NASKAH PSIKIATRI
F40.01 Agorafobia Dengan Gangguan Panik
BAGIAN PSIKIATRI
RSUP M DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
KETERANGAN PRIBADI PASIEN
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Pasang, 5 Februari 1980
Status Perkawinan : Menikah, sudah bercerai
Pekerjaan / Pendidikan : Tidak Bekerja / SMA
Alamat : Jl. Sisingamaraja
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Minangkabau
1. Sebab Utama
Pasien datang ke poli jiwa RSUP M Djamil untuk kontrol.
2. Keluhan Utama(Chief Complaint)
Merasa sempoyongan, cemas, gelisah,dada berdebar, tangan bergetar, dan
keringat dingin
1
Pasien datang untuk kontrol. Pasien sering merasa sempoyongan. Pasien
sebelumnya sudah pernah konsuldi bagian saraf dan mata. Di bagian mata
pasien mengeluhkan mata merah dan gatal. Dari bagian mata hanya diberikan
obat untuk gejala mata merah dan gatal. Hasil pemeriksaan dari bagian saraf
tidak ditemukan kelainan, maka dari itu pasien dianjurkan untuk konsul ke
bagian jiwa.
Pasien sering merasa cemas atau terkejut tiba-tiba tanpa ada pencetus, lalu
gelisah. Bahkan saat pasien dalam keadaan duduk santai dapat timbul keluhan
cemas dan terkejut tiba-tiba. Saat cemas pasien juga merasa dada berdebar,
nyeri ulu hati, dan tangan gemetar bahkan sampai timbul keringat dingin.Selain
itu pasien juga mengeluhkan bahwa lehernya sering terasa kaku.Keluhan ini
sudah dirasakan pasien setiap hari mulai dari pagi sampai malam dengan
frekuensi lebih dari 10x dalam sehari. Bahkan saat tidur pasien sering
terbangun dari tidurnya karena tiba-tiba terkejut.
Pasien juga mengeluhkan sering merasa sempoyongan dan gelisah ketika
berada di keramaian. Sebelumnya ketika teman pasien menanyakan hal yang
terjadi tentang kondisi pasien karena dirasa pasien sudah seperti orang yang
akan mati, pasien merasa gelisah dan takut bahwa umurnya tidak akan panjang.
4. Riwayat Penyakit Sebelumnya
a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Tahun 2015
Pasien mengeluhkan badan sempoyongan. Pasien langsung
memeriksakan diri ke rumah sakit. Saat di rumah sakit pasien diperiksa
oleh bagian saraf. Setelah itu pasien mengonsumsi obat dari saraf
namun tidak ada perubahan yang berarti terhadap keluhannya.
Pasien mengaku saat ini sering terjadi pertengkaran antara dirinya dan
istrinya. Berdasarkan alloanamnesa dengan sepupu pasien hal ini
disebabkan karena istri pasien diketahui selingkuh. Namun pasien
menyebutkan ia hanya dapat memendam amarahnya pada sang istri.
Tahun 2016
Pasien masih mengonsumsi obat dari bagian saraf, namun keluhan
pasien semakin berat. Badan sempoyongan semakin sering dirasakan
ditambah dengan leher terasa berat dan kaku dan tangan gemetar.
Pasien menghentikan obat yang didapat dari saraf. Tahun 2016 ini
pasien juga konsul ke bagian jiwa. Obat hanya dikonsumsi selama
beberapa bulan namun tidak diketahui pasti lamanya, namun akhirnya
harus terputus karena ada masalah BPJS.
Berdasarkan alloanamnesis didapatkan pada pertengahan tahun pasien
akhirnya bercerai dengan istrinya dan dua anaknya dibawa oleh istri
pasien. Istri pasien masih sering menelfon pasien untuk meminta nafkah
padahal saat ini pasien tidak mempunyai pekerjaan tetap.
b. Riwayat Gangguan Medis
2
Pasien memiliki riwayat miopia dari 2 tahun yang lalu
Pasien memiliki riwayat asma dari kecil
Pasien memiliki riwayat gastritis
Pasien memiliki riwayat sinusitis dan sudah dioperasi
c. Riwayat Penggunaan Zat
- Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol
- Pasien tidak pernah mengonsumi narkoba.
- Pasien sesekali minum kopi dan merokok, namun sekarang sudah
jarang. Pasien mengonsumsi teh setiap hari 1 kali
5. Riwayat keluarga
Skema Pedegree
: Wanita : Meninggal
3
Skema perjalanan penyakit
Skizoid Emosi dingin ( - ), tidak acuh pada orang lain ( - ), perasaan hangat
atau lembut pada orang lain ( - ), peduli terhadap pujian maupun
kecaman ( - ), kurang teman ( - ), pemalu ( - ), sering melamun(-),
kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual (-), suka
aktivitas yang dilakukan sendiri ( - )
Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan ( - ), kewaspadaan berlebihan (-),
sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi ( - ), tidak mau menerima
kritik ( - ), meragukan kesetiaan orang lain ( - ), secara intensif
mencari-cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya ( - ), perhatian
yang berlebihan terhadap motif-motif yang tersembunyi (-),cemburu
patologik ( - ), hipersensifitas ( -), keterbatasan kehidupan afektif (
- ).
