Anda di halaman 1dari 19

SIFILIS

I. PENDAHULUAN

Sifilis adalah suatu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh


Treponema pallidum yang bersifat kronis dan melibatkan sistemik. Penyakit
ini juga merupakan salah satu penyakit yang mempunyai banyak bentuk
gambaran klinis sehingga disebut the great imitator.(1,2,3) Penyakit ini
menular dengan cara kontak langsung dengan lesi selama stadium dini
ataupun sekunder, dalam uterus melalui sawar plasenta, atau selama
(1,3)
persalinan ketika bayi melewati jalan lahir yang telah terinfeksi. Sifilis
biasanya ditularkan melalui kontak seksual dengan lesi sifilis atau cairan
tubuh, transplasenta dari ibu ke janin dan yang lebih jarang melalui transfusi
darah atau inokulasi yang tidak sengaja jarum suntik.(1,4,5)

II. EPIDEMOLOGI

Sifilis tersebar di seluruh dunia. Dilaporkan sifilis mencapai insiden


tertinggi di negara barat pada saat perang dunia II, tetapi segera menurun
setelah ditemukannya penisilin, penyuluhan masyarakat, pengawasan
prostitusi dan penggunaan kondom. Demikian juga dengan makin
meningkatnya prevalensi HIV maka terjadi perubahan pada perilaku seksual
laki-laki homoseksual, sehingga sifilis berkurang pada kelompok ini.(1,4)

Sifilis adalah penyakit yang terutama menyerang daerah metropolitan.


Penyakit ini masih banyak di negara-negara berkembang, dan di beberapa
negara di Amerika Utara, Asia, dan Eropa terutama Eropa Barat.(4) Di
Amerika Serikat jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak lebih dari 36.000
kasus pada tahun 2006.(4) Penyakit ini terbanyak pada usia 20-29 tahun. (2) Di
Amerika kasus sifilis kongenital yang ditemukan pada bayi di atas 1 tahun
pada tahun 2008 ialah 10,1 dari 100.000 populasi.(6)

1
III. ETIOLOGI

Penyebab sifilis adalah Treponema pallidum yang ditemukan oleh


Schaudin & Hoffmann pada tahun 1905 dan awalnya disebut sebagai
Spirochaeta pallidum.(1,4,5) Genus Treponema masuk dalam ordo
Spirochaeta. Treponema pallidum hanya patogen pada manusia dan
organisme ini sulit untuk tumbuh in vitro. (1,4,5) Treponema pallidum adalah
bakteri gram negatif, berbentuk spiral dengan dinding sel yang fleksibel,
helically coiled. Berukuran panjang 6-15 mikrometer dan lebar 0,10-0,18
mm berujung runcing dimana terdapat 6-14 gulungan spiral yang teratur
dengan jarak 1 mm. Bila difiksasi, spiral-spiral tersebut tampak seperti
gelombang. Secara in vitro diperkirakan replikasi membutuhkan waktu 33
jam.(1,4,7)

Manusia adalah host alami untuk Treponema pallidum dan juga


sebagai vektor. Treponema pallidum untuk pertumbuhannya membutuhkan
sel kultur jaringan, lingkungan yang mikroaerob dan komponen serum. Hal
ini membuatnya bersifat parasit dan cepat mati bila berada di luar host. Bila
berada di luar tubuh dalam tempat lembab yang gelap dapat bertahan tidak
lebih dari 2 jam, tidak seperti kuman gram negatif lainnya, membran luar
Treponema pallidum kurang mengandung lipopolisakarida dan lebih rentan
untuk dirusak oleh manipulasi fisik (sentrifugasi, pencucian, inkubasi in
vitro) dan deterjen. Kontak dengan udara, antiseptik, dan sinar matahari juga
akan membunuh mikroba ini.(1,4,8) Selain karena motilitasnya yang
disebabkan karena bentuk spiralnya dan adanya flagela yang terletak di
periplasma, virulensinya juga disebabkan karena adanya protein membran
luarnya yang membuatnya mampu untuk melekat pada sel host. Selain
organisme ini menghasillkan hyaluronidase yang akan menyebabkan
infiltrasi perivaskular, juga terbungkus oleh fibronectin sel host yang akan
melindunginya dari fagositosis. Pembungkus luar mengandung protein
transmembran dalam jumlah sedikit yang akan merangsang terbentuknya

