Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu upaya dalam Program

Keluarga Berencana untuk pengendalian fertilitas atau menekan pertumbuhan

penduduk yang paling efektif. Di dalam pelaksanannya diupayakan agar semua

metoda atau alat kontrasepsi yang disediakan dan ditawarkan kepada masyarakat

memberikan manfaat optimal dengan meminimalkan efek samping maupun keluhan

yang ditimbulkan (BKKBN, 2009).

Salah satu cara kontrasepsi yang cukup efektif apabila dilakukan dengan

benar yaitu dengan pemakaian kondom. Kondom merupakan cara kontrasepsi metode

tradisional dan cara kerjanya yaitu dengan menggunakan barrier atau pelindung

(Kusmarjadi, 2008). Kondom merupakan selubung/ sarung karet yang dapat terbuat

dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami

(produksi hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual. Kondom terbuat

dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal,

yang bila digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti puting susu.

Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan

efektivitasnya (misalnya penambahan spermicidal) maupun sebagai aksesoris

aktivitas seksual (Saifuddin, 2003).

Ilustrasi yang tertua mengenai kondom ditemukan di Mesir sejak lebih dari

3000 tahun yang lalu. Tetapi sangat sulit untuk mendapat gambaran bagaimana

1
bentuk kondom pada masa Mesir kuno tersebut. Kemungkinan mereka menggunakan

kondom ketika melakukan hubungan seksual atapun alasan upacara keagamaan.

Beberapa waktu kemudian orang Romawi membuat kondom dari jaringan otot tentara

korban peperangan (Lubis, 2008).

Kondom yang tertua ditemukan istana Dudley dekat Birmingham, England.

Kondom yang terbuat dari ikan dan usus hewan telah dijumpai sejak tahun 1640.

Kemungkinan digunakan untuk mencegah penularan penyakit seksual selama terjadi

perang antara Oliver Cromwell dan King Charles I. Kondom dari karet diproduksi

secara besar-besaran setelah tahun 1844. Ketika Charles Goodyear mematenkan

pembuatan vulkanisasi dari karet. Kondom tersebut hanya digunakan untuk satu kali

pemakaian dan kondom yang terbuat dari usus domba masih dapat dijumpai (Lubis,

2008).

Pada tahun 1930-an kondom Latex digunakan untuk mencegah kehamilan dan

penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual tetapi penggunaannya belum

secara luas, disebabkan sebagain masyarakat tidak mengetahui resiko dari penyakit

menular seksual/ HIV dan tidak menyukai efek/perasaan ketika menggunakan

kondom ataupun merasa khawatir terhadap reaksi pasangan seksualnya (Lubis, 2008).

Pada tahun 1980-an, dimana dunia dilanda epidemik penyakit menular seksual

termasuk HIV/AIDS, dianjurkan untuk meningkatkan minat menggunakan kondom

latex, yang merupakan metode efektif untuk mencegah penularan penyakit melalui

hubungan seksual (Lubis, 2008).

2
Pemakaian kondom sangat efektif apabila dipakai dengan benar pada saat

bersenggama. Angka kegagalan teoritis 3% dan praktisnya 5-20%. Tetapi akhir-akhir

ini, angka kegagalan pemakaian kondom menurun menjadi 14-15%, ini artinya 14-15

dari 100 pasangan wanita pemakai kondom akan hamil selama pemakaian kondom di

tahun pertama. Bahan spermicidal meningkatkan efektifitas menjadi lebih dari 95%

jika dipakai dengan benar dan konsisten (Afriani, 2009).

Bila dilihat secara nasional cakupan kontrasepsi kondom masih minim. Data

BKKBN tahun 2013 bahwa pelayanan Peserta KB Baru (PB) menurut metode

kontrasepsi pada bulan Oktober 2013 sebanyak 723.456 peserta. Apabila dilihat per

mix kontrasepsi maka persentasenya adalah sebagai berikut : 53.435 peserta IUD

(7,39%), 10.160 peserta MOW (1,40%), 81.000 peserta implant (11,20%), 334.011

peserta suntikan (46,17%), 195.761 peserta pil (27,06%), 2.174 peserta MOP (0,30%)

dan 46.915 peserta kondom (6,48%). Mayoritas peserta KB baru bulan Oktober 2013,

didominasi oleh peserta KB yang menggunakan Non Metode Kontrasepsi Jangka

Panjang (Non MKJP), yaitu sebesar 79,71% dari seluruh peserta KB baru. Sedangkan

peserta KB baru yang menggunakan metode jangka panjang seperti IUD, MOW,

MOP dan Implant hanya sebesar 20,29% (BKKBN, 2013).

Kegiatan pelayanan ulang bagi peserta KB lama untuk ganti cara ke

kontrasepsi lain pada bulan Oktober 2013 secara nasional sebanyak 33.647 peserta.

Sebanyak 2.530 peserta memilih kontrasepsi IUD (7,52%), sebanyak 217 peserta

memilih kontrasepsi MOW (0,64%), sebanyak 13 peserta memilih kontrasepsi MOP

(0,04%), sebanyak 1.302 peserta memilih kondom ( 3,87%), sebanyak 9.023 peserta

3
memilih Implant (26,82%). Peserta KB lama cenderung memilih untuk berganti cara

ke metode Kontrasepsi Suntikan sebanyak 11.437 peserta (33,99%) dan Pil sebanyak

9.125 peserta (27,12%). Selain itu hanya sebesar 35,02% peserta KB lama yang

memilih untuk berganti cara menggunakan kontrasepsi metode jangka panjang

(MKJP) (BKKBN, 2013).

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam

menggunakan kontrasepsi kondom yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi

klien pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan praktek serta kebutuhan yang ia

inginkan), faktor lingkungan yaitu : Sosial, budaya, masyarakat, dan keluarga / istri,

keterbatasan informasi dan aksesabilitas terhadap pelayanan KB pria, sosial ekonomi,

keterbatasan jenis kontrasepsi pria, sementara persepsi yang ada dimasyarakat masih

kurang menguntungkan (Dahliana, 2009).

Pada umumnya saat menggunakan kondom, pemakai kondom dan

pasangannya tidak akan mengalami efek samping. Namun pada beberapa kasus

terutama yang alergi terhadap latex, bisa menimbulkan iritasi. Apalagi jika latex

kondomnya ditambahi dengan bahan spermicidal, maka nyeri yang timbul akan

semakin parah. Guna menghindari reaksi alergi ini, maka sebaiknya memakai

kondom dari bahan polyurethane atau kondom natural skin serta tidak memakai

bahan spermicidal. Banyak pria mengeluhkan kurang sensisitif jika memakai

kondom, sementara yang lainnya merasa sulit untuk mempertahankan ereksi saat

memakai kondom atau saat intercourse. Pada beberapa kasus, baik pria maupun

partner-nya, memakai kondom bisa menghancurkan spontanitas mereka dalam

4
melakukan hubungan intim, tetapi hal tersebut bukan merupakan efek samping

(Kusmarjadi, 2009).