Skizotipal Pikiran gaib ( - ), ideas of reference (- ), isolasi sosial ( - ), ilusi
berulang (- ), pembicaraan yang ganjil ( - ), bila bertatap muka dengan
orang lain tampak dingin atau tidak acuh ( - ).
Siklotimik Ambisi berlebihan ( - ), optimis berlebihan ( - ), aktivitas seksual yang
berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan ( - ),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang merugikan
dirinya ( - ), melucu berlebihan ( - ), kurangnya kebutuhan tidur ( - ),
pesimis (- ), putus asa (- ), insomnia ( - ), hipersomnia ( - ), kurang
bersemangat (- ), rasa rendah diri (- ), penurunan aktivitas ( - ),
mudah merasa sedih dan menangis ( - ), dan lain-lain.
4
Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya ( - ), preokupasi
dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan kecantikan
( - ), ekshibisionisme ( - ), membutuhkan perhatian dan pujian yang
terus menerus ( - ), hubungan interpersonal yang eksploitatif (- ),
merasa marah, malu, terhina dan rendah diri bila dikritik (- ) dan lain-
lain.
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain( - ), sikap yang amat tidak
bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus ( - ), tidak mampu
mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari pengalaman ( - ),
tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan kewajiban sosial ( - ),
tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama ( - ),
iritabilitas ( - ), agresivitas ( - ), impulsif (- ), sering berbohong ( - ),
sangat cendrung menyalahkan orang lain atau menawarkan
rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien
konflik dengan masyarakat ( - )
5
Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa
nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal dalam hidupnya
(-), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena
ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus
diri sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya(-)
6
IV. STATUS NEUROLOGIKUS
GCS : E4M5V6
Tanda ransangan Meningeal : tidak ada
Tanda-tanda efek samping piramidal :
Tremor tangan : tidak ada
Akatisia : tidak ada
Bradikinesia : tidak ada
Cara berjalan : tidak ada
Keseimbangan : tidak ada
Rigiditas : tidak ada
Kekuatan motorik : tidak ada
Sensorik : tidak ada
1. Penampilan
Sikap tubuh: biasa ( + ), diam ( - ), aneh ( - ), sikap tegang ( - ), kaku ( - ),
gelisah ( - ), kelihatan seperti tua ( - ), kelihatan seperti muda (
- ),berpakaian sesuai gender (+ ).
Cara berpakaian : rapi ( + ), biasa ( - ), tak menentu ( - ), sesuai dengan
situasi ( + ), kotor ( - ), kesan ( dapat/ tidak dapat mengurus diri)*
Kesehatan fisik :sehat ( + ), pucat ( - ), lemas ( - ), apatis ( - ), telapak
tangan basah ( - ), dahi berkeringat ( - ), mata terbelalak ( - ).
3. Kontak psikis
Dapat dilakukan ( + ), tidak dapat dilakukan ( - ), wajar ( + ), kurang
wajar ( - ), sebentar( - ), lama ( + ).
2. Sikap
Kooperatif ( + ), penuh perhatian ( +), berterus terang ( + ),menggoda
( - ), bermusuhan ( - ), suka main-main ( - ), berusaha supaya disayangi
( - ), selalu menghindar ( - ), berhati-hati ( - ), dependen (- ), infantil(- ),
curiga ( - ), pasif ( - ), dan lain-lain.
7
Ekhopraksia ( - ), katalepsi ( - ), luapan katatonik ( - ), stupor katatonik
( - ), rigiditas katatonik ( - ), posturing katatonik ( - ), cerea flexibilitas ( -
), negativisme ( - ), katapleksi ( - ), stereotipik ( - ), mannerisme ( - ),
otomatisme
( - ), otomatisme perintah ( - ), mutisme ( - ), agitasi psikomotor ( - ),
hiperaktivitas/ hiperkinesis ( - ), tik ( - ), somnabulisme ( - ), akathisia ( -
), kompulsi( - ), ataksia, hipoaktivitas ( - ), mimikri ( - ), agresi ( - ),
acting out ( - ), abulia ( - ), tremor (+), ataksia ( - ), chorea ( - ), distonia
( - ), bradikinesia ( - ), rigiditas otot ( - ), diskinesia ( - ), convulsi ( - ),
seizure ( - ), piromania ( - ), vagabondage ( - ).
