Anda di halaman 1dari 10

Tugas

EKOLOGI PERTANIAN
RefiuW Jurnal

Oleh:

LISNA
NIM. D1B1 15 098
AGROTEK B

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2016
PERENCANAAN POLA TANAM Wirosudarmo dan Apriadi
Jurnal Teknologi Pertanian Vol.3 No.1: 56 - 66
56
STUDI PERENCANAAN POLA TANAM DAN POLA OPERASI PINTUAIR
JARINGAN REKLAMASI RAWA PULAU RIMAU DI KABUPATEN MUSI
BANYUASIN SUMATERA SELATAN
RESEARCH ON PLANNING PLANT-PATTERN AND WATER GATES
OPERATIONAL PATTERN OF SWAMP RECLAMATION NETWORK ON
RIMAU ISLAND IN KABUPATEN MUSI BANYUASIN OF SOUTH
SUMATERA
Ruslan Wirosoedarmo
1
,Usman Apriadi
2
1) Staf Jurusan Teknik Pertanian Fak. Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya
2) Alumni Jur. Teknik Pertanian Fak. Tek. Pertanian Universitas
Brawijaya

KESIMPULANNYA

Pertanian merupakan sektor andalan pembangunan


nasional, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pangan
nasional, peningkatan produksi pertanian harus terus
diupayakan. Pemanfaatan lahan pasang surut di luar pulau Jawa
merupakan salah satu langkah penting untuk menghasilkan
bahan pangan terutama beras, mengimbangi penciutan lahan
subur/produktif untuk pertanian di Jawa, meningkatkan taraf
hidup masyarakat setempat, serta pemerataan pembangunan.
Dari hasil identifikasi dan karakteristik wilayah yang
dilakukan Badan Litbang Pertanian diketahui bahwa sampai
dengan tahun 1999, kesejahteraan sebagian penduduk
transmigran masih rendah, sebagian besar sarana dan prasarana
tata air kurang lengkap atau tidak berfungsi dengan baik,
Intensitas Pertanaman (IP) di daerah ini masih rendah yaitu sekali
setahun.
Analisis data yang dilakukan
meliputi :
1. Analisa kondisi iklim, penentuan klasifikasi iklim
menggunakan sistem Oldeman sehingga diperoleh tipe iklim
daerah studi. Berdasarkan tipe iklim tersebut dapat
ditentukan jenis tanaman dan sistem pertanaman yang
memungkinkan untuk diterapkan pada daerah studi.
2. Analisis curah hujan andalan (R80), perhitungan curah hujan
andalan di tentukan dengan menggunakan metode tahun
dasar perencanaan (Basic Year). Penentuan curah hujan
andalan dengan menggunakan metode ini adalah dengan
menentukan suatu tahun tertentu sebagai dasar
perencanaan dengan hujan andalan sebesar 80% (tingkat
probabilitas 80%).
3. Kebutuhan air irigasi, untuk menentukan jumlah air yang
dibutuhkan guna memenuhi keperluan air irigasi dapat
dilakukan dengan langkah-langkah, yaitu: (1) Menghitung
evapotranspirasi potensial, (2) Analisis kebutuhan air
tanaman, (3)Perkiraan laju perkolasi, (4)Perhitungan
kebutuhan air untuk pengolahan tanah dan persemaian,
(5)Analisis curah hujan efektif, (6) Perhitungan kebutuhan air
disawah, (7)Penentuan efisiensi irigasi, (8) Perhitungan
kebutuhan air di pintu pengambilan.
4. Pola tanam, berdasarkan analisis iklim, jenis tanah, topografi
dan hidrotopografi, kebutuhan air irigasi dan
ketersediaannya, maka ditentukan pola tanam yang
memungkinkan untuk diterapkan di daerah studi.
5. Pola operasi pintu air, untuk menentukan pengoperasian pintu
air didasarkan pada kebutuhan air irigasi, jenis tanah,
kondisi hidrologis dan iklim seperti curah hujan, pola pasang
surut, suhu dan lainnya.
6. Analisis usaha tani, analisis usaha tani dilakukan dengan cara
menghitung biaya dan keuntungan yang diperoleh dari
masing-masing pola tanam, sehingga diperoleh pola tanam
yang paling menguntungkan.
Analisis klimatologi
Berdasarkan tipe iklim dan potensi sumber daya airnya dapat
ditentukan jenis tanaman pertanian yang sesuai untuk
dikembangkan di daerah studi beserta cara
pengelolaannya.Curah hujan andalan (R80) Perhitungan curah
hujan andalan dimaksudkan untuk mendapatkan curah hujan
yang diharapkan selalu terjadi dengan peluang kejadian 80%.
Curah hujan andalan digunakan sebagai dasar untuk
mendapatkan curah hujan efektif sebagai unsur masukan untuk
perhitungan kebutuhan air tanaman.
Kebutuhan air irigasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air irigasi antara
lain evapotranspirasi, pengolahan tanah dan persemaian,
perkolasi, jenis tanaman, dan curah hujan efektif.
Analisis usahatani
Ukuran keberhasilan petani dalam mengelola usahataninya
adalah besarnya tingkat keuntungan yang mampu diterimanya.
Besarnya biaya produksi pertanian adalah total dari biaya yang
dibutuhkan untuk tiap musim tanam dari tiap-tiap jenis tanaman
yang ditanam. Nilai yang digunakan untuk perincian biaya
produksi dan tingkat keuntungan (produksi, nilai jual) adalah nilai
yang
berlaku pada saat penelitian dilakukan dan nilai tersebut
merupakan hasil wawancara dengan petani di daerah studi.
Pemilihan pola tanam terbaik
Mengacu pada hasil perhitungan pola tanam sekarang
(Padi-Bera) yang ada pada daerah studi dan pola tanam rencana
(Padi-Padi-Palawija) dapat di bandingkan antara keduanya dari
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil
perbandingan, maka dipilih pola tanam terbaik yaitu pola tanam
usulan (Padi-Padi-Palawija) karena pola tanam tersebut lebih
banyak memenuhi kriteria dan memberikan keuntungan lebih
besar jika dibandingkan dengan pola tanam yang ada pada
daerah studi saat ini.
B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X
Volume 3, Nomor 1 Januari 2002
Halaman: 207-212

