Anda di halaman 1dari 23

REFLEKSI KASUS

BRONKOPNEUMONIA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD dr.Soedjati Purwodadi

Disusun oleh:
Sella Rizki Atyanto
01.211.6523

Pembimbing:
dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. AN
Usia : 1 tahun 1 bulan 26 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Karangasem Karangsono 6/1 Karangayung
Nama orang tua : Ny. S
Pekejaan : Ibu rumah tangga
Tanggal dirawat : 20 Maret 2017
Ruang perawatan : Bougenvil

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 20 Maret 2017 dengan ibu pasien
dan didukung dengan catatan medis.
Keluhan utama
Batuk berdahak disertai sesak nafas
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien anak perempuan berusia 1 tahun bersama ibunya datang ke poli
anak RSUD Purwodadi untuk memeriksakan diri dengan keluhan batuk
berdahak sejak 3 hari yang lalu (sabtu tanggal 18 Maret 2017). Batuk
dirasakan terus menerus dan semakin parah setiap hari. Dalam sehari ibu
pasien mengaku anaknya bisa batuk lebih dari 3 kali sehari. Pasien tidak
dapat mengeluarkan dahak sehingga juga menyebabkan sesak nafas.
Pasien juga demam sejak 3 hari yang lalu. Pasien tidak ada kontak
dengan penderita batuk lama. Pasien sudah diberi obat namun gejala
tidak berkurang. Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal.
Sirkulasi udara di rumah cukup baik dan lingkungan rumah bersih.

Pagi hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan anaknya
sesak nafas semakin berat sehingga dibawa ke Rumah Sakit.

2
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Tidak ada
riwayat asma, alergi dan batuk lama. Ibu mengatakan pasien sering
mengalami batuk pilek.

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini. Keluarga pasien
tidak ada yang mempunyai riwayat atopi. Keluarga pasien tidak ada
yang sedang batuk lama.

d. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai pekerja swasta dan menanggung 1
orang istri dan 1 orang anak. Ibu pasien sebagai ibu rumah tangga.
Pasien merupakan pasien umum sehingga biaya pengobatan
ditanggung sendiri.
Kesan : Keadaan sosial ekonomi cukup

e. Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal


Ibu mengaku rutin melakukan pemeriksaan selama kehamilan
sebanyak 8x pada bidan. Ibu menjelaskan tidak pernah menderita
penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan
disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat
minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal. Obatobatan yang
diminum selama masa kehamilan adalah vitamin dan tablet besi.
Kesan: Riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik

f. Riwayat Persalinan
Anak perempuan lahir secara spontan dari ibu G1P1A0 hamil 40
minggu, berat badan lahir 3200 gram.
Kesan : Noenatus aterm dan Bayi Berat Lahir Cukup

g. Riwayat Pertumbuhan Anak


- Pertumbuhan
BB lahir : 3200 gram
BB sekarang : 9,9 kg
PB lahir : 49 cm
PB sekarang : 76 cm

3
Kesan Gizi : Baik

Kesan: Perawakan normal

e. Perkembangan
Mengangkat kepala : 2 bulan
Tengkurap dan mempertahankan posisi kepala : 4 bulan
Duduk : 6 bulan

4
Merangkak : 8 bulan
Memindahkan mainan, memungut benda kecil : 9 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan , bicara 2 suku kata : 12 bulan
Bertepuk tangan, mengenal dan memanggil orang : 18 bulan
Melepas pakaian, menyusun balok : 24 bulan
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai umur

f. Riwayat Imunisasi
0-7 hari : Hb0
1 bulan : BCG dan Polio 1
2 bulan : DPT, HB 1, HiB, Polio 2
3 bulan : DPT, HB 2, HiB, Polio 3
4 bulan : DPT, HB 3, HiB, Polio 4
9 bulan : Campak
Kesan : Anak sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

g. Riwayat Keluarga Berencana


Ibu mengikuti tidak program Keluarga Berencana.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : lemas, sesak nafas dan retraksi substernal atau chest
indrawing (+)
Tanda Vital
Tekanan darah : - mmHg
HR : 112 x/menit
Suhu : 380C
RR : 68 x/menit

a. Status Generalis
Kepala : Normocephali, , ubun-ubun besar tidak menonjol dan tidak
tegang

