Anda di halaman 1dari 12

RUMAH DENGAN SISTEM PANEN HUJAN

MATA KULIAH
ETIKA DAN NILAI LINGKUNGAN

OLEH
HENDRI DUNAND
NPM.13.13101.10.22

DOSEN PEMBIMBING
Prof. SUPLI EFFENDI RAHIM, PhD, MSc

PROGRAM PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES BINA HUSADA
PALEMBANG
2014

PENDAHULUAN

Penyediaan air bersih merupakan perhatian utama di banyak negara berkembang termasuk
Indonesia, karena air merupakan kebutuhan dasar dan sangat penting untuk kehidupan dan
kesehatan umat manusia (Song et al., 2009). Konservasi sumber daya air dalam arti penghematan
dan penggunaan kembali (reuse) menjadi hal yang sangat penting pada saat ini. Hal ini
disebabkan oleh beberapa masalah yang berkaitan dengan ketersediaan air bersih seperti
penurunan muka air tanah, kekeringan maupun dampak dari perubahan iklim. Pengelolaan
sumber daya air yang berkelanjutan didasarkan pada prinsip bahwa sumber air seharusnya
digunakan sesuai dengan kuantitas air yang dibutuhkan (Kim et al., 2007).
Prinsip pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi alternatif sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia dan
tidak harus memenuhi standar air minum. Dengan pesatnya pertumbuhan penduduk terutama di
wilayah perkotaan, terdapat konsekuensi bahwa permintaan air bersih bertambah. Selain air
bersih yang disuplai oleh PDAM, masyarakat juga menggunakan air tanah. Pengambilan air
tanah yang berlebihan yang diperparah oleh meningkatnya konversi lahan menjadi areal
pemukiman, perkantoran, maupun komersial akan memicu terjadinya kelangkaan air tanah.
Dalam kondisi seperti ini, alternatif sumber air seperti pemanfaatan air hujan perlu
dipertimbangkan sebagai pilihan menarik yang murah, sehingga dapat mengurangi konsumsi air
bersih (potable water) (Zhang et al., 2009).
Pemanenan air hujan (PAH) dengan memanfaatkan atap bangunan umumnya merupakan
alternatif dalam memperoleh sumber air bersih yang membutuhkan sedikit pengolahan sebelum
digunakan untuk keperluan manusia (Zang et al.,2009).
Penggunaan air hujan sebagai salah satu alternatif sumber air sangat potensial untuk
diterapkan di Indonesia mengingat Indonesia adalah negara tropis yang mempunyai curah hujan
yang tinggi.
Berdasarkan pada meteorologi dan karakteristik geografis pemanenan air hujan, curah hujan
tahunan di Indonesia mencapai 2263 mm yang cenderung terdistribusi secara merata sepanjang
tahun tanpa ada perbedaan yang mencolok antara musim hujan dan musim kemarau (Songet al.,
2009). Oleh karena itu pemanen air hujan di Indonesia perlu ditindaklanjuti sebagai salah satu
upaya pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.
Pesatnya pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh industrialisasi, urbanisasi, peningkatan
pertanian, dan pola penggunaan air bersih mengakibatkan terjadinya krisis air (UNEP, 2001),
dimana saat ini sekitar 20% penduduk dunia mengalami kekurangan air bersih, pencemaran air
diperkirakan berdampak pada kesehatan 1,2 milyar penduduk dunia dan mengakibatkan 15 juta
kematian pada anak-anak, penggunaan air tanah yang berlebihan menghasilkan penurunan muka
air tanah dan mengakibatkan intrusi air laut, manusia cenderung bergantung
pada sumber air yang tercemar sebagai sumber air baku, permasalahan air menjadi isu nasional
maupu internasional di banyak negara di dunia.
Beberapa permasalahan tersebut seharusnya membuat kita memperhatikan ketersediaan sumber
air bersih, dimana kuantitasnya sangat terbatas dan menjadi permasalahan penting di banyak
negara.
Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk memperhatikan masalah penyediaan air
bersih. Untuk mengatasi keterbatasan sumber air bersih dan menurunkan kebutuhan air untuk
seluruh kebutuhan hidup manusia, penggunaan air hujan merupakan salah satu pilihan terbaik
untuk mengatasi hal tersebut (Ghisi et al., 2009).

