjawab sebagai penyebab ikterus pada bayi dan anak-anak. Virus
hepatitis A adalah penyebab tersering ikterus pada anak usia sekolah.
Ikterus pada jenis kelamin laki-laki biasanya disebabkan oleh sirosis, hepatitis
B kronis, hepatoma, karsinoma pankreas, dan kolangitis. Sedangkan pada wanita
penyebab terseringnya yaitu batu empedu, sirosis bilier dan karsinoma kandung
empedu.
E. KLASIFIKASI IKTERUS
Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan
terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Ikterus pre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular
hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya
pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit
darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002),
bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak
diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan
urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus
yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan
berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis
oleh infeksi Leptospira grippotyphosa.
2. Ikterus hepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan
konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi.
Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau
kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh
sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim
glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002).
3. Ikterus Post-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi
bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam
urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga
warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat
berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan
oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan
fibrosis.
Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik. Larva
nematoda yang melewati hati dapat menyebabkan inflamasi dan hepatocellular
necrosis (nekrosa sel hati). Bekas infeksi ini kemudian diganti dengan jaringan
ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering terjadi pada kapsula hati. Cacing yang
telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan menyebabkan cholangitis atau
cholangiohepatitis yang akan berdampak pada penyumbatan/obstruksi duktus
empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati anjing adalah Capillaria
hepatica. Cacing cestoda yang berhabitat pada sistem hepatobiliary anjing antara
lain Taenia hydatigena dan Echinococcus granulosus. Cacing trematoda yang
berhabitat di duktus empedu anjing meliputi Dicrocoelium dendriticum,
Ophisthorcis tenuicollis, Pseudamphistomum truncatum, Methorcis conjunctus,
M. albidus, Parametorchis complexus, dan lain-lain.
Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya
terletak pada jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice
ditunjuk sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit
(jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik.

Anda mungkin juga menyukai