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya


(+/+), pupil isokor ( 2mm)

5
Telinga : Discharge (-/-)

Hidung : Secret (-), napas cuping hidung (-)

Mulut : Sianosis (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)

Thoraks :
- Inspeksi : Hemithorax dextra dan sinistra simetris inspirasi dan
ekspirasi, retraksi substernal atau chest indrawing (+)
- Palpasi : Areola mamae teraba, papilla mamae (+/+)
- Perkusi : Pemeriksaan tidak dilakukan
Paru-paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronki basah halus nyaring +/
+, hantaran +/+

Jantung
- Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba linea midcalvicula sinistra ICS V
- Auskultasi : Bunyi jantung I II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi : Datar,
- Auskultasi : Bising usus (+) normal 10 kali permenit
- Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Ekstremitas
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill time < 2/ < 2 < 2/ < 2
Deformitas - -
Kesan: Normal

Kulit
Sianotik (-), pucat (-), ikterik (-)

6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Darah Rutin
20 Maret 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11,7 gr/dl 10,5 13,5 gr/dl
Leukosit 18.400 6000 17,500 /mm3
Trombosit 305.000 150 450 x 103/ul
Eosinofil 0 15
Basofil 0 01
N. Batang 0 35
N.Segmen 39 37 50
Limfosit 46 25 40
Monosit 15 16
Eritrosit 4.610.000 4,5 5,5 juta
Hematokrit 35,3%
Kesan : Leukositosis, Limfositosis, Monositosis

DAFTAR MASALAH
- Batuk 3 hari
- Demam 3 hari
- Sesak napas
- Malas minum
- Retraksi substernal
- Rhonki basah halus nyaring
- Hantaran
- Leukositosis, Limfositosis, Monositosis

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Bronkopneumonia
2. Bronkiolitis

F. DIAGNOSIS SEMENTARA
Bronkopneumonia

G. INITIAL PLANNING
Initial Plan Diagnosis:
Foto Thorax

Initial Plan Terapi:


O2 nasal 2 lt/m
Infus RL 10 tpm
Sanmol drop 3x0,8 cc
Mucos drop 3x0,4 cc
Inj. Ceftriaxon 1x400

7
Fisioterapi infrared

Initial Plan Monitoring


1. Monitoring gejala klinis
Anamnesis keluhan batuk, demam, sesak, nafsu makan, BAK-BAB
2. Monitoring tanda klinis
PF keadaan umum : keaktifan, sianosis/ tdk ; tanda vital : HR, RR
(nafas cepat tanda masih sesak, normal <60 x/menit), suhu (untuk menilai
masih demam tidak) ; inspeksi thoraks (adakah retraksi, otot tambahan
nafas) ; auskultasi thoraks (adakah suara rhonki dan hantaran) ;
pemeriksaan ekstremitas (akral dingin dan capillary refill)

