Anda di halaman 1dari 17

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN TUKAK PEPTIK

DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO


KLATEN TAHUN 2014

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

NUR ALFIAWATI
K100110090

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2015

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN TUKAK PEPTIK


DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO
KLATEN TAHUN 2014

EVALUATION USING DRUG IN PATIENTS WITH PEPTIC ULCER


DISEASE IN RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN 2014

Nur Alfiawati*, dan Nurul Mutmainah


Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Jl A Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102
*E-mail: nuralfiawati@gmail.com

ABSTRAK

Tukak peptik merupakan penyakit akibat gangguan pada saluran gastrointestinal atas yang disebabkan sekresi
asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung. Rokok, minuman beralkohol, NSAID, dan H. pylory
merupakan beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyakit tukak. Tujuan dilakukannya penelitian ini
yaitu untuk mengetahui gambaran dan kerasionalan terapi penggunaan obat pada pasien tukak peptik di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan bersifat non eksperimental, dilakukan secara
retrospektif, yaitu dengan melakukan penelusuran catatan pengobatan dalam data rekam medis pasien tukak
peptik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014. Teknik sampling
dilakukan secara purposive sampling. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang mengevaluasi
kerasionalan pengobatan tukak peptik.
Dari 25 pasien menunjukkan bahwa obat-obat tukak peptik yang digunakan yaitu omeprazol (68%),
lansoprazol (28%), ranitidin (56%), sukralfat (56%), dan antasida (4%). Hasil analisis dari parameter tepat
indikasi, tepat obat, tepat pasien, dan tepat dosis berdasarkan standar literatur Pharmacotheraphy A
Pathopshyologic Approach 7th Edition tahun 2008, diperoleh tepat indikasi sebesar 100%, tepat obat 88%,
tepat pasien 76%, dan tepat dosis 4%.

Kata kunci: tukak peptik, kerasionalan terapi, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

ABSTRACT

Peptic ulcer disease is a diseasecaused by upper gastrointestinal tract disorders, because secretion
of acid and pepsin are excess by gastric mucosa.Cigarette, alcohol, NSAID, and H.pylori are factors that can
lead peptic ulcer. This study was aimed to know about describing and rationality of treatment in patients
with peptic ulcer diseaseat RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten 2014.
This research was qualitative design and non-experimental, and it was done by tracing on history
record of patients with peptic ulcer disease at RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten 2014. Sampling
technique was done by purposive sampling. The data was descriptively analized to evaluate
rationalitytreatment of peptic ulcer.
From 25 patients showed that the drugs used of peptic ulcerwere omeprazol (68%), ranitidine
(56%), sucralfate (56%). The result of right indication, right drugs, right patient, and right dosage based on
the standard literature Pharmacotheraphy A Pathopshyologic Approach 7th Edition 2008, acquired right
indication was 100%, the right drugs was 100%, right patient 76%, and right dosage was 12%.

Key words: peptic ulcer, rational treatment, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

PENDAHULUAN
Tukak peptik merupakan penyakit akibat gangguan pada saluran gastrointestinal
atas yang disebabkan sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa lambung
(Avunduk, 2008). Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab utama tukak lambung,
selain NSAID dan penyebab yang jarang adalah Syndrome Zollinger Ellison dan penyakit
Chron disease(Sanusi, 2011). Bakteri tersebut terdapat di mukosa lambung dan juga
banyak ditemukan pada permukaan epitel di antrum lambung (Hadi, 2013). Studi di
Indonesia menunjukkan adanya hubungan antara tingkat sanitasi lingkungan terhadap
prevalensi infeksi H. pylory dan diperkirakan 36-46,1 % populasi telah terinfeksi H.
pylory(Rani & Fauzi, 2006).
Pengobatan tukak peptik ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien,
menghilangkan keluhan, menyembuhkan tukak, mencegah kekambuhan dan komplikasi
(Sanusi, 2011). Pilihan pengobatan yang paling tepat untuk penyakit tukak peptik
tergantung pada penyebabnya. Terapi kombinasi obat diperlukan untuk penyakit tukak
peptik. Kombinasi dua jenis antibiotik dengan PPI (Proton Pump Inhibitor) atau bismuth
digunakan untuk terapi eradikasi H. pylory, sedangkan kombinasi H2 reseptor antagonis,
PPI atau sukralfat dapat digunakan untuk terapi yang disebabkan NSAID. Penggunaan obat
yang tidak rasional masih sering dijumpai di pusat-pusat kesehatan seperti rumah sakit dan
puskesmas. Ketidaktepatan indikasi, obat, pasien, dan dosis dapat menyebabkan kegagalan
terapi. Gaya hidup yang kurang sehat seperti merokok, konsumsi makanan dan minuman
cepat saji serta minuman beralkohol dapat meningkatkan terjadinya angka kekambuhan
dan komplikasi perdarahan pada saluran cerna, kanker bahkan kematian (Sanusi, 2011).
Menurut Putri (2010), hasil penelitian kerasionalan pengobatan tukak peptik di Instalasi
Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2008 menunjukkan bahwa ketepatan
indikasi sebesar 100%, ketepatan obat 96,43%, ketepatan pasien 100%, dan ketepatan
dosis 64,29%.
Angka kejadian tukak peptik menempati nomor ke-7 dari 10 penyakit terbanyak
diRSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, selain itu adanya kombinasi obat pada terapi
tukak peptik, mendorong penulis untuk meneliti tentang kerasionalan penggunaan obat
penyakit tukak peptik di rumah sakit tersebut. Evaluasi terhadap antibiotik terkait dengan
terapi eradikasi H.pylori tidak dilakukan pada penelitian ini dikarenakan tidak adanya
pemeriksaan identifikasi bakteri tersebut pada data rekam medis. Penyakit tukak peptik
tidak bisa dianggap remeh, sebab dapat menyebabkan kekambuhan, dan komplikasi yang
lebih parah seperti kanker lambung, perdarahan, bahkan kematian. Diharapkan penelitian
2