2
antibodi spesifik sehingga organisme ini dapat lebih mudah menghindari
reaksi imun. (1,4,5)

IV. PATOGENESIS

Pada stadium primer, Treponema pallidum masuk melalui kontak


seksual ke membran mukosa yang lembab atau melalui lesi kulit, kemudian
melekat di sel host dan mulai memperbanyak diri. Perlekatan Treponema ke
berbagai jenis sel diduga karena interaksi dengan fibronectin atau sel host
lainnya. Dengan adanya motilitas cork-screw organisme ini dapat memberi
jalannya melalui jaringan, dan menembus sel epitel dan endotel juga
jaringan konektif dan lapisan otot. Faktor kemotaktik menarik neutrofil ke
tempat inokulasi. Pada chancre yang kronik, netrofil diganti oleh limfosit.
Sel lain yang terdapat dalam infiltrat adalah makrofag dan sel plasma.
Limfosit mensekresi limfokin yang menarik dan mengaktifkan makrofag
yang akan memfagosit dan menghancurkan organisme. Namun tidak semua
organisme yang difagosit dapat dihancurkan dan beberapa dapat lepas dari
fagositosis.(1,8,9) Dalam beberapa jam setelah inokulasi, sejumlah Treponema
keluar dari daerah inokulasi dan dibawa ke kelenjar limfe regional.
Organisme tersebar ke beberapa organ dan jaringan melalui sirkulasi dan
keluar melalui sel endotel. Di kelenjar limfe dan limpa, organisme ini
merangsang terbentuknya antibodi. Respon humoral terbentuk dan antibodi
terhadap Treponema pallidum dapat dideteksi pada saat atau segera setelah
timbulnya chancre.(1,5)

Kombinasi respon imun humoral dan cell-mediated tampaknya dapat


mengeliminasi organisme, menyebabkan berakhirnya stadium primer.
Namun walaupun berjuta-juta Treponema dapat dihancurkan oleh respon
imun host, beberapa organisme dapat lolos dan menyebabkan infeksi kronis.
Beberapa mekanisme telah dikemukakan untuk persistensi Treponema
ini(1,5): Permukaan sel Treponema yang bersifat antigenik lemah, yang
diakibatkan oleh karena ia terbungkus protein serum host dan kurangnya

3
protein pada membran luar Treponema; Lokasinya yang intraseluler atau
menetapnya Treponema di suatu tempat yang imunoprotektif, misalnya di
susunan saraf pusat, mata, aorta, tulang, kelenjar limfe atau perilimfe telinga
tengah; Adanya subpopulasi Treponema yang resisten terhadap fagositosis
yaitu dengan adanya lapisan tipis mukopolisakarida di dinding selnya;
Penurunan dini dari respon imun lokal host.(1,5) Organisme ini berproliferasi
kembali dan penyakit menjadi generalisata dan sistemik (stadium sekunder)
dimana level antibodi meningkat sebagai respon terhadap organisme yang
berjumlah banyak tersebut. Pada saat ini timbul resistensi terhadap infeksi
baru. Hipersensitivitas tipe lambat terhadap Treponema pallidum pada saat
ini berkurang tanpa diketahui penyebabnya. Supresi imunitas cell-mediated
ini menyebabkan proliferasi organisme walaupun level antibodi meningkat,
dan membentuk kompleks imun. Peran komplemen di sini sangat penting
karena terdapat bukti bahwa komplemen memperkuat ikatan antibodi dan
komplemen dapat melisiskan membran luar Treponema dan membuka
protein antigenik yang tertutup.(4,7)