Initial Plan Edukasi

Jelaskan kepada keluarga pasien bahwa anak mengalami peradangan pada jaringan
paru-paru yang merupakan penyebab kematian utama pada anak usia dibawah 5
tahun, sehingga butuh pengawasan dan pengobatan yang tepat
- Jelaskan kepada keluarga bahwa penyebab paling sering dari penyakit
ini adalah bakteri dan virus, atau kombinasi keduanya, sehingga
lingkungan sekitar harus dijaga kebersihannya dan awasi kontak
dengan penderita yang sama
- Jelaskan kepada keluarga bahwa faktor resiko penyakit ini adalah
malnutrisi, ASI tidak eksklusif, berat badan lahir rendah, imunisasi
tidak lengkap dan lingkungan yang sirkulasi udaranya tidak baik.
Sehingga untuk meminimalisir kekambuhan dan mempercepat proses
penyembuhan, pasien harus ditunjang untuk mengurangi faktor resiko
yang ada
- Jelaskan kepada keluarga bahwa pengobatan untuk penyakit ini adalah
dengan antibiotika selama 7 hari tidak boleh terputus untuk mencegah
terjadinya resistensi obat
- Jelaskan kepada keluarga bahwa prognosis penyakit umumnya baik
jika penatalaksanaan optimal
- Jelaskan kepada keluarga untuk meningkatkan pola hidup bersih
dengan rajin cuci tangan dan memperbaiki pola tata ruang lingkungan
agar mendapat sirkulasi udara yg baik
- Jelaskan kepada keluarga untuk menghindarkan anak dari asap rokok

Kriteria Pemulangan Pasien

8
- Gejala dan tanda bronkopneumonia hilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotic dapat diteruskan dirumah (per oral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana
kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

BRONCHOPNEUMONIA
Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit
Pneumonia. Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan
akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus /
bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan
oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing.
FAKTOR RESIKO
Terdapat beberapa factor resiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pada anak balita di Negara berkembang. Factor resiko tersebut
asalah: pneumoni yang terjadi masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR),

9
tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi,
defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri pathogen di
nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau
asap rokok)
ETIOLOGI
Berbagai bentuk klinis pneumonia sering kali di klasifikasikan
berdasarkan pembagian serta penyebaran anatomis dan etiologinya.
1. Berdasarkan anatominya pneumonia di bagi atas :
a. Pneumonia Lobaris
b. Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia)
c. Pneuminia Interstitialis (Bronkiolitis)
2. Berdasarkan etiologinya dibagi atas :
a. Bakteri : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus
hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus
friedlander, Mycobacterium tuberculosis
b. Virus : Respiratory syncytial virus, Virus influenza, adenovirus, Virus
sitomegalik
Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus
respiratori sinsitial, virus para influenza, virus influenza, virus adeno,
virus cytomegalo virus. virus respiratori sinsitial yang paling sering
menyebabkan pneumonia terutama pada bayi. Pneumonia virus paling
sering terjadi pada bulan-bulan musim dingin. Angka serangan puncak
untuk pneumonia virus adalah 2-3 tahun dan menurun untuk sesudahnya.
c. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformis,
Blastomyces dermalitides, Coccidiodes limmitis, Aspergylus species,
Candida albicans.
d. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing.
e. Pneumonia hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak
yang sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di
tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang

10
bawah. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen
dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita
penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus diubah
ubah posisi tidurnya.
f. Sindrom Loeffler (Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.)
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk
pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali,
sehingga pembagian etiologis lebih rasional dari pada pembagian anatomis.
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia.
Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada
orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6
dan 9.5
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun
dan berkurang dengan meningkatnya umur. 4

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang


Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri Anaerob
Streptococcus Grup B Streptococcus Grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Lahir sampai 20 hari Streptococcus pneumonia
Ureaplasma Urealyticum
Virus
Virus cytomegalo
Virus Herpes Simplex
Bakteri Bakteri
ChlamydiaTrachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophillus influenza
tipe B
Virus Moraxella catarrhalis
3 minggu sampai 3 Virus Adeno Staphylococcus Aureus
Virus Influenza Ureaplasma Urealyticum
bulan Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Virus cytomegalo
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia Moraxella catarrhalis
Streptococcus pneumonia Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus Aureus

11
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varicella zoster
4 bulan sampai 5 tahun
Virus Parainfluenza 1,2,3
Respiratory Syncytial Virus
Virus Rhino
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonia Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonia Legionella sp
Mycoplasma pneumonia Staphylococcus Aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-barr
5 tahun sampai remaja Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rhino
Respiratory Syncytial
Virus

PATOGENESIS
Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan
(droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu 7:
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat
jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung
udara, warna menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit
netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.
Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi
kongestif.
4. Stadium resolusi (8-11 hari)
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan

12
menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari
pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak bercak dengan
distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan
stadium khas ini tidak terlihat.

