Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cocor Bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Tanaman Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken dapat diklasifikasi sebagai

berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Rosales

Suku : Crassulaceae

Marga : Bryophyllum

Jenis : Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken

Sinonim : Kalanchoe pinnata Lam. Pers

(Depkes RIa, 2000)

2.1.2 Nama Daerah

Didingin (aceh), ceker bebek, cocor bebek (Sumatera Utara, Riau, Jambi),

daun sejuk (Palembang), buntiris (Sunda), ceker itik, sosor bebek, suru bebek

(Jawa), daun sejuk (melayu), daun ancar bebek (Madura), mamala (Halmahera),

rau kufiri (Ternate) dan kabi-kabi (Tidore) (Depkes RIa, 2000).

2.1.3 Nama Asing


Life plant, floppers, miracle leaf, cathedral bells, air plant (Amerika,

Inggris); bendingin, seringen (Brunai Darussalam); sedingin, seringin, setawar

padang (Malaysia); karitamana, abisrana, katakataka (Filipina); Luodishenggen

6
(Cina); pountay poun po (Laos); yoekiyapinba (Myanmar); bencha chat, ton tai

bai pen, khuwum taai ngaai pen (Thailand) (Trubus, 2013).

2.1.4 Deskripsi Tanaman

Cocor bebek merupakan tumbuhan semak atau tumbuhan semusim dengan

tinggi 30-100 cm. Batang bersegi empat, lunak, beruas, tegak, hijau. Daun tebal,

tunggal, berbentuk lonjong, bertangkai pendek, ujung tumpul, tepi bergerigi,

pangkal membundar, panjang 5-20 cm, lebar 2,5 15 cm. Bunga berbentuk malai,

majemuk, menggantung, kelopak silindris, berlekatan, berwarna merah keunguan,

benang sari delapan, putik panjang 4 cm, mahkota berbentuk corong dan

panjangnya 3,5-5,5 cm. Buah berbentuk kotak dan berwarna ungu bernoda putih.

Biji kecil dan putih dan berakar tunggang berwarna kuning keputihan (Depkes

RIa, 2000).

2.1.5 Khasiat Secara Tradisional

Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken digunakan secara tradisional untuk

pengobatan wasir, pusing, penurun panas, obat batuk, dan peluruh air seni

(Depkes RIa, 2000). Masyarakat di Bundelkhand, India menggunakan jus daun

segar cocor bebek untuk mengatasi penyakit kuning. Daun segar dihaluskan lalu

dijadikan kompres pada luka bakar. Ilmu pengobatan Cina menggunakan seluruh

bagian tanaman yang dipercaya memberi efek dingin untuk menghentikan

pendarahan, menghilangkan panas, dan detoksifikasi (Trubus, 2013).

2.1.6 Kandungan Kimia


Daun cocor bebek mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan

tanin (Safitri, dkk., 2013; Depkes RIa, 2000), asam askorbat, quercetin,

kaempferol dan bryophyllin (Utami, 2003), asam cis-akonitat, asam ferulak, asam

7
syringat, asam kofeat, asam p-hydroxybenzoat, dan beberapa asam organik, -

sisterol, kuersetin-3-0--rhamnopyranosil--L-arabinopyranosida (Trubus, 2013).

2.1.7 Aktivitas Farmakologi Hasil Penelitian

Tanaman cocor bebek memiliki efek sebagai analgetik (Safitri, dkk.,

2013), memiliki efek antiinflamasi (Wirda, 2001), antidiabetes (Dewiyanti, dkk.,

2012), obat luka bakar (Hasyim, dkk., 2012), dan hepatoprotektor (Trubus, 2013).

2.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat di

dalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan

metode yang tepat. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan

menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh

cahaya matahari langsung (Ditjen POM, 1979). Metode ekstraksi dengan

menggunakan pelarut, dibedakan menjadi:

a. Cara dingin

Metode ekstraksi cara dingin dibedakan menjadi:

i. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

ii. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya

dilakukan pada temperatur ruangan.