PEMANENAN AIR HUJAN


Pemanenan air hujan (PAH) merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk
mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau
perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih (UNEP, 2001;
Abdulla et al., 2009).
Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting terutama di daerah yang tidak terdapat
sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang rendah serta tidak tersedia air tanah
(Abdulla et al., 2009).
Berdasarkan UNEP (2001), beberapa keuntungan penggunaan air hujan sebagai salah satu
alternatif sumber air bersih adalah sebagai berikut :
1. Meminimalisasi dampak lingkungan:
Penggunaan instrumen yang sudah ada (atap rumah, tempat parkir, taman, dan lain-lain) dapat
menghemat pengadaan instrumen baru dan meminimalisasi dampak lingkungan. Selain itu
meresapkan kelebihan air hujan ke tanah dapat mengurangi volume banjir di jalan-jalan di
perkotaan setelah banjir;
2. Lebih bersih:
Air hujan yang dikumpulkan relatif lebih bersih dan kualitasnya memenuhi persyaratan sebagai
air baku air bersih dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut;
3. Kondisi darurat:
Air hujan sebagai cadangan air bersih sangat penting penggunaannya pada saat darurat atau
terdapat gangguan sistem penyediaan air bersih, terutama pada saat terjadi bencana alam. Selain
itu air hujan bisa diperoleh di lokasi tanpa membutuhkan sistem penyaluran air.
4. Sebagai cadangan air bersih.
Pemanenan air hujan dapat mengurangi kebergantungan pada sistem penyediaan air bersih.
5. Sebagai salah satu upaya konservasi.
6. Pemanenan air hujan merupakan teknologi yang mudah dan fleksibel dan dapat dibangun sesuai
dengan kebutuhan. Pembangunan, operasional dan perawatan tidak membutuhkan tenaga kerja
dengan keahlian tertentu.

Selain beberapa keuntungan di atas, terdapat sejumlah keterbatasan dalam pemanenan air hujan.
Sebelum mengembangkan sistem pemanenan air hujan, faktor-faktor berikut perlu
dipertimbangkan antara lain :
1) Luas daerah tangkapan hujan dan kapasitas penyimpanan seringkali berukuran kecil atau
terbatas, dan pada saat musim kering yang panjang tempat penyimpanan air mengalami
kekeringan.
2) Pemeliharaan sistem pemanenan air hujan lebih sulit dan jika sistem tidak dirawat dengan baik
dapat berdampak buruk pada kualitas air hujan yang terkumpul.
3) Pengembangan sistem pemanenan air hujan yang lebih luas sebagai salah satu alternatif sumber
air bersih dapat mengurangi pendapatan perusahaan air minum.
4) Sistem pemanenan air hujan biasanya bukan merupakan bagian dari pembangunan gedung dan
tidak/ jarang ada pedoman yang jelas untuk diikuti bagi pengguna atau pengembang.
5) Pemerintah belum memasukkan konsep pemanenan air hujan dalam kebijakan pengelolaan
sumber daya air dan masyarakat belum terlalu membutuhkan instrumen pemanenan air hujan di
lingkungan tempat tinggalnya.
6) Tangki penyimpanan air hujan berpotensi menjadi tempat perkembang biakan serangga seperti
nyamuk.
7) Curah hujan merupakan faktor yang penting dalam operasional sistem pemanenan air hujan.
Wilayah dengan musim kering yang lebih panjang maupun dengan curah hujan yang tinggi
membutuhkan alternatif sumber air atau tempat penampungan yang relatif besar.
Komponen Sistem Pemanenan Air Hujan
Sistem PAH umumnya terdiri dari beberapa sistem yaitu: tempat menangkap hujan collection
area), saluran air hujan yang mengalirkan air hujan dari tempat menangkap hujan ke tangki
penyimpanan (conveyance), filter, reservoir (storage tank), saluran pembuangan, dan pompa
(Abdulla et al., 2009; Song et al., 2009; UNEP, 2001).
Area penangkapan air hujan (collection area) merupakan tempat penangkapan air hujan dan
bahan yang digunakan dalam konstruksi permukaan tempat penangkapan air hujan
mempengaruhi efisiensi pengumpulan dan kualitas air hujan. Bahanbahan yang digunakan untuk
permukaan tangkapan hujan harus tidak beracun dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat
menurunkan kualitas air hujan (UNEP, 2001).
Umumnya bahan yang digunakan adalah bahan anti karat seperti alumunium, besi galvanis,
beton, fiberglass shingles, dll.
Gambar 1 dan 2 menunjukkan skema ilustrasi sistem PAH dengan menggunakan atap dan
permukaan tanah.
Sistem PAH yang diterapkan pasca bencana tsunami di Banda Aceh tersebut merupakan sistem
PAH yang sederhana, mudah dan murah dalam konstruksi.
Sistem ini sangat membantu masyarakat yang terkena bencana dan mengalami kesulitan
memperoleh air bersih pasca tsunami (Amin dan Han, 2009).
Sistem pengaliran air hujan (conveyance system) biasanya terdiri dari saluran pengumpul atau
pipa yang mengalirkan air hujan yang turun di atap ke tangki penyimpanan (cistern or tanks).
Gambar 1. Ilustrasi Sistem PAH (a) Menggunakan Atap dan (b) Menggunakan Tanah
(Sumber: Sturm, et al., 2009)

