Anda di halaman 1dari 8

LP RADIKULOPATI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mielopati seringkali disebabkan kompresi medulla spinalis akibat penyakit-penyakit degeneratif pada
tulang belakang, tetapi tumor maupun massa juga dapat menyebabkan mielopati. Tumor medulla
spinalis pervalensinya lebih sedikit dibandingkan tumor intrakranial, dengan rasio 1:4. Sedangkan
tumor primer di medulla spinalis sangat jarang, insidensinya hanya 1,3 per 100000 populasi.
Terutama ditemukan pada dewasa muda atau usia pertengahan dan jarang pada usia anak atau
usia tua. Berbeda dengan tumor intrakranial, umumnya tumor spinal adalah jinak dan gejala yang
timbul teruatama akibat efek penekanan pada medulla spinalis bukan akibat invasi tumornya. Oleh
karena itu sebagian tumor intraspinal dapat dilakukan tindakan eksisi sehingga deteksi dini adanya
tumor dapat mencegah defisit neurologis yang lebih berat
Cedera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh
kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan atau dibawahnya maka dapat
mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan
berkemih.
Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 orang di
amerika serikat dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih
dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh cedera (Suzzane C. Smeltzer,
2001;2220). Data dari bagian rekam medik Rumah Sakit Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan
terakhir terhitung dari Januari-Juni 2003 angka kejadian untuk fraktur berjumlah 165 orang yang di
dalamnya termasuk angka kejadian untuk cedera medela spinalis. Pada usia 45-an fraktur banyak
terjadi pada pria dibandingkan wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan motor. Tapi
belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteroporosis yang
diasosiasikan dengan perubahan hormonal (manopause) klein yang mengalami cedera medula
spinalis membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga berisiko mengalami cedera
komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena, gagal nafas, pneumonia dan
hiperfleksia autonomik. Maka dari itu sebagai perawat perlu untuk dapat membantu dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera medula spinalis denagan cara promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mielopati?
2. Apa etiologi dari mielopati?
3. Bagaimana patofisiologi mielopati?
4. Apa saja tanda dan gejala mielopati?
5. Apa saja jenis pemeriksaan diagnostik pada mielopati?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada mielopati?
7. Bagaimana konsep dasar asuhan keperaatan pada pasien dengan mielopati?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian mielopati
2. Mengetahui etiologi dari mielopati
3. Mengetahui patofisiologi mielopati
4. Mengetahui tanda dan gejala mielopati
5. Mengetahui apa jenis pemeriksaan diagnostik pada mielopati
6. Mengetahui penatalaksanaan pada mielopati
7. Mengetahui bagaimana konsep dasar asuhan keperaatan pada pasien dengan mielopati.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Mielopati adalah proses non inflamasi pada Medula spinalis misalnya yang disebabkan oleh
prosestoksik, nutrisional, metabolik dan nekrosis yang menyebabkan lesi pada Medula spinalis.
(Kapita selekta neurologi, edisi kedua, 2009).
Mielopati mengacu pada defisit neurologis yang berhubungan dengan kerusakan pada sumsum
tulang belakang. mielopati dapat terjadi sebagai akibat dari proses ekstradural, intradural, atau
intramedulla. Secara umum, mielopati secara klinis dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan
ada tidaknya trauma yang signifikan, dan ada atau tidak adanya rasa sakit. (Lyn Weiss, Adam C.
Isaacson, 2010)
Tingkatan Mieopati:
Grade 0 : melibatkan akar syaraf tidak disertai penyakit pada medulla spinal
Grade 1 : Gejala penyakit pada medulla spinalis tetapi tidak sulit berjalan
Grade 2 : Kesulitan berjalan ringan tetapi tidak menghambat aktivitas sehari-hari
Grade 3 : Perlu bantuan dalam berjalan
Grade 4 : kemampuan berjalan dengan alat bantu
Grade 5 : Hanya di kursi roda atau berbaring