GEJALA KLINIS
Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas
bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai
39 400 C dan mungkin disertai kejang demam yang tinggi. Anak megalami
kegelisahan, kecemasan, dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan
diwujudkan dalam bentuk napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping
hidung, retraksi pada daerah supraclavikular, ruang-ruang intercostal,
sianosis sekitar mulut dan hidung, kadang-kadang disertai muntah dan diare.
Pada awalnya batuk jarang ditemukan tetapi dapat dijumpai pada perjalanan
penyakit lebih lanjut, mula-mula batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan.
Pada auskultasi mungkin terdengar ronki basah nyaring halus sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin
pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terengar lagi. Tanpa
pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 3 minggu.
Gejala klinik pada bronkopneumonia juga dapat dibagi berdasarkan usia
penderita.
1. Neonatus

Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya


gejala yang muncul adalah adanya apnea, takipnea, sianosis, retraksi pada
pernapasan, muntah, lethargi, tidak mau minum dan merintih. Merintih pada
neonatus disebabkan oleh pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan
peningkatan tekanan positif akhir ekspirasi dan menjaga agar jalan napas
bawah tetap terbuka. Merintih menandakan adanya penyakit pada saluran

13
napas bagian bawah. Retraksi muncul karena usaha untuk meningkatkan
tekanan intrathoraks untuk mengkompesasi menurunnya compliance paru.
2. Bayi sampai usia 1 tahun

Merintih lebih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering muncul
dan mungkin diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam, iritabilitas,
nafsu makan yang menurun, demam menggigil serta gejala gastrointestinal
seperti muntah dan diare.

3. Balita usia pra sekolah

Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk, baik produktif ataupun
nonproduktif, takipnea, dan sumbatan. Terdapat juga muntah setelah batuk.
4. Anak dan remaja

Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam, batuk,
sumbatan, nyeri dada, dehidrasi dan letargi. Dapat juga muncul gejala
ekstrapulmonal seperti nyeri perut dan muntah pada penderita pneumonia
paru lobus inferior, nuchal rigidity pada penderita pneumonia paru kanan
lobus superior.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah dan ronki . Akan tetapi, pada neonatus dan bayi kecil,
gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada
perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah perifer lengkap

Pada pneumonia virus atau mikoplasma ditentukan leukosit dalam


batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 40.000/mm3 dengan
predominan PMN. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk , yaitu
kurang dari 5000/mm3. Leukositosis hebat, yaitu lebih dari 30.000/mm3

14
hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemuakn pada
keadaan bakteriemi dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada
infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia.
Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara
300 - 100.000/mm3, protein lebih dari 2,5g/dl dan glukosa relatif lebih
rendah dari glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan
LED yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi
bakteri secara pasti6.

2. C-Reactive Protein

C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis


oleh hepatosit, Sebagai respon inflamasi atau infeksi jaringan,produksi
CRP distimulasi secara cepat oleh sitokin terutama IL-6 dan tumor
necrosis factor. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui CRP sangat
mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang
rusak.Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan
bakteri atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri superfisialis daripada
bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon
terhadap antibiotik. Suatu penelitian melaporkan bahwa CRP cukup
sensitif tidak hanya untuk mendiagnosis empiema torasis, tetapi juga untuk
memantau respon pengobatan. Dengan pengobatan antibiotik , kadar CRP
turun secara meyakinkan pada hari pertama pengobatan.
3. Uji Serologis

Uji serologis untuk membedakan antigen dan antibodi pada infeksi


bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan
tetapi infeksi Streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan
titer antibodi seperti anti-streptolisin O, sterptozim atau anti-Dnase B.