Gambar 2. Sistem PAH di Banda Aceh Pasca Tsunami Tahun 2004


(Sumber: Amin dan Han, 2009; & Song et al., 2009)

Tipe Sistem Pemanenan Air Hujan


1) Menurut UNEP (2001), beberapa sistem PAH yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut
Sistem atap (roof system) menggunakan atap rumah secara individual memungkinkan air yang
akan terkumpul tidak terlalu signifikan, namun apabila diterapkan secara masal maka air yang
terkumpul sangat melimpah.
2) Sistem permukaan tanah (land surface catchment areas) menggunakan permukaan tanah
merupakan metode yang sangat sederhana untuk mengumpulkan air hujan.
Dibandingkan dengan sistem atap, PAH dengan sistem ini lebih banyak mengumpulkan
air hujan dari daerah tangkapan yang lebih luas. Air hujan yang terkumpul dengan sistem ini
lebih cocok digunakan untuk pertanian, karena kualitas air yang rendah. Air ini dapat ditampung
dalam embung atau danau kecil. Namun, ada kemungkinan sebagian air yang tertampung akan
meresap ke dalam tanah

GAMBARAN SISTEM PEMANENAN AIR HUJAN


Berdasarkan hasil kunjungan kami ke tempat kediaman Bapak Prof. SUPLI EFFENDI
RAHIM, PhD, MSc di mana beliau merupakan dosen pengajar Pasca Sarjana STIKES Bina
Husada Palembang yang telah memberikan materi Mata Kuliah Etika dan Nilai Lingkungan
dengan terjun langsung melihat contoh Rumah Panen Hujan.

Langkah awal yang lakukan adalah menggali kolam di bagian timur (disepakati sebagai bagian
depan) dan di bagian barat (disepakati sebagai bagian belakang). Di bagian timur penulis rancang
sebagai kolam
(a) semua air atap ditampung
(b) dari dak palsu disalurkan dengan dengan dak palsu pipa ke penyaringan
(c) air hujan ditampung ke kolam renang
(d) hujan yang jatuh di halaman ditampung di kolam depan rumah penampungan air hujan dari
seluruh lahan. Luas kolam ini dirancang berukuran panjang 30 m dan lebar 12 m (25% dari luas
lahan). Di bagian belakang adalah kolam penampungan air (belakangan dijadikan kolam renang)
yang berasal dari sebagian besar atap rumah. Kolam renang ini berdimensi panjang 7 m lebar 5
m (2,5% dari seluruh luas lahan). Daerah yang ditimbun selanjutnya ditanami sejumlah jenis
tanaman pisang, ubikayu, sukun, kelapa, mangga, durian, pepaya dan sebagainya.

Gambar 1. Rumah panen hujan dengan pendekatan terpadu.


Sekeliling bangunan dibuat dak palsu sebagai talang. Alhamdulillah atap rumah sudah
diarahkan saluran pengaliran air hujan menuju cikal bakal kolam renang. Sisa atap yang sudah
dibuat talang berupa dak palsu sudah dibuat pipa penyalurannya tetapi masuk ke kolam di depan
rumah. Setiap terjadi hujan lebat air hujan yang jatuh di bagian atap sebelah belakang rumah
mampu menghasilkan air pengisi kolam renang puluhan meter kubik. Sedikitnya sekitar 6
sampai 10 meter kubik air bersih tertampung dalam kolam ini setiap kejadian hujan. Kolam yang
bisa menyampung 40 m3 itu penuh dalam beberapa kali hujan lebat. Jumlah itu menghemat
rekening ledeng hingga Rp 300 ribu per bulan bahkan lebih besar dari jumlah itu.
TANGKI AIR BERMETER, SEBAGAI BAGIAN PANEN HUJAN
Ada yang unik dengan pembangunan sistem panen hujan pada rumah penulis di Komplek Bukit
Sejahtera blok DM 99 RT 56 Bukit Lama Palembang 30139 Indonesia. Pertama, tangki tersebut
yang dirancang bersama antara penulis dan James Miller (James adalah yunior penulis dari
University of Cranfield Inggrisn diundang sebagai tenaga volunter dari Silsoe Aid For
Appropriate Dvelopment SAFAD). Keunikan