Dari survey pendahuluan yang penulis lakukan di Desa Pasaribu Tobing Jae

Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah, dari 10 orang kepala keluarga

yang di wawancarai, terdapat 2 orang kepala keluarga menggunakan alat kontrasepsi

kondom, 7 orang mengatakan yang berKB adalah istrinya dan 1 orang menyatakan

tidak berKB. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti

tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga dalam Menggunakan

Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi Kepala Keluarga dalam

menggunakan kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam

Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015?.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepala Keluarga dalam

menggunakan kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam

Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015.

5
1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepala keluarga

dalam menggunakan kontrasepsi kondom berdasarkan sosial budaya

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepala keluarga

dalam menggunakan kontrasepsi kondom berdasarkan sikap.

c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepala keluarga

dalam menggunakan kontrasepsi kondom berdasarkan kebutuhan yang

diinginkan.

d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepala keluarga

dalam menggunakan kontrasepsi kondom berdasarkan akses pelayanan

dan informasi

1.4. Hipotesis Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010), hipotesis penelitian adalah jawaban sementara

penelitian, patokan duga atau dugaan sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan

dalam penelitian tersebut, hipotesa dalam penelitian ini yaitu:

Ha : Ada pengaruh sosial budaya, sikap, kebutuhan yang diinginkan, akses

pelayanan dan informasi kepala keluarga dalam menggunakan

kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam

Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015.

H0 : Tidak ada pengaruh sosial budaya, sikap, kebutuhan yang diinginkan,

6
akses pelayanan dan informasi kepala keluarga dalam menggunakan

kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam

Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Untuk menguatkan teori sebelumnya tentang Faktor-faktor yang

mempengaruhi Kepala Keluarga dalam menggunakan kontrasepsi kondom.

1.5.2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Meningkatkan pemahaman peneliti mengenai Faktor-faktor yang

mempengaruhi Kepala Keluarga dalam menggunakan kontrasepsi kondom

dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Prodi.

S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Nauli Husada Sibolga.

b. Bagi Responden

Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan masukkan bagi kepala

keluarga tentang manfaat dan keunggulan kontrasepsi kondom.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk menambah referensi di perpustakaan dan sebagai bahan masukan bagi

mahasiswa/i untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

7
2.1. Kontrasepsi Kondom

2.1.1. Pengertian

Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan, usaha-

usaha itu dapat bersifat sementara atau dapat juga bersifat permanent. Kontrasepsi

berasal dari kata kontra berarti mencegah dan melawan dan konsepsi berarti

pertemuan antara sel telur yang telah matang dan sperma yang mengakibatkan

kehamilan, jadi kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan

sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dan sperma (Wiknjosastro,

2007).

Kontrasepsi adalah usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu

dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen (Proverawati, 2010).

Kondom merupakan selubung/sarung karet yang tipis yang terbuat dari berbagai

bahan di antaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produk hewani)

berwarna atau tidak berwarna yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual.

Berbagai bahan telah ditambahkan pada kondom baik untuk meningkatkan efektivitasnya

(misalnya penambahan spermicide) maupun sebagai aksesoris aktivitas seksual.

Modifikasi tersebut dilakukan dalam hal: bentuk, warna, pelumas, rasa, ketebalan, dan

bahan (Hartanto, 2010).

2.1.2. Keuntungan

8
Menurut Hartanto (2010), keuntungan menggunakan kondom, yaitu

11. Mencegah kehamilan

22. Memberi perlindungan terhadap penyakit-penyakit akibat hubungan seks (PHS).

33. Dapat diandalkan

44. Relatif murah

55. Sederhana, ringan, disposable

66. Tidak memerlukan pemeriksaan medis, supervise atau follow-up.

77. Reversibel

88. Pria ikut secara aktif dalam program KB.

2.1.3. Kerugian

Menurut Hartanto (2010), kerugian menggunakan kondom, yaitu

1. Angka kegagalan relatif tinggi

2. Perlu menghentikan sementara aktivitas dan spontanitas hubungan seks guna

memasang kondom

3. Perlu dipakai secara konsisten, hati-hati dan terus menerus pada setiap

senggama.

Keuntungan-keuntungan kontraseptif tersebut akan diperoleh kalau kondom

dipakai secara benar dan konsisten pada setiap senggama, karena umumnya

kegagalan yang timbul disebabkan pemakaian yang tidak benar, tidak konsisten, tidak

teratur atau tidak hati-hati.

2.1.4. Indikasi Kondom

9
Adapun indikasi dalam penggunaan kondom, yaitu (Hartanto, 2010):

1. Pria

a. Penyakit genitalia

b. Sensitivitas penis terhadap secret vagina

c. Ejakulasi prematur

2. Wanita

a. Vaginitis, termasuk yang dalam pengobatan

b. Kontraindikasi terhadap kontrasepsi oral dan IUD, sedangkan pemasangan

diafragma atau kap serviks secara anatomis atau psikologis tidak

memungkinkan.

c. Untuk membuktikan bahwa tidak ada semen yang dilepaskan di dalam

vagina.

d. Metode temporer : belum mengadakan senggama secara teratur, selama

haid, selama mid-siklus pada pemakaian IUD, selama siklus pertama dari

kontrasepsi oral dosis-rendah, gagal memakai kontrasepsi oral secara

benar/tepat, selama periode awal post-partumm keengganan psikologis

untuk bersentuhan dengan semen, keengganan psikologis atau religius

untuk menggunakan suatu kontraseptivum.

3. Pasangan Pria dan Wanita

a. Pengendalian dari pihak pria lebih diutamakan

b. Senggama yang jarang

c. Penyakit kelamin (aktif atau tersangka).

10
d. Herpes genitalis atau kondiloma akuminata

e. Urethritis karena sebab apapun, termasuk yang sedang dalam terapi.

f. Sistitis, disuria atau pyuria, sampai penyebabnya ditegakkan.

g. Metode sementara sebelum menggunakan kontrasepsi oral atau IUD.

2.1.5. Macam-Macam Kondom

Kondom terdapat dalam berbagai macam, yaitu (Hartanto, 2010):

1. Kulit

a. Dibuat dari membrane usus biri-biri (caecum)

b. Tidak meregang atau mengkerut

c. Menjalarkan panas tubuh, sehingga dianggap tidak mengurangi

sensitivitas selama senggama.

d. Lebih mahal.

e. Jumlahnya <1% dari semua jenis kondom

2. Lateks

a. Paling banyak dipakai

b. Murah

c. Elastis

3. Plastik

a. Sangat tipis (0.025 0.035 mm)

b. Juga menghantarkan panas tubuh.

c. Lebih mahal dari kondom lateks

11
Untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan fisiologis calon akseptor, kondom

dibuat dalam aneka-ragam model:

1) Opaque (tidak tembus pandang)

2) Transparant

3) Berwarna (merah, hitam, biru, hijau, kuning, dan lain-lain)

4) Berujung datar atau berujung-kantong/reservoir.