C. Emosi
Hidup emosi*: stabilitas (stabil), pengendalian (adekuat/tidak adekuat),
echt/unecht, skala diffrensiasi ( sempit/luas), arus emosi (biasa).
1. Afek
Afek appropriate/ serasi ( + ), afek inappropriate/ tidak serasi( - ), afek
tumpul ( - ), afek yang terbatas ( - ), afek datar ( - ), afek yang labil ( - ).
1. Mood
mood eutimik (+),mood disforik ( - ),mood yang meluap-luap (expansive
mood) ( - ), mood yang iritabel ( - ), mood yang labil (swing mood) ( - ),
mood meninggi (elevated mood/ hipertim) ( - ), euforia ( - ), ectasy ( - ),
mood depresi (hipotim) ( - ), anhedonia ( - ), duka cita ( - ), aleksitimia (
- ), elasi ( - ), hipomania ( - ), mania( - ), melankolia( - ), La belle
indifference ( - ), tidak ada harapan ( - ).
8
2. Emosi lainnya
Ansietas ( -), free floating-anxiety ( + ), ketakutan ( - ), agitasi ( - ),
tension (ketegangan) ( - ), panic ( + ), apati ( - ), ambivalensi ( - ),
abreaksional ( - ), rasa malu ( - ), rasa berdosa/ bersalah( - ), kontrol
impuls ( - ).
9
thought of control ( - ), Waham cemburu/ waham ketidaksetiaan ( - ),
waham menyalahkan diri sendiri ( - ), erotomania ( - ), pseudologia
fantastika ( - ), waham agama ( - ).
Idea of reference
Preokupasi pikiran ( - ), egomania ( - ), hipokondria ( - ), obsesi ( - ),
kompulsi ( - ), koprolalia ( - ), hipokondria ( - ), obsesi ( - ), koprolalia
( - ), fobia ( - ) noesis ( - ), unio mystica ( - ).
A Persepsi
Halusinasi
Non patologis: Halusinasi hipnagogik ( - ), halusinasi hipnopompik ( - ),
Halusinasi auditorik ( - ), halusinasi visual ( - ), halusinasi olfaktorik ( - ),
halusinasi gustatorik ( - ), halusinasi taktil ( - ), halusinasi somatik ( - ),
halusinasi liliput ( - ), halusinasi sejalan dengan mood ( - ), halusinasi
yang tidak sejalan dengan mood ( - ), halusinosis ( - ), sinestesia ( - ),
halusinasi perintah (command halusination), trailing phenomenon ( - ).
Ilusi ( - )
Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )
10
H. Dicriminative Insight*
Derajat I (penyangkalan)
Derajat II (ambigu)
Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain)
Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)
Derajat V (tilikan intelektual)
Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)
A. Discriminative Judgement :
baik
--
11
membaik. Pasien sudah memeriksakan diri ke bagian jiwa, namun
konsumsi obat terputus karena masalah BPJS. Pada pertengahan tahun ini
pasien akhirnya cerai dengan istrinya dan kedua anak pasien dibawa oleh
istrinya.
II. Formulasi Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan penyakit dan
pemeriksaan, pada pasien ini ditemukan adanya perasaan cemas terhadap
hal-hal yang tidak diketahui dan munculnya tiba-tiba, ada munculan gejala
ketegangan motorik seperti gelisah, gemetar pada jari-jari tangan, dan
tidak dapat santai serta terdapat gejala overaktivitas otonomik sepertidada
berdebar, keringat dingin dan keluhan lambung, serta pasien juga
mengeluhkan cemas apabila tidak ditolong saat berada di keramaian.
Berdasarkan PPDGJ III dan Kaplan dapat disimpulkan bahwa pada pasien
menderita agorafobia dengan gangguan panik.1,2
Kecemasan yang terjadi pada pasien tidak bersamaan dengan
adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari
kondisi medis umum. Hal ini dapat diketahui dari hasil pemeriksaan
bagian saraf bahwa tidak ditemukan kelainan oleh dokter saraf sehingga
akhirnya pasien dikonsulkan ke bagian jiwa. Berdasarkan kriteria
diagnosis untuk Gangguan Kecemasan karena Kondisi Medis Umum
menurut Kaplan diagnosa ini dapat disingkirkan.2
Pada pasien tidak ditemukan riwayat pemakaian NAPZA, maka
pada pasien ini diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat
Psikoaktif bisa disingkirkan.1
Hasil anamnesis pada pasien tidak ditemukan adanya perubahan isi
pikir dan persepsi dengan tidak ditemukannya waham dan halusinasi pada
pasien
Pada pasien tidak ditemukan adanya gejala-gejala perubahan
suasana alam perasaan seperti sedih, kehilangan
kegembiraan,berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah, menurunnya aktivitas.