Savana Taman Nasional Baluran


Baluran Nasional Park Savanna
M. YUSUF SABARNO
Balai Taman Nasional Baluran, Jawa Timur
Diterima: 20 Pebruari 2001. Disetujui: 23 Juni 2001

Kesimpulan

Kekayaan dan keanekaragaman hayat Indonesia sangat


melimpah, sehingga tidak mengherankan apabila negeri ini
disebut sebagai negara dengan kekayaan biodiversitas terbesar
di dunia, setelah Brasil. Salah satunya adalah ekosistem savana
di Taman Nasional (TN) Baluran. Keadaan iklim dan geografi
tempat ini mendukung terbentuknya savana yang dapat
dikatakan sebagai replika dari savana-savana di Afrika. Savana
merupakan padang rumput dan semak yang terpencar di antara
rerumputan, serta merupakan daerah peralihan antara hutan dan
padang rumput. Di beberapa daerah yang tidak begitu kering,
savana mungkin terjadi karena keadaan tanah dan atau
kebakaran yang berulang. Menurut Mackinnon (1991, dalam
Gunaryadi dkk.,
kawasan savana pada umumnya kurang terancam oleh
eksploitasi ekonomi dibandingkan hutan hujan, meskipun
demikian savana kadang-kadang mendapat tekana berupa
penggembalaan ternak da penggunaan pertanian lainnya.
Savana Baluran sebagai salah satu ciri khas dan identitas TN
Baluran mempunyai arti sangat penting yang apabila
kelestariannya terganggu akan berpengaruh terhadap ekosistem-
ekosistem lainnya. Oleh karena itu setiap tekanan atau gangguan
terhadap kelestarian ekosistem ini harus ditangani secara
sungguh-sungguh. Salah satu gangguan yang cukup
mengkhawatirkan dan merupakan ancaman terbesar bagi
kelestarian ekosistem ini adalah semakin luasnya invasi Acacia
nilotica, yang semula didatangkan dari Afrika sebagai tumbuhan
penyekat kebakaran. Kecepatan tumbuh dan penyebaran
tanaman eksotik ini telah mengakibatkan penuruna kualitas dan
kuantitas savana Baluran, serta merubah pola perilaku satwa liar
herbivora yang salah satu komponen habitatnya adalah padang
rumput atau savana. Rumput sebagai sumber pakan utama
satwa tersebut tergeser keberadaannya oleh A. nilotica,
sehingga satwa mencari alternatif pakan lain, salah satunya daun
dan biji A. nilotica. Akan tetapi sebagai sumber pakan utama,
rumput tetap tidak tergantikan.
Savana merupakan ekosistem yang kurang stabil,
keseimbangannya tergantung iklim, api, penggunaan oleh
margasatwa dan lain-lain. Untuk melestarikan ekosistem savana
diperlukan kegiatan manipulatif seperti pembakaran terkendali,
pengaturan populasi satwa, penebangan vegetasi dan lain-lain.
Pada proses pembakaran, api sering membinasakan tumbuhan
berkayu, tumbuhan dikotil dan palma lain, tanpa menimbulkan
kerusakan berarti pada rimpang rerumputan di bawah tanah. Hal
ini berbeda dengan kondisi hutan hujan pada umumnya yang
menghendaki sesedikit mungkin campur tangan manusia untuk
menjaga klimaks ekologi dan memungkinkan berlangsungnya
regenerasi.
Pada umumnya savana mengalami masa kekeringan lebih
panjang dari pada hutan. Savana Baluran mempunyai jenis tanah
aluvial yang kadar liatnya tinggi, sifat fisik tanah sangat porous,
tidak mampu menyimpan air, mempunyai kembang susut tinggi
dan merekah pada musim kemarau. Tanah ini memiliki
kandungan mineral tinggi tetapi miskin bahan organik.
Berdasarkan interpretasi hasil foto udara, savana di TN