Pada stadium laten tidak terdapat gejala klinis tetapi deteksi antibodi
spesifik terhadap Treponema pallidum tetap positif, menunjukkan organisme
ini masih ada, khususnya di limpa dan kelenjar limfe.(5,7) Stadium tertier atau
lanjut yang terjadi kira-kira sepertiga kasus dianggap sebagai akibat
berkurangnya respon imun host. Treponema menyerang susunan saraf pusat,
sistem kardiovaskuler, mata, kulit, dan organ dalam lainnya, menimbulkan
kerusakan oleh karena sifat invasifnya serta inflamasi dan merangsang
respon hipersensitivitas tipe lambat dari host.(5,7) Gumma adalah suatu lesi
destruktif yang biasanya terjadi di kulit, tulang, atau viseral yang merupakan
hasil respon hipersentivitas tipe lambat terhadap antigen Treponema.
Biasanya hanya terdapat sedikit Treponema di lesi ini.(8,9) Patogenesis sifilis
kongenital masih kontroversi sampai sekarang. Seperti yang kita ketahui
infeksi pada janin dari ibunya yang sifilis tidak terjadi sebelum 4 bulan
kehamilan karena Treponema dari sirkulasi maternal tidak dapat melewati

4
lapisan sel Langhans pada plasenta. Namun mungkin juga Treponema dapat
lewat dari ibu ke janin sebelum bulan kelima kehamilan tetapi perubahan
patologis yang klasik tidak timbul sebelum bulan kelima kehamilan.
Perubahan patologis pada sifilis kongenital sama dengan pada sifilis akuisita
kecuali tidak adanya stadium primer atau stadium chancre. Sifilis kongenital
ditandai dengan gejala yang meluas karena infeksi melibatkan plasenta dan
penyebaran secara hematogen pada janin.(4,8)

V. KLASIFIKASI
A. SIFILIS AKUISITA
1. Sifilis Primer
2. Sifilis Sekunder
3. Sifilis Laten
4. Sifilis Tertier :
- Sifilis Lanjut Benigna
- Sifilis Kardiovaskuler
- Neurosifilis
B. SIFILIS KONGENITAL
1. Sifilis Kongenital Dini
2. Siffilis Kongenital lanjut
3. Stigmata

VI. GAMBARAN KLINIS


A. SIFILIS AKUISITA
1. Sifilis Primer

Setelah inokulasi Treponema pallidum, pada tempat inokulasi


akan timbul makula eritem yang akan menjadi papul biasanya dalam
10-90 hari. Papul ini dalam beberapa hari membesar sehingga mencapai
ukuran 0,5-1,5 cm dan akan berulserasi menjadi chancre tipikal dari
sifilis primer dalam 3-12 minggu. Chancre berbentuk bulat atau oval
berukuran 1-2 cm dengan tepi berbatas tegas, teratur, meninggi, dan
berindurasi. Dasar ulkus berwarna daging (ham-colored), licin, bersih
tanpa eksudat dan dapat tertutup pengelupasan berwarna keabu-abuan.
Tepi dan dasar lesi pada palpasi mempunyai konsistensi seperti
kartilago. Lesi tidak terasa sakit kecuali bila terdapat komplikasi trauma
atau impetiginisasiEffloresensi :Papul-papul pada port dentry yang

5
dengan cepat mengalami erosi, umumnya kemudian menjadi ulkus
(ulkus durum) Sifat ulkus : bulat, soliter, dasar berupa jaringan
granulasi merah dan bersih, dinding tidak bergaung, indolen, teraba
indurasi, tidak ada tanda radang akut, dan hanya tampak serum
diatasnya.(4,10)

Pada laki-laki chancre biasanya terdapat pada preputium, sulkus


korona, glans, atau frenulum. Tetapi dapat pula pada intrauretra, batang
atau dasar penis atau di skrotum. Pada perempuan paling sering di
labia, dapat pula di fourchette, uretra, atau perineum. Sebenarnya
serviks juga merupakan tempat yang sering terinfeksi, tetapi karena
lesi tidak terlihat dan tidak sakit sehingga jarang terdeteksi. (5,7) Chancre
ekstragenital makin sering terjadi dengan meningkatnya oral seks.
Duapertiga chancre ekstragenital terdapat pada leher ke atas, terutama
pada bibir dan rongga mulut. Sedangkan sisanya pada jari, payudara,
badan, perut, dan ekstremitas. Empat sampai sepuluh persen sifilis
primer ekstragenital adalah chancre anorektal, yang biasanya tidak
disadari.(5,7)

(Gambar Sifilis Primer)