12
Dari riwayat kepribadian pada pasien initidak didapatkan gangguan
kepribadian sehingga aksis II pada pasien ini tidak ada diagnosis
Berdasarkan anamnesis riwayat penyakit medis, pasien saat ini
mengalami asma yang sudah dirasakan sejak pasien masih balita, selain itu
pasien memiliki keluhan pada bagian mata yaitu miopia yang diketahui
sejak 2 tahun yang lalu. Maka diagnosa untuk aksis III adalah asma
persisten ringan dan miopia.
Pasienmemiliki konflik dalam rumah tangga dan perceraian sejak
pertama kali keluhan dirasakan. Istri pasien diketahui selingkuh dengan
orang lain. Pasien menyebutkan ia hanya dapat memendam kemarahan
pada sang istri..Pasien saat ini tidak memiliki pekerjaan yang tetap, namun
dari hasil alloanamnesa didapatkan bahwa keluarga tidak menuntut pasien
untuk dapat bekerja sehingga pasien hanya bekerja kapanpun ia
mau.Sehingga aksis IV pada pasien ini hanya masalah dengan primary
support group (keluarga).
Pada aksis V berdasarkan penilaian GAF (Global Assessment of
Functional Scale) saat ini pasien berada pada nilai 80-71. Gejala
sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan,
sekolah, dll.5
V. Daftar Masalah
Organobiologik
Tidak ada
Psikologis
13
Mudah cemas akan hal-hal kecil, kadang berdebar-debar disaat
cemas.
Lingkungan dan psikososial
Keluarga pasien mendukung pengobatan dan mengharapkan
kesembuhan dari pasien.
I Penatalaksanaan
A. Farmakoterapi
- Setraline 1x50 mg
- Merlopam 3x2mg
B. Non Farmakoterapi
Psikoterapi
Kepada pasien:
Psikoterapi suportif
Memberikan dukungan, kehangatan, empati, dan optimistik
kepada pasien, membantu pasien mengendalikan emosinya.
Cognitif behavioral terapi
Kepada keluarga:
Psikoedukasi
Memberikan penjelasan yang bersifat komunikatif, informatif,
dan edukatif tentang penyakit pasien (penyebab, gejala,
hubungan antara gejala dan perilaku, perjalanan penyakit, serta
prognosis).
XIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
14
dapat santai. Selain itu juga terdapat gejala overaktivitas otonomik yaitu
berkeringat, jantung berdebar-debar, dan keluhan lambung. Paseien juga
merasakan cemas di keramaian karena merasa tidak ada yang menolong Sehingga
diagnosa Agorafobia dengan gangguan panik dapat ditegakkan.
Pada pasien diberikan obat golongan SSRI yaitu sertraline yang merupakan
first line untuk pengobatan gejala panik. Lalu bersamaan juga diberikan merlopam
yang merupakan golongan benzodiazepine yang cocok untuk pasien dewasa,
dikarenakan efek psikomotornya yang kurang berpengaruh sehingga pasien masih
dapat beraktifitas dengan baik. Merlopam sebagai anti anisetas dapat bekerja pada
gejala akut jadi baik dikombinasikan dengan anti depresan yang efek kerjanya
lebih lambat. Clobazam tidak disarankan untuk dipakai jangka panjang.
15
mengonsumsinya?
Berapa lama bapak konsumsi Dari tahun 2015-2016
obat dari saraf?
Untuk dari jiwa sendiri, Apa tu sering cemas gitu, Cemas (+)
keluhan apa yang bapak berdiri susah, duduk susah,
rasakan? kalau tersinggung badan suka
nggak enak jadinya. Kalau
nggak tersinggung saja badan
saya sudah nggak enak
rasanya.
Kalau keluhan dada berdebar Ada tu, waktu udah cemas Overaktivitas otonomik
cepat ada pak? betul
Biasanya terasa cemas saat Nggak ada, tiba tiba aja Free floating anxiety
kapan saja pak? terasa cemas. Kadang dalam
keadaan duduk begini aja
bisa terkejut tiba-tiba
Ada pencetusnya saat terasa Nggak ada, kadang lagi Free floating anxiety
cemas pak? duduk gini aja bisa gelisah.
Apalagi berdiri, terasa seperti
mau jatuh
Dalam sehari berapa kali Dari pagi sampai malam
muncul cemas atau perasaan merasakan. Waktu tidur aja
nggak nyaman pak? sering terkejut rasanya
Apalagi keluhan bapak yang Terasa berat di kuduk, Ketegangan motorik
lain selain ini? kesemutan. sekarang aja saya
gelisah ini rasanya, makanya
saya goyang goyangkan
kakinya
Ada keluhan di bagian tubuh Ada, tangan saya sering Ketegangan motorik dan
lainnya pak? bergetar sendiri, kadang overaktivitas otonomik
kalau udah cemas betul bisa
keluar keringat dingin
Kalau nyeri ulu hati Ada, saya sakit maag. Tapi Overaktivitas otonomik
bagaimana pak? belum pernah periksa
Berati ini baru pertama kali ke Kalau ke jiwa sudah sering.
jiwa pak? Dulu sempat minum obat
jiwa tapi terputus karena
masalah BPJS
Pak pertama kali merasakan Udah dari tahun 2015, udah 3
gelisah, cemas, dan gejala tahunan lah
lainnya ini kapan pak?