Baluran pada mulanya memiliki luas yang sempit dan terpisah-
pisah. Kebakaran hutan menyebabkan luas areal savana terus
bertambah. Salah satu upaya untuk membatasi bertambah
luasnya savana akibat kebakaran dilakukan dengan
mengintroduksi tanaman A. nilotica, yang dapat dijadikan sekat
bakar. Akan tetapi, introduksi tanaman eksotik ini menimbulkan
masalah baru dalam pengelolaan TN Baluran.
Savana merupakan ekosistem yang kurang stabil,
keseimbangannya tergantung iklim, api, penggunaan oleh
margasatwa dan lain-lain. Untuk melestarikan ekosistem savana
diperlukan kegiatan manipulatif seperti pembakaran terkendali,
pengaturan populasi satwa, penebangan vegetasi dan lain-lain.
Pada proses pembakaran, api sering membinasakan tumbuhan
berkayu, tumbuhan dikotil dan palma lain, tanpa menimbulkan
kerusakan berarti pada rimpang rerumputan di bawah tanah. Hal
ini berbeda dengan kondisi hutan hujan pada umumnya yang
menghendaki sesedikit mungkin campur tangan manusia untuk
menjaga klimaks ekologi dan memungkinkan berlangsungnya
regenerasi.
Pada umumnya savana mengalami masa kekeringan lebih
panjang dari pada hutan. Savana Baluran mempunyai jenis tanah
aluvial yang kadar liatnya tinggi, sifat fisik tanah sangat porous,
tidak mampu menyimpan air, mempunyai kembang susut tinggi
dan merekah pada musim kemarau. Tanah ini memiliki
kandungan mineral tinggi tetapi miskin bahan organik.
Kegiatan pelestarian TN Baluran meliputi upaya
mempertahankan keanekaragaman hayati baik flora, fauna
maupun ekosistemnya. Salah satu kegiatan prioritas adalah
menjaga kelestarian ekosistem savana. Savana di TN Baluran
pada awalnya termasuk padang rumput alami, yang diduga
merupakan klimaks karena api. Api sebagai salah satu faktor
penting yang berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas
padang rumput, mempunyai peranan yang menguntungkan dan
merugikan. Kebakaran memungkinkan rumput-rumput pakan
satwa lebih tersebar dan lebih produktif. Api juga mengontrol biji-
biji tumbuhan berkayu yaitu dengan memusnahkan dan
menghambat pertumbuhannya, sehingga vegetasi rumput bebas
dari pengaruh naungan dan persaingan dengan vegetasi lain.
Upaya penanggulangan invasi A.nilotica telah banyak
dilakukan, baik dengan cara mekanis maupun kimia.
Pertimbangan yang diambil dalam pemberantasan A. nilotica,
selain aspek ekologi juga aspek ekonomi, karena kegiatan yang
dilakukan di suatu kawasan pelestarian (taman nasional) berbeda
dengan kegiatan lain di luar.
Permasalahan lain yang mengancam kelestarian savana TN
Baluran adalah meningkatnya intensitas penggembalaan liar oleh
masyarakat sekitar kawasan. Kegiatan ini banyak ditemukan
terutama di kawasan taman nasional bagian utara.
Penggembalaan ini telah dilakukan masyarakat secara turun
temurun dan dari waktu ke waktu jumlah ternak yang
digembalakan semakin banyak. Menurut Nugroho et.al. (1991,
dalam Hafis, 1992), setiap hari ditemukan + 1600 ekor sapi dan
+ 400 ekor domba/kambing digembalakan secara liar di kawasan
Baluran bagian utara. Padahal daya dukung savana diduga di
bawah jumlah ternak yang digembalakan, sehingga terjadi
overgrazingarea yang keras dan mengancam kelestarian
ekosistem savana tersebut.