B. Etiologi
Mielopati mungkin hasil dari karsinoma primer, inflamasi, proses infeksi, radiasi, HIV, meilitis atau
perubahan gizi atau neurodegenerative. Penyebab intradural mencakup kista, pasca traumatik
progresif myelomalacic mielopati, dan neoplasma jinak (meningioma, arachnoid, kista, kista
epidermoid). (Lyn Weiss, Adam C. Isaacson, 2010)
Mielopati bisa disebabkan karena trauma pada spinal menyebabkan penururnan sensasi dan
paralisis. Trauma dapat terjadi akibat :
Kecelakaan
Olahraga
Kondisi degeneratif dapat menyebabkan gangguan ini dengan variasi derajat kehilangan sensasi
dan kemampuan mobilisasi dan koordinasi. Penyebab lainnya antara lain herniasi diskus yaitu
pengurangan diameter kanal tulang belakang dan kompresi sumsum tulang belakang , instabilitas
spinal, kongenital stenosi dan lain-lain. Degenerasi akibat penuaan tulang belakang dan sistem
peredaran darah juga menjadi penyebab mielopati. Selain itu masalah pada vertebra, sehingga
diskus invertebral dapat menjadi kolaps, terbentuknya osteofit pada saluran saraf dan mengurangi
luas kanalis spinalis yang ada dan meningkatkan permukaan penahan beban pada tulang dan
kerena itu mengurangi kekuatan efektif yang ada. Selain pembentukan osteofit yang berlebihan,
ligamentum tulang dapat menjadi kaku dan dapat menyebabkan kompresi langsung pada tulang
belakang dan mengakibatkan mielopati.
Iskemia pada spinal mungkin juga memainkan peran dalam pengembangan mielopati. Aliran darah
pada spinalis yang kurang adekuat menyebabkan jaringan spinalis dan saraf tidak mendapat nutrisi
yang cukup, sehingga ligamen yang menahan vertebra dapat menipis dan menekan saluran saraf
serta terganggunya fungsi saraf.
C. Patofisiologi
Dalam kondisi normal diskus merupakan penyerap getaran dan dapat menangani tekanan gravitasi
dan stress akibat pekerjaan sehari-hari. Seiring dengan bertambahnya usia maka diskus akan
kehilangan konsistensi air dan akan berakibat berkurangnya kemampuan untuk menyerap
goncangan.
Perubahan pertama adalah munculnya anulus, penyembuhan anulus menimbulkan jaringan parut
yang lebuh lemah dibanding jaringan normal.
Trauma yang berulang dan adanya anulus menyebabkan terjadinya penurunan elastisitas diskus dan
tidak dapat berfungsi efektif sebagai penyerap getaran. Perubahan terus-menerus pada diskus
menyebabkan diskus kolaps, jarak invertebra menjadi sempit sehingga mempengaruhi persendian
antar vertebra. Seiring dengan waktu pada vertebra terjadi proses penipisan dan perubahan
osteoartritis, osteofit akan muncul pada vertebra ataupun persendian vertebra. Osteofit akan
menyebabkan penekanan pada saraf dan akar saraf. Kombinasi osteofit, diskus yang
menggembung, penipisan ligamen, meningkatkan resiko terjepitnya saraf pada kanalis spinalis.

D. Tanda dan gejala


Mielopati biasanya berkembang secara diam dan perlahan serta mulai terjadi saat mulai
menurunnya aktifitas sehingga sulit dideteksi. Mielopati sering kali disalahartikan sebagai masalah
sendi, sebab mielopati menunjukan gejala mirip masalah sendi antara lain mulai diketahui ketika
seseorang mulai kesulitan dalam koordinasi, berjalan seperti naik turun pada tangga, nyeri daerah
leher, kelemahan.