Waktu itu yang terasa apa pak? Badan sempoyongan, pusing
Waktu 2015 saat badan bapak Dibawa ke RST, ke saraf.
sempoyongan, apa yang Diperiksa disuruh duduk,
dilakukan pak? berdiri. Lalu diberi obat
Kira-kira dulu ada yang terjadi Hmm bisa jadi karena
pak, mungkin suatu peristiwa bertengkar dengan keluarga,
hidup waktu tahun 2015 itu? tapi nggak bisa diluapkan
16
Tadi juga saya ketemu
teman-teman saya. Mereka
nanya, kok makin kurus,
aman atau tidak nih. Waktu
saya menjawab, nggak enak
badan saya rasanya. Ada
takut-takut mau pergi gitu
Kalau mau bawa motor, ada Tidak ada, biasa saja
perasaan cemas tidak pak?
Kalau di tempat ramai ada Kalau itu ada. Bukan cemas, Gejala agorafobia
terasa cemas pak? tapi gelisah rasanya.
Misalnya saya nonton acara
trus lama lama disana nggak
enak badan saya.
Ada rasa ketakutan tidak ada Ada. Kalau saya sudah mulai
yang bisa menolong di tempat takut dan sempoyongan, saya
ramai itu pak? mulai cari pegangan.
Cemas terhadap lalu lintas ada Tidak ada
pak?
Pernah ada perasaan cemas Biasa saja Fobia sosial (-)
ada di suatu kelompok kecil
dan bapak yang jadi pusat
perhatian pak?
Sekarang kan udah konsumsi Belum ada. Dikasih dua
obat yang dari jiwa, sudah ada macam obat
perubahan pak?
Ada perasaan cemas ketika Sedih iya, cemas tidak terlalu
harus berpisah dengan tokoh
yang sudah dekat dari sejak
kecil?
Ada merasa cemas akan Tidak ada, tapi kalau di
dipermalukan di depan umum keramaian gelisah
pak? bawaannya
Pernah nggak pak bapak harus Tidak ada. Pernah kepikiran Gejala obsesif-kompulsif (-)
memastikan sesuatu sampai tapi sekali saja, juga tidak
berkali-kali, misalnya pintu ada tindakan lanjutnya
depan yang harus bapak cek
berkali-kali?
Bapak pernah mendengar Tidak ada Halusinasi (-)
suara-suara yang orang tidak
bisa dengar?
Kalau melihat bayangan yang Tidak ada Halusinasi (-)
tidak bisa terlihat oleh orang?
Pernah mengalami isi pikiran Tidak permah Thought of echo (-)
bapak rasanya bergema dalam
kepala bapak?
Pernah mengalami keadaan Tidak pernah
semua orang tau apa yang
17
bapak pikirkan?
Pernah terasa kehilangan Tidak terlalu, Cuma akhir- Depresi (-)
minat, menarik diri dari akhir ini saya lebih sering di
lingkungan, dll? rumah. Mungkin karena sakit
saya ini
Bapak pernah konsumsi Tidak ada
narkoba, narkoba suntik,
ngisap lem?
Minum kopi gimana pak? Kalau kopi jarang, kapan
mau saja
Kalau minum teh pak? Setiap pagi
Merokok ada pak? Jarang saya merokok akhir-
akhir ini. Dulu bisa 1
bungkus sehari
Sekarang hari apa pak? Sabtu, 11 maret 2017
Tanggal? Tahun?
Kalau misalnya ada api pak, Yaa dimatikan. Cari air
apa tindakan bapak? Caranya
pak?