5) Kering/berpelumas (non toksik/non irritans)

2.1.6. Syarat-Syarat Standar yang Harus Dipenuhi oleh Kondom

1. Test elektronik

a. Untuk menemukan lubang kecil/lubang jarum pada kondom.

b. Dasar test ini: karet tidak menghantarkan arus listrik.

2. Test pengisian air (water volume tets)

a. Untuk menemukan ada tidaknya lubang pada kolom.

b. Kondom diisi dengan 300 cc air, diikat, dan diletakkan pada kertas

absorbent atau kain.

3. Kekuatan kondom

a. Ini merupakan faktor terpenting dari kondom.

b. Untuk menentukan kekuatan kondom dilakukan: Test pengisian udara

(Air burst test) : Kondom diisi dengan 20-25 liter udara. Test ini

menguji kekuatan seluruh kondom.

12
Tesile test : Sebagian kecil dari kondom direganggan dan diukur

kekuatannya sampai bagian tersebut pecah (minimal: 200 kg/cm2).

Test ini hanya menguji sebagian dari kondom.

4. Umur kondom (aging)

Dilakukan pemanasan dari kondom pada 7020C selama 1662 jam, lalu

didiamkan pada suhu 2350C selama 12-96 jam, lalu kondom dibuka dan

diperiksa ada tidaknya kerusakan.

5. Kemasan kondom

a. Kemasan kondom harus kedap udara karena udara dapat merusak

karet.

b. Demikian pula dengan panas dan cahaya, yang bila disertai adanya

udara (O2) dapat mempercepat kerusakan karet.

6. Ukuran kondom

a. Ada 2 kelas ukuran kondom:

Kelas I : panjang 160 mm, lebar 52 2 mm

Kelas II : panjang 150 mm, lebar 48 2 mm.

b. Umumnya ukuran standar kondom adalah:

Panjang : minimal 160 mm

Lebar : 45-55 mm

Tebal : maksimal 0.07-0.16 mm

13
2.1.7. Penerimaan/Akseptabilitas

Sebab utama dari tidak efektifnya kondom adalah penggunaan yang tidak

konsisten, dan ini disebabkan antara lain (Hartanto, 2010):

1. Berkurangnya sensitivitas pria, dan juga wanita, selama senggama.

2. Ketidaknyamanan metode ini (merepotkan).

3. Bayangan/reputasi yang kurang baik mengenai kondom (dihubungkan dengan

pelacuran, penyakit kelamin).

4. Adanya anggapan yang salah perihal efektivitas dan efek samping, misalnya

adanya kepercayaan bahwa:

a. Semen merupakan suatu tonikum (health tonic) yang diperlukan oleh

wanita.

b. Kondom dapat menyebabkan impotensi.

2.1.8. Efek Non-Kontraseptif

1. Perlindungan terhadap penyakit-penyakit akibat hubungan seks (PHS),

yang sedang hangat dewasa ini yaitu AIDS.

2. Perlindungan terhadap PID/infeksi cairan amnion (pada wanita hamil).

3. Kadang-kadang kondom dianjurkan untuk mengobati ejakulasi-prematur,

karena kondom mengurangi sensitivitas glans penis.

4. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kondom mempunyai efek

melindungi, dan mungkin juga efek terapeutik, terhadap timbulnya sel-sel

serviks yang abnormal (mungkin oleh Human Papilloma Virus = HPV),

14
sehingga kemungkinan timbulnya cervical displasia ataupun karsinoma

serviks menjadi lebih kecil.

5. Terapi Infertilitas.

Pada wanita-wanita tertentu, ditemukan adanya antibody terhadap

spermatozoa, yang penyebab sampai sekarang belum diketahui. Dengan

memakain kondom, diharapkan titer/kadar antibody tersebut menurun.

Dan setelah pemakaian jangka waktu tertentu, pada senggama biasa (tanpa

kondom yang diatur waktunya sekitar masa ovulasi, diharapkan dapat

terjadi fertilitas.

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga dalam


Menggunakan Kontrasepsi Kondom

a. Umur

Kesehatan pasangan usia subur sangat memengaruhi kebahagiaan dan

kesejahteraan keluarga waktu melahirkan, jumlah kelahiran atau banyaknya anak

yang dimiliki dan jarak anak tiap kelahiran. Maka dari itu umur merupakan salah satu

faktor seseorang untuk menjadi akseptor KB, sebab umur berhubungan dengan

potensi reproduksi dan juga untuk menentukan perlu tidaknya seseorang melakukan

vasektomi dan tubektomi sebagai cara kontrasepsi (BKKBN, 2007). Sementara

menurut Ekarini (2008), diketahui bahwa umur pemakai alat kontrasepsi pria

cenderung lebih tua dibanding yang tidak pemakai alat kontrasepsi. Indikasi ini

memberi petunjuk bahwa kematangan pria juga ikut mempengaruhi untuk saling

mengerti dalam kehidupan keluarga.

15
b. Kebutuhan yang dinginkan

Hasil SDKI 2012 yang menggunakan perhitungan baru menunjukkan bahwa

11% wanita berstatus menikah di Indonesia mempunyai kebutuhan pelayanan KB

yang tidak terpenuhi. Di antara mereka ini 4% sebenarnya ingin menunda kelahiran

berikutnya untuk jangka waktu 2 tahun atau lebih dan 7% sebenarnya tidak ingin

mempunyai anak lagi. Dari sekitar 62% kebutuhan ber-KB yang terpenuhi, 27%

menggunakan kontrasepsi untuk menjarangkan kelahiran dan 35% untuk membatasi

jumlah anak. Persentase wanita menikah yang memerlukan Pelayanan KB di

Indonesia saat ini sekitar 73%. Sekitar 85% di antara mereka telah terpenuhi

kebutuhannya. Jadi, jika semua kebutuhan ber-KB terpenuhi, maka prevalensi

kontrasepsi di antara wanita menikah di Indonesia saat ini dapat ditingkatkan dari

62% menjadi 73%.

Kebutuhan akan pelayanan KB yang tidak terpenuhi bervariasi menurut

kelompok umur. Wanita menikah berusia tua 35-49 tahun cenderung mempunyai

kebutuhan pelayanan kontrasepsi yang lebih besar dibandingkan dengan wanita

berusia muda 15-34 tahun. Pemenuhan kebutuhan Pelayanan KB tidak berbeda antara

wanita perkotaan dan wanita perdesaan, tetapi kebutuhan Pelayanan KB di perkotaan

adalah untuk membatasi kelahiran, sedangkan wanita perdesaan lebih untuk

menjarangkan kelahiran (Kemenkes RI, 2013).

c. Pendidikan

Menurut Purwoko (2000), pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat

memengaruhi pengetahuan dan sikap tentang metode kontrasepsi. Orang yang

16
berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional daripada mereka

yang berpendidikan rendah, lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap usaha-usaha

pembaharuan. Ia juga lebih dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan

sosial. Secara langsung maupun tidak langsung dalam hal Keluarga Berencana (KB).