Tanda lainnya:
- Kikuk atau lemah tangan, dengan perasaan tebal dan kelemahan pada kaki dan tangan
- Tinus otot kaki meningkat
- Kaku pada leher
- Reflek tendo dalam lutut dan pergelangan kaki meningkat
- Perasaan asimetris pada kaki dan lengan, mengakibatkan sensasi posisi pada lengan dan
kaki menghilang sehingga sulit berjalan
- Kehilangan kontrol pada sprinkter, akiabtnya urinasi menjadi sering dan dapat menjadi
inkontinensia
- Perubahan pada peristaltik usus

E. Pemeriksaan Diagnostik
X-ray; abnormal gerakan/ tidak stabil bisa berupa foto polos vertebra AP/lateral/oblik
CT scan; otot polos dengan potongan-potongan dapat menunjukan osteofit yang berada di
dalam spinal colum
MRI; dapat menunjukan jaringan lunak disekitar tulang (saraf, diskus) selain tulang
EMG; mengevaluasi jalur motorik dari saraf
SSEP (somatosensory evoked potential); mengukur kemampuan sensorik saraf

F. Penatalaksanaan
Terapi konservatif
o Terapi fisik
o Kontrol nyeri
Istirahat, positioning, kompres es, terapi panas ultrasound, traksi
o Blok saraf; injeksi steroid pada epidural
Pembedahan
o Laminektomi
o Discectomy fusi
o Corpectomy dan strut graft

G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Aktifitas daan istirahat:
Tanda :
Kelumpuhan otot
Kelemahan umum atau kelemahan otot
Inkoordinasi
Gaya berjalan kaku
2) Sirkulasi
Tanda :
Hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat
Hilangnya keringat pada daerah yang terkena
3) Eliminasi
Tanda :
Inkontinensia urin dan fecal
Retensi urin
Distensi berhubungan dengan omentum (jaringan lemak yang terletak dalam rongga perut),
peristaltic usus hilang
Melena, emesis berwarna seperti kopi, tanah (hematemesis)
4) Integritas ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : Takut, cemas, gelisah, menarik diri
5) Makanan atau cairan
Tanda :
Mengalami distensi yang berhubungan dengan omentum (jaringan lemak yang terletak dalam
rongga perut)
Peristaltic usus hilang (ileus paralitik)
6) Hygiene
Tanda : dapat sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari khususnya dalam
hygiene
7) Neurosensorik
Gejala :
Kebas, kesemutan, rasa terbakar,pada lengan atau kaki
Paralisis flaksid, atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, bergantung pada area
spinal yang sakit
Tanda :
Kelumpuhan, kesemutan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal)
Kehilang tunos otot atau vasomotor
Kehilangan atau asimetris termasuk tendon dalam
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat dari berbagai tubuh yang terkena karena
pengaruh saraf spinal.
8) Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
Nyeri atau nyeri tekan otot
Hiperestesia tepat di atas daerah trauma
Tanda :
Mengalami deformitas
Postur dan nyeri tekan vertebral
9) Pernafasan
Gejala : nafas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernafas
Tanda : pernafasan dangkal atau labored, periode apnea, penurunan bunyi nafas, ronkhi, pucat,
sianosis.
10) Keamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi ( suhu tubuh diambil dalam suhu kamar)
11) Seksualitas
Gejala : keinginan untuk berfungsi kembali normal
Tanda : impotensi, ereksi tidak terkendali (pripisme), menstruasi tidak teratur
12) Penyuluhan/ pembelajaran
13) Rencana pemulangan :
Klien akan memerlukan bantuan dalam tansfortasi, berbelanja, menyiapkan makanan,
perawatan diri, keuangan, pengobatan atau terapi, atau tugas sehari-hari di rumah
Klien akan membutuhkan perubahan susunan rumah, penempatan alat di tempat rehabilitasi

2. Diagnosa Keperawatan dan intervensi


1) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan inkoordinasi, perubahan sensori
Tujuan : cedera tidak terjadi
Intervensi
- Identifikasi bentuk gangguan, inkoordinasi, spastic-ataxia
- Jelaskan pilihan alat bantu jalan; tongkat, walker
- Rujuk/ kolaborasi dengan fisioterapi
- Anjurkan klien untuk tidak menggunakan alas kaki yang licin
- Anjurkan pada keluarga untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya
2) Perubahan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan tekanan pada saraf
Tujuan : Melaporkan perbaikan rasa nyaman
Intervensi :
- Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,
serangannya, peningkatan nadi nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
- atur posisi sesuai kebutuhan klien untuk mengurangi nyeri
Kurangi rangsangan.
- Beri obat analgetik sesuai dengan program.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
Berikan sentuhan terapeutik , lakukan distraksi dan relaksasi