2. Sifilis Sekunder
Gambaran klinis sifilis sekunder biasanya timbul 4-12 minggu
setelah terjadi sifilis primer dan tidak selalu sama tetapi dapat
dikelompokkan dalam 3 sindrom yaitu sindrom yang menyerupai
influenza, limfadenopati, dan lesi kulit. Pada awal stadium ini
penderita mengeluhkan gejala yang menyerupai influenza yaitu sakit

6
kepala, lakrimasi, sekret hidung.(1,4) Bentuk dermatologis adalah
eritema makular, berbintik-bintik atau berbercak-bercak, warnanya
merah tembaga, bentuknya bulat atau lonjong. Lokalisasinya
generalisata dan simetrik. Gejalanya mirip dengan eksantema karena
timbulnya cepat dan menyeluruh.(1,4) Bentuk lesinya dapat juga berupa
papul. Papul tersebut dapat berskuama yang terdapat di pinggir
(koleret) dan disebut papulo-skuamosa.(1,4) Bentuk lain ialah
kondilomata lata, terdiri atas papul-papul lentikular, permukaannya
datar, sebagian berkonfluensi, terletak pada daerah lipatan kulit; akibat
gesekan antar-kulit permukaannya menjadi erosive, eksudatif, sangat
menular. Tempat predileksinya di lipatan paha, skrotum, vulva,
perianal, di bawah mamma, dan antar jari kaki.(1,5)

(Gambar Sifilis Sekunder)

3. Sifilis Laten
Laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan tetapi infeksi
masih ada dan aktif. Tes serologik darah positif, sedangkan tes likuor
serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA.
(5,7)

4. Sifilis Tertier

7
(Gambar Sifilis Tertier)

a. Sifilis lanjut benigna


Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh
tahun setelah stadium pertama. Kelainan yang khas ialah gumma,
yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan
destruktif.(7,8) Besar gumma bervariasi dari lentikular sampai
sebesar telur ayam. Kulit di atasnya mula-mula tidak menunjukkan
tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan. Setelah beberapa
bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda
radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta
(7,8)
melekat terhadap gumma tersebut. Selain gumma, kelainan
yang lain adalah nodus. Mula-mula di kutan kemudian ke
epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu atau
beberapa bulan dan umumnya meninggalkan sikatriks yang
hipotrofi.(7,8)
b. Sifilis kardiovaskular
Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada masa laten 15-30
tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insidens pada pria
lebih banyak tiga kali daripada wanita.(1,4) Pada dinding aorta
terjadi infiltrasi perivaskular yang terdiri atas sel limfosit dan sel

8
plasma. Endarteritis akan menyebabkan iskemia. Lapisan intima
dan media juga dirusak sehingga terjadi pelebaran aorta yang
menyebabkan aneurisma.(4,5) Aortitis yang tersering ialah yang
mengenai aorta asendens, katup mengalami kerusakan sehingga
darah mengalir kembali ke ventrikel kiri. Aortitis juga sering
mengenai arteri koronaria dan menyebabkan iskemia miokardium.
(11)

c. Neurosifilis
Neurosifilis lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada
orang kulit berwarna, juga lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita.(1,4) Infeksi terjadi pada stadium dini. Sebagian besar kasus
tidak memberi gejala. Pada sejumlah 20-37% kasus terdapat
kelainan likuor serebrospinalis, sebagian kecil di antaranya dengan
kelainan meningeal.(1,5) Gejalanya dapat berupa nyeri kepala,
konvulsi lokal atau umum, papil nervus optikus sembab, gangguan
mental, gejala-gejala meningitis basalis dengan kelumpuh saraf-
saraf otak, atrofi nervus optikus, gangguan hipotalamus, gangguan
pyramidal, gangguan miksi dan defekasi, stupor, atau koma.
Bentuk yang sering dijumpai ialah endarteritis sifilitika dengan
hemiparesis karena penyumbatan arteri otak.(12,13)

B. SIFILIS KONGENITAL

9
(Sifilis Kongenital)