evaluasi kerasionalan penggunaan obat pada pasien tukak peptik ini dapat menjadi
pertimbangan penting bagi tenaga kesehatan sehingga tingkat kekambuhan, efek samping,
dan komplikasi dapat dicegah, serta keberhasilan terapi dapat dicapai secara optimal.

METODE PENELITIAN
A. Kategori dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan kategori rancangan penelitian kualitatif dan bersifat non
eksperimental. Jenis data dilakukan secara retrospektif, yaitu dengan melakukan
penelusuran catatan pengobatan pasien tukak peptik yang terdapat dalam rekam medis di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014. Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif yang mengevaluasi kerasionalan pengobatan tukak
peptik.Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Pharmacotheraphy A
Pathopshyologic Approach 7th edition tahun 2008, British National Formulary58 tahun
2009 dan Drug Information Handbook 19th Edition tahun 2010.
B. Penentuan Jumlah Sampel
Teknik sampling dilakukan secara purposive sampling, dimana sampel adalah bagian
dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi tersebut yaitu:
1. Pasien terdiagnosa tukak peptik tahun 2014.
2. Pasien tukak peptik yang menjalani rawat inap tahun 2014.
3. Pasien yang mendapat terapi obat tukak peptik.
4. Data pasien lengkap, meliputi nama, umur, jenis kelamin, dan data pemeriksaan
laboratorium (Serum kreatinin, BUN, AST, ALT).
Hasil setelah dilakukan kriteria inklusi diatas dari 45 pasien, hanya 25 pasien yang
memenuhi kriteria tersebut karena data rekam medis pada 20 pasien tidak lengkap, dan
hilang.
C. Analisa Data
Data pasien yang diperoleh dikelompokkan menurut jenis kelamin, umur, dan
terapinya. Kemudian dianalisis secara deskriptif meliputi parameter tepat indikasi, tepat
obat, tepat pasien dan tepat dosis, dimana pemilihan obat (first line dan second line
therapy) disesuaikan dengan Pharmacotheraphy A Pathopshyologic Approach 7th edition
tahun 2008, sedangkan informasi obat (indikasi, kontraindikasi, dosis dan frekuensi
pemberian) disesuaikan dengan British National Formulary 58 tahun 2009 dan Drug
Information Handbook 19th Edition tahun 2010 yang ditinjau dari ketepatan indikasi, obat,
pasien dan dosis.
3

