Anda di halaman 1dari 6

MENGENAL LAMBANG DANDANG TINGANG .

Dasar ;Ungkapan kiasan dalam bahasa Sang En, perihal adanya tiga
Lokasi bayangan siklus kemanusiaan manusia.
1 .lewu pantai danum jalayan / sang hiang (lokasi awalyang bergeli-
mang cairan).A. berlambang putih .
2. lewu pantai danum kalunen , rundung luwuk kampungan bunu
(lokasi tengah , negeri duniawi penuh ambisi , sengketa persa-
Ingan yang berkepanjangan ) .B. berlambang hitan gelap.
3. lewu pantai danum liau ,rundung tanjung ambun buang ( lokasi -
Akhir yang tidak tampak, tanpa bobot negeri akhirat, berlambang-
Putih wilayah kuasa Ilahi( C ).
Dalil ; 1.Hari/moralperkawinan demi cikal- bakal manusia oleh manusia
Melalui kegiatan kegiatn budi,daya dan gaya tertentu sejak -
Purba kala sampai ke akhir jaman ( ilahi , alam ,karya manusia ).
2. Hari kelahiran bukan hari jadi tapi hanya pindah ruang beralih
dari lokasi awal ke lokasi tengah ( dari A ke B ).
3. peristiwa kematian bagi manusia bukan berati hilang lenyap pindah
ke ruang C
Ke negeri akhirat terlukis sebagai kembali .
4. Lingkungan hidup yang lestari
a. sang ranying ( Tuhan yang maha esa ) selaku pemilik atau
penguasa .
b. sang manusia selaku pengurus lingkungan .
c. lingkup yang diurus disebut pengutin petak danum ( unsur
flora , fauna,manusia,
arwah dan roh gaib ) Dengan Sistim matika Pelayan kesopanan
yang disabut
belom bahadat ( tata karma yang maha luas ).

Pewu judan / peterpan :

1. Materi lambing terdiri dari helai bulu kendali/ekor burung Tingang


( mewakili unsur fauna bayangan yang serba terkendali )
2. Tonggak, upacara moral, tata krama adat perkawinan dijadikan karya
awak dalam
Konsep siklus hidup dan kehidupan serta kemanusiaan manusia
Dayak sejak purba kala. Justru itu dituntut/di perlukan sebelum /Selma
hamil ;sikap moral yang sangat Sopan /leluhur mungkin: sarana kidam
yang selengkap mungkin oleh ibu dan bapak.
3. Kehidupan duniawi, membekal diri sendiri dengan nilai-nilai amal
ibadah sendiri selaku persiapan bekalap, kekayaan, perbendaharaan
rohani ke ruas akhir berikutnya.
4. Kehidupan duniawi manusia mewarisi nilai-nilai kidam dan nilai moral,
sikap hidup ibu bapa sebelum hamiul.
5. Peranan manusia yang luhur, menerangi duniawi yang gelap.
Mengurus lingkungan hidup yang baaik, umat beragama yang baik,
warga Negara yang baik, cucu dari nenek yang baik, anak yang baik,
ibu/bapak yang baik serta nenek/ kakek yang baik juga.
6. Peristiwa kematian bagi manusia yang berbudi luhur hanya suaatu
proses peralihan/pindahan dari ruang hitam ke akhir yang putih, lepas
dari satuan ikatan waktu, satuan jarak dan satuan ruang dalam
suasana di negeri akhirat.
7. Di sana akan hidupdekat dengan Tuhan Yang Maha Esa.
I. MENGENAL CORAK KESUSTERAAN PURBA

