Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI

PT. SK GLOVES INDONESIA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

Amaro Yudho Wibowo


Anita Dwi Rachmawati
Gita Bestari
Kurnia Ade Putri
Ranum Anggun Nastiti
Restu Matra Pratiwi

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PUSKESMAS SEDAYU I
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecelakaan kerja merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada pekerja
di perusahaan. Kecelakaan kerja ini biasanya terjadi karena faktor dari pekerja itu sendiri dan
lingkungan kerja yang dalam hal ini adalah dari pihak pengusaha. Keselamatan dan kesehatan
kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-
Undang RI Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan
dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan
tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi,
unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi
juga mental, emosional dan psikologi (Hadiguna,2009).
Menurut H. W. Heinrich dalam Notoatmodjo (2007), penyebab kecelakaan kerja yang
sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88%, kondisi lingkungan yang tidak
aman sebesar 10%, atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan. Penyebab
kecelakaan kerja di Indonesia adalah perilaku dan peralatan yang tidak aman (Prastyo, 2012).
Berdasarkan laporan yang disampaikan Dirjen Pembinaan Pengawas Ketenagakerjaan
Kemenakertrans Muji Handaya seusai menyampaikan hasil Pertemuan Asia-Europe Meeting
(ASEM) Workshop on National Occupational Safety and Health (OSH) bahwa angka
kecelakaan kerja di Indonesia tergolong tinggi dibanding sejumlah negara di Asia dan Eropa,
pada tahun 2010 kecelakaan kerja di Indonesia tercatat sebanyak 98.711 kasus. 1.200 kasus di
antaranya mengakibatkan pekerja meninggal dunia dan menurut Muji Handaya bahwa
dengan angka kecelakan kerja tersebut, rata-rata ada tujuh pekerja yang meninggal dunia
setiap hari (Djumena, 2011). International Labour Orgnization (ILO) pad atahun 2012
memberikan angka kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian dalam 100.000 pekerja
Indonesia. ILO juga mencatat bahwa setiap tahunnya Indonesia mendapatkan 99.000
kecelakaan dengan 70% di antaranya menyebabkan kematian dan cacat seumur hidup.
Kecelakaan kerja Indonesia telah membuat negara rugi hingga Rp. 280 Triliun.
Angka kecelakaan kerja di Yogyakarta pada tahun 2013 mencapai 1.34 kasus. Dari
jumlah kasus kecelakaan kerja ini, 651 kasus merupakan kecelakaan dalam lokasi kerja.
Sisanya 460 kasus diakibatkan lantaran kecelakaan lalu lintas saat jam kerja dan 236 kasus
disebabkan kecelakaan diluar tempat kerja yang karena bukan kecelakaan lalu lintas.
Kesehatan kerja merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam dunia industri.
Karena ada 2 hubungan timbal balik antara kesehatan yang mempengaruhi pekerjaan dan
pekerjaan yang berpengaruh pada kesehatan. Tujuan kesehatan kerja juga untuk mencegah
terjadinya faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja, diantaranya beban kerja (fisik,
mental), kapasitas kerja (usia, jenis kelamin, ukuran tubuh, status kesehatan/gizi,
ketrampilan), dan lingkungan kerja (fisik,kimia,biologi, psikologi, ergonomi). Beban kerja,
kapasitas kerja, dan lingkungan kerja yang tidak terkendali dapat menyebabkan kecelakaan
kerja yang berakibat luka-luka pada pekerjanya, penyakit, cacat dan bahkan kematian. Selain
itu efisiensi dan produktivitas pekerja dan perusahaan juga bisa menurun. Oleh karena itu
upaya pengaturan beban kerja dan kapasitas kerja serta perlindungan pekerja dari bahaya
perlu dilakukan agar mencapai produktivitas kerja yang maksimal. Perusahaan besar di
Kecamatan Sedayu salah satunya adalah PT. SK Gloves Indonesia. Perusahaan ini baru
berdiri kurang lebih 6 tahun yang lalu, sehingga belum dilakukan evaluasi terhadap kesehatan
dan keselamatan kerja.
Berdasarkan hal tersebut dari kunjungan kedokteran industri ini akan dievaluasi dan
dibahas mengenai tingkat Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada PT. SK Gloves Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka rumusan masalah
dari kunjungan kedokteran industri ini adalahBagaimana tingkat Kesehatan dan Keamanan
Kerja bagi karyawan di PT. SK Gloves Indonesia ?

