Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................1
BAB 1. PENDAHULUAN...........................................................................................2
1.1 Latar Belakang............................................................................................2
1.2 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.3 Batasan Masalah.........................................................................................3
1.4 Metode Penulisan........................................................................................3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4
2.1. Definisi.......................................................................................................4
2.2 Epidemiologi..............................................................................................4
2.3. Etiologi.......................................................................................................5
2.4 Klasifikasi..................................................................................................6
2.5. Patofisiologi...............................................................................................9
2.6. Gambaran Klinis......................................................................................13
2.7. Diagnosis..................................................................................................13
2.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................16
2.6. Tatalaksana ..............................................................................................16
2.7. Komplikasi...............................................................................................18
2.8. Prognosis..................................................................................................19
BAB 3. KESIMPULAN.............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................21

BAB 1

0
PENDAHULUAN

1 Latar Belakang

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat. Sekitar

80-90% ditemukan pada laki-laki dan 10% pada perempuan. Hampir 75% dari

hernia abdominalis merupakan hernia ingunalis.1 Sebesar 60% hernia terjadi pada

sisi kanan, sebesar 20-25% di sisi kiri, dan sebesar 15% terjadi bilateral. 2 Tahun

2004 di Indonesia, hernia inguinalis menempati urutan ke-8 dengan jumlah 18.145

kasus.3 Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, jumlah kasus

hernia inguinalis yang dirawat inap pada tahun 2010 - 2011 yaitu 410 kasus. Ini

merupakan jumlah dari kasus hernia inguinalis yang terjadi di 6 rumah sakit yang ada

di Sulawesi Tengah. Rumah Sakit Umum Anutapura Palu merupakan rumah sakit

yang memiliki jumlah kasus hernia inguinalis yang dirawat inap periode 2010 2011

terbanyak yaitu 269 kasus.3

Pada hernia inguinalis keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat

paha yang timbul pada waktu mengejan, batuk, atau mengangkat beban berat dan

menghilang waktu istirahat baring.4 Hernia inguinalis inkarserata dan strangulata

merupakan kasus akut abdomen yang harus segera ditangani oleh karena dapat

memengaruhi morbiditas (19-30%) dan juga mortalitas (1,4-13,4%).5

2 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan tentang

hernia inguinalis lateralis.

3 Batasan Masalah

1
Batasan penulisan ini membahas mengenai, epidemiologi, etiologi dan

patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan

prognosis hernia inguinalis.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk

pada berbagai literatur.

BAB 2

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan adalah

suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek)

yang diliputi oleh dinding. Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai lokasi

anatominya, seperti hernia inguinal, diafragma, umbilikalis, femoralis, dan lain-lain.

Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek

melibatkan dinding abdomen pada umumnya daerah inguinal.1

Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL)

dan Hernia Ingunalis Medialis. Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain

yaitu hernia indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding

abdomen. Selain hernia indirek nama yang lain adalah hernia oblique yang artinya

kanal yang berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis

lateralis sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak disebelah lateral vasa

epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL) dikarenakan kelainan kongenital

meskipun ada yang didapat.6. Hernia inguinalis medialis (HIM) atau hernia direk

hampir selalu disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen kronik dan

kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach.1

2.2 Epidemiologi

Hernia lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio 4-

8:1. Tidak terdapat predileksi ras pada hernia inguinalis.3 Hampir 75% dari hernia

abdominalis merupakan hernia ingunalis.1 Sebesar 60% hernia terjadi pada sisi

kanan, sebesar 20-25% di sisi kiri, dansebesar 15% terjadi bilateral. Tahun 2004 di

Indonesia, hernia inguinalis menempati urutan ke-8 dengan jumlah 18.145 kasus.2

3
2.3. Etiologi

Penyebab terjadinya hernia7,8,9:

1. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau didapat kemudian dalam

hidup.
2. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
3. Kongenital
a. Hernia congenital sempurna

Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat tempattertentu.

b. Hernia congenital tidak sempurna

Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai defek pada

tempat tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0-1 tahun) setelah

lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan

tekanan intraabdominal (mengejan, batuk, menangis).

4. Aquisial adalah hernia yang bukan disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi

disebabkan oleh faktor lain yang dialami manusia selama hidupnya, antara lain :
Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien yang sering

mengejan yang baik saat BAB maupun BAK.


Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya yang

sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena

banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya yang menambahbeban kerja

jaringan ikat penyokong pada LMR.


Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.
Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan intraabdominal.
Sikatrik.
Penyakit yang melemahkan dinding perut.
Merokok
Diabetes mellitus

2.4. Klasifikasi

Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL)

dan Hernia Ingunalis Medialis (HIM). Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama

4
lain yaitu hernia indirecta yang artinya keluarnya tidak langsung menembus dinding

abdomen. Selain hernia indirek nama yang lain adalah Hernia oblique yang artinya

Kanal yang berjalan miring dari lateral atas ke medial bawah. Hernia ingunalis

lateralis sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak disebelah lateral Vasa

epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL) dikarenakan kelainan kongenital

meskipun ada yang didapat.10

Tabel. 2.1. Perbedaan HIL dan HIM.10

Hubungan Dibungkus
dengan vasa oleh fascia Onset biasanya
Tipe Deskripsi
epigastrica spermatica pada waktu
inferior interna
Penojolan melewati cincin
inguinal dan merupakan
Hernia kegagalan penutupan cincin Kongenital
ingunalis ingunalis interna pada waktu Lateral Ya Dan bisa pada
lateralis embrio setelah penurunan waktu dewasa.
testis

Keluar langsung menembus


Hernia
fascia dinding abdomen
ingunalis Medial Tidak Dewasa
medialis

Casten membagi hernia menjadi tiga stage, yaitu:10

Stage 1 : hernia indirek dengan cincin interna yang normal.

Stage 2 : hernia direk dengan pembesaran atau distorsi cincin interna.

Stage 3 : semua hernia direk atau hernia femoralis.

Klasifikasi menurut Halverson dan McVay, hernia terdapat terdapat 4 kelas:10

Kelas 1 : hernia indirek yang kecil.

Kelas 2 : hernia indirek yang medium.

5
Kelas 3 : hernia indirek yang besar atau hernia direk.

Kelas 4 : hernia femoralis.

Sistem Ponka membagi hernia menjadi 2 tipe:10

1. Hernia Indirek

hernia inguinalis indirek yang tidak terkomplikasi.

hernia inguinalis indirek sliding.

2. Hernia Direk

Suatu defek kecil di sebelah medial segitiga Hesselbach, dekat tuberculum

pubicum.hernia divertikular di dinding posterior. Hernia inguinalis direk

dengan pembesaran difus di seluruh permukaan segitiga Hesselbach.

Gilbert membuat klasifikasi berdasarkan 3 faktor:10

1. Ada atau tidak adanya kantung peritoneal.

2. Ukuran cincin interna.

3. Integritas dinding posterior dan kanal.

Gilbert membagi hernia menjadi 5 tipe. Tipe 1, 2, and 3 merupakan hernia indirek,

sedangkan tipe 4 and 5 merupakan hernia direk.

mempunyai kantung peritoneal yang melewati cincin interna yang


Hernia tipe 1
berdiameter
(hernia indirek yang paling sering) mempunyai kantung peritoneal yang
Hernia tipe 2
melewati cincin interna yang berdiameter 2 cm
hernia mempunyai kantung peritoneal yang melewati cincin interna
Hernia tipe 3 yang berdiameter > 2 cm
menjadi hernia komplit dan sering menjadi slidinhernia.

mempunyai robekan dinding posterior atau defek posterior multipel.


Hernia tipe 4
Cincin interna yang intak dan tidak ada kantung peritoneal.

6
merupakan hernia divertikuler primer. Pada hernia ini tidak terdapat
Hernia tipe 5 kantung peritoneal.

Nyhus membuat klasifikasi berdasarkan ukuran cincin interna dan integritas dinding

posterior, meliputi:10

Tipe 1 adalah hernia indirek dengan cincin interna yang normal.

Tipe 2 adalah hernia indirek dengan cincin interna yang membesar.

Tipe 3a adalah hernia inguinalis indirek.

Tipe 3b adalah hernia indirek yang menyebabkan kelemahan dinding posterior.

Tipe 3c adalah hernia femoralis.

Tipe 4 memperlihatkan semua hernia rekuren.

Bagian bagian hernia10 :

1. Kantong hernia

Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia

memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia

intertitialis.

2. Isi hernia

Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya

usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).

3. Pintu hernia

Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.

7
4. Leher hernia

Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.