Gambar 2. Tangki air bermeter


Pertama adalah meter penunjuk ketinggian muka air dalam tangki. Kedua, bentuk tangki yang
bulat dan panjang mirip peluncur satelit). James menyarankan banyak hal tentang desain
tangki. Penulis juga melakukan yang sama. Namun, tukang kepercayaan penulis sudah sangat
pengalaman dan bila mereka (dua orang) tidak setuju maka akan dibantahnya dan dicarikan
alternatif yang dianggap paling baik. Pembuatan meteran pembaca tinggi muka air berbeda
dengan saran semula yakni disatukan dengan pipa penyaluran air. Dengan menggunakan elbow
dan selang trasparan serta paku clamp dibuatlah meteran tersebut. Alhamdulillah fungsinya baik
dan enak dilihat. Bentuk tangki air hujan yang bulat dan panjang menjadi daya tarik tersendiri.
Yang Menarik bahwa meskipun diameternya hanya 2 m dan tingginya 3 m tetapi isinya bukan 6
m3 melainkan sekitar 10 m3. Ini menambah kekaguman penulis kepada sang pencipta jagad raya
yang semuanya berbentuk bola dengan demikian luas permukaannya luas dan isinya banyak.
Meski bumi dianggap planet yang berukuran kecil dibanding dengan kebanyakan planet lain
dalam tata surya matahari kita namun karena bentuknya seperti bola maka diyakini bahwa dalam
waktu lama bumi tak akan penuh dengan manusia. Bumi bisa mendukung kehidupan manusia
sampai i jumlah sebanyak-banyaknya. Insya-Allah. Sejak terbangunnya tangkii bermeter ini
penulis semakin ingin mengajak semua pihak untuk menerapkan sistem panen hujan tersebut di
manapun. Tidak urung kepala Dinas Pendidikan kota Palembang pernah menyatakan kepada
penulis tentang niat beliau untuk membangun sistem panen hujan pada sekolah-sekolah yang ada
di kota Palembang. Penulis waktu itu menjawab: siap pak, kami akan bantu.
KEUNTUNGAN MENERAPKAN SISTEM PANEN HUJAN
Semua kita termasuk penulis masih senang dengan fadhilah sesuatu amalan. Bila seseorang
beriman maka selanjutnya dia beramal shaleh. Kalau tidak maka imannya akan rusak. Karena
orang beriman mirip dengan sebatang pohon yang rindang dan kuat akarnya. Pohon seperti itu
harusnya menghasilkan buah yang disenangi lingkungannya manusia, binatang dan sebagainya.
Buah ini sama dengan amal shaleh. Amal shaleh yang benar harus dilengkapi dengan upaya
saling berwasiat tentang kebaikan dan saling berwasiat tentang kesabaran. Jadi tidak lengkap bila
hanya dengan memenuhi kebutuhan sendiri- tidak mengajak orang lain. Panen hujan bukanlah
hal sulit, yang penting ada kemauan. Orang yang memahami dengan baik fadhilah sesuatu
perbuatan tentu tidak dengan serta merta pasti akan mengamalkannya (menerapkan teori yang
ada padanya). Upaya sosialisasi atau pemberian pelatihan tentang sistem panen hujan di rumah-
rumah merupakan awal yang baik. Bila telah tumbuh kesadaran bahwa panen hujan merupakan
pekerjaan mulia baik untuk diri sendir maupun lingkungan maka diyakini orang akan
mengadopsinya. Maka bila semua penduduk sudah banyak menerapkan sistem panen hujan tidak
saja ia akan memperoleh air hujan yang berkualitas tetapi dapat terjadi pengurangan banjir di
sekeliling tempat tinggalnya.
Bagaimana sistem panen hujan bisa mengurangi banjir? Banjir yang dapat dikurangi dengan
sistem panen hujan tentunya banjir yang hanya disebabkan oleh air hujan. Banjir karena
limpahan air sungai akibat pasang atau banjir kiriman tidak dapat diatasi dengan panen hujan.
Ambil contoh pada areal lahan seluas 1500 m2. Pada areal seluas itu bila terjadi hujan selama 1
jam dengan intensitas 50 mm/jam. Bila semua areal lahan itu kebanyakan merupakan areal kedap
air- atap, pelataran dari semen, jalan aspal maka nilai karakteristik tangkapan (catchment
characteristic, cc = 0,90). Dengan demikian jumlah air yang terakumulasi dari areal lahan