D. Jalannya Penelitian
1. Perijinan penelitian
Perijinan penelitian dilakukan dengan mengajukan surat ijin penelitian dari
Fakultas Farmasi UMS kepada Direktur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang
disertai degnan proposal penelitian.
2. Observasi
Observasi dilakukan dengan mencatat nomor rekam medik pasien melalui unit
bagian rekam medik rumah sakit untuk mengetahui jumlah pasien tukak peptik yang
menjalani rawat inap di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014.
3. Pengambilan data
Pengambilan data dilakukan berdasarkan nomor rekam medik dan informasi
penting lainnya, seperti karakteristik pasien (jenis kelamin, umur, dan data pemeriksaan
laboratorium), diagnosa, terapi pengobatan (dosis, frekuensi pemberian, jenis obat tukak
peptik), dan keadaan klinis pasien.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah pasien terdiagnosa tukak peptik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten tahun 2014 sebanyak 45 pasien. Berdasarkan kriteria inklusi, jumlah
sampel yang dapat diambil yaitu sebanyak 25 sampel.
A. Karakteristik Pasien Tukak Peptik
1. Deskripsi pasien tukak peptik berdasarkan jenis kelamin dan umur
Data diperoleh kasus pada pria sebanyak 15 kasus dengan presentase 60% dan pada
wanita sebanyak 10 kasus dengan presentase 40%. Umur yang paling banyak terkena tukak
peptik yaitu pada umur >61 tahun sebanyak 12 pasien (48 %) (Tabel 1).
2. Deskripsi pasien tukak peptik berdasarkan tanda & gejala penyakit
Dari data yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa pasien di RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro yang mengalami mual sebanyak 17 kasus dengan presentase 68%
dan yang mengalami muntah sebanyak 18 kasus dengan presentase 72%.
3. Deskripsi pasien tukak peptik berdasarkan diagnosis penyakit
Diagnosis pasien di RSUP Dr. Soeradji terdiri atas tukak peptik (18%), tukak
duodenum (4%), tukak stress (12%), gastritis (8%), dan dispepsia (4%). Hasil
menunjukkan bahwa tukak peptik lebih mendominasi daripada tukak stress, tukak
duodenum, gastritis, dan dyspepsia

Tabel 1. Karakteristik Pasien Tukak Peptik di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014

Keterangan Jumlah % (N = 25)


Umur (th)
20-30 2 8%
31-40 5 20%
41-50 3 12%
51-60 3 12%
>61 12 48%
Jenis Kelamin
Pria 15 60%
Wanita 10 40%
Tanda & gejala
Mual 17 68%
Muntah 18 72%
Nyeri ulu hati 8 32%
Berak hitam 2 8%
Diagnosis
Tukak peptik 18 72%
Tukak duodenum 1 4%
Tukak Stress 3 12%
Gastritis 2 8%
Dispepsia 1 4%
Kondisi Keluar
Sembuh dan diijinkan pulang 14 56%
Belum sembuh dan pulang paksa 1 4%
Meninggal dunia 10 40%
Lamanya Perawatan
1-5 hari 13 52%
6-10 hari 6 24%
11-15 hari 3 12%
16-20 hari 2 8%
21-25 hari 1 4%

Penyakit Penyerta
Anemia 6 24%
Hipertensi 4 16%
CHF 4 16%
Stroke 4 16%
Hepatitis Akut 4 16%
Diabetes Mellitus 3 12%
Gagal Ginjal Akut 2 8%
CKD 2 8%
Hiponatremi 1 4%
CVA 1 4%
BPH Sepsis 1 8%
Ca Paru Metastase 1 4%
Hematomesis Melena 1 4%
Depresi 1 4%
Hipotensi 1 4%
Epilepsi 1 4%
Intracerebral Hemorrhagae 1 4%
GERD 1 4%
Lupus 1 4%
Tumor otak 1 4%
Myelodysplasia Syndrome 1 4%
Sepsis Hipoglikemi 1 4%
Sepsis 1 4%
Contusio Cerebri 1 4%

4. Deskripsi pasien tukak peptik berdasarkan lamanya rawat inap & keadaan keluar
Dari data yang diperoleh, keadaan keluar pasien yang sembuh dan diijinkan pulang
yaitu sebanyak 14 pasien dengan presentase sebesar 56%, belum sembuh dan pulang paksa
sebanyak 1 pasien dengan presentase 4%, sedangkan untuk pasien yang meninggal dunia
sebanyak 10 pasien dengan presentase sebesar 40%. Hal ini menunjukkan bahwa lamanya

terapi atau perawatan tidak terlalu mempengaruhi kesembuhan pasien, tetapi keberhasilan
terapi tergantung pada kondisi tiap pasien.
Tabel 2. Deskripsi pasien tukak peptik berdasarkan penggunaan terapi lain di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun
2014

Kelas Terapi Nama Obat Frekuensi Jumlah Obat tiap KelasTerapi

Antibiotik
Nitroimidazol Metronidazol 2
Sefalosporin Cefotaksim 4
Ceftriakson 3
Ceftazidim 2 17
Cefiksim 1
Makrolida Klaritromisin 1
Penisilin Amoksisilin 3
Aminoglikosida Amikasin 1

Infus NaCl 16
Elektrolit 24
Infus RL 8

Infus D10 1
Glukosa 2
Infus D40 1
Furosemid 3
Valsartan 5
Antihipertensi 13
Amlodipin 4
Spironolakton 1

