Manuscrip
Oleh
EPI MULYANI
G2A209056
Pembimbing I
Pembimbing II
Abstrak
Penyakit dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa
yang disebabkan oleh infeksi jamur. Penyakit dermatomikosis merupakan
penyakit kulit banyak dijumpai pada semua lapisan masyarakat. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya dermatomikosis antara lain iklim yang panas, hygiene
sebagian masyarakat yang kurang, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang
rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan
dan pengetahuan dengan kejadian penyakit dermatomikosis di Poli Kulit dan
Kelamin RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan. Desain penelitian ini adalah
deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Instruman dalam penelitian
ini adalah kuesioner. Analisa data menggunakan uji chi square. Proses penelitian
telah dilaksanakan pada bulan oktober 2010-januari 2011 di Poli Kulit dan
Kelamin RSUD Kajen dengan metode aksidental sampling, jumlah sampel 104
orang berdasarkan kriteria inklusi dan eksklus. Hasil uji kai kuadrat (chi square)
antara variabel tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit dermatomikosis
diperoleh p value = 0,000 < 0,05 sehingga Ho ditolak berarti ada hubungan antara
tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit dermatomikosis di Poli Kulit dan
Kelamin RSUD Kajen, sedangkan antara variabel pengetahuan dengan kejadian
penyakit dermatomikosis diperoleh p value = 0,005 < 0,05 sehingga Ho ditolak
berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian penyakit
dermatomikosis di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Kajen. Petugas kesehatan
terutama di poli kulit dan kelamin sebaiknya memberikan pendidikan kesehatan
tentang penyakit dermatomikosis. Hal-hal yang dapat mencegah terjadinya
dermatomikosis yaitu dengan meningkatkan perilaku hidup sehat dengan praktek
hygiene personal dan memelihara lingkungan yang bersih.
Kata kunci: Tingkat pendidikan, pengetahuan, dermatomikosis
Absract
Dermatomikosis disease is a disease of the skin, nails, hair, and mucosa caused by fungal
infection. The disease is influenced by factors that hot climate, the lack of hygiene,
environmental and socio-economic dense low. The disease is often found at all levels of
society. The aim of this research was to find out of the correlation between education and
knowledge levels with disease incidence dermatomokosis at genital and dermatology poly
in General Hospital of Kajen Pekalongan Regency. The design of this research was
descriptive correlative with cross sectional approach. The research instrument was a
questionnaire. Data analyzed by chi square. The study was conducted in October 2010-
January 2011. Samples of this research were 104 persons. The result of chi square test
showed there was not relationship between level of education with incidence
dermatomikosis with value 0.000 <0.05. There was relationship of knowledge with
incidence dermatomikosis with value 0.005 <0.05. Health care provider should be
provide health education about dermatomikosis and healthy behavior with respect to
personal and environmental hygiene.
Model segitiga epidemiologi menurut John Goron (dalam Subaris & Kristiawan,
2009) menggambarkan interaksi tiga komponen penyebab penyakit yaitu:
Manusia (host), Penyebab/bibit penyakit (agent), dan lingkungan (environment).
Penyakit dapat terjadi karena adanya ketiga komponen tersebut. Host (manusia)
Hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada manusia yaitu : Umur,
jenis kelamin, bentuk anatomi tubuh, fungsi fisiologis, status kesehatan termasuk
status gizi, keadaan iminitas, kebiasaan hidup dan kehidupan sosial,
pekerjaan.Agent (penyebab/bibit penyakit) terdiri dari biotis dan abiotis. Biotis
khususnya pada penyakit menular yaitu terdiri dari lima golongan : protozoa,
metazoa, bakteri, virus dan jamur. Environment (lingkungan). Lingkungan adalah
agrerat dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi
kehidupan dan perkembangan suatu organisme. Lingkungan dapat dibagi menjadi
dalam 3 bagian utama : Lingkungan biologis (fauna dan flora disekitar manusia).
Bersifat biotik yaitu : mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit
infeksi (binatang atau tumbuhan), vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan
binatang sebagai sumber bahan makanan, obat, dll. Lingkungan fisik bersifat
abiotik yaitu : udara, keadaan tanah geografi, air, zat kimia, polusi. Lingkungan
sosial adalah semua bentuk kehidupan sosial politik dan sistem organisasi serta
institusi yang berlaku bagi setiap individu yang membangun masyarakat antara
lain : sistem ekonomi yang berlaku, bentuk organisasi masyarakat, sistem
pelayanan kesehatan, keadaan kepadatan penduduk dan kepadatan rumah,
kebiasaan hidup masyarakat.