Karena pengetahuan KB secara umum diajarkan pada pendidikan formal di sekolah.

Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, makin besar

pasangan suami istri memandang anaknya sebagai alasan penting untuk melakukan

KB, sehingga semakin meningkatnya pendidikan semakin tinggi proporsi mereka

yang mengetahui dan menggunakan kontrasepsi untuk membatasi jumlah anaknya.

Hasil penelitian Suprihastuti (2000) yang dikutip Ekarini (2008), diketahui

bahwa pria yang berpendidikan tinggi cenderung memilih kondom dibanding yang

berpendidikan rendah. Dimana kelompok pria berkontrasepsi pendidikannya lebih

tinggi, yaitu tamat SLTA dan Perguruan Tinggi dibanding yang tidak berKB yaitu

sebesar 11,4% dan 6,2%. Secara statistik ternyata tingkat pendidikan berpengaruh

secara bermakna terhadap pemakaian kontrasepsi pria (p<0.05).

d. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari

pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat

dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2007).

Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak

inovasi. Menurut Roger (1983) dalam Notoatmodjo (2007), prilaku yang didasari

17
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Roger mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi prilaku

baru, dalam diri seseorang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu :

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek) .

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus tersebut, disini sikap subjek mulai

timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui

pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik

secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang

bertujuan untuk meningkatkan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin diukur

dari objek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin diketahui

(Notoatmodjo, 2007).

18
e. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau

ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman atau dari

orang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan diri kepada sesuatu atau

menyebabkan kita menolaknya (Notoatmodjo, 2007).

f. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah ukuran kelayakan seseorang dalam memperoleh

penghargaan dari hasil kerjanya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Makin tinggi pendapatan seseorang dapat diasumsikan bahwa derajat

kesehatannya akan semakin baik, karena akses untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan akan semakin mudah.Tingkat penghasilan akan mempengaruhi pemilihan

jenis kontrasepsi.

Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang

diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Seseorang pasti akan

memilih kontrasepsi yang sesuai dengan kemampuan mereka mendapatkan

kontrasepsi tersebut.Sejak tahun 2008, pemerintah telah memantapkan penjaminan

kesehatan bagi masyarakat miskin dengan menyediakan alat kontrasepsi gratis seperti

suntik, susuk KB, kondom atau IUD termasuk memberikan layanan gratis untuk

akseptor yang ingin ber-KB secara permanen lewat operasi medis operatif.

Kontrasepsi gratis yang disediakan diharapkan dimanfaatkan secara maksimal oleh

pasangan usia subur (PUS) terutama dari kelompok keluarga prasejahtera dan

19
keluarga sejahtera I guna mengatur kelahirannya secara lebih baik. Dengan

diberakukannya program tersebut, ada peningkatan terhadap partisipasi pria dalam

ber-KB walaupun hanya sedikit demi sedikit.

Sampai saat ini masih diberlakukan kondom yang dijual murah bagi

masyarakat miskin khususnya di puskesmas dan ada pula fasilitas gratis bagi pria

yang bersedia melakukan vasektomi.Tingkat penghasilan masing-masing daerah

sangat bervariasi sejak diberlakukannya otonomi daerah. Indikator untuk menentukan

tingkat pendapatan seseorang adalah dipandang dari besarnya UMK (Ratih. P, 2011)

g. Akses Pelayanan dan Informasi

Akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan

geografis, sosial, budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Menurut BKKBN (2007),

keterjangkauan ini dimaksudkan agar pria dapat memperoleh informasi yang

memadai dan pelayanan KB yang memuaskan. Keterjangkauan ini dapat meliputi :1)

keterjangkauan fisik, yaitu dimaksudkan agar tempat pelayanan lebih mudah

menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat sasaran, khususnya pria ; dan 2)

keterjangkauan ekonomi, yaitu dimaksudkan agar biaya pelayanan dapat dijangkau

oleh klien. Biaya untuk memperoleh pelayanan menjadi bagian penting bagi klien.

Biaya klien meliputi : uang, waktu, kegiatan kognitif dan upaya perilaku serta nilai

yang akan diperoleh klien.

h. Sosial Budaya

Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak

hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih

20
tinggi dan lebih diinginkan. Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai

aspek kehidupan dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya

dikembangkan sejumlah pola-pola budaya yang ideal dan pola-pola ini

cenderung diperkuat dengan adanya pembatasan-pembatasan

kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal itu memuat hal-hal yang

oleh sebagian besar dari masyarakat tersebut diakui sebagai kewajiban

yang harus dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola inilah

yang sering disebut dengan norma-norma. (Siregar, 2011).

Hadiwijono 1979 mengatakan bahwa kebudayaan sebagai ketegangan

antara kehidupan (imanesi) dan (transendesi) dapat dipandang sebagai

ciri khas dari kehidupan manusia seluruhnya. Hidup manusia

berlangsung ditengah-tengah arus proses kehidupan, tetapi selalu juga

muncul dari arus alam raya untuk menilai alamnya sendiri dan

mengubahnya (transendensi). Kebudayaan sangat mementingkan

upacara-upacara adat yang bersifat religius penuh unsur-unsur kebatinan

dan mistik. Adat dipandang sebagai pedoman untuk mewujudkan suatu

kesatuan yang utuh antara manusia dengan alam maupun manusia

dengan sesama. Seluruh kenyataan hidup diatur oleh adat, manusia tidak

dapat bebas dari adat dimana dan kapan saja ia berada. Adat mengatur

segala kehidupan manusia dari generasi ke generasi. Pada masyarakat

yang masih memegang teguh dan menjunjung tinggi adat istiadat

kepercayaan pada kebiasaan-kebiasaan melakukan upacara-upacara

21
adat, masih terus dipelihara dan dilestarikan, Atoni Pah Meto (orang

dawan) misalnya kebiasaan-kebiasan itu masih terlihat pada upacara-

upacara adat salah satu diantaranya yaitu perkawinan adat (Anapah,

2007).

Dari penelitian Anapah (2007), hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square

terhadap penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kefamenanu Selatan

menunjukan bahwa ada pengaruh antara sosial budaya terhadap

partisipasi pria dalam menggunakan alat KB dimana nilai probalilitas

yang diperoleh = 0,000 (p < 0,05). Hal ini dapat dilihat pada hasil

penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kefamenanu Selatan, dimana

dari 52 responden 38 orang (73%) menyatakan bahwa keadaan sosial

budaya setempat cukup berpengaruh terhadap partisipasi pria dalam

menggunakan alat KB.

2.3. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor yang Mempengaruhi Kepala


Keluarga menggunakan Kontrasepsi
Kondom:
1. Sosial Budaya Penggunaan Kontrasepsi
2. Sikap Kondom
3. Kebutuhan yang diinginkan
4. Akses Pelayanan dan Informasi

22
Skema 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif korelasi, deskriptif korelasi pada

hakekatnya merupakan penelitian atau penelaah antara dua variabel pada suatu situasi

atau kelompok subjek (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepala Keluarga dalam menggunakan

kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan

Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli, dengan pertimbangan adanya responden yang

bersedia diwawancarai dan diteliti, jumlah populasi dan sampel yang cukup untuk

dijadikan sampel dan belum pernah dilakukan penelitian yang sama.