Ondansentron 7
Antiemetik 8
Metoklopramid 1

Antidiare Attapulgit 2 2
Bisachodil 1
Laksatif 2
Phenolphthalein 1
Dexamethason 2
Kortikosteroid 3
Metil Prednisolon 1
Parasetamol 8
Analgesik antipiretik Tramadol 4 14
Ketorolac 2
Hepatic Protector N-acetylcysteine 1 1
Ferosulfat 1
Hemostatik 6
Asam Traneksamat 5
Metformin 1
Antidiabetes 2
Insulin Aspart 1
Diazepam 2
Sedativ 3
Aprazolam 1
Antiplatelet Clopidrogel 1 1
Vasodilator cerebral Citicoline 5 5
Dopaminergik Dopamin 1 1
Anti Epilepsi Fenitoin 3 3
Glikosida Jantung Digoksin 1 1
Anti Jamur Flukonazol 1 1
Mukolitik Ambroksol 1 1
Diuretik osmotik Mannitol 3 3
6
Vitamin K
4
Asam Folat
1
Kalium L-aspartat
Suplemen & terapi penunjang 2 17
CaCO3
1
Vit B1, B6, B12
3
Kurkumin, Vit B1, B2, B6, B12

5. Deskripsi pasien tukak peptik berdasarkan penyakit penyerta


Deskripsi pasien tukak peptik dengan penyakit penyerta berdasarkan catatan rekam
medis di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, yaitu sebanyak 25 pasien. Kasus penyakit
penyerta yang terbanyak adalah anemia, yakni sebanyak 6 kasus (24%).

6. Deskripsi pasien tukak peptik berdasarkan penggunaan terapi lain


Berdasarkan tabel 1, penyakit penyerta yang terbanyak adalah anemia, oleh karena
itu terapi yang dapat diberikan pada pasien adalah asam traneksamatdan vitamin K.Asam
traneksamat berperan sebagai koagulan atau penggumpalan darah, dan vitamin K
diperlukan sebagai produksi faktor pembekuan darah sekaligus produksi protein yang
dibutuhkan tulang (BNF, 2009).
B. Karakteristik Pengobatan Tukak Peptik
1. Penggunaan obat tukak peptik
Tabel 3. Penggunaan Obat Tukak Peptik di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014
Golongan Nama Obat Jumlah % (N=25)
Proton Pump inhibitor (PPI) Omeprazol 17 68%
Proton Pump inhibitor (PPI) Lansoprazol 7 28%
Antagonis reseptor H2
Ranitidin 14 56%
histamin
Sukralfat 14 56%
Antasida 1 4%

Berdasarkan data yang diperoleh, obat tukak peptik yang paling banyak digunakan
di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten adalah Omeprazol (68%). Selain Omeprazol,
obat golongan PPI yang digunakan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten ialah
Lansoprazol (28%) Golongan Antagonis reseptor H2 histamin yang digunakan adalah
Ranitidin dengan kasus sebanyak 14 (56%). Obat lain yang digunakan adalah Sukralfat,
yaitu sebanyak 14 kasus dengan persentase 56%, dan Antasida sebanyak 1 kasus (4%).
2. Penggunaan obat tukak peptik tunggal dan kombinasi
Data penggunaan obat tukak peptik di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro meliputi
penggunaan obat tunggal dan kombinasi. Menurut data yang diperoleh, penggunaan obat
tunggal Proton Pump Inhibitor dan Antagonis Reseptor H2 Histamin, keduanya didapat
jumlah yang sama yaitu sebanyak 3 kasus (12%).

Tabel 4. Penggunaan Obat Tukak Peptik Tunggal & Kombinasi


Nama Obat Jumlah % (N=25)
Proton Pump Inhibitor 3 12%
Antagonis Reseptor H2 Histamin 3 12%
Proton Pump Inhibitor + Antagonis Reseptor H2 Histamin 5 20%
Proton Pump Inhibitor + Sukralfat 8 32%
Antagonis Reseptor H2 Histamin + Sukralfat 1 4%
Proton Pump Inhibitor + Antagonis Reseptor H2 Histamin
4 16%
+ Sukralfat
Proton Pump Inhibitor + Antagonis Reseptor H2 Histamin
1 4%
+ Sukralfat +Antasida

Kemudian untuk penggunaan obat tukak peptik kombinasi yang paling banyak
digunakan adalah Proton Pump Inhibitor+ Sukralfat, yakni sebanyak 8 kasus dengan
persentase 32%. Penggunaan terapi bersamaan, seperti golongan ARH2 + sukralfat atau
ARH2 + PPI tidak direkomendasikan, karena dapat menambah biaya pengobatan tanpa
mendapat keefektifan yang maksimal dari pengobatan tersebut (Berardi & Welage, 2008).