5. Locus minoris resistence (LMR)

2.5 Patofisiologi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat.

Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia di anulus

internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain

itu, diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang

sudah terbuka cukup lebar itu. Pada orang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat

mencegah terjadinya hernia inguinalis antara lain, kanalis inguinalis yang berjalan

miring, struktur otot oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis

ketika berkontraksi, dan fasia transversa kuat yang menutupi trigonum Hesselbach

yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan mekanisme ini menyebabkan

terjadinya hernia. Faktor yang dipandang berperan adalah adanya prosesus vaginalis

yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga abdomen, dan kelemahan dinding

abdomen karena usia.1

Adanya prosesus vaginalis yang tetap terbuka

Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang

lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur satu

tahun sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Akan tetapi, kejadian

8
hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10 % anak dengan

prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada lebih dari separuh populasi

anak, dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral, tetapi insidens

hernia tidak melebihi 20 %. Umumnya disimpulkan adanya prosesus vaginalis

yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi

diperlukan faktor lain, seperti anulus inguinalis yang cukup besar.1

Peninggian tekanan intraabdomen

Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena

meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan

berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.1 Hernia dapat terjadi setelah

peningkatan tekanan intra-abdominal yang tiba-tiba dan kuat seperti waktu

mengangkat barang yang sangat berat, mendorong, batuk, atau mengejan dengan

kuat pada waktu miksi atau defekasi.11

Beberapa studi menunjukan bahwa tingginya tekanan intraabdomen bukan

faktor terbesar yang menyebabkan hernia, melainkan faktor kolagen. Hernia

merupakan penyakit yang diakibatkan ketidakseimbangan tipe kolagen I dan III.

Hal ini didukung bukti histologis dan hubungan antara hernia dan penyakit lain

yang berhubungan dengan kolagen.12 Penyakit kolagen seperti Sindrom Ehlers-

Danlos juga berhubungan dengan peningkatan insiden hernia. Studi belakangan

juga menemukan hubungan antara konsentrasi matriks ekstraseluler dan

pembentukan hernia.13

9
Kelemahan otot dinding perut

Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus

internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan

kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya, bila otot dinding perut

berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis

tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.

Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.

ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah apendektomi.1

Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami

proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena

daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang

menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat seperti batuk batuk kronik,

bersin yang kuat, mengangkat barang barang berat dan mengejan, kanal yang sudah

tertutup dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena

terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut.14,15

Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia. Ukuran defek dapat

bervariasi, mungkin sangat kecil atau sangat luas. Defek kecil dengan dinding yang

kaku akan membuat isi hernia terperangkap, sehingga mencegah pergerakan isi

hernia keluar masuk secara bebas dan meningkatkan risiko komplikasi.

Isi hernia bisa berupa jaringan dari rongga ekstraperitoneal seperti vesika

urinaria pada hernia ingunalis medial atau direk. Jika hernia meluas maka

peritoneum bisa juga tertarik kedalam isi hernia bersama struktur intraperitoneal

seperti usus atau omentum, dikenal sebagai sliding type hernia inguinal.

10
Pada umumnya ketika peritoneum berada dalam dibawah otot abdomen yang

lemah, tekanan memaksa peritoneum melewati defek dan masuk ke jaringan

subkutan membentuk kantong. Kantong ini akan membawa usus dan omentum

melalui defek. Pada kebanyakan kasus, organ intraperitoneal dapat bergerak bebas

keluar masuk hernia yang disebut hernia reducible/reponible, tetapi jika terbentuk

adhesi atau defeknya kecil, usus dapat terperangkap dan tidak dapat kembali ke

rongga peritoneum, disebut hernia irreducibel/irreponibel dengan komplikasi yang

tinggi.

Bagian tersempit dari kantong pada defek dinding abdomen disebut leher

kantong. Ketika jaringan terperangkap didalam hernia, leher sempit ini bertindak

sebagai cincin kontraksi yang menghambat aliran balik vena dan meningkatkan

tekanan didalam hernia, sehingga menyebabkan ketegangan dan memicu nyeri. Jika

hernia berisi usus maka akan menyebabkan obstruksi secara total atau parsial dan

menunjukan gejala ileus obstruksi. Jika tekanan meningkat, darah arteri tidak dapat

masuk ke hernia dan isi hernia menjadi iskemik bahkan infark, sehingga dikatakan

hernia telah mengalami strangulasi. Dinding usus akan perforasi, melepaskan agen

infeksius, meracuni usus ke dalam jaringan dan kembali ke rongga peritoneal,

sehingga menimbulkan nekrosis/gangren. Risiko strangulasi tinggi pada hernia yang

memiliki leher kecil dan kaku. Istilah inkarserata tidak didefinisikan secara jelas dan

digunakan untuk menggambarkan hernia yang irreducible/irreponibel yang

berkembang ke arah strangulasi.12

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala utama dari hernia inguinalis adalah benjolan atau pembengkakan pada

daerah lipat paha. Beberapa pasien mengeluhkan rasa nyeri yang muncul tiba-tiba

11
dan penonjolan yang timbul saat mengangkat benda berat atau mengedan. Rasa nyeri