3.2.2. Waktu penelitian.

23
Penelitian akan dilaksanakan pada Bulan Juli 2015.

3.3. Populasi dan Sampel

3.1.1. Populasi

Populasi merupakan subyek penelitian. Menurut Sugiyono (2013) populasi

adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga

yang pernah menggunakan kontrasepsi kondom dan berdomisili di Desa Pasaribu

Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015

sebanyak 223 KK.

3.1.2. Sampel

Menurut Sugiyono (2010) sampel adalah sebagian dari populasi itu. Populasi

itu misalnya penduduk diwilayah tertentu, jumlah pegawai pada organisasi tertentu,

jumlah guru dan murid di sekolah tertentu dan sebagainya. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling, artinya diambil sampel yang

sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, dengan rumus (Notoatmodjo, 2010):

n
N
1 n (d 2 )

24
Keterangan :

N : Jumlah sampel

n : Jumlah populasi

d : Tingkat kepercayaan 10% (0,1)

Sehingga

223
N
1 223 (0,12 )
223
N
3,23
N 69,04

Dibulatkan menjadi 69 kepala keluarga.

Jadi sampel yang digunakan sebanyak 69 kepala keluarga. Ke 69 sampel tersebut

diambil sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi :

a. Kriteria Inklusi :

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam

sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010)

yaitu :

1. Berusia lebih dari 25 tahun

2. Sehat jasmani dan rohani

3. Bersedia dijadikan sampel penelitian

4. Berdomisili di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat

Kabupaten Tapanuli Tengah

25
b. Kriteria Eksklusi :

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian

(Notoatmodjo, 2010), yaitu :

1. Kepala keluarga yang dalam keadaan sakit fisik dan kejiwaan

2. Tersangkut masalah dengan hukum/tindak pidana (perkara).

3.4. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah mengidentifikasi variabel secara Operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati (Aziz. A, 2007). Definisi operasional dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

No Variabel Defenisi Alat ukur Hasil ukur Skala


operasional ukur
1. Independen:
Sosial budaya Kehidupan Kuesioner 1. Baik : apabila skor Ordinal
bermasyarakat yang 76% 100% dari total
menekankan pada skor
aspek adat istiadat 2. Cukup Baik : apabila
dan kebiasaan skor 56% - 75% dari
masyarakat itu total skor
sendiri 3. Kurang Baik: apabila
skor <55% dari total
skor

Sikap Sikap adalah Kuesioner 1. Positif, apabila Ordinal


pandangan atau diperoleh skor 60%-
perasaan yang 100% dari 10
disertai pernyataan.
kecenderungan 2. Negatif, apabila
untuk bertindak. diperoleh skor <60%

Kebutuhan yang Keinginan Kuesioner 1. Terpenuhi, apabila Ordinal

26
diinginkan responden terhadap diperoleh skor 60%-
kebutuhan dan 100% dari 10
sekssualitas yang pernyataan.
dapat memberikan 2. Tidak terpenuhi,
kepuasan jasmani apabila diperoleh skor
dan rohani <60%

No Variabel Defenisi Alat ukur Hasil ukur Skala


operasional ukur
Akses Pelayanan Kuesioner 1. Terjangkau, apabila Ordinal
Pelayanan dan kesehatan tidak diperoleh skor 60%-
Informasi terhalang oleh 100% dari 10
keadaan geografis, pernyataan.
sosial, budaya, 2. Tidak Terjangkau,
organisasi atau apabila diperoleh skor
hambatan bahasa. <60%
Agar seseorang
dapat memperoleh
informasi yang
memadai dan
pelayanan KB yang
memuaskan.

2. Dependen:
Penggunaan Suatu tindakan Kuesioner 1. Menggunakan: Ordinal
kontrasepsi seseorang untuk Bila menjawab Ya
kondom melakukan dari 1 pernyataan yang
hubungan seksual diajukan
dengan 2. Tidak menggunakan:
menggunakan Bila menjawab Tidak
kondom dari 1 pernyataan yang
diajukan

3.5. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan data primer

melalui wawancara dan menggunakan kuesioner untuk diisi oleh responden.

27
Kuesioner untuk tingkat sosial budaya berupa pernyataan sebanyak 10 buah.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Rating Skala yang dimodifikasi dengan

menggunakan 5 (lima) pilihan. Untuk menafsirkan hasil pengukuran digunakan

kriteria sebagai berikut :

Sangat Baik (SB) :5

Baik (B) :4

Cukup Baik (CB) :3

Kurang Baik (KB) :2

Sangat Kurang Baik :1

Skor Ini dapat dihitung dengan cara :

Total skor yang diperoleh


Skor nilai x100%
Jlh. Item pilihan x jumlah soal

Untuk kuesioner sikap, jumlah pernyataan sebanyak 10 buah. Pengukuran

dilakukan dengan menggunakan skala Likert yang dimodifikasi dengan hanya

menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden. Untuk

menafsirkan hasil pengukuran digunakan kriteria sebagai berikut :

Sangat Setuju (SS) :4

Setuju (S) :3

Tidak Setuju (TS) :2

Sangat Tidak Setuju (STS) :1

Skor Ini dapat dihitung dengan cara :

Total skor yang diperoleh


Skor nilai x100%
Jlh. Item pilihan x jumlah soal
28
Untuk kuesioner Kebutuhan yang diinginkan dan Akses Pelayanan Informasi,

masing-masing kuesioner berjumlah 5 soal. Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan skala Guttman dengan menggunakan 2 (dua) pilihan YA atau TIDAK.

Bila menjawab YA, diberi skor 20 dan bila menjawab tidak diberi skor 0. Sehingga

skor tertinggi adalah 100.

3.6. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

3.6.1. Pengolahan Data

Data terkumpul diolah secara manual dengan langkah sebagai berikut:

1. Editing

Mengecek data yang telah terkumpul. Jika ada kesalahan dan kekurangan

maka akan dilakukan perbaikan. Selanjutnya jika ada pernyataan yang

belum dijawab oleh responden, maka peneliti meminta responden untuk

mengisinya.

2. Coding

Memberikan kode untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data

dalam bentuk master tabel yaitu dengan mengubah bentuk huruf menjadi

bentuk angka-angka.

3. Entry

Memasukkan kode-kode ke komputer dengan menggunakan program

SPSS versi 17.00.

4. Tabulating

29
Data yang diperoleh dari SPSS, kemudian dimasukan ke dalam tabel

distribusi frekuensi untuk mempermudah pembahasan.