C. Evaluasi Ketepatan Penggunaan Obat


1. Tepat Indikasi
Terapi pengobatan dapat dikatakan tepat indikasi jika pemberian obat sesuai dengan
diagnosis berdasarkan tanda dan gejala yang timbul pada pasien. Beberapa macam obat
tukak peptik, yaitu Antasida, Proton Pump Inhibitor (Esomeprazol, Lansoprazol,
Omeprazol, Pantoprazol, Rabeprazol), Antagonis Reseptor H2 Histamin (Simetidin,
Famotidin, Nizatidin, Ranitidin), Sukralfat, dan Analog Prostaglandin (Misoprostol) (Lacy
et al., 2010). Menurut data yang diperoleh, ketepatan indikasi pengobatan tukak peptik di
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro yaitu sebesar 100%.

Tabel 5. Tepat Indikasi pada Pasien Tukak Peptik Di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014
No. Gejala & Tanda Ketepatan
Diagnosis Terapi Tukak Peptik
Kasus (Indikasi) TI TTI
1. Mual, muntah, disfagia Tukak peptik Ranitidin
Omeprazol, sukralfat,
2. Mual, muntah Tukak peptik
ranitidin
3. Nyeri ulu hati Tukak peptik Omeprazol, sukralfat
4. Muntah darah, BAB hitam Tukak peptik Omeprazol, sukralfat
5. Mual, muntah, abdominal pain Dispepsia Ranitidin, omeprazol
6. Muntah, disfagia Tukak peptik Ranitidin, omeprazol
Lansoprazol, sukralfat,
7. BAB hitam, perut mulas, nyeri ulu hati Tukak stress
omeprazol
8. Mual Tukak peptik Lansoprazol, sukralfat
9. Mual, muntah Tukak peptik Ranitidin, omeprazol
10. Muntah, nyeri ulu hati Tukak peptik Omeprazol, sukralfat
11. Ulu hati panas, abdominal pain Gastritis Lansoprazol, sukralfat
12. Muntah, nyeri ulu hati Tukak peptik Sukralfat, omeprazol
13. Mual, muntah Tukak peptik Ranitidin, sukralfat
14. Mual, muntah Tukak peptik Omeprazol
Omeprazol, sukralfat,
15. Mual, muntah, nyeri ulu hati Tukak peptik
ranitidin
Ranitidin, sukralfat,
16. Mual, nyeri ulu hati Tukak peptik
lansoprazol
Omeprazol, sukralfat,
17. Mual, muntah nyeri ulu hati Tukak stress
lansoprazol
Gastrointestinal Omeprazol, antasida,
18. Mual, muntah
bleeding ranitidin, sukralfat
Ulkus Omeprazol, sukralfat,
19. Nyeri ulu hati, mual, disfagia
gastroduodenal lansoprazol
Ranitidin, omeprazol,
20. Mual, muntah Tukak peptik
sukralfat
21. Mual, muntah, Tukak peptik Ranitidin,
22. Muntah, disfagia Tukak peptik Ranitidin, omeprazol
23. Mual, muntah Tukak peptik Ranitidin
24. Mual Tukak peptik Lansoprazol
25. Mual, muntah Gastritis Ranitidin, lansoprazol
Total 25
Presentase 100%

2. Tepat Obat
Pilihan pengobatan yang paling tepat tergantung pada penyebabnya, dan keputusan
untuk penggunaan obat dilakukan setelah adanya diagnosis yang tepat (Truter, 2009).
Ketepatan penggunaan obat pada terapi tukak peptik menggunakan standar literatur
Pharmacotherapy A Pathopsycologic Approach 7th Edition tahun 2008.Dari analisis data
yang diperoleh, ketepatan obat pada terapi tukak peptik di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten Tahun 2014 mencapai persentase 88%.

Tabel 6. Tepat Obat pada PasienTukak Peptik di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014
No. Ketepatan % (N=25)
Terapi Tukak Peptik
Kasus TO TTO
1. - Ranitidin -
2. - Omeprazol + sukralfat*
- Ranitidin** -
3. - Omeprazol + sukralfat
4. - Omeprazol + sukralfat
5. - Ranitidin* -
- Omeprazol** -
6. - Ranitidin + omeprazol
7. - Lansoprazol + sukralfat + omeprazol
8. - Lansoprazol* -
- Sukralfat** -
9. - Ranitidin + omeprazol
10. - Omeprazol* -
- Sukralfat** -
11. - Lansoprazol + sukralfat
12. - Sukralfat* -
- Omeprazol** -
13. - Ranitidin* -
- Sukralfat** -
14. - Omeprazol -
15. - Omeprazol + sukralfat + ranitidin
16. - Ranitidin + sukralfat + lansoprazol
17. - Omeprazol + sukralfat* -
- Lansoprazol**
18. - Omeprazol + antasida + ranitidin*
- Sukralfat** -