8
b. Cara Panas

Metode dengan cara panas dibedakan menjadi:

i. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut

terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

ii. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu

baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi

ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

iii. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu)

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu

secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

iv. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

90oC selama 15 menit di penangas air, dapat berupa bejana infus

tercelup dalam penangas air mendidih.

v. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (30

menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RIb, 2000).

9
2.3 Asam Urat

Asam urat merupakan produk akhir katabolisme purin dalam tubuh yang

tidak memiliki tujuan fisiologis sehingga dapat dianggap sebagai produk buangan

(Katzung, dkk., 2002). Secara alamiah, purin terdapat dalam tubuh kita dan

dijumpai pada semua makanan dari sel, yakni makanan dari tanaman (sayur, buah,

kacang-kacangan) atau pun hewan (daging, jeroan, ikan sarden). Asam urat

sebagian besar dieksresi melalui ginjal dan sebagian kecil melalui saluran cerna

(Nucleus, 2011).

Asam urat pada serum normal pada laki-laki adalah 5,1 1.0 mg/dl dan

pada perempuan adalah 4,0 1.0 mg/dl. Nilai ini akan meningkat sampai 9-10

mg/dl pada seseorang dengan gout (Price dan Wilson, 2005). Sedangkan pada

mencit normal kadar asam uratnya adalah 0,5-1,4 mg/dl dan mencit dikatakan

hiperurisemia jika kadar asam uratnya berkisar antara 1,7-3,0 mg/dl (Muhtadi,

dkk., 2012). Manusia memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari hewan

mamalia lain karena manusia tidak memiliki enzim urikase, yaitu enzim yang

menguraikan asam urat menjadi allantoin yang mudah larut (Katzung, 2002).

2.3.1 Metabolisme Asam Urat

Nukleotida purin yang utama pada manusia adalah adenosine monofosfat

(AMP) dan guanosin monofosfat (GMP). Kedua nukleotida tersebut akan dipecah

menjadi bentuk nukleosida oleh fosfomonoesterase menjadi adenosine dan

guanosin. Adenosine akan mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim

adenosine deaminase. Fosforilasi ikatan N-glikosinat inosin dengan guanosin

dikatalis oleh nukleosida purin fosforilase sehingga akan dilepaskan senyawa

ribose-1-fosfat dan basa purin. Setelah itu, hipoxantin dan guanin membentuk

10
xantin yang masing-masing dikatalis oleh enzim xantin oxidase dan guanase.

Xantin yang terbentuk akan kembali dikatalisis oleh xantin oxidase menjadi asam

urat (Murray, dkk., 2003).

2.3.2 Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat

darah di atas normal. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kadar asam urat

dalam darah serta merupakan faktor penyebab terjadinya hiperurisemia adalah

sebagai berikut:

a. Peningkatan produksi asam urat (overproduction)

i. Penyebab primer yaitu terjadi peningkatan aktivitas phosporibosyl

pyrophosphate synthetase (PRPP synthetase) akan meningkat

menyebabkan peningkatan PRPP yang merupakan kunci sintesa purin dan

terjadi defisiensi hypoxantine guanine phosporibosyl transferase (HGPRT)

akan meningkatkan metabolisme guanin dan hipoxantin menjadi xantin.

ii. Penyebab sekunder adalah terjadi peningkatan asupan purin, konversi asam

nukleat meningkat, penguraian ATP meningkat.

b. Penurunan eksresi asam urat (underproduction)

Hal ini dapat terjadi karena penyebab primer dan penyebab sekunder yaitu

berupa insufiensi ginjal, terjadi inhibisi pengeluaran asam urat, dan peningkatan

reabsorbsi tubular (Gaw, dkk., 2011).

2.3.3 Gout

Gout adalah penyakit metabolik yang ditandai arthritis akut berulang

karena endapan kristal asam urat di persendiaan dan tulang rawan. Istilah gout

digunakan untuk menggambarkan keadaan penyakit yang berkaitan dengan

11
hiperurisemia. Gout adalah diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah

kondisi biokimia (Mariani, dkk., 2012). Gout dapat bersifat primer dan sekunder.

Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang

berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan

karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang

berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu (Price

dan Wilson, 2005).