Sifilis kongenital pada bayi terjadi jika ibunya terkena sifilis, terutama
sifilis dini sebab banyak Treponema pallidum beredar dalam darah.
Treponema masuk secara hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah
dapat terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu.(1,4)
Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini
(prekoks), sifilis kongenital (tarda), dan stigmata.(1,4)
a. Sifilis kongenital dini
Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah
bulla, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada
tempat lain di badan. Cairan bulla mengandung banyak Treponema
pallidum. Bayi tampak sakit. Bentuk ini adakalanya disebut pemfigus
sifilitika.(4,5) Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur

10
beberapa minggu dan mirip erupsi, pada umumnya berbentuk papul
atau papulo-skuamosa yang simetris dan general. (5,7)
b. Sifilis kongenital lanjut
Manifestasi klinis timbul setelah bayi berumur 2 tahun tetapi
jarang timbul setelah berumur lebih 30 tahun. Tanda klinik yang
karakteristik berupa keratitis interstisial tetapi tanda klinis lain pada
umumnya tidak spesifik. Pada stadium ini sifilis bersifat tidak menular
dan tidak infeksius. (1,8)
c. Stigmata
Pada gigi timbul Mulberry atau Moons molars pada 65%
penderita, gigi molar selalu tidak utuh karena mudah timbul karies
dentis. Di daerah perioral dapat timbul jaringan parut linier disebut
ragades.(1,7) Pada lesi yang lanjut, pada kornea dapat timbul corneal
clouding (syphilitic nebulae) dan glaukoma. Di tulang terjadi penebalan
bagian tengah tulang tibia akibat periotitis disebut saber shins. Jika
timbul periostitis di bagian frontal dan parietal tulang dapat
menyebabkan penebalan di bagian dahi yang disebut frontal bosing of
Parrot. Karena adanya invasi Treponema pallidum di gigi
menyebabkan gangguan pertumbuhan berupa gigi incisivus kecil
berbentuk seperti obeng dan tepi ginggiva lebar, keadaan ini disebut
Hutchinsons teeth.(4,5)

VII. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding pada sifilis primer adalah sebagai berikut. :

11
Herpes simpleks : lesi berupa vesikel di atas kulit yang eritematosa
dan berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering
berkonfluensi dan tidak terdapat indurasi.

(Gambar Herpes simpleks)

Limfogranuloma venerum: adanya limfadenitis regional dan disertai


tanda-tanda radang akut. Lesi primer papul kecil tdk nyeri atau vesikel
(herpetiformis) penis, fourchette, dinding vagina posterior, sulkus
koronarius atau serviks . Lesi cepat menjadi ulkus, tidak nyeri, membaik
tanpa pembentukan parut, biasanya disertai dengan limfangitis lokal . (1,4,5)

12
(Gambar Limfogranuloma venerum)

Ulkus mole: ulkus lebih dari satu, disertai tanda-tanda radang akut,
terdapat pus, dan dindingnya bergaung. Ulkus chancroid dalam, tepi
tidak rata (ireguler), ukuran bervariasi (1-2 mm smp bbrp cm), bentuk bulat
(1,4,5)
atau oval, irreguler, dasar ulkus purulen.

(Gambar Ulkus Molle)

Berbagai penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan sifilis


sekunder adalah sebagai berikut.

Erupsi obat alergik: pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi


karena obat. .(1,4,5)

13
.

(Gambar Erupsi Obat Alergi)

Morbili: disertai gejala konstitusi yaitu tampak sakit dan demam


serta tidak disertai pembesaran kelenjar getah
bening,pruritus,cought,conjungtivitis,chorea,koplik spot.(1,4,5)

(Gambar Morbili)

Ptiriasis rosea: banyak bercak eritematous dengan skuama halus dan


tidak terdapat limfadenitis generalisata seperti pada sifilis sekunder. (1,4,5)

14
(Gambar Ptiriasis Rosea)

Kondiloma akiumatum: permukaan papul runcing tidak seperti


kondiloma lata pada sifilis sekunder yang mempunyai papul yang datar.(1,4,5)

(Kondiloma Akiumatum)

15
Kelainan kulit yang utama pada sifilis tertier ialah gumma. Gumma
juga terdapat pada penyakit lain: tuberkulosis, frambusia, dan mikosis
profunda. Perlu ditanyakan pada anamnesis, apakah penderita tersangka
menderita sifilis primer atau sekunder. Pemeriksaan hispatologi sangat
membantu diagnosis sifilis tertier.(1,5)