19. - Omeprazol + sukralfat*


- Lansoprazol** -
20. - Ranitidin* -
- Omeprazol + sukralfat**
21. - Ranitidin -
22. - Ranitidin + omeprazol
23. - Ranitidin -
24. - Lansoprazol -
25. - Ranitidin* -
- Lansoprazol** -
Total 22 14
Persentase 88% 56%
*Pemberian obat pada episode I
**Pemberian obat pada episode II

Obat- obat golongan PPI (Proton Pump Inhibitor) dapat menghambat sekresi asam
lambung dengan cara memblok H + /K + ATPase (Adenosine Triphosphatase) yang
terdapat di sel parietal lambung (BNF, 2009). Omeprazol, dan lansoprazol termasuk dalam
golongan obat PPI, serta sesuai untuk terapi tukak peptik, maka dapat dikatakan tepat obat.
Golongan Antagonis reseptor H2 histamin dapat memblok kerja histamin pada sel
parietal lambung dan mengurangi sekresi asam, sekaligus dapat meningkatkan pH lambung
(Huanget al., 2010). Ranitidin merupakan obat golongan Antagonis reseptor H2 histamin
yang dapat digunakan untuk terapi tukak peptik, sehingga dapat dikatakan tepat obat.
Sukralfat merupakan agen pelindung mukosa yang melindungi ulkus epitel dari zat
ulcerogenic, seperti asam lambung, pepsin dan empedu. Hal ini juga secara langsung

10

mengadsorbsi empedu dan pepsin (Neal, 2007). Sukralfat adalah salah satu terapi yang
dapat digunakan untuk penyakit tukak peptik, maka sukralfat dapat dikatakan sebagai tepat
obat.
Antasida dapat meningkatkan pH lumen lambung, sehingga dapat menetralkan
asam lambung serta meningkatkan kecepatan pengosongan lambung (Neal, 2007).
Antasida merupakan salah satu obat yang dapat digunakan untuk terapi penyembuhan
tukak peptik, sehingga dapat dikatakan tepat obat.
Dari analisis data yang diperoleh, ketepatan obat pada terapi tukak peptik di RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014 mencapai persentase 88%.
3. Tepat Pasien
Tepat pasien yaitu ketepatan pemilihan obat yang tidak mempunyai kontraindikasi
terhadap pasien tukak peptik yang disesuaikan dengan British National Formulary 58
tahun 2009 dan Drug Information Handbook 19th Edition tahun 2010.
Pada penggunaan jangka panjang aluminium dalam sukralfat dapat terakumulasi
dalam otak dan tulang, hal ini menyebabkan kelemahan tulang. Penggunaan ranitidin pada
pasien gangguan ginjal dapat mengurangi ekskresi obat di ginjal dan dapat menurunkan
angka clearence. Pada pasien dengan gangguan hati, waktu paruh omeprazol dan
lansoprazol diperpanjang sehingga efek obat dalam tubuh lebih lama, serta dapat
meningkatkan bioavailabilitas. Kandungan aluminium dalam sukralfat dapat terabsorbsi
dan dapat terakumulasi, sehingga perlu dihindari penggunaannya pada pasien gangguan
ginjal (Subramanianet al, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 7, ketepatan pasien terhadap pasien
tukak peptik di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014 mencapai 76% (19
kasus) dan ketidaktepatan pasien sebesar 24% (6 kasus).

11

Tabel 7. Tepat Pasien pada Pasien Tukak Peptik di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014
No. Ketepatan Pasien
Nama Obat Penyakit Penyerta
Kasus TP TTP
1. Ranitidin ARF -
2. Sukralfat CKD -
3. Omeprazol, sukralfat BPH -
4. Omeprazol, sukralfat Hematomesis melena -
5. Ranitidin, omeprazol CKD -
6. Ranitidin, omeprazol Depresi -
7. Lansoprazol Hepatitis akut -
8. Lansoprazol, sukralfat Stroke, anemia -
9. Ranitidin, omeprazol Stroke -
10. Omeprazol, sukralfat Hipertensi -
11. Lansoprazol, sukralfat GERD -
12. Omeprazol, sukralfat Stroke, CHF -
13. Ranitidin, sukralfat Hepatitis akut -
14. Omeprazol Tumor otak -
15. Omeprazol Hepatitis akut -
16. Ranitidin, sukralfat, lansoprazol CHF -
17. Omeprazol, sukralfat, lansoprazol Anemia -
18. Omeprazol, antasida, sukralfat Myelodisplasia -
19. Omeprazol, sukralfat, lansoprazol Anemia -
20. Ranitidin, omeprazol, sukralfat Hipoglikemia -
21. Ranitidin Hepatitis akut -
22. Ranitidin, omeprazol Confusio cerebri -
23. Ranitidin ARF -
24. Omeprazol DM, CHF -
25. Ranitidin, lansoprazol Anemia -
Total 19 6
Persentase 76% 24%