Purbalisa dan Mulyadi, 2013. Pb dan Cu Pada Bahan Air dan


Tanah... 116
Pb DAN Cu PADA BADAN AIR DAN TANAH SAWAH SUB-DAS
SOLO HILIR
Volume 2, Nomor 2, Oktober 2013
KABUPATEN LAMONGAN
W. Purbalisa dan Mulyadi
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian
Jalan Jakenan-Jaken km 05 Pati 59182 Jawa Tengah
Email : purbalisa@gmail.com, mulyadi1959@yahoo.com
Kesimpulannya
Wilayah sungai Bengawan Solo merupakan wilayah sungai
lintas propinsi
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sungai Bengawan Solo merupakan
sungai ter-panjang di Pulau Jawa (600 km), luasan DAS
16.100km2, yang terdiri atas Sub DAS Bengawan Solo Hulu
(6.702 km2), Sub DASBengawan Solo Hilir (6.273 km2), dan Sub
DAS Kali Madiun (3.755 km2). Kabupaten Lamongan diantaranya
masuk wilayah Sub DAS Hilir Bengawan Solo.
Perencanaan pengelolaan DAS hingga saat ini masih belum
menunjukkan hasil yang optimal, meskipun konsep dan
peraturan konservasi tanah dan air sudah berhasil dibuat dan
dilaksanakan sejak Pelita I. Meningkat-nya luas lahan kritis dan
degradasi lahan menunjukkan bahwa masalah yang berkaitan
dengan kerusakan lingkungan belum dapat diatasi dengan
tuntas. Dampak negatif yang ditimbulkan kerusakan lahan DAS
tersebut sangat merugikan kehidupan penduduk, seperti banjir,
kekeringan, erosi, sedimentasi, menurunnya kesuburan tanah,
produksi pertanian menurun, tercemarnya badan air dan lahan
pertanian dan dampak yang lain.
Jenis kadar logam yang terdapat di air Sungai Bengawan
Solo di antaranya
Kromium (Cr), tembaga (Cu), timbal (Pb) dan seng (Zn). Ketua
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jawa Tengah menyatakan, pena-
nganan masalah di DAS Sungai Bengawan Solo selama ini lebih
menyasar pada penang-gulangan akibat kritisnya DAS Bengawan
Solo.
Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar
kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion Hidrogen di dalam
air. Air yang mempunyai pH kecil dari pH normal akan bersifat
asam, sedangkan air yang mempunyai pH lebih besar dari
normal akan bersifat basa. Toksisitas suatu senyawa kimia
mempengaruhi pH, toksisitas logam memperlihatkan
peningkatan pada pH rendah.
Kandungan garam atau salinitas mempunyai efek yang
berbeda-beda terhadap jenis tanaman. Banyak jenis tanaman
yang memang toleran terhadap kadar garam yang tinggi seperti
pohon bakau yang tumbuh di daerah pantai. Namun pada
tanaman yang tumbuh pada tanah biasa dengan adanya
peningkatan kandungan garam yang tinggi berkibat menurunnya
perbedaan konsentrasi antara air sel dengan air tanah yang
bergaram, diperkirakan akan menurunkan perbedaan tekanan
osmosis relatif yang antara lain berfungsi menghisap air ke daun,
dan menyebabkan daun menjadi layu dan perubahan
metabolisme akar.

Anda mungkin juga menyukai