1.3 Tujuan

Tujuan kunjungan kedokteran industri ini adalah untuk mengetahui tingkat


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada PT. SK Gloves Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil kunjungan kedokteran industri ini bermanfaat sebagai pengetahuan bagi


pelayanan kesehatan masyarakat mengenai kondisi perusahaan dan para pekerja yang
nantinya akan menjadi evaluasi dan monitoring keselamatan dan kesehatan kerja bagi
karyawan PT. SK Gloves Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kedokteran Okupasi atau kedokteran kerja


Cabang kedokteran komunitas yang memberikan perhatian khusus kepada
komunitas pekerja adalah kedokteran okupasi (occupational medicine) atau
kedokteran kerja.Kedokteran okupasi melakukan intervensi kesehatan yang ditujukan
kepada para pekerja dan lingkungan kerjanya, yang bersifat pencegahan primer
(health promotion, specific protection), sekunder (early detection and prompt
treatment), dan tersier (disability limitation, rehabilitation, prevention of premature
death). Kedokteran okupasi atau kedokteran kerja juga dikenal dengan nama hiperkes
medis.
Kedokteran okupasi melakukan penilaian tentang berbagai risiko dan bahaya
(hazard) di tempat kerja bagi kesehatan pekerja, dan menerapkan upaya pencegahan
penyakit dan cedera, serta meningkatkan kesehatan populasi pekerja.Dokter okupasi
melakukan upaya menurunkan risiko, mencegah terjadinya penyakit dan cedera akibat
kerja, dengan menerapkan ventilasi setempat, penggunaan peralatan protektif
perorangan, perubahan cara bekerja, dan vaksinasi.Dokter okupasi melakukan
surveilans kesehatan melalui skrining/ pemeriksaan kesehatan secara berkala (Agius
dan Seaton, 2005).

Dokter okupasi juga melakukan pencegahan tersier, yakni melakukan upaya


pelayanan medis perorangan pasca penyakit untuk membatasi kecacatan, disfungsi
sisa, dan kematian, melakukan rehabilitasi, dan mencegah rekurensi penyakit, untuk
memulihkan dan meningkatkan derajat kesehatan masing-masing pekerja.

Dokter okupasi juga memberikan pelayanan medis langsung kepada pekerja


yang sakit.Dokter okupasi menaksir besarnya masalah dan memberikan pelayanan
kuratif untuk mengatasi masalah penyakit yang dialami pekerja. Dokter okupasi
melakukan penatalaksanaan medis terhadap gangguan-gangguan penyakit penting
yang berhubungan dengan pekerjaan, mencakup pernapasan, kulit, luka bakar, kontak
dengan agen fisik atau kimia, keracunan, dan sebagainya.Dokter okupasi menganalisis
absensi pekerja, dan menghubungkannya dengan faktor-faktor penyebab (Agius dan
Seaton, 2005).
Semua kegiatan kedokteran okupasi tersebut ditujukan untuk melindungi,
memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja.Derajat kesehatan yang
optimal memberikan kontribusi bagi kinerja perusahaan, seperti produktivitas, laba
(profitability), dan kelangsungan hidup (survival) (Segal, 1999). Peningkatan derajat
kesehatan pekerja akan meningkatkan produktivitas laba, dan kelangsungan hidup
perusahaan.

B. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera.Sedangkan pengertian secara keilmuan
adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja. Hal
tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai
tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka
dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement,
STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan
dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di
darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga
mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil
pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih
diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di
masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna
membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

C. Faktor - faktor Kesehatan Kerja


a. Fisika
Faktor fisika yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
1) Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress
dan ketulian
2) Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, ruang perawatan dan kantor
administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3) Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4) Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi
5) Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,
penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat
membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
1) Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
2) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5) Pelindung mata untuk sinar laser
6) Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
b. Kimia
Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan
kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah
dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya.
Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu,
asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara
lain:

1) Inhalasi (menghirup)

Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat masuk ke
dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar lima
liter udara per menit yang mengandung debu, asap,
gas atau uap. Beberapa zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paru-
paru. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan mengalir ke bagian lain
dari tubuh.

2) Pencernaan (menelan)

Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang


terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di
lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan saat
dihirup, karena bercampur dengan lendir dari mulut, hidung atau
tenggorokan. Zat beracun mengikuti rute yang sama sebagai makanan
bergerak melalui usus menuju perut.

3) Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasive

Beberapa di antaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh


darah, biasanya melalui tangan dan wajah. Kadang-kadang, zat-zat juga
masuk melalui luka dan lecet atau suntikan (misalnya kecelakaan medis).

Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan


kerja akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan pengendalian
lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara
lingkungan kerja tidak melampaui nilai ambang batas (NAB).

c. Biological
Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti
pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam perkantoran
yaitu indoor air quality, banyak menghadapi berbagai penyakit yang disebabkan
virus, bakteri atau hasil dari pertanian, misalnya tabakosis pada pekerja yang
mengerjakan tembakau, bagasosis pada pekerja - pekerja yang menghirup debu-
debu organic misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,.
Penyakit paru oleh jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu
organik, misalnya pernah dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru
pada pekerja gandum. Demikian juga grain asma sporotrichosis adalah salah
satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur
kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah atau
bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti pencuci.
Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja lainnya, faktor
biologis dapat menular dari seorang pekerja ke pekerja lainnya. Usaha yang lain
harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit menular, antara lain imunisasi
dengan pemberian vaksinasi atau suntikan, mutlak dilakukan untuk pekerja-
pekerja di Indonesia sebagai usaha kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa
imunisasi dengan vaksin cacar terhadap variola, dan dengan suntikan
terhadap kolera, tipus dan para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan
pula imunisasi terhadap TBC dengan BCG yang diberikan kepada pekerja
pekerja dan keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif,
imunisasi terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja
sesuai dengan usaha kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara
yang maju diberikan pula imunisasi dengan virus influenza.
d. Ergonomi
Ergonomi adalah studi tentang hubungan antara pekerjaan dan tubuh manusia.
Prinsip ergonomi adalah mencocokkan pekerjaan untuk pekerja. Industri barang
dan jasa telah mengembangkan kualitas dan produktivitas. Restrukturisasi
proses produksi barang dan jasa terbukti meningkatkan produktivitas dan
kualitas produk secara langsung berhubungan dgn disain kondisi kerja.
Pengaturan cara kerja dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik
pekerjaan dilakukan dan kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari
posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan
hambatan dan risiko. Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai
harus diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi
kesehatan. Tempat - tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk
pekerja-pekerja dan pekerja-pekerja harus diberi kesempatan yang cukup untuk
menggunakannya.
Pencegahan atau meminimalkan bahaya ergonomis antara lain :
1) Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi sandaran,
kursi / bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.
2) Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada
posisi netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
3) Jika memungkinkan, pertimbangkan rotasi pekerjaan dan
memberikan istirahat yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini dapat
mengurangi risiko kram berulang dan tingkat kecelakaan dan kesalahan.
e. Psikis
Bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis
ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti :
penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian,
motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga
kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta
hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi
kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
1) Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap
setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan,
maka hal ini dinamakan stress.
2) Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan
kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
3) Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah
tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma
bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.
D. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja.Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian
dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
Di dalam peraturan perundang-undangan ditetapkan bahwa syarat-syarat
keselamatan kerja yakni:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan Mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran
2. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
3. Memberi kesempatan, atau jalan menyelematkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya
4. Memberi pertolongan pada kecelakaan
5. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
6. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar,
radiasi, suara dan getaran
7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
8. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
9. Menyelenggarakan udara yang cukup
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
11. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
12. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya
13. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman, atau barang
14. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
15. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
E. Data Industri
Nama Perusahaan : PT. SK Gloves Indonesia

Alamat : Jalan Wates KM 12, Dusun Sedayu Kelurahan Argosari,


Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul, DIY

Berdiri : 7 Oktober 2010


Jumlah Pekerja : 282 orang terdiri dari 248 karyawati dan 34 karyawan
Hari kerja : Senin - Sabtu
Jam kerja : 07.00-15.00 WIB
Bidang Usaha : Industri perlengkapan pakaian dari tekstil dan kulit
Misi : Menjadikan perusahaan yang bisa bersaing di kawasan Asia
Visi : Memberikan pelayana terbaik kepada klien
Melakukan inovasi tiada henti guna mendapatkan hasil terbaik
Menanamkan kedisiplinan dan kinerja kepada semua jajaran
yang terlibat dalam perusahaan

F. Denah Perusahaan
Tolong copiin denahnya disini yaaa, minta tolong. Makasihhhh...

Anda mungkin juga menyukai