Apa persamaan kulkas dan Sama sama punya pintu,
lemari pak, dari yang bisa kita sama-sama bentuknya
lihat? persegi
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Agorafobia berasal dari kata Yunani. Agorafobia adalah rasa takut
sendirian di tempat umum (seperti supermarket), terutama tempat yang sulit
untuk keluar dengan cepat saat terjadi serangan panik.1
Agorafobia juga termasuk ketakutan jika berada jauh dari rumah,
keluarga dan teman-teman. Penderita takut berada pada situasi atau tempat
yang menyebabkan sulit melarukan diri atau tidak ada bantuan jika terjadi
serangan panik.2
Agorafobia sering disertai gangguan panik. Gangguan panik ditandai
dengan adanya serangan panik yang tidak diduga dan spontan yang terdiri
atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi dari sejumlah
serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit serangan selama satu tahun.1
2.2 Epidemiologi
Studi epidemiologis melaporkan angka prevalensi seumur hidup 1,5 5
% untuk gangguan panik dan 3 5,6 % untuk serangan panik. Perempuan
lebih mudah terkena dua hingga tiga kali daripada laki-laki walaupun
pengabaian diagnosis gangguan panik pada laki-laki dapat berperan dalam
distribusi yang tidak sebenarnya.1
Gangguan panik paling lazim timbul pada dewasa muda (usia rerata
timbulnya gangguan sekitar 25 tahun) tetapi gangguan panik dan agorafobia
dapat timbul pada usia berapapun. Gangguan panik dilaporkan terjadi pada
anak dan remaja, serta diagnosis gangguan ini mungkin kurang terdiagnosis
pada kelompok usia tertentu.1
Prevalensi seumur hidup agorafobia dilaporkan berkisar anatara 0,6 6
%. Faktor utama yang menyebabkan kisaran perkiraan yang luas ini adalah
pengguanaan berbagai kriteria diagnostik dan metode penilaian. Dibanyak
kasus, awitan agorafobia mengikuti peristiwa traumatik.1
19
2.3 Etiologi
a. Faktor Biologis
Gejala gangguan panik terkait dengan suatu kisaran abnormalitas
biologis dalam struktur dan fungsi otak. Sebagian besar penelitian
dilakukan di area dengan penggunaan stimulan biologis untuk
mencetuskan serangan panik pada pasien dengan gangguan panik.1
Sistem saraf otonom pada sejumlah pasien dengan gangguan panik
dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi lambat
terhadap stimulus berulang, dan berespons berlebihan terhadap stimulus
sedang.1
b. Faktor Genetik
Walaupun studi yang terkontrol baik mengenai dasar genetik
gangguan panik dan agorafobia jumlahnya sedikit, data saat ini
mendukung kesimpulan bahwa gangguan ini memiliki komponen genetik
yang khas. Di samping itu, sejumlah data menunjukkan bahwa gangguan
panik dengan agorafobia adalah bentuk parah gangguan panik sehingga
lebih mungkin diturunkan.1
Berbagai studi menemukan peningkatan risiko empat hingga delapan
kali untuk gangguan panik diantara kerabat derajat pertama pasien dengan
gangguan panik dibandingkan kerabat derajat pertama pasien psikiatri lain.
Studi kembar yang telah dilakukan hingga saat ini umumnya melaporkan
bahwa kedua kembar monozigot lebih mudah terkena bersamaan daripada
kembar dizigot. Demikian juga riwayat keluarga dengan gangguan panik
dan agorafobia. Saat ini, tidak ada data yang menunjukkan hubungan
antara lokasi kromosom spesifik atau cara transmisi dan gangguan ini.1,2
c. Faktor Psikososial
Teori psikoanalitik dan perilaku kognitif telah dikembangkan untuk
menerangkan patogenesis gangguan panik dan agorafobia. Keberhasilan
metode kognitif perilaku untuk terapi gangguan ini dapat menambah
kepercayaan pada teori perilaku kognitif. 1
a. Teori Perilaku Kognitif
20
Teori perilaku menyatakan bahwa ansietas adalah respons yang
dipelajari baik dari menirukan perilaku orangtua maupun melalui proses
pembelajaran klasik. Di dalam metode pembelajaran klasik pada
gangguan panik dan agorafobia, stimulus berbahaya (seperti serangan
panik) yang timbul bersama stimulus netral (seperti naik bus) dapat
mengakibatkan penghindaran stimulus netral. Teoriperilaku lain
menyatakan hubungan antara sensasi gejala somatik ringan (seperti
palpitasi) dan timbulnya serangan panik. Walaupun teori perilaku
kognitif dapat membantu menerangkan timbulnya agorafobia atau
peningkatan jumlah maupun keparahan serangan panik, teori ini tidak
menerangkan timbulnya serangan panik pertama yang tidak dicetuskan
dan tidak disangka yang dialami pasien.1
b. Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik mengonseptualisasi serangan panik sebagai
serangan yang timbul dari pertahanan yang tidak berhasil terhadap
impuls yang mencetuskan ansietas. Hal yang sebelumnya merupakan
sinyal ansietas ringan menjadi perasaan antisipasi cemas yang
berlebihan, lengkap dengan gejala somatik. Untuk menjelaskan
agorafobia, teori psikoanalitik menekankan hilangnya orangtua di masa
kanak dan riwayat ansietas perpisahan. Berada sendirian di tempat
umum membangkitkan kembali ansietas saat diabaikan di masa kanak.1
Mekanisme defens yang digunakan mencakup represi,