4. Tepat Dosis
Tepat dosis merupakan pemilihan dosis dan frekuensi pemberian obat yang tepat
berdasarkan standar British National Formulary 58 tahun 2009 dan Drug Information
Handbook 19th Edition tahun 2010. Ketepatan dosis tersebut dianalisis menurut frekuensi
penggunaan, dosis obat yang digunakan, dan data laboratorium yang mencakup nilai serum
kreatinin. Nilai serum kreatinin merupakan standar penanda untuk mendeteksi adanya
gangguan fungsi ginjal pasien. Pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal maka
diperlukan penyesuain dosis dan frekuensi pemberian obat (Dowling, 2008). Seperti pada
penggunaan ranitidin, pasien dengan nilai ClCr <50 mL/menit perlu penyesuaian dosis
ranitidin, yaitu 150 mg per hari (oral), dan 50 mg setiap 18-24 jam (intravena) (Lacy et al.,
2010). Menurut tabel 8, ketepatan dosis sebanyak 1 kasus dengan persentase 4% dan
ketidaktepatan dosis sebanyak 24 kasus dengan persentase 96%. Adanya pasien yang
meninggal sehingga durasi terapi tidak dinilai pada penelitian ini, karena dapat
menyebabkan hasil yang bias. Pada data tersebut, frekuensi pemberian obat yang kurang
atau berlebih menyebabkan terjadinya ketidaktepatan dosis.

12

Tabel 8. Tepat Dosis pada Pasien Tukak Peptik di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014
No. Dosis Pemakaian Dosis BNF & DIH Nilai ClCr Ketepatan
Nama Obat Keterangan
Kasus 1x 1 hari 1x 1 hari (mL/mnt) TD TTD
1. Ranitidin po 50 mg 100 mg 50 mg 50 mg 21, 88 Dosis lebih -
Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
2. Sukralfat po 1g 3g 1g 4g 11,98 Dosis kurang -
Ranitidin iv 50 mg 100 mg 50 mg 50 mg Dosis lebih
Omeprazol iv 20 mg 20 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
3. 25 -
Sukralfat po 1g 3g 1g 4g Dosis kurang
Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
4. 23,2 -
Sukralfat po 1g 3g 1g 4g Dosis kurang
Ranitidin iv 50 mg 100 mg 50 mg 50 mg Dosis lebih
5. 2,95 -
Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
Ranitidin iv 50 mg 100 mg 50 mg 50 mg Dosis lebih
6. 33,03 -
Omeprazol iv 20 mg 20 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
Lansoprazol iv 30 mg 30 mg 30 mg 30 mg Dosis sesuai
7. Sukralfat po 1g 3g 1g 4g 85, 93 Dosis kurang -
Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
Lansoprazol iv 30 mg 60 mg 30 mg 30 mg Dosis lebih
8. 91,67 -
Sukralfat po 1g 3g 1g 4g Dosis kurang
Ranitidin po 50 mg 100 mg 50 mg 150-200 mg Dosis kurang
9. 63,18 -
Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
10. 52,17 -
Sukralfat po 1g 3g 1g 4g Dosis kurang
11. Lansoprazol po 30 mg 30 mg 30 mg 30 mg 90,21 Dosis sesuai -
Sukralfat po 1g 3g 1g 4g Dosis kurang
12. 70,14 -
Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
Ranitidin iv 50 mg 100 mg 50 mg 150-200 mg Dosis kurang
13. 81,19 -
Sukralfat po 1g 3g 1g 4g Dosis kurang
14. Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg 129,18 Dosis kurang -
Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
15. Sukralfat po 1g 3g 1g 4g 82,14 Dosis kurang -
Ranitidin po 150 mg 300 mg 150 mg 300 mg Dosis sesuai
Ranitidin po 150 mg 300 mg 150 mg 300 mg Dosis sesuai
16. Sukralfat po 1g 3g 1g 4g 63,8 Dosis kurang -
Lansoprazol po 30 mg 30 mg 30 mg 30 mg Dosis sesuai
Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
17. Sukralfat po 1g 3g 1g 4g 83,85 Dosis kurang -
Lansoprazol po 30 mg 60 mg 30 mg 30 mg Dosis lebih
Omeprazol po 20 mg 20 mg 20 mg 20 mg Dosis sesuai
Antasida po 400 mg 1,2 g 400 mg 1,2 g Dosis sesuai
18. 43,3 -
Ranitidin iv 50 mg 100 mg 50 mg 50 mg Dosis lebih
Sukralfat po 1g 3g 1g 4g Dosis kurang
Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
19. Sukralfat po 1g 3g 1g 4g 79,2 Dosis kurang -
Lansoprazol po 30 mg 60 mg 30 mg 30 mg Dosis lebih
Ranitidin iv 50 mg 100 mg 50 mg 150-200 mg Dosis kurang
20. Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg 52,62 Dosis kurang -
Sukralfat po 1g 3g 1g 4g Dosis kurang
21. Ranitidin iv 50 mg 100 mg 50 mg 50 mg 5,34 Dosis lebih -
Ranitidin iv 50 mg 100 mg 50 mg 150-200 mg Dosis kurang
22. 78,5 -
Omeprazol iv 20 mg 20 mg 40 mg 40 mg Dosis kurang
23. Ranitidin iv 50 mg 100 mg 50 mg 50 mg 14,06 Dosis lebih -
24. Omeprazol iv 20 mg 40 mg 40 mg 40 mg 106,4 Dosis kurang -
Ranitidin iv 50 mg 100 mg 50 mg 50 mg Dosis lebih
25. 32,8 -
Lansoprazol po 30 mg 30 mg 30 mg 30 mg Dosis sesuai
Jumlah 1 24
Persentase 4% 96%