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yangd dapat membantu menegakkan diagnosis


ialah:

a) Pemeriksaan T.Pallidum
Cara pemeriksaan adalah dengan mengambil serum dari lesi
kulit dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan mikroskop
lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut jika
hasil pemeriksaan I dan II negatif. Sementara itu lesi dikompres
dengan larutan garam faal. Bila negatif bukan selalu berarti
diagnosisnya bukan sifilis, mungkin kumannya terlalu sedikit.
Treponema tampak berwarna putih pada latar belakang gelap.
Pergerakannya memutar terhadap sumbunya, bergerak perlahan-lahan
melintasi lapangan pandangan, jadi tidak bergerak cepat seperti
Borrelia vincentii penyebab stomatitis.(1,5)
b) Tes VDRL
Pada tes VDRL (Veneral Disease Research Laboratory)
merupakan salah satu tes nonTreponemal yang bertujuan untuk
mendeteksi antibodi IgM dan IgG pada serum penderita.(4) Pada tes ini
digunakan antigen non spesifik yaitu kombinasi kardiolipin, lesitin,
dan kolesterol.(1) Antigen ini bersatu dengan antibodi di serum

16
penderita yang dicurigai terinfeksi T. pallidum dan membentuk
gumpalan yang dapat dilihat di mikroskop flokulasi antigen-antibodi.
(4)
Titer antibodi ini berhubungan dengan keadaan penyakit yang
diderita. Titer yang tinggi ( 1:32) menunjukkan sifilis yang aktif.(1,5)
c) Tes TPHA
Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
merupakan tes untuk mengukur antibodi dalam serum penderita yang
spesifik dengan protein permukaan Treponema pallidum. Protein
tersebut dilekatkan pada eritrosit kelinci sebagai karier antigen. Jika
terjadi kompleks antigen-antibodi menandakan bahwa penderita
mempunyai sifilis yang aktif.(5)
IX. PENATALAKSANAAN

Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin G benzatin. Obat tersebut


dapat digunakan untuk semua stadium sifilis. Pasien dengan sifilis primer,
sekunder, atau sifilis laten dini dapat diberikan injeksi penisilin G benzatin
2,4 juta unit secara intramuskular.(4,5) Sebernarnya penisilin bukan
merupakan satu-satunya obat untuk Treponema akan tetapi penisilin mudah
dipakai, mempunyai sedikit efek samping, dan relatif terjangkau. (1) Pada
penderita yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan tetrasiklin oral
500mg empat kali sehari; doksisiklin oral 100mg dua kali sehari atau
ceftriaxon 1gr intramuskular.(8) Azitromisin juga dapat digunakan untuk
mengobati sifilis. Menurut penelitian Felipe T dkk, azitromisin 2 gram dosis
tunggal sama efektifnya dengan 2,4 juta unit penicillin benzatine. (1,15) Obat
alternatif di atas tidak direkomendasikan untuk penderita yang terkena
infeksi HIV dan sifilis dini. Terapi pada anak yang terbukti dan dicurigai
menderita sifilis adalah penisilin G benzatin 50.000 UI/kgBB sampai 2,4
juta UI secara intramuskular.(8)

Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi Jarish-


Hexheimer. Penyebab pasti reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan
oleh hipersensitivitas akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T.
pallidum yang mati. Dijumpai sebanyak 50-80% pada sifilis dini. Pada

17
sifilis dini dapat terjadi setelah enam sampai dua belas jam pada suntikan
penisilin yang pertama.(1,4) Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala
umum bisanya hanya ringan berupa sedikt demam. Selain itu dapat pula
berat: demam yang tinggi nyeri kepala, atralgia, malasie, berkeringat dan
kemerahan pada muka. Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak
karena edema dan infiltrasi sel dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan
menghilang 10 sampai 12 jam.(1,4,7)

Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati,


dan selama belum sembuh penderita dilarang bersenggama. Pengobatan
dimulai sedini mungkin, makin dini hasilnya makin baik. Pada sifilis laten
terapi bermaksud mencegah proses lebih lanjut.(1,2,3)