displacement, penghindaran, dan simbolisasi. Perpisahan traumatik
padamasa kanak dapat memengaruhi sistem saraf anak yang sedang
berkembang sedemikian rupa sehingga mereka menjadi rentan terhadap
ansietas di masa dewasa. Mungkin terdapat kerentanan predisposisi
neurofisiologis yang dapat berinteraksi dengan jenis stresor lingkungan
tertentu untuk menghasilkan hasil akhir serangan panik.1
Banyak pasien menggambarkan serangan panik seperti timbul tiba-
tiba, dengan tidak adanya faktor psikologis yang terlibat, tetapi
eksplorasi psikodinamik sering menggunakan penginduksi psikologis
serangan panik yang jelas. Walaupun serangan panik secara
21
neurofisiologis berhubungan dengan locus cerelus, awitan panik
umumnya terkait dengan faktor lingkungan atau psikologis. Pasien
dengan gangguan panik memiliki insiden yang lebih tinggi mengalami
peristiwa hidup yang penuh tekanan, khususnya kehilangan,
dibandingkan subjek kontrol dibulan-bulan sebelum awitan gangguan
panik. Lebih jauh, pasien secara khas mengalami penderitaan lebih
hebat akan peristiwa hidup daripada subjek kontrol.1
Riset menunjukkan bahwa penyebab serangan panik cenderung
melibatkan arti peristiwa yang menimbulkan stres secara tidak disadari
serta bahwa patogenesis serangan panik dapat berkaitan dengan faktor
neurofisiologis yang dicetuskan reaksi psikologis. Klinis psikodinamik
harus selalu melakukan penyelidikan menyeluruh mengenai
kemungkinan penginduksi setiap menilai pasien dengan gangguan
panik.1
22
2.5 Diagnosis
Diagnosis agorafobia berdasarkan gejala ansietas dan fobia
yang tampak jelas. Menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik
Gangguan Jiwa Edisi ke III (PPDGJ-III), diagnosis pasti agorafobia
harus memenuhi semua kriteria dengan adanya gejala ansietas yang terbatas
pada kondisi spesifik yang harus dihindari oleh penderita.4
23
agorafobia tanpa riwayat gangguan panik).
a. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dari mana kemungkinan sul
meloloskan diri (atau merasa malu) atau di mana mungkin tidak terdapat pertolongan jik
mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik yang diharapkan atau disebabkan ole
situasi. Rasa takut agorafobik biasanya mengenai kumpulan situasi karakteristik seperti di lua
rumah sendirian, berada di tempat ramai atau berdiri di sebuah barisan, berada di ata
jembatan, atau bepergian dengan bus, kreta atau mobil.
Catatan: Pertimbangkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah terbatas pada satu ata
hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia sosial jika penghindaran terbatas pada situasi sosial.
b. Situasi dihindari (misalnya jarang bepergian) atau jika dilakukan dengan penderitaan yan
jelas atau dengan kecemasan akan mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik, ata
perlu didampingi teman.
c. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain
seperti fobia sosial (misalnya penghindaran terbatas pada situasi sosial karena rasa taku
malu), gangguan obsesif kompulsif (misalnya menghindari kotoran pada seseorang denga
obsesi tentang kontaminasi), gangguan stres pasca traumatik (misalya menghindari stimu
yang berhubungan dengan stresor yang berat), atau gangguan cemas perpisahan (misalny
menghindari meninggalkan rumah atau sanak saudara).
24
serangan panik pasien. Aktivitas tersebut dapat mencakup penggunaan kafein,
alkohol, nikotin, atau zat lain, pola tidur atau makan yang tidak biasa dan
situasi lingkungan tertentu seperti pencahayaan yang berlebihan di tempat
kerja.1
Serangan sering dimulai dengan periode meningkatnya gejala dengan
cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah rasa takut yang ekstrim
dan rasa kematian serta ajal yang mengancam. Pasien biasanya tidak mampu
menyebutkan sumber rasa takutnya, mereka menjadi bingung dan memiliki
masalah konsentrasi. Tanda fisik sering mencakup takikardi, palpitasi,
dispnea dan berkeringat. Pasien sering mencoba pergi walau sedang dalam
situasi apapun untuk mencari pertolongan. Serangan biasanya bertahan 20-30
menit dan jarang lebih dari 1 jam.1
2.7 Perjalanan Penyakit
Sebagian besar kasus agorafobia diperkirakan dicetuskan oleh
gangguan panik. Bila gangguan panik diobati, seringkali
agorafobianya akan membaik. Dengan terapi perilaku,
penyembuhan cepat dari agorafobia dapat terjadi. Agorafobia tanpa
riwayat gangguan panik sering menjadi kronis, adanya gangguan
depresi dan ketergantungan alkohol akan memperberat perjalanan
agorafobia. 1
25
mendominasi gambaran klinisnya. Namun demikian, bila mana pasien
tersebut jelas sudah mengalami depresi pada saat fobik tersebut pertama kali
timbul, maka lebih tepat untuk mendiagnosis sebagai episode depresif; hal ini
lebih lazim terjadi pada kasus dengan onset lambat.1
2.9 Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Tujuan dari farmakoterapi adalah untuk mengobati gangguan panik
karenaagorafobia pada umumnya disebabkan oleh gangguan panik.
