Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU
LAPSUS
01 APRIL 2017

LAPORAN KASUS

Disusun Oleh:

A.Yanuar Fauzi
(11 777 030)

Pembimbing : dr. Patmawaty , Sp.KJ

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU

2017

LAPORAN KASUS
Nama : Tn. N

Umur : 36 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Ds Tolai

Pekerjaan : wiraswasta

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : SMA

Tanggal pemeriksaan : 30 Maret 2017

Tempat pemeriksaan : Ruangan Salak RSJ Mandani

LAPORAN PSIKIATRIK

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Mengamuk
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien laki-laki umur 36 tahun datang di RSJ Madani diantar keluarga
karena Mengamuk. Mengamuk terjadi karena minum obat tidak teratur
dan ditemukan berkelahi dengan tetangga akibat kesalahpahaman
dengan warga. Pasien juga sering tidak sadar nonton tv hingga 2x24
jam , membanting pintu, dan pasien juga mengaku bahwa dipaksa oleh
oleh om dan sepupu datang kerumah sakit. Pasien merasa gelisah dan
mengamuk karena pasien merasa minum obat psikiatri dilarang karena
mengandung obat terlarang.
Pasien merasa om dan sepupu yang memasukkan pasien di rs ingin
mengambil harta dan tanah kelurga. Semenjak itu pasien mulai tampak
murung.
Menurut keluarga Pasien mengaku bahwa pasien mulai tampak stress
saat mengalami permasalahan hubungan percintaan dan mulai sering
mengamuk.
Menurut keluarga Pasien mengaku bahwa pasien pernah mendengar
bisikkan. Dan mudah emosi disertai susah tidur.
Hendaya Disfungsi
- Hendaya Sosial (+)
- Hendaya Pekerjaan (+)
- Hendaya Penggunaan Waktu Senggang (+)
Faktor Stresor Psikososial
Pasien mulai tampak murung saat mengalami permasalahan
hubungan percintaan dan mulai sering mengamuk
Hubungan gangguan fisik dan psikis dengan riwayat
penyakit sebelumnya
- Terdapat penyakit fisik seperti ISPA
- Pasien merupakan pasien kontrol poli jiwa karena
Skizofrenia.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
Tidak ada riwayat kejang, infeksi berat, trauma, penggunaan NAPZA,
dan riwayat penggunaan alkohol.
Merokok (+) sejak SD
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
- Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien lahir normal, cukup bulan, di Rumah Sakit dan
dibantu oleh bidan.

- Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)


Pasien mendapatkan ASI dari ibunya, pasien hanya
meminum susu. Pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur,
tidak ada riwayat kejang, trauma atau infeksi pada masa ini.
- Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan
perkembangan baik.Pasien masuk TK torue dan Sekolah Dasar
di SDN BK dari kelas 1 sampai kelas 6.
Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja. ( 12-18 tahun)
Pasien SMP di tolai.
- Riwayat Perkerjaan
Pasien merupakan seorang pemancing
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Anak ke 3 dari 3 bersaudara dengan hubungan bersama ayah dan
ibunya yang baik dan harmonis. Hubungan dengan saudara baik.
F. Situasi sekarang
Pasien tinggal bersama dengan mamanya.
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupan
Pasien tidak merasa sakit dan butuh pertolongan tetapi pasien tidak
tahu penyebab sakitnya.

II. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
- Penampilan
Tampak seorang laki-laki dan memakai kaos kemeja abu-abu.
Postur tinggi badan sekitar 165 cm, rambut tipis dan berwarna
hitam, tampak wajah pasien sesuai dengan umurnya.
Perawakan biasa, perawatan diri kurang.
- Kesadaran : Compos Mentis
- Perilaku dan aktivitas psikomotor : Gelisah
- Pembicaraan : Berespon normal
- Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. Keadaan afektif
- Mood : hipertemia
- Afek : Appropriate
- Keserasian : serasi (appropriate)
- Empati : tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
- Daya konsentrasi : Baik
- Orientasi : Baik
- Daya ingat
- Jangka Pendek : Baik
- Jangka sedang : Baik
- Jangka Panjang : Baik
- Pikiran abstrak : Baik
- Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
D. Gangguan persepsi
- Halusinasi : Ada
- Ilusi : Tidak ada
- Depersonalisasi : Tidak ada
- Derealisasi : Tidak ada
E. Proses berpikir
- Arus pikiran :
a. Produktivitas : ide berlebihan
b. Kontinuitas : relevan
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
- Isi Pikiran
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan isi pikiran : Tidak ada
F. Pengendalian impuls
Baik
G. Daya nilai
- Norma sosial : Baik
- Uji daya nilai : Baik
- Penilaian Realitas : Baik
H. Tilikan (insight)
Derajat 1 : tidak merasa sakit dan dipaksa datang ke rs oleh
keluarga
I. Taraf dapat dipercaya
dapat dipercaya
III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
Pemeriksaan fisik :
Status internus: T : 130/80 mmHg, N:80x/menit, S: 37 C,
P: 20 x/menit. Pemeriksaan Thorax dan Abdomen dalam
batas normal. Tidak didapatkan kelainan.
Status Neurologis : GCS : E4M6V5, pupil bundar isokor,
reflex cahaya (+)/(+), kongjungtiva tidak pucat, sclera tidak
ikterus, fungsi motorik dan sensorik ke empat ekstremitas
dalam batas normal.

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien laki-laki umur 36 tahun datang di RSJ Madani diantar
keluarga karena Mengamuk. Mengamuk terjadi karena minum obat tidak
teratur dan ditemukan berkelahi dengan tetangga akibat kesalahpahaman
dengan warga. Pasien juga sering tidak sadar nonton tv hingga 2x24 jam ,
membanting pintu, dan pasien juga mengaku bahwa dipaksa oleh oleh om
dan sepupu datang kerumah sakit. Pasien merasa gelisah dan mengamuk
karena pasien merasa minum obat psikiatri dilarang karena mengandung
obat terlarang.
Pasien merasa om dan sepupu yang memasukkan pasien di rs ingin
mengambil harta dan tanah kelurga. Semenjak itu pasien mulai tampak
murung.
Menurut keluarga Pasien mengaku bahwa pasien mulai tampak stress
saat mengalami permasalahan hubungan percintaan dan mulai sering
mengamuk.
Menurut keluarga Pasien mengaku bahwa pasien pernah mendengar
bisikkan. Dan mudah emosi disertai susah tidur.
Tampak seorang laki-laki dan memakai kaos kemeja abu-abu.
Postur tinggi badan sekitar 165 cm, rambut tipis dan berwarna hitam,
tampak wajah pasien sesuai dengan umurnya. Perawakan biasa, perawatan
diri kurang.
Pada gangguan persepsi tampak mendengar bisikan.
Perilaku dan aktivitas psikomotor pasien tampak gelisah. Tidak
didapatkan gangguan proses pikir, arus pikir dan gangguan
persepsi.Tilikan derajat 1.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I :
Berdasarkan autoanamnesa didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna berupa mengamuk , gelisah dan tidak bisa tidur . Keadaaan ini
menimbulkan disstress bagi pasien dan keluarganya, dan menimbulkan
disabilitas dalam sosial dan pekerjaan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami Gangguan Jiwa.
Berdasarkan autoanamnesa didapatkan hendaya berat terdapat
halusinasi audiotorik. sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami Gangguan Jiwa Psikotik.
Dari autoanamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki halusinasi
auditorik dan gelisahl sehingga memenuhi criteria 2 gejala untuk
menegakkan diagnosis Skizofrenia. Sehingga pasien didiagnosis
F29.9 Skizofrenia YTT
Aksis II
Tidak ada gangguan kepribadian
Aksis III
Tidak ada gangguan organik
Aksis IV
Masalah Primary Support Group (keluarga)
Aksis V
GAF scale 60-51 Gejala sedang disabilitas berat
VIII. PROGNOSIS
Dubia ad Malam
a. Faktor yang mempengaruhi :
- Tidak ada kelainan organobiologik
- Ada support keluarga
b. Faktor yang mempersulit :
- Usia muda
- Ketidakpatuhan pengobatan
- Stresor dari keluarga inti
IX. RENCANA TERAPI
Farmakoterapi :
Antipsikosis : risperidone 2mg
Psikoterapi suportif
Ventilasi : Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa
lega
Persuasi: Membujuk pasien agar memastikan diri untuk selalu
Control dan minum obat dengan rutin.
Sugesti: Membangkitkan kepercayaan diri pasien bahwa dia dapat
sembuh (penyakit terkontrol).
Desensitisasi: Pasien dilatih bekerja dan terbiasa berada di dalam
lingkungan kerja untuk meningkatkan kepercayaan diri.

Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan
berkala.

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta
menilai efektifitas pengobatan yang diberikan apakah mengurangi gejala-
gejala atau keluhan pasien sebelum mendapat pengobatan dan kemungkinan
munculnya efek samping obat yang diberikan.

XI. PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA


Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ke III

(1995), pedoman diagnosis skizofrenia ini memenuhi kriteria umum untuk

diagnosis skizofrenia. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia

paranoid, hebefrenik, atau katatonik. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia

residual atau depresi pasca- skizofrenia.

Diagnosis

Pedoman diagnostik dari skizofrenia adalah harus adanya satu gejala berikut ini

yang amat jelas (dan dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):

a.Thought echo

dimana isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya

dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau

thought incertion or withdrawl dimana isi pikiran yang asing dari luar masuk ke

dalam pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya;

dan thought broadcasting dimana isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang

lainatau umum mengetahuinya.

b.Delusion of control

dimana waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari

luar; delusion of influence dimana waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar atau delusion of passivity dimana waham tentang

dirinya tidak berdaya dan pasrah

c.Halusinasi dimana suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus

terhadap perilaku pasien; mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri;

atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d.Waham

-waham menetaplainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar

dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu

atau kemampuan di atas manusia biasa.Selain ciri di atas, ada ciri lain sebagai

pedoman diagnosis skizofrenia, yaitu paling sedikit ada dua gejala di bawah ini

yang harus selalu ada secara jelas, yaitu:

a.Halusinasi yang menetap dari panca indra apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan

afektif yang jelas,atau disertai oleh ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila

terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus.

b.Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat

inkoherensi atau pembicaraan yang relevan atau neologisme.

c.Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh tertentu atau

fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

Farmakoterapi

Tiga pengamatan dasar tentang skizofrenia yang memerlukan


perhatian saat mempertimbangkan pengobatan gangguan, yaitu :

1. Terlepas dari penyebabnya, skizofrenia terjadi pada seseorang yang


mempunyai sifat individual, keluarga, dan sosial psikologis yang unik.

2. Kenyataan bahwa angka kesesuaian untuk skizofrenia pada kembar


monozigotik adalah 50 persen telah diperhitungkan oleh banyak
peneliti untuk menyarankan bahwa factor lingkungan dan psikologis
yang tidak diketahui tetapi kemungkinan spesifik telah berperan dalam
perkembangan gangguan.

3. Skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan


terapetik tunggal jarang mencukupi untuk menjawab secara
memuaskan gangguan yang memiliki berbagai segi.

Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan


skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial
dapat memperkuat perbaikkan klinis.

Perawatan di Rumah Sakit


Indikasi utama perawatan di rumah sakit adalah :

1. Untuk tujuan diagnostik.

2. Menstabilkan medikasi.

3. Keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh.

4. Perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai.

5. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.

Tujuan utama perawatan di rumah sakit adalah ikatan efektif antara


pasien dan system pendukung masyarakat.

Sejak diperkenalkan diawal tahun 1950-an medikasi antipsikotik


telah menyebabkan revolusi dalam pengobatan skizofrenia. Tetapi,
antipsikotik mengobati gejala gangguan dan bukan suatu penyembuhan
skizofrenia.

Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan


membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan
di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya
fasilitas pengobatan rawat jalan.

Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi


praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup,
pekerjaan dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus di arahkan
untukk mengikat pasien dengan fasilitas pasca rawat termasuk
keluarganya, keluarga angkat, board and care homes, dan half way house.
Pusat perawatan di siang hari ( day care center ) dan kunjungan rumah
kadang-kadang dapat membantu pasien tetap di luar rumah sakit untuk
periode waktu yang lama dan dapat memperbaiki kualitas kahidupan
sehari-hari pasien.
Terapi Somatik

Antipsikotik

Antipsikotik termasuk tiga kelas obat yang utama, yaitu:

1. Antagonis reseptor dopamine

2. Risperidone ( ris perdal )

3. Clozapine ( clozaril )

Pemilihan Obat

1. Antagonis Reseptor Dopamin

Adalah obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan


skizofrenia. Obat ini memiliki dua kekurangan utama, yaitu:

1.

a. Hanya sejumlah kecil pasien, cukup tertolong untuk mendapatkan


kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal.

b. Disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius.


Efek mengganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala
mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor. Efek serius yang
potensial adalah tardive dyskinesia dan sindroma neuroleptik
malignan.

Remoxipride adalah antagonis reseptor dopamin dari kelas yang


berbeda dari pada antagonis reseptor dopamin yang sekarang ini
tersedia. Awalnya obat ini disertai efek samping neurologist yang
bermakna, tetapi akhirnya remoxipride disertai dengan anemia
aplastik, jadi membatasi nilai klinisnya.

2. Risperidone

Adalah suatu obat antispikotik dengan aktivitas antagonis yang


bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 ( 5-HT2 ) dan pada reseptor
dopamine tipe 2 ( d2 ). Risperidone menjadi obat lini pertama dalam
pengobatan skizofrenia karena kemungkinan obat ini adalah lebih
efektif dan lebih aman daripada antagonis reseptor dopaminergik yang
tipikal.

3. Clozapine

Adalah suatu obat antipsikotik yang efektif. Mekanisme


kerjanya belum diketahui secara pasti. Clozapine adalah suatu
antagonis lemah terhadap reseptor D2 tetapi merupakan antagonis yang
kuat terhadap reseptor D4 dan mempunyai aktivitas antagonistic pada
reseptor serotogenik. Agranulositosis merupakan suatu efek samping
yang mengharuskan monitoring setiap minggu pada indeks-indeks
darah. Obat ini merupakan lini kedua, diindikasikan pada pasien
dengan tardive dyskinesia karena data yang tersedia menyatakan
bahwa clozapine tidak disertai dengan perkembangan atau eksaserbasi
gangguan tersebut.

Prinsip-Prinsip Terapetik

1. Klinis harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati
2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada
pasien harus digunakan lagi.

3. Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam


minggu pada dosis yang adekuat.

4. Penggunaan pada lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu
adalah jarang diindikasikan.

5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin


yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala selama periode
psikotik.

Pemeriksaan Awal

Obat antipsikotik cukup aman jika diberikan selama periode waktu


yang cukup singkat. Dalam situasi gawat, obat ini dapat diberikan kecuali
clozapine, tanpa melakukan pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri
pasien. Pada pemeriksaan biasa harus didapatkan hitung darah lengkap
dengan indekss sel darah putih, tes fungsi hati dan ECG khususnya pada
wanita yang berusia lebih dari 40 tahun dan laki-laki yang berusia lebih
dari 30 tahun.

Kontraindikasi Utama Antipsikotik:

1. Riwayat respon alergi yang serius

2. Kemungkinan bahwa pasien telah mengingesti zat yang akan


berinteraksi dengan antipsikotik sehingga menyebabkan depresi sistem
saraf pusat.
3. Resiko tinggi untuk kejang dari penyebab organic atau audiopatik.

4. Adanya glukoma sudut sempit jika digunakan suatu antupsikotik dengan


aktivitas antikolinergik yang bermakna.

Kegagalan Pengobatan

1. Ketidakpatuhan dengan antipsikotik merupakan alas an utama untuk


terjadinya relaps dan kegagalan percobaan obat.