3.6.2. Analisa Data

Setelah dilakukan pengolahan data, maka tahap selanjutnya adalah melakukan

analisa secara bertahap sesuai tujuan penelitian yang meliputi :

a) Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan suatu metode awal sederhana yang dilakukan

untuk mengidentifikasi setiap variabel yang diteliti secara terpisah dengan

cara membuat tabel distribusi frekuensi dari masing-masing variabel. Analisis

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, pendidikan ibu

balita dan imunisasi campak.

b) Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan secara simultan antara

variabel independen dan dependen. Pada analisa bivariat ini akan

menggunakan uji statistik Chi-Square dengan batas kemaknaan X2 hitung

X2 tabel. Bila X2 hitung X2 tabel berarti tidak ada hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen (Sugiyono, 2013). Dengan rumus sebagai

berikut :

fo fh 2
X
2

fh

30
Keterangan :

X2 = Chi-Square yang dicari

= Jumlah

fo = Frekuensi yang diamati

fh = Frekuensi yang diharapkan

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil selama penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga

dalam Menggunakan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan

Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015 dapat dijabarkan berikut ini:

4.1.2. Analisa Univariat

Responden pada penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang

berdomisili di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten

Tapanuli Tengah Tahun 2015. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil

seperti terlihat pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Sosial Budaya tentang Penggunaan


Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan
Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015

No. Sosial Budaya Frekuensi (f) Persentase (%)


1. Baik 27 39,1
2. Cukup Baik 36 52,2

31
3. Kurang Baik 6 8,7
Total 69 100

Dari tabel 4.1. di atas diketahui bahwa sosial budaya kepala keluarga tentang

penggunaan kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam

Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015 mayoritas kategori cukup baik

sebanyak 36 orang (52,2%) dan minoritas kategori kurang baik sebanyak 6 orang

(8,7%).

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Sikap tentang Penggunaan Kontrasepsi


Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015

No. Sikap Frekuensi (f) Persentase (%)


1. Positif 28 40,6
2. Negatif 41 59,4
Total 69 100

Dari tabel 4.2. di atas diketahui bahwa sikap kepala keluarga tentang

penggunaan kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam

Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015 mayoritas kategori negatif sebanyak

41 orang (59,4%) dan minoritas kategori positif sebanyak 28 orang (40,6%).

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kebutuhan yang Diinginkan tentang


Penggunaan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae
Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun
2015

No. Kebutuhan yang diinginkan Frekuensi (f) Persentase (%)


1. Terpenuhi 32 46,4
2. Tidak Terpenuhi 37 53,6
Total 69 100

32
Dari tabel 4.3. di atas diketahui bahwa sikap kepala keluarga tentang

penggunaan kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam

Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015 mayoritas kategori tidak terpenuhi

sebanyak 37 orang (53,6%) dan minoritas kategori terpenuhi sebanyak 32 orang

(46,4%).

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Akses Pelayanan Kesehatan dan Informasi


tentang Penggunaan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu
Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli
Tengah Tahun 2015

No. Akses Pelayanan Kesehatan Frekuensi Persentase


dan Informasi (f) (%)
1. Terjangkau 22 31,9
2. Tidak Terjangkau 47 68,1
Total 69 100

Dari tabel 4.4. di atas diketahui bahwa akses pelayanan kesehatan dan

informasi kepala keluarga tentang penggunaan kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu

Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015

mayoritas kategori tidak terjangkau sebanyak 47 orang (68,1%) dan minoritas

kategori terjangkau sebanyak 22 orang (31,9%).

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Penggunaan Kontrasepsi Kondom di Desa


Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten
Tapanuli Tengah Tahun 2015

No. Penggunaan Kontrasepsi Frekuensi Persentase


Kondom (f) (%)
1. Menggunakan 11 15,9
2. Tidak Menggunakan 58 84,1

33
Total 69 100

Dari tabel 4.5. di atas diketahui bahwa kepala keluarga yang menggunakan

kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015 mayoritas kategori tidak menggunakan

sebanyak 58 orang (84,1%) dan minoritas kategori menggunakan sebanyak 11 orang

(15,9%).

4.1.2. Analisa Bivariat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 69 responden tentang Faktor-

faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga dalam Menggunakan Kontrasepsi

Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2015, dengan menggunakan analisis uji chi-square dapat dilihat pada

tabel distribusi sebagai berikut :

Tabel 4.6. Distribusi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga


dalam Menggunakan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing
Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun
2015 Berdasarkan Sosial Budaya

Penggunaan Kontrasepsi
Kondom
Total nilai X2 X2
No. Sosial Budaya Menggunakan Tidak df
P hitung Tabel
Menggunakan
f % f % f %
1. Baik 8 29,6 19 70,4 27 100
2. Cukup Baik 2 5,6 34 94,4 36 100 2 0,036 6,675 5,991
3. Kurang Baik 1 16,7 5 83,3 6 100

Berdasarkan tabel 4.6 di atas diketahui bahwa sosial budaya kepala keluarga

tentang penggunaan kontrasepsi kondom kategori baik sebanyak 27 orang dengan

penggunaan kontrasepsi kondom kategori menggunakan sebanyak 8 orang (29,6%)

34
dan kategori tidak menggunakan sebanyak 19 orang (70,4%). Sosial budaya kepala

keluarga kategori cukup baik sebanyak 36 orang dengan penggunaan kontrasepsi

kondom kategori menggunakan sebanyak 2 orang (5,6%) dan pengggunaan

kontrasespsi kondom kategori tidak menggunakan sebanyak 34 orang (94,4%).

Sosial budaya kepala keluarga kategori kurang baik sebanyak 6 orang dengan

penggunaan kontrasepsi kondom kategori menggunakan sebanyak 1 orang (16,7%)

dan pengggunaan kontrasespsi kondom kategori tidak menggunakan sebanyak 5

orang (83,3%). Dari Hasil uji Chi-square diketahui bahwa X hitung (6,675), X2 tabel

(5,991), df = 2, P value = 0,036.

Tabel 4.7. Distribusi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga


dalam Menggunakan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing
Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun
2015 Berdasarkan Sikap

Penggunaan Kontrasepsi
Kondom
Total nilai X2 X2
No. Sikap Menggunakan Tidak df
P hitung Tabel
Menggunakan
f % f % f %
1. Positif 9 32,1 19 67,9 28 100
1 0,002 9,229 3,841
2. Negatif 2 4,9 39 95,1 41 100

Berdasarkan tabel 4.7 di atas diketahui bahwa sikap kepala keluarga tentang

penggunaan kontrasepsi kondom kategori positif sebanyak 28 orang dengan

penggunaan kontrasepsi kondom kategori menggunakan sebanyak 9 orang (32,1%)

dan kategori tidak menggunakan sebanyak 19 orang (67,9%). Sikap kepala

keluarga tentang penggunaan kontrasepsi kondom kategori negatif sebanyak 41

orang dengan penggunaan kontrasepsi kondom kategori menggunakan sebanyak 2

35
orang (4,9%) dan kategori tidak menggunakan sebanyak 39 orang (95,1%). Dari

Hasil uji Chi-square diketahui bahwa X hitung (9,229), X 2 tabel (3,841), df = 1, P

value = 0,002.