Dari uraian model segitiga epidemiologi dapat ditarik kesimpulan bahwa kejadian
penyakit dermatomikosis dipengaruhi oleh 3 komponen tersebut yaitu manusia,
penyebab/bibit penyakit dan lingkungan. Manusia dalam hal ini berkaitan dengan
keadaan imunitas yang menurun sehingga organisme ini memungkinkan untuk
menginfeksi manusia, kebiasaan hidup yang tidak sehat. Agent penyakit jamur
bersifat biotis yaitu jenis penyakit yang menular. Environment berkaitan dengan
Lingkungan biologis seperti binatang yang menjadi sumber penularan.
Lingkungan fisik berkaitan dengan keadaan udara yang lembab sehingga
memudahkan jamur untuk berkembang dengan baik. Zat kimia (seperti
penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang tidak terkendali). Lingkungan
sosial berkaitan dengan lingkungan yang padat, sanitasi, sistem ekonomi yang
rendah, kebiasaan hidup masyarakat yang kurang sehat.
Berdasarkan data Rekam Medis Poli Kulit dan Kelamin RSUD Kajen pada bulan
Juli-September 2010 sebanyak 140 pasien dengan kasus dermatomikosis, yang
juga menduduki urutan pertama dibanding dengan penyakit kulit lainnya. Rata-
rata kunjungan pasien perhari 40% dari penyakit lainnya.
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi
proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan kearah yang lebih matang
pada diri individu atau kelompok (Notoatmojo: 2003).
Menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi mulai dari panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dan kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang (over behavior).
METODOLOGI
HASIL
Tabel 1
Hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian dermatomikosis
Kejadian Dermatomikosis
Tidak Ada Total
Tingkat Pendidikan Ada Jamur
Jamur
Pendidikan dasar 42 4 46
Pendidikan menengah 0 14 14
Pendidikan tinggi 7 37 44
Total 49 55 104
Kejadian
Dermatomikosis
Tingkat Pendidikan Ada
Tidak Total value x2
Ada
Jamur
Jamur
Total 49 55 104
Tabel 3.
Hubungan pengetahuan dengan dermatomikosis
Kejadian
Dermatomikosis
Pengetahuan Ada
Tidak Total value x2
Ada
Jamur
Jamur
Baik 13 31 44
Total 49 55 104
Hasil uji statistik diketahui tidak ada sel dengan nilai ekspektasi <5, maka
digunakan continuity correction dengan p = 0,004 < 0,05 sehingga Ho ditolak,
berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian penyakit
dermatomikosis di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Kajen Kabupaten
Pekalongan.Hasil penelitian terhadap pengetahuan tentang penyakit
dermatomikosis diperoleh dari 60 orang yang berpengetahuan kurang terdiri dari
36 orang (60,0%) menderita dermatomikosis dan 24 orang (40,0%) tidak
menderita dermatomikosis. Dapat disimpulkan bahwa penderita dermatomikosis
berpengetahuan kurang.Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman dan rasa (Notoatmojo,2003). Hasil penelitian ini sesuai
dengan Green (1980) yang menyatakan bahwa faktor-faktor terjadinya penyakit
dermatomikosis sebagian besar karena perilaku penderita itu sendiri. Dari faktor
predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan penderita tentang penyakit
dermatomikosis meliputi pengertian, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan,
komplikasi. Sikap dalam menjaga higiene, menjaga sanitasi lingkungan, perilaku
penderita untuk memeriksakan penyakitnya akan dipermudah apabila penderita
tersebut tahu apa manfaat berobat yaitu agar sembuh dan mencegah terjadinya
komplikasi dari penyakit dermatomikosis , tahu siapa dan dimana berobat
penyakitnya tersebut. kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Tingkat
pengetahuan seseorang tidak selalu berhubungan dengan tindakan yang akan
dilakukan. Orang yang memiliki anggapan benar belum tentu akan berperilaku
benar, hal ini terjadi pada intelektual kognitif (Notoatmojo, 2002). Responden
yang berpengetahuan baik dan menderita dermatomikosis kemungkinan
disebabkan oleh perilaku mereka yang mengetahui dan paham tentang penyebab,
cara pencegahan penyakit dermatomikosis tetapi tidak mengaplikasikan perilaku
tersebut dalam kehidupan sehari-hari seperti tidak menjaga kebersihan diri (mandi
yang bersih, tidak langsung ganti pakaian jika berkeringat berlebihan) dan
menjaga lingkungan yang sehat .
PENUTUP
Amir,S.N. (2005). 18p. http :// www.usu.ac.id / files / pidato / ppgb / penyakit
dermatomikosis. Diunduh tanggal 20 Agustus 2010.
Green,L.W. (1991). Health promotion planning an educational and environment
approach. United States of America.