D. Kendala yang Dihadapi Selama Penelitian


Selama melakukan penelitian ini peneliti mengalami beberapa kendala, yakni
seperti ketidaklengkapan atau hilangnya data rekam medis pasien, tulisan dokter atau
perawat yang sulit untuk dibaca.

13

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
a. Gambaran terapi pada pasien tukak peptik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten Tahun 2014 diperoleh penggunaan obat omeprazol sebesar 68%,
ranitidin 56%, dan sukralfat 56%.
b. Kerasionalan terapi pada pasien tukak peptik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten Tahun 2014 diperoleh tepat indikasi 100%, tepat obat 88%, tepat
pasien 76%, dan tepat dosis 4%.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, ada beberapa saran yang perlu
dikemukakan, yakni :
1. Perlu melihat ketepatan kombinasi obat terkait penggunaan terapi tukak peptik.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait efek samping penggunaan terapi tukak
peptik.

DAFTAR ACUAN

Avunduk, C. (2008). Manual of Gastroenterology : Diagnosis and Therapy 4th Edition


(4th ed., 156164). Boston: Tufts University Medical School.

Berardi, R. R., & Welage, L. S. (2008). Peptic Ulcer Disease. In J. T. Dipiro, R. L. Tabert,
G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, & L. M. Posey (Eds.), Pharmacotheraphy A
Pathopshyologic Approach (7th ed., 569578). New York: Mc. Graw Hill.
http://doi.org/10.1036/007147899X

British National Formulary 58. 2009. Gastrointestinal System. 37-48. London: BMJ Group
and RPS Publishing.

Dowling, T. C. (2008). Quantification of Renal Function. In J. T. Dipiro, R. L. Tabert, G.


C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, & L. M. Posey (Eds.), Pharmacotheraphy A
Pathopshyologic Approach (7th ed., 744747). New York: Mc. Graw Hill.
http://doi.org/10.1036/007147899X

Hadi, S. (2013). Gastroenterologi (204206). Bandung: PT Alumni.

Huang, J., et al. (2010). Effect of histamine-2-receptor antagonists versus sucralfate on


stress ulcer prophylaxis in mechanically ventilated patients: a meta-analysis of 10
randomized controlled trials. Department of Colorectal and Anal Surgery, First
Affiliated Hospital, Guangxi Medical University, China, 14(5), 19.
14

Lacy, C. F., et al. (2010). Drug Information Handbook 19th Edition (8761432). Ohio:
Lexi Comp.

Neal, M. J. (2007). At a Glance Farmakologi Medis (Edisi keli, 3031). Jakarta: Penerbit
Erlangga.

Putri, D. P. W. (2010). Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptik pada Pasien Tukak Peptik
(Peptic Ulcer Disease) di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun
2008. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rani, A. A., & Fauzi, A. (2006). Infeksi Helicobacter pylori dan Penyakit Gastro-duodenal.
In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K., & S. Setiati (Eds.), Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I (IV, 329331). Jakarta: FKUI.

Sanusi, I. A. (2011). Tukak Lambung. In A. A. Rani, M. S. K., & A. F. Syam (Eds.), Buku
Ajar Gastroenterologi (328345). Jakarta: Interna Publishing.

Subramanian Arvind. (2009). Drug Facts And Comparisons. (S. L. Schweain, Ed.) (Pocket
Edi). Vancouver: Wolters Kluwer Health.

Truter, I. 2009. Peptic ulcer disease. SA Pharmaceutical Journal, (February), 1015.

15

Anda mungkin juga menyukai