Tabel 4.8. Distribusi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga


dalam Menggunakan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing
Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun
2015 Berdasarkan Kebutuhan yang Diinginkan

Penggunaan Kontrasepsi
Kondom
Total nilai X2 X2
No. Kebutuhan Menggunakan Tidak df
P hitung Tabel
Menggunakan
f % f % f %
1. Terpenuhi 10 31,3 22 68,8 32 100
1 0,001 10,435 3,841
2. Tidak terpenuhi 1 2,7 36 97,3 37 100

Berdasarkan tabel 4.8 di atas diketahui bahwa kebutuhan kepala keluarga

tentang penggunaan kontrasepsi kondom kategori terpenuhi sebanyak 32 orang

dengan penggunaan kontrasepsi kondom kategori menggunakan sebanyak 10 orang

(31,3%) dan kategori tidak menggunakan sebanyak 22 orang (68,8%). Kebutuhan

kepala keluarga tentang penggunaan kontrasepsi kondom kategori tidak terpenuhi

sebanyak 37 orang dengan penggunaan kontrasepsi kondom kategori menggunakan

sebanyak 1 orang (2,7%) dan kategori tidak menggunakan sebanyak 36 orang

(97,3%). Dari Hasil uji Chi-square diketahui bahwa X hitung (10,435), X2 tabel

(3,841), df = 1, P value = 0,001.

Tabel 4.9. Distribusi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga


dalam Menggunakan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing

36
Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun
2015 Berdasarkan Akses Pelayanan Kesehatan dan Informasi

Penggunaan Kontrasepsi
Kondom
No Total nilai X2 X2
Menggunakan Tidak df
. P hitung Tabel
Menggunakan
f % f % f %
1. Terjangkau 9 40,9 13 59,1 22 100
1 0,000 15,024 3,841
2. Tidak terjangkau 2 4,3 45 95,7 47 100

Berdasarkan tabel 4.9 di atas diketahui bahwa akses pelayanan kesehatan dan

informasi kepala keluarga tentang penggunaan kontrasepsi kondom kategori

terjangkau sebanyak 22 orang dengan penggunaan kontrasepsi kondom kategori

menggunakan sebanyak 9 orang (40,9%) dan kategori tidak menggunakan

sebanyak 13 orang (59,1%). Akses pelayanan kesehatan dan informasi kepala

keluarga tentang penggunaan kontrasepsi kondom kategori tidak terjangkau

sebanyak 47 orang dengan penggunaan kontrasepsi kondom kategori menggunakan

sebanyak 2 orang (4,3%) dan kategori tidak menggunakan sebanyak 45 orang

(95,7%). Dari Hasil uji Chi-square diketahui bahwa X hitung (15,024), X2 tabel

(3,841), df = 1, P value = 0,001.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Distribusi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga dalam


Menggunakan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae
Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
Berdasarkan Sosial Budaya

Dari tabel 4.6 di atas melalui hasil uji Chi-square diketahui bahwa X hitung

(6,675) X2 tabel (5,991), hal ini berarti ada pengaruh sosial budaya terhadap

37
penggunaan alat kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan

Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015. Hal ini ditandai dengan

mayoritas responden di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat

Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki sosial budaya kategori cukup baik yaitu

sebanyak 36 orang dan hanya 5,6% yang menggunakan alat kontrasepsi kondom.

Menurut Enda (2010), sosial adalah cara tentang bagaimana para individu

saling berhubungan. Kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan

(kondisi geografis) berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Situasi budaya dalam

hal ini adat istiadat saat ini memang tidak kondusif untuk help seeking behavior

dalam masalah kesehatan reproduksi di Indonesia.

Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya

mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih

diinginkan. Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan dalam setiap

masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan sejumlah pola-pola budaya yang

ideal dan pola-pola ini cenderung diperkuat dengan adanya pembatasan-pembatasan

kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal itu memuat hal-hal yang oleh sebagian

besar dari masyarakat tersebut diakui sebagai kewajiban yang harus dilakukan dalam

keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola inilah yang sering disebut dengan norma-norma.

Walaupun kita semua tahu bahwa tidak semua orang dalam kebudayaannya selalu

berbuat seperti apa yang telah mereka patokan bersama sebagai hal yang ideal

tersebut. Sebab bila para warga masyarakat selalu mematuhi dan mengikuti norma-

norma yang ada pada masyarakatnya maka tidak akan ada apa yang disebut dengan

38
pembatasan-pembatasan kebudayaan. Sebagian dari pola-pola yang ideal tersebut

dalam kenyataannya berbeda dengan perilaku sebenarnya karena pola-pola tersebut

telah dikesampingkan oleh cara-cara yang dibiasakan oleh masyarakat. Pada

umumnya kebudayaan itu dikatakan bersifat adaptif, karena kebudayaan melengkapi

manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari

badan mereka, dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik-geografis

maupun pada lingkungan sosialnya (Siregar, 2001).

Menurut BKKBN (2009), Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya

kesertaan KB pria antara lain kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan

keluarga yang masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan.

Adanya anggapan, kebiasaan serta persepsi dan pemikiran yang salah, yang masih

cenderung menyerahkan tanggungjawab KB sepenuhnya kepada istri atau

perempuan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anapah (2007), hasil

analisis statistik dengan uji Chi-Square terhadap penelitian yang dilakukan di

Kelurahan Kefamenanu Selatan menunjukan bahwa ada pengaruh antara sosial

budaya terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB dimana nilai

probalilitas yang diperoleh = 0,000 (p < 0,05). Hal ini dapat dilihat pada hasil

penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kefamenanu Selatan, dimana dari 52

responden 38 orang (73%) menyatakan bahwa keadaan sosial budaya setempat cukup

berpengaruh terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB.

39
4.2.2. Distribusi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga dalam
Menggunakan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae
Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
Berdasarkan Sikap

Dari tabel 4.7 di atas melalui hasil uji Chi-square diketahui bahwa X hitung

(9,229) X2 tabel (3,841), hal ini berarti ada pengaruh sikap terhadap penggunaan

alat kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015. Hal ini ditandai dengan mayoritas

responden di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten

Tapanuli Tengah memiliki sikap negatif yaitu sebanyak 41 orang dan hanya 4,9%

yang menggunakan alat kontrasepsi kondom.

Menurut Sarwono, 2001, sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk

merespons (secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi tertentu.

Sikap mengandung suatu penilaian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan

sebagainya), disamping komponen kognitif (pengetahuan tentang obyek itu) serta

aspek konatif (kecendrungan bertindak). Sedangkan pengetahuan lebih bersifat

pengenalan suatu benda/hal secara obyektif. Selain bersifat positif atau negatif, sikap

memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dsb). Sikap

itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap

seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang

bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya

tambahan informasi tentang obyek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari

kelompok sosialnya.