tersebut = 1500 x 0,90 x 50 x 0,001 m = 67,5 m3. Bila ada sistem panen hu jan dalam bentuk
kolam renang, tangki dan kolam ikan maka air dalam jumlah tersebut tidak akan membanjiri
areal lahan. Bila dari atap seluas 250 m2 semuanya masuk ke tangki dan kolam renang maka
berarti air hujan yang terpanen adalah sebanyak 1/6 x 67,5 m3 = 11,25 m3. Bila hujan dua kali
dari intensitas semula maka air hujan dengan kualitas baik yang bisa disimpan adalah 22,5 m3.
Jumlah ini sama dengan 6 tangki air PDAM. Bila 1 tangki harganya Rp 100 ribu maka
keuntungan dari menampung air sama dengan Rp 600 ribu. Angka ini hanya menggambarkan
kesyukuran kita pada-Nya.
Hujan yang dipanen secara baik dan berkala di rumah sendiri, perkantoran, pasar, mesjid dan
tempat-tempat lainnya akan banyak selali memberi keuntungan. Keuntungan seperti ini tentu saja
berdimensi waktu yang lama namun memberikan banyak manfaat ekonomis, sosiologis,
teologis dan ekologis. Secara ekonomis sudah tidak bisa diragukan lagi. Air hujan memberikan
keuntungan yang berlapis dan efeknya multi. Dengan banyaknya air ikan dan tanaman
produksinya berlimpah. Air hujan yang ditampung di kolam bisa disaring dengan ijuk-pasir-
arang-pasir-koral, hasilnya dimanfaatkan untuk mandi, cuci, siram tanaman dan cuci kendaraan
serta halaman rumah.
Tampungan air berbentuk kolam berfungsi sebagai objek wisata yang alami. Pohon di sekitar
kolam yang rindang mengundang satwa dengan bunyi yang bermacammacam. Ada kolam berarti
memungkinkan dibangunnya air mancur dan/atau air terjun.
Kondisi seperti ini menjadikan penghuni rumah nyaman- serasa seperti tinggal di dekat
bukit/ngarai alami. Air berisik dan terkadang ikan melompat-lompat seperti ingin bermain di
sekitar jatuhnya air.
Meminta orang sekitar untuk menangkap ikan dengan cara tradisional menggunakan waring
besar seperti pukat harimau memberikan pelajaran berharga kepada penulis dan keluarga. Tiga
empat orang kepercayaan sejak lama menangkapkan ikan pada kolam di halaman rumah yang
berdimensi cukup luas dan dalam itu. Tanpa ada perjanjian berapa ongkos untuk bekarang ikan
itu mereka secara sungguh-sungguh dan sabar menangkap ikan- tidak peduli dingin atau panas
matahari. Memang banyak ikan yang berhasil ditangkap. Sayang mereka melewatkan sholat
zuhur dan bahkan ashar. Pada saat salah seorang terkena sengatan listrik karena saat terakhir
mereka merasa lelah penulis menyarankan memakai sistem setrum.
Menangkap ikan dengan menggunakan setrum listrik sesungguhnya tidak dianjurkan dari aspek
apapun berbahaya bagi penangkap ikan maupun bagi ikan itu sendiri. Bagi penangkap bahaya
setrum listrik dapat terjadi melalui sebab yang beragam ada kabel telanjang dan sebagainya.
Waktu itu pernah satu orang kena setrum dan hampir mati. Pada saat itulah penulis menggugah
hatinya dengan memberikan nasehat berupa jangan tinggalkan sholat, karena Allah masih
memberi kesempatan anda hidup. Tanpa jawaban yang pasti kecuali dia ingin bersedekah tanda
bersyukur bahwa dia masih hidup.
Pengalaman lainnya adalah bahwa ada jenis ikan yang tidak tahan dengan himpitan derita
sewaktu di-rumahkan sementara pada bak air berukuran 2 m x 1 m x 1 m. Banyak ikan kecil
dan jenis tertentu yang mati. Ikan yang disetrum juga mati, tetapi ada jenis tertentu yang tidak
mati. Terangkatnya ikan-ikan dan udang kecil tanpa diambil pemilik kolam menjadikan
penulis sempat merenung sebagai pelajaran dari Tuhan. Permisalan dari kejadian ini adalah
bahwa pemimpin umat semestinya bijak karena sepak terjang mereka banyak membuat
sengsara masyarakat kecil. Sangat sering terjadi di sekitar kita bahwa para pemimpin
sepertinya akor-akor tetapi pengikut mereka saling membunuh.

Anda mungkin juga menyukai