1. Wasrisan bahasa tua , yang bercorak kiasan melukiskan legenda tua ,


legenda itu ada yang pokok dan adapula yang bersifat pendukung
atau penunjang sebagian bercorak kiasan.
2. Warisan legenda pokok melahirkan lambing pokok dan lambang
penujang serta bercorak kiasan pula.
3. Maka dari jajaran lambing-lambang inilah dapat kita telusuri , selaku
dokumen pengganti buku warisan purba dan bukan tidak mustahil jika
terkandung di dalamnya nilai luhur yang yang terpendam.
4. Penalaran, penjabaran nilai-nilai bahasa , legenda dan lambang
warisan purba tersebut, mengendap,mengkristal menjadi ragam
ungkapan dan pepatah dari sejumlah 600 poin yang kami amati
hanya adasatu yang paling dominal yang dikenal dengan sebutan,
popular belom bahadat sekaligus kami anggap sebagai ungkapan
yang paling pokok asdan yang lainnya berperan selaku penunjang.
5. Depinisi dari ungkapan belom bahadat ini mengandung nilai tata
karma, citra kesopanan yang maha luas meliputi cakrawala
lingkungan hidup dan peri kehidupan baik yang tampak maupun yang
tidak tampak termasuk pula siklus manusia dan kemanusiaan dari
proses cikal-bakalnya sampai kepelayanan tulang belulang.
6. Sepanjang pengamatan kami ungkapan ini mengandung tiga alternatif
analisis antara lain:
a.
perwujudan citra sikap sopan terhadap segala unsur;
b. perwujudan citra sikap hormat terhadap jenjang keatas;

c.perwujudancitra sikap sembah terhadap Tuhan Yang Maha Esa;