Terdapat empat tahap perjalanan klinis gout yang tidak terobati, yaitu:

a. Tahap hiperurisemia asimtomatik

Pada tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari

peningkatan kadar asam urat serum. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia

asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.

b. Tahap arthritis gout akut

Serangan gout akut terjadi ketika kristal urat mulai terbentuk pada cairan

sinovial. Pada tahap ini gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang

akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Keluhan berupa nyeri,

bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistem berupa demam, menggigil dan

merasa lelah.

c. Tahap interkritis

Tahap interkritis merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana secara

klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada cairan sendi masih

ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus

berlangsung progesif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa tahun sampai 10

12
tahun tanpa serangan akut dan tanpa tata laksana yang adekuat akan berlanjut ke

stadium gout kronik.

d. Tahap gout kronik

Pada tahap ini terjadi kerusakan persendian dan bahkan persendian

mengalami kehancuran total oleh adanya deposit kristal asam urat, terjadi

kerusakan yang ekstensif dan permanen (Price dan Wilson, 2005).

2.4 Obat Antihiperurisemia

Berikut ini adalah golongan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi

kondisi hiperusemia:

a. Golongan urikosurik

Golongan urikosurik yaitu golongan obat yang dapat meningkatkan

eksresi asam urat. Obat-obat ini bekerja dengan cara menghambat

reabsorbsi asam urat di tubulus ginjal sehingga peningkatan eksresi asam

urat melalui urin. Oleh karena itu, fungsi ginjal yang baik, sangat

mendukung mekanisme kerja obat golongan ini. Probenesid dan

sulfinpirazon adalah contoh obat golongan urikosurik (Katzung, dkk.,

2002).

b. Golongan urikostatik

Golongan urikostatik yaitu golongan obat yang dapat menghambat

pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja dengan menghambat

pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja dengan menghambat

aktivitas enzim xantin oksidase yang berperan dalam metabolisme

hipoxantin menjadi xantin menjadi asam urat. Berdasarkan mekanisme

13
tersebut, produksi asam urat akan berkurang dan produksi xantin dan

hipoxantin meningkat dan dibuang melalui ginjal (Dipiro, 1997).

Allopurinol adalah satu-satunya obat golongan urikostatik yang

digunakan sampai saat ini. Allopurinol dan metabolitnya oksipurinol

(alloxantine) merupakan inhibitor xantin oksidase dan mempengaruhi

perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat.

Allopurinol juga menurunkan konsentrasi intraseluler PRPP. Oleh karena

waktu paruh metabolitnya panjang, allopurinol cukup diberikan satu kali

sehari. Dosis awal untuk allopurinol adalah 100 mg sehari, dosis

allopurinol dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari tergantung pada respon

kadar asam urat. Efek samping pada pemakaian allopurinol yaitu terjadi

gangguan gastrointestinal termasuk mual, muntah dan diare, terjadi reaksi

alergi, toksisitas hati, neuritis perifer dan lain-lain (Katzung, dkk., 2002).

Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol dapat dilihat pada

Gambar 2.1

Keterangan :
= menghambat

Gambar 2.1 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol


(Katzung, dkk., 2002)

14
2.5 Kalium Oksonat

Kalium oksonat merupakan salah satu penginduksi hiperurisemia pada

hewan pengerat, dan biasanya diberikan dengan cara injeksi intraperitonial.

Kalium oksonat bekerja dengan cara menghambat enzim urikase. Enzim tersebut

dapat mengurai asam urat menjadi allantoin yang dapat larut dalam air. Jika enzim

tersebut dihambat maka akan terjadi penumpukan asam urat pada hewan uji

(Wanatabe, dkk., 2006). Metabolisme asam urat menjadi allantoin dan mekanisme

kerja kalium oksonat dalam menghambat enzim urikase dapat dilihat pada Gambar

2.2.

Enzim Urikase

Kalium Oksonat

Asam Urat Allantoin

Keterangan : Menghambat
Menguraikan
Terurai

Gambar 2.2 Mekanisme kerja kalium oksonat dalam menghambat enzim


urikase (Mazzali, dkk., 2001)

15

Anda mungkin juga menyukai