Diharapkan dengan perbaikan gangguan panik maka agorafobia juga akan
semakin membaik. Semua obat golongan Selective Serotonin
Reuptake Inhibitors ( S S R I ) efektif u n t u k gangguan panik.
Setralin memiliki efek sedatif dan cenderung membuat pasien tenang
sehingga menimbulkan kepatuhan yang lebih besar serta putus minum
obatyang lebih sedikit. Jika efek sedasi setralin tidak dapat ditoleransi,
maka dapat diganti dengan fluoxetin. Obat lain yang biasa
digunakan adalah dari golongan Benzodiazepin karena
memiliki awitan kerja untuk panik yang paling cepat,
sering dalam minggu pertama, dan dapat digunakan untuk
periode waktu yang lama tanpa timbul toleransi terhadap anti panik.1
b. Terapi Perilaku dan Kognitif
26
Terapi lain yang dilakukan selain farmakoterapi adalah terapi perilaku
dan kognitif. Fokus dari terapi kognitif adalah instruksi mengenai
keyakinan salah pasien dan informasi mengenai serangan panik.1
Aplikasi Relaksasi. Tujuan aplikasi relaksasi
( c o n t o h n y a p e l a t i h a n relaksasi Herbert Benson) adalah
m e m b e r i k a n p a s i e n r a s a k e n d a l i m e n g e n a i tingkat ansietas
dan relaksasi.1
Terapi Keluarga. Keluarga pasien dengan gangguan panik dan
agorafobia juga mungkin telah dipengaruhi oleh gangguan anggota
keluarga. Terapi keluargayang ditujukan pada edukasi dan dukungan sering
bermanfaat.1
Psikoterapi Berorientasi Tilikan. Psikoterapi berorientasi
tilikan dapat memberi keuntungan di dalam terapi
gangguan panik dan agorafobia. Ter a p i b e r f o k u s
membantu pasien mengerti ansietas yang tidak disadari
y a n g t e l a h dihipotesiskan, simbolisme situasi yang dihindari,
kebutuhan untuk menekan impuls, dan keuntungan sekunder
gejala tersebut. Suatu resolusi konflik pada masa bayi dini dan
oedipus dihipotesiskan berhubungan dengan resolusi stres saat ini.1
Psikoterapi Kombinasi dan Farmakoterapi. Bahkan ketika
farmakoterapi efektif menghilangkan gejala primer gangguan panik dan
agorafobia, psikoterapi dapat dibutuhkan untuk menterapi gejala
sekunder. Intervensi psikoterapeutik membantu pasien menghadapi
rasa takut keluar rumah. Di samping itu, beberapa pasien akan menolak
obat karena mereka yakin bahwa obat akan menstigmatisasi mereka
sebagai orang sakit jiwa sehingga intervensi terapeutik dibutuhkan untuk
membantu mereka mengerti dan menghilangkan resistensi
m e r e k a t e r h a d a p farmakoterapi.1
2.10 Prognosis
Belum banyak diketahui tentang prognosis agorafobia, namun
kecenderungannya adalah menjadi kronis dan dapat terjadi kormobiditas
dengan gangguan lain seperti depresi, penyalahgunaan alcohol dan obat bila
27
tidak mendapat terapi. Menurut National Institute of Mental Health, 30%
hingga 40% akan bebas dari gejala untuk waktu yang lama dan 50% masih
ada gejala ringan yang secara bermakna tidak mengganggu kehidupan
sehari-hari. Hanya 10% hingga 20% yang tidak membaik. Gangguan fobik
mungkin disertai dengan lebih banyak morbiditas dibandingkan yang
diketahui sebelumnya. Tergantung pada derajat mana perilaku fobik
mengganggu kemammpuan seseorang untuk berfungsi, pasien yang terkena
mungkin memiliki ketergantungan finansial pada orang lain serta timbulnya
berbagai gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan, dan akademik.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin J and Sadock, Virginia A (2015). Kaplan dan Sadock Buku
Ajar Psikiatrin Klinis. Edisi 2. Jakarta
2. Elvira, Sylvia D and Hadisukanto, Gitayanti (2010). Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Puri, B.K, Laking, P.J, Treasaden, I.H (2011). Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2.
Jakarta: EGC
4. Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III dan DSM-5, Cetakan Kedua, Jakarta.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R, 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III dan DSM-5, Cetakan Kedua, Jakarta.
2. Sadock B, Kaplan H, Sadock V. Kaplan & Sadock's synopsis of psychiatry.
Philadelphia: Wolter
Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins; 2015
29