15
Peningkatan titer juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi
diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen.
Secara umum uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi unutk mendeteksi bakteri
atipik seperti Mycoplasma dan Chlamidia serta beberapa virus seperti
RSV, Sitomegalo, Campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B dan
adeno peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.

4. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologis untuk mendiagnosis pneumonia anak


tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS.
Untuk pemeriksaan mikrobiologis, spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura atau
aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari
darah, pleura atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian
bakteriemia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada
anak besar dan remaja spesimen untuk pemeriksaan dapat berasal dari
sputum, baik untuk pewarnaan Gram maupun untuk kultur. Spesimen yang
memenuhi syarat adalah yang mengandung lebih dari 25 leukosit dan
kurang dari 40 sel epitel/lapang pembesaran kecil. Spesimen dari
nasofaring kurang bermanfaat karena tingginya kuman yang berkolonisasi
di nasofaring.
Pemeriksaan PCR perlu dilakukan di laboratorium yang canggih,
disamping itu tidak selalu menentukan diagnosis yang pasti sehingga
jarang dilakukan6.
5. Pemeriksaan Rontgen Toraks

Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,


hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan
foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis
sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi inflitrat sering

16
memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang. Pada
pasien dengan penumonia tanpa komplikasi ulangan foto rontgen toraks
tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan apabila gejala
klinis menetap, penyakit memburuk atau untuk tindak lanjut.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis
pneumonia di IGD hanyalah foto rontgen toraks posisi AP. Tambahan foto
rontgen lateral tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan
diagnosis pneumonia pada anak. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya
dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan
seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang
melemah.
Secara umum gambaran foto rontgen toraks sebagai berikut :
1. Infiltrat interstitial, ditandai dengan corakan bronkovaskular, peribronchial
cuffing, dan hiperaerasi

2. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.


Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris
atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk
sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru,
dikenal sebagai round pneumonia.

3. Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua


paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Gambaran foto rontgen pada pneumonia anak meliputi infiltrat ringan pada
satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian
ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak banyak ditemukan pada paru
kanan, terutama lobus bawah, maka hal itu menjadi prediktor perjalanan
penyakit yang lebih berat dengan risiko pleuritis lebih meningkat6.

17
Gambar konsolidasi pada lobus inferior paru dextra
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan : Gejala klinis, Pemeriksaan fisik,
Pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologis.
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan
atau/ serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan
bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium
penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak
didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan
sistem respiratori serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adalah
adanya demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai
berikut6 :
Takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas
melemah.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pnemonia pada
balita,maka dalam upaya penanggulangannya WHO mengembangkan
pedoman diagnosis dan tata laksana yang sederhana. Pedoman ini terutama
ditujukan untuk pelaksana Pelayanan Kesehatan Primer, dan sebagai
pendidikan kesehatan masyarakat di negara berkembang. Tujuannya ialah
menyederhanakan kriterai diagnosis berdasarkan gejala klinis yang langsung
dapat dideteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan dasar
pemakaian antibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut dapat meliputi napas
cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak dapat ,langsung
dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan
menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam

18
keadaan tenang. Sesak napas dilihat dengan adanya tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda
bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi
berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor,mengi dan demam atau terasa dingin.
Frekuensi pernapasan (hitung napas selama 1 menit ketika anak
tenang). Napas cepat :
Umur < 2 bulan : > 60 kali/menit

Umur 2-11 bulan : > 50 kali/menit

Umur 1-5 tahun : > 40 kali/menit

Umur > 5 tahun : > 30 kali/menit

Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan gejala


tersebut :
Hubungan antara diagnosis klinis dan klasifikasi pneumonia (MTBS)
Diagnosis ( Klinis ) Klasifikasi (MTBS)
Pneumonia berat ( Rawat jalan ): Penyakit sangat berat
Tanpa gejala hipoksemia ( Pneumonia Berat )
Dengan gejala hipoksemia
Dengan komplikasi
Pneumonia ringan ( rawat jalan ) Pneumonia
Infeksi respiratorik akut atas Batuk : bukan pneumonia

Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun :


Pneumonia berat
1. Bila ada sesak napas

2. Harus dirawat dan diberikan antibiotik

19
Pneumonia
1. Bila tidak ada sesak napas

2. Ada napas cepat dengan laju napas :

a. >50x/menit untuk usia 2 bulan 1 tahun


b. >40x/menit untuk anak >1 5 tahun

3. Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan pneumonia
1. Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

2. Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya pengobatan


simptomatis seperti penurun panas.

Bayi berusia dibawah 2 bulan :


Pada bayi berusia bibawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih
bervariasi, mudah terjadi komplikasi dan sering menyebabkan kematian.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :
1. Pneumonia
Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

2. Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas

Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis6

PENGOBATAN
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap.
Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya
toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum atau ada penyakit dasar
yang lain, komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien.
Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus
dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal
dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif

20
meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen dan koreksi terhadap
gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri
dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A
tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan
adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama
keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak
dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan
karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu,antibiotik
dipilih berdasarkan pengalaman empiris sesuai pola kuman tersering yaitu
streptococcus pneumonia dan haemophilus pneumoniae. Umumnya
pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etologi
penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta
faktor epidemiologis.
Pemberian antibiotic sesuai dengan kelompok umur:
1. Usia <3 bulan :

Penisilin (ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari, i.m/i.v, terbagi dalam 4


dosis) +

Aminoglikosida (gentamisin 5-7 mg/kgBB/hari, i.m/i.v , terbagi


dalam 2 dosis)

2. Usia >3 bulan:

o Ampisilin + Kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari i.v terbagi


dalam 3-4 dosis) merupakan obat pilihan utama.

o Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotic pilihan


adalah golongan sefalosporin. Antibiotic parenteral diberikan
sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan
pemberian per oral selama 7-10 hari.

o Bila diduga penyebab pneumonisnya adala S aureus, kloksasilin 50


mg/kgbb/hari i.v terbagi dalam 4 dosis dapat segera di berikan.

21
Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan cefazolin,
klindamicin atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokok
adalah 3-4 mgg.
o Dilakukan teapi bedah bila ditemukan komplikasi pneumothoraks
atau pneumomediastinum. Pemberiaan terapi suportif dapat berupa
pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Tunda pemberian
nutrisi secara oral bila anak masih sesak dan mulai dengan nutrisi
parenteral. Bila terjadi atelektasis diperlukan rujukkan ke
rehabilitasi medic.

KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis,
perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmonar seperti
menigitis purulenta. Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya
nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga
pleura. Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada
pneumonia bakteri.
Ilten F, dkk melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan
sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal
jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan.
Oleh karena miokarditis merupaakn keadaan yang fatal, maka dianjurkan
untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,
ekokardiografi dan pemeriksaan enzim.

PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai
secara dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selam masa
bayi dan mas kanak-kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai
dengan kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi
rendah.
Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang
terlambat menunjukkan mortalitas tang lebih tinggi.

22
PENCEGAHAN
a. Perbaikan sosial ekonomi: perumahan, sanitasi, nutrisi, hygienene
b. Imunisasi: terhadap infeksi lain, kadang menurunkan pula pneumonia
c. Bila ada faktor predisposisi: pengobatan dini dan adekuat, bila mungkin
menjauhkan infeksi.
d. Vaksin khusus: pneumococcus dengan vaksin 23-valent pneumococcal,
haemophillus influenza dengan vaksin konjugat h. Influenza memiliki
jadwal yang rutin diberikan pada anak-anak, atau dengan rifampin
prophylaxis untuk yang beresiko tinggi terkena.

23

Anda mungkin juga menyukai