3) Gangguan eliminasi (inkontinentia urin, fecal berhubungan dengan menurunnya kemampuan


kontrol defekasi/ miksi
Tujuan : klien tidak mengalami inkontinentia
Intervensi :
Kaji tingkat inkontinentia
Kurangi resiko terjadinya inkontinentia, dengan cara:
o Latihan bowel/ bladder
o Dekatkan pispot/ urinal untuk pasien yang immobilisasi
o Evakuasi fecal (bila ada)
o Jika inkontinentia tetap terjadi, kolaborasi dengan dokter untuk modifikasi bladder/ bowel training

4) Disfungsi seksual; impotensi, menurunnya sensasi berhubungan dengan perubahan motorik,


sensorik
Tujuan : klien diharapkan dapat nenerima perubahan fungsi seksual
Intervensi :
Kaji tanda dan gejala disfungsi seksual
Bantu klien meningkatkan fungsi seksualnya dengan cara :
o Fasilitasi pertemuan dengan pasangannya & fokuskan pembicaraan pada perasaan masing-
masing serta diakusikan perubahan yang terjadi serta membantu mencari solusi yang tepat
o Diskusikan alternatif dalam memenuhi kebutuhan seksual bila memungkinkan pada impotensi/
menurunnya sensasi
o Kolaborasikan dengan seksual terapis untuk alternatif posisi yang memudahkan bagi yang
mengalami paralisis

5) Perubahan konsep diri berhubungan dengan efek kondisi ketidakmampuan dalam waktu lama
pada gaya hidup , status peran
Tujuan :
Klien aktif di interaksi sosial
Klien dapat melakukan aktifitasnya secara mandiri atau dibantu oleh keluarga
Intervensi :
Kaji tanda dan gejala perubahan konsep diri
Jelaskan makna perubahan yang dialami pada klien
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya
Bantu klien untuk beradaptasi terhadap perubahan yang dialaminya
Beri dorongan klien untuk melakukan aktifitasnya dan melaksanakan peran yang biasa
dilakukan

BAB III
KESIMPULAN
Mielopati adalah proses non inflamasi pada Medula spinalis misalnya yang disebabkan oleh proses
toksik, nutrisional, metabolik dan nekrosis yang menyebabkan lesi pada Medula spinalis. Secara
umum, mielopati secara klinis dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan ada tidaknya trauma
yang signifikan, dan ada atau tidak adanya rasa sakit.
Mielopati mungkin hasil dari karsinoma primer, inflamasi, proses infeksi, radiasi, HIV, meilitis atau
perubahan gizi atau neuro degenerative. Mielopati biasanya berkembang secara diam dan perlahan
serta mulai terjadi saat mulai menurunnya aktifitas sehingga sulit dideteksi. Mielopati sering kali
disalah artikan sebagai masalah sendi, sebab mielopati menunjukan gejala mirip masalah sendi.
Diagnosa yang muncul ialah Resiko tinggi cedera berhubungan dengan inkoordinasi, perubahan
sensori, Perubahan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan tekanan pada saraf, Gangguan
eliminasi (inkontinentia urin, fecal berhubungan dengan menurunnya kemampuan kontrol defekasi/
miksi, Disfungsi seksual; impotensi, menurunnya sensasi berhubungan dengan perubahan motorik,
sensorik dan Perubahan konsep diri berhubungan dengan efek kondisi ketidakmampuan dalam
waktu lama pada gaya hidup , status peran.

DAFTAR PUSTAKA

Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes Neurologi. Jakarta : Erlangga


Mardjono, Mahar. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat
Mutaqqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Salemba Medika
Weiss, Lyn. Dkk. 2010. Oxford American Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation.
Worldwide Best-seller.
Insan Ank. Mielopati. 20 November 2013 di 10:02. http//mielopati.UziaWaiSxBw.htm.

Anda mungkin juga menyukai