40
Menurut teori WHO (Notoatmojo, 2003) menyatakan bahwa sikap positif

seseorang tidak otomatis terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan

oleh beberapa alasan, yaitu sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung

pada situasi saat itu. Sikap juga akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan

berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang.

Sikap juga di pengaruhi oleh nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam

bermasyarakat.

Menurut BKKBN (2007), partisipasi pria dalam melakukan KB yang

kaitannya dengan kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria atau suami dalam

kesertaan ber-KB, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya,

pasangan dan keluarganya. Bentuk partisipasi pria atau suami dalam KB dapat

dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Partisipasi pria atau suami secara

langsung (sebagai peserta KB) adalah pria atau suami menggunakan salah satu cara

atau metode pencegahan kehamilan, seperti kondom, vasektomi, serta KB alamiah

yang melibatkan pria atau suami (metode sanggama terputus dan metode pantang

berkala).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dahliana (2009),

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB kondom di wilayah Kerja

Puskesmas Sekip RT 08 dan RT 09 Keluarahan Sekip Jaya Palembang, diketahui

bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan akseptor KB

kondom dengan p value 0,000 < 0,05.

41
4.2.3. Distribusi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga dalam
Menggunakan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae
Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
Berdasarkan Kebutuhan yang Diinginkan

Dari tabel 4.8 di atas melalui hasil uji Chi-square diketahui bahwa X hitung

(10,435) X2 tabel (3,841), hal ini berarti ada pengaruh kebutuhan yang diinginkan

terhadap penggunaan alat kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae

Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015. Hal ini ditandai

dengan mayoritas responden di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat

Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki kebutuhan yang diinginkan kategori tidak

terpenuhi yaitu sebanyak 37 orang dan hanya 2,7% yang menggunakan alat

kontrasepsi kondom.

SDKI (2012), menunjukkan bahwa 11% wanita berstatus menikah di

Indonesia mempunyai kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi. Di antara

mereka ini 4% sebenarnya ingin menunda kelahiran berikutnya untuk jangka waktu 2

tahun atau lebih dan 7% sebenarnya tidak ingin mempunyai anak lagi. Dari sekitar

62% kebutuhan ber-KB yang terpenuhi, 27% menggunakan kontrasepsi untuk

menjarangkan kelahiran dan 35% untuk membatasi jumlah anak.

Menurut Putu (2012), kebutuhan adalah keinginan manusia terhadap suatu

barang dan jasa dalam usahanya untuk mempertahankan kehidupannya dimana

pemuasannya dapat bersifat jasmani dan rohani sedangkan keinginan adalah suatu hal

yang ingin kita miliki, namun apabila kita tidak berhasil mendapatkannya maka

kelangsungan hidup kita sebagai manusia tidak akan terancam. Dari uraian tersebut

42
dapat kita ketahui perbedaan mendasar antara kebutuhan dan keinginan, yaitu

kebutuhan merupakan suatu hal yang harus dipenuhi, sedangkan keinginan tidak

harus selalu dipenuhi.

4.2.4. Distribusi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga dalam


Menggunakan Kontrasepsi Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae
Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015
Berdasarkan Akses Pelayanan Kesehatan dan Informasi

Dari tabel 4.9 di atas melalui hasil uji Chi-square diketahui bahwa X hitung

(15,024) X2 tabel (3,841), hal ini berarti ada pengaruh akses pelayanan kesehatan

dan informasi terhadap penggunaan alat kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing

Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015. Hal ini

ditandai dengan mayoritas responden di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan

Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah memiliki akses pelayanan kesehatan dan

informasi kategori tidak terjangkau yaitu sebanyak 47 orang dan hanya 4,3% yang

menggunakan alat kontrasepsi kondom.

Akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan

geografis, sosial, budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Menurut BKKBN (2007),

keterjangkauan ini dimaksudkan agar pria dapat memperoleh informasi yang

memadai dan pelayanan KB yang memuaskan. Keterjangkauan ini dapat meliputi :1)

keterjangkauan fisik, yaitu dimaksudkan agar tempat pelayanan lebih mudah

43
menjangkau dan dijangkau oleh masyarakat sasaran, khususnya pria ; dan 2)

keterjangkauan ekonomi, yaitu dimaksudkan agar biaya pelayanan dapat dijangkau

oleh klien. Biaya untuk memperoleh pelayanan menjadi bagian penting bagi klien.

Biaya klien meliputi : uang, waktu, kegiatan kognitif dan upaya perilaku serta nilai

yang akan diperoleh klien.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian (2014), dalam penelitian

tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepesertaan Pria dalam Program

Keluarga Berencana di Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya Tahun

2014, hasil uji Chi Square antara akses pelayanan dengan kepesertaan KB pria di

dapat nilai p value= 0,026 lebih besar dari p value= 0,05 berarti ada hubungan yang

bermakna antara akses pelayanan terhadap kepesertaan KB pria.

Penelitian BKKBN tahun 2004 juga menyatakan kemudahan dan ketersediaan

pelayanan berdampak positif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi. Menurut

Green (2000) faktor akses pelayanan merupakan salah satu faktor pemungkin

(enabling) yang menyebabkan seseorang bertindak atau tidak bertindak terhadap

suatu objek tertentu.

44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan tentang Faktor-

faktor yang Mempengaruhi Kepala Keluarga dalam Menggunakan Kontrasepsi

Kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2015, maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :

5.1. Kesimpulan

1. Ada pengaruh sosial budaya terhadap penggunaan kontrasepsi kondom di

Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2015, karena dari hasil uji Chi-square diketahui X hitung

(6,675) X2 tabel (5,991).

2. Ada pengaruh sikap terhadap penggunaan kontrasepsi kondom di Desa

Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah

Tahun 2015, karena dari hasil uji Chi-square diketahui X hitung (9,229)

X2 tabel (3,841).

45
3. Ada pengaruh kebutuhan yang diinginkan terhadap penggunaan kontrasepsi

kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan Sorkam Barat Kabupaten

Tapanuli Tengah Tahun 2015, karena dari hasil uji Chi-square diketahui X

hitung (10,435) X2 tabel (3,841).

4. Ada pengaruh akses pelayanan kesehatan dan informasi terhadap

penggunaan kontrasepsi kondom di Desa Pasaribu Tobing Jae Kecamatan

Sorkam Barat Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2015, karena dari hasil uji

Chi-square diketahui X hitung (15,024) X2 tabel (3,841).

5.2. Saran

1. Bagi Responden

Kepada responden diharapkan untuk lebih menambah pengetahuannya

tentang kontrasepsi kondom, karena kondom dapat mencegah terjadinya

infeksi pada organ reproduksi.

2. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan kepada Institusi terkait agar tidak bosan-bosannya memberikan

penyuluhan-penyuluhan tentang kontrasepsi khususnya kontrasepsi

kondom.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian yang

lebih mendalam dan cakupan yang lebih luas lagi tentang hubungannya

dengan kontrasepsi kondom.

46
47

Anda mungkin juga menyukai