X. ERIDIKASI
Sebaiknya menghindari seks diluar nikah dan berganti-ganti pasangan.serta
saling setia anatara suami istri. (1,4,5)
XI. PROGNOSIS
Prognosis untuk penderita sifilis primer danj sekunder adalah sangat
baik karena Treponema pallidum masih berespon terhadap penicillin.
Namun pada penderita sifilis tertier, masih meragukan walaupun banyak
yang sembuh dengan terapi antibiotik.(9)
Setelah pengobatan untuk sifilis laten dini, gumma sembuh secara
perlahan-lahan dalam beberapa bulan, tergantung dari luasnya jaringan yang
rusak. Gumma pada daerah otak dan medulla spinalis harus dieksisi.(1)
Pada 414 wanita hamil yang menderita sifilis primer yang mendapat
pengobatan penisilin, hanya 5% dari kelahiran bayi mereka yang menderita
sifilis kongenital.(1)

18
XII. DAFTAR PUSTAKA
1. Sanchez MR. Syphilis. In: Wolff K, Goldsmith LA, et al. Editors.
Fitzpatricks Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: Mc.
Graw Hill, 2008: 1955-77.
2. Dugdale DC, Vyas JM Syphilis: Medlineplus-U.S National Library of
Medicine. [online]. [cited 2011 November 27]: [3 screens]. Available
from: URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ syphilis.html.
3. Anonym. Sexually Transmitted Disease (STDs): Syphilis-CDC Fact
Sheet. [online]. [cited 2011 November 27]: [5 screens]. Available from:
URL: http://www.cdc.gov/std/syphilis/stdfact-syphilis.htm.
4. Morton RS, Kinghorn GR, Vegas FK. The Treponematoses. In: Burns,
Tony, Stephen B, et al Editors. Rooks Textbook of Dermatology 7th ed.
Massachusetts: Blakwell Publishing Inc, 2004: 1371-96.
5. Callen PJ, Horn TD. Syphilis. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP
Editors. Dermatology 2nd Volume 1. Philadelphia: Elsevier Inc, 2008;
12(81): 2134-56.
6. Su JR, Berman SM, Weinstock HS. Congenital Syphilis United States,
2003-2008. Morbidity and Mortality Weekly Report. CDC 2010: 54(14);
413-17.
7. Habif, TP. Syphilis. In: Habif, Thomas P Editors. Clinical Dermatology
A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4 th ed. Edinburgh: Mosby
Inc, 2004: 315-24.
8. Grekin RC, Neuhaus IM. Syphilis, Yaws, Bejel, and Pinta. In: James
WD, Berger TG, Elston DM Editors. Andrews Disease of the Skin
Clinical Dermatology 10th. Philadelphia: Elsevier Inc, 2006: 353-64.
9. Diaz, Maria M, Richard H Sinert. Syphilis eMedicine Emergency
Medicine. [online]. [cited 2011 November 27]: [22 screens]. Available
from: URL: http://emedicine.medscape.com.
10. Ramoni, Stefano, et al. Syphilitic Chancre of the Mouth: Three Cases.
Acta Derm Venereol 2009; 89: 648-9.
11. Saraiva, Roberto S, et al. Syphilitic Aortitis: diagnosis and treatment -
Case Report. Rev Bras Cir Cardiovasc 2010; 25(3): 415-18
12. Milger K, Fleig V, Kohleberg A. Discher T, Lohmeyer J. Neurosyphilis
manifesting with unilateral visual loss and hyponatremia: case report.
BMC Infectious 2011, 11:17.
13. Vaitkus A, Krasauskaite E, Urbonaviciute I. Meningovascular
neurosyphilis: a report of stroke in a young adult. Lithuania: Medicina
(Kaunas) 2010; 46(4): 282-5
14. Radolf JD, Bolan G, Park IU. Discordant Result from Reverse Sequence
Syphilis Screening Five Laboratories, United State, 2006-2010. CDC
2011; 60(05):133-7.
15. Aires FT, Romulo PS, Wanderley MB. Efficacy of Azitromycin on the
Treatment of Syphilis. Assoc Med Bras 2010; 56(5): 496

19

Anda mungkin juga menyukai