2. Waktu percobaan yang tidak mencukupi.

Setelah menghilangkan alasan lain yang mungkin bagi kagagalan terapi


antipsikotik, dapat dicoba antipsikotik kedua dengan struktur kimiawi
yang berbeda dari obat yang pertama. Strategi tambahan adalah
suplementasi antipsikotik dengan lithium (eskalith), suatu antikonvulsan
seperti carbamazepine atau valproate (depakene), atau suatu
benzodiazepine. Pemakaian terapi antipsikotik dosis-mega jarang
diindikasikan, karena hamper tidak ada data yang mendukung praktek
tersebut.

Obat Lain

Lithium

Efektif dalam menurunkan gejala psikotik lebih lanjut pada sampai 50


persen pasien dengan skizofrenia dan merupakan obat yang beralasan
untuk dicoba pada pasien yang tidak mampu menggunakan medikasi
antipsikotik.

Antikonvulsan

Carbamazepine dan valproat dapat digunakan sendiri-sendiri atau dalam


kombinasi dengan lithium atau suatu antipsikotik. Walaupun tidak
terbukti efektif dalam menurunkan gejala psikotik pada skizofrenia,
namun jika digunakan sendiri-sendiri mungkin efektif dalam
menurunkan episode kekerasan pada beberapa pasien skizofrenia.

Benzodiazepin

Pemakaian bersama-sama alprazolam ( xanax ) dan antipsikotik bagi


pasien yang tidak berespo terhadap pemberian antipsikotik saja, dan
pasien skizofrenia yang berespon terhadap dosis tinggi diazepam
( valium ) saja. Tetapi keparahan psikosis dapat di eksaserbasi seteloah
putus dari benzodiazepine.

Terapi Somatik Lainnya

Elektrokonvulsif ( ECT ) dapat diindikasikan pada pasien katatonik


dan bagi pasien yang karena suatu alasan tidak dapat menggunakan
antipsikotik ( kurang efektif ). Pasien yang telah sakit selama kurang dari
satu tahun adalah yang paling mungkin berespon.

Dimasa lalu skizofrenia diobati dengan koma yang di timbulkan


insulin (insulin-induced coma) dan koma yang ditimbulkan barbiturat
(barbiturate-induced coma).

Terapi Psikososial

Terapi Perilaku
Tehnik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan
social untuk meningkatkan kemampuan social, kemampuan memenuhi
diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.

Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat
ditebus untuk hal-hal yang diharapkan. Dengan demikian frekuensi
perilaku mal adaptif atau menyimpang dapat diturunkan.

Latihan Keterampilan Perilaku ( Behavioral Skills Trainning )

Sering dinamakan terapi keterampilan sosial ( social skills therapy ).


Terapi ini dapat secara langsung membantu dan berguna bagi pasien
dan merupakan tambahan alami bagi terapi farmakologis. Latihan
keterampilan ini melibatkan penggunaan kaset videon orang lain dan
pasien permainan simulasi ( role playing ) dalam terapi, dan pekerjaan
rumah tentang keterampilan yang telah dilakukan.

Terapi Berorientasi Keluarga

Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk
mengidentifikasik dan menghindari situasi yang kemungkinan
menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang timbul pada pasien di
dalam keluarga, pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara
cepat.

Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas dalam


terapi keluarga adalah proses pemulihan khususnya lama dan
kecepatannya.

Di dalam session keluarga dengan pasien skizofrenia, ahli terapi harus


mengendalikan intensitas emosional dari session.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & Sadock: Skizofrenia dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7,

Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1997, halaman 685-729.


2. Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia, edisi 3,Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI,

Jakarta, 2002, hal 46-51.


3. W.F. Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas Airlangga,1980,

hal:215-35
4. Maslim. R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi 3,

Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa, FK Unika Atma Jaya, Jakarta,

2001, hal 14-23.


5. Hawari, Dadang:Skizofrenia dalam Pendekatan Holistik Pada Gangguan

Jiwa, Penerbit FKUI, Jakarta, 2003.

Anda mungkin juga menyukai