7. Untuk lebih mengenal nilai kesusteraan purba, marilah perhatikan
jiwa 96 pasal hukum adat dayak
Ngaju yang menjadi tuntunan,binaan masyarakat sejak turun-
untemurun, disinilah kami menghimbau semoga tulisan ini
memudahkan kita menemukan relefasi demi mempercepat
pemahaman program BP- 7 dalam rangka Pengamalan Nilai-Nilai
Panca sila.
II. PENGANTAR MENGENAL ILUSTRASI LAMBANG POKOK DAN
PENUNJANG SEBELAH INI.
1.Ranying Hatala Langit,Pandereh Danum, Rabayang kawit kalakai,
jenis senjata yang
berguna ganda untuk membunuh dan meraih,melambangkan sifat
Ketuhanan penghuk
penghukuman dan pengampunan.
2. Kemanusiaan; manusia garing,manusia tingang,paduan flora, pauna
hakekat yang
tumbuh dengan kokoh, rimbun,menaungi, produktif dan siaga pengendalian
diri,utuh
anggun,perkasa, belom bahadat, mampu tampil jadi pengurus.
3. Persatuan; baring hurung ,hinjam haburuh, akar garing yang panjang
melingkar ,
menjalin persekutuan antara batang, dahan, ranting, dengan tumbuh
berkembang
Hingga berbuah untuk meraih prestasi.
4. Kerakyatan; musyawarah mupakat ;birang amak , rakang ijang,
behas tawur ( duduk
Berunding, pembicaraan tertip).
5. Keadilan sosial; parei nyangen tingang, behas tawur (menu, gisi,
sarana komunikasi)
Lambang penujang ;
1. Dandang tingang, helai bulu dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Bahan dasar :
Dari bapa dan nenek kami ILun bin Langkahan serta paman kami
pembakal W. Hangkang Asan, di Hurung Bunut dan di Tumbang
Hakau, Rumbang bapa Dimas di Tewah dan Lanca Nyahu di
Tewah.
2. Bahan tambahan.
Demang Kung Murai di Hanewah, Demang Pijar, di Tumbang
Mahuroi, Daniel Muthar di Tewah,Demang C. Raban (bapa Tusi )
di Kuala Kurun, demang Gaman di Kuala Kurun, Demang Bapa
Daut di Bukit rawi, Demng Sawal Bapa Hanie di Pahandut
Palangka Raya Demang Singa Laju Kenting di Tumbang Jutuh
Rungan Basir Anum di Tumbang Talaken,Demang Djahari Udang
di Puruk Cahu, Demang / basir Y. Saillah di Kuala Kapuas, Basir
gaman Swang di Tumbang Hakau dan lain-lain.
3. Bahan Pelengkap.
a. Bacaan buku Kalimantan Memanggil karya Cilik Riwut.
b. Himpunan pengamatan penulis sendiri di pedalaman
Kalimantan Tengah sejak kecil dan merasa diri selaku pewaris
nilai-nilai.
c. Himpunan penyuluhan, pengarahan dan ceramah para
pejabat.
d. Siaran Radio, Televisi, Koran, Majalah tentang program
Pemerintah.
e. Pengalaman penulis sendiri selaku Demang Kepala Adat di
Kecamatan Basarang sejak tahun 1974; saya lahir tahun 1929
pada jaman penjajahan Belanda dan tumbuh di Jaman
pendudukan Jepang, loyal perjuangan kemerdekaanRepublik
Indonesia, loyal Orde Baru, warga Golongan Karya sejak awal
4. Unsur pendorong.
1. Bupati Kepala Daerah tingkat II Kapuas ( Haji Moch
Adenan ).
2. Sekwilda Tingkat II Kapuas ( Nathan R. Kiting )
3. Drs.Herbert Yohanis dan Theo Pilus Unjung serta Suleman
Silam, enam orang saudara kandung, istri dan Sembilan
orang anak kami, kesemuanya menunjang maupun secara
tidak langsung.
BAB.I PENDAHULUAN.
Pasal-pasal norma hokum Adat Dayak Kalimantan, sesudah
penyeragaman pada waktu rapat besar damai di Tumbang Anoi, dimana
pernah ber himpun para tokoh Adat se Kalimantan dibawah satu atap pada
tahun 1894,( 22 Mei s/d 24 Juli 1984 ) dalam wilayah Kecamatan Kahayan
Hulu Utara Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah sekarang . Rapat
Besar damai ini untuk pertama kali sepanjang sejarah, baik sebelumnya
maupun sesudahnya. Bukan hanya penyeragaman norma hukum Adat, tetapi
banyak pula mengandung nilai-nilai pembaharuan social budaya, struktur
Masyarakat dan nilai-nilainya sehingga dapat dapat dinilai sebagai satu-
satunya tonggak bersejarah yang membuktikan bahwa sebenarnya
masyarakat generasi pendahulu/tokoh Dayak dengan tidak tidur dalam arti
merintis getaran semangat membangun perjuangan,
pembaharuan,persatuan dan kesatuan. Hanya saja gaya sambutannya
generasi berikutnya kurang seragam meberi penilaian yang positif atau atau
dilukiskan dengan kata lain terlalu cepat cendrung mengangagap, karena
generasi pendahulu itu kolot serta warisan using itu mau menilai ulang .
memang ada ke benarannya. Tetapi barsama dengan itu ada pula
kekeliruannya. Mari kita coba bertolakdari pokok pemikiran yang sederhana
saja . bahwa lebih dulu kita mengakui sesuatu kebenaran yang agak mutlak,
pergeseran waktu, peralihan jaman, senantiasa membawa kita maju menuju
perobahan suasana sekaligus pula dengan berlakunya ragam dampak
pergeseran nilai-nilai yang baik maupun yang negative pasti akan
menyentuh mempengaruhi melanda atau merangsang apa n dalam yang kita
kenal sekarang dengan sebutan fisik mental dan spiritual perorangan
maupun masyarakat. Proses ini kami kira berlaku dimana saja dan sampai
kapanpun, baik dalam skala sempit,maupun dalam skala luas. Lebih-lebih
terasa oleh masyarakat yang sedang berkembang seperti yang sedang kita
laksanakan pembangunan sekarang ini pun tidak terlepas apa yang kita
dengar, dilihat dan dirasa sendiri dalam lingkungan hidup kita sehari-hari.
Secara sepintas gambaran hasil nyata, Tonggal Anoi sudah
meletakan rintisan getaran
semangat juang, antara lain :
1.Wujut citra persatuan dan kesatuan seluruh warga Dayak dari pulau besar
Kalimantan dapat ber himpun di bawah satu atap dari pada utusan-
utusannya.
2.Damai,dalam arti perang Suku terutama yang terjadi di Datah Nalau daerah
hulu Barito/Mahakam.
3. Damai dalam arti perlawanan rakyat yang baradarmelawanpasukan
Belanda ( sejak tahun 1859 perang Bajar,Marabahan Pulau Petak, Palau
Teko Basarang , gohong, Bukit Rawi,perang Tewah dan lain-lain th 1885).
4. Damai, dalam arti adat kebiasaan Asang maasang (perang suku )
5. Damai, dalam arti adat kebiasaan bunu-membunu balas ( dendam ).
6. Damai, dalam arti Adat kebiasaan kayau-mangayau ( berburu manusia,
tengkorak korban di jadikan koleksi pribadi, selaku prestasi ).
7.Damai, dalam arti adat jipen-hajipen ( perbudakan atau jual beli budak ).
8.Penyeragaman, pengokohan dan saling mengakui norma-norma citra
Hukum Adat,secara garis besar bagi seluruh Kalimantan sebanyak 96 pasal.
9. Dan lain-lain ketentuan pendukung dan penujangnya.

Anda mungkin juga menyukai