dapat menjalar hingga skrotum. Hernia sering ditemukan pada pemeriksaan medis

rutin. Gejala yang ditimbulkan oleh hernia inguinalis direk lebih ringan dan

kemungkinan terjadinya hernia inkarseta atau strangulata lebih kecil. 16 Pada hernia

strangulasi, dimana aliran darah ke isi hernia terganggu akan timbul rasa tegang,

bengkak, panas, memerah pada daerah sekitar benjolan, dan tanda-tanda inflamasi,

selain itu perasaan sakit akan bertambah hebat.1

2.7 Diagnosis

Diagnosis hernia inguinal biasanya ditegakkan melalui riwayat ada benjolan

yang hilang timbul di inguinal yang dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik.13

Anamnesis

Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.

Uraian lebih lanjut tentang keluhan utama, misalnya bagaimana sifat keluhan,

dimana lokasi dan kemana penjalarannya, bagaimana awal serangan dan urutan

kejadiannya, adanya faktor yang memperberat dan memperingan keluhan, adanya

keluhan lain yang berhubungan perlu ditanyakan dalam diagnosis. Gejala dan tanda

klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pasien sering mengeluh

tidak nyaman dan pegal pada daerah inguinal, dan dapat dihilangkan dengan reposisi

manual ke dalam kavitas peritonealis, tetapi dengan berdiri atau terutama dengan

gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi.1


Pada hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat

paha yang muncul waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang

setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di

daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena renggangan pada

12
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk kedalam kantong hernia. Nyeri

yang disertai mual muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau

strangulasi karena nekrosis atau gangren.1

Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Adanya keadaan asimetris pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau labia

dalam posisi berdiri dan posisi berbaring. Pasien diminta mengedan atau

batuk sehingga benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat.1 Pembengkakan

yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai labium majus atau

sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia inguinalis lateralis. Kalau

pembengkakan yang terlihat kemudian berada di atas lipatan inguinal dan

berjalan miring dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka

pembengkakan tersebut adalah hernia inguinalis lateralis. Tetapi kalau

pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke depan, maka kita

berhadapan dengan hernia inguinalis medialis.14,15

b. Palpasi
Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya,

dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Untuk menentukan

jenis hernianya, ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan,

diantaranya:
Finger test
Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan, pakai tangan kiri untuk

hernia sisi kiri. Dengan jari kelingking kulit scrotum diinvaginasikan, jari

tersebut digeser sampai kuku berada diatas spermatic cord dan permukaan

volar jari menghadap ke dinding ventral scrotum. Dengan menyusuri

13
spermatic cord kearah proksimal maka akan terasa jari tersebut masuk

melalui annulus eksternus, dengan demikian dapat dipastikan selanjutnya

akan berada dalam kanalis inguinalis. Bila terdapat hernia inguinalis

lateralis, terasa impuls pada ujung jari, bila hernia inguinalis medialis

maka teraba dorongan pada bagian samping jari.


Silk Glove Sign
Jika dilakukan perabaan pada kantong hernia dengan cara menggesek dua

lapis kantong hernia, maka akan terasa seperti sensasi gesekan dua

permukaan sutera.
Tes Visibel
Pasien disuruh untuk mengedan, dan perhatikan benjolan yang keluar.

Dikatakan hernia inguinalis lateralis apabila benjolan keluar dari lateral

dan berbentuk lonjong. Apabila benjolan yang keluar langsung ke bagian

depan dan berbentuk bulat, maka itu disebut hernia inguinalis medial.
c. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi

hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat

obstruksi usus.14
d. Perkusi
Jika isi kantung hernia adalah gas, maka akan terdengar bunyi timpani.14

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan pencitraan umumnya juga tidak dibutuhkan untuk pemeriksaan

hernia inguinal.17,18 Meskipun begitu, ultrasonografi (USG) dapat bermanfaat pada

pasien tertentu. Penggunaan USG dapat dilakukan untuk membedakan antara

hidrokel dan hernia inguinal. Pada hidrokel, akan ditemukan gambaran kantong yang

terisi cairan. Namun, pada hernia inguinal inkarserata, USG tidak lagi sensitif untuk

membedakan dua kondisi tersebut.17

14
Selain USG, herniografi juga dapat digunakan dengan cara menyuntikkan

kontras larut air ke dalam kavum peritoneum melalui injeksi infraumbilikal dengan

bantuan fluoroskopi. Kontras yang dimasukkan akan menuju ke kantung hernia

dengan bantuan gravitasi. Selanjutnya, dilakukan foto inguinal pada menit ke-5, 10,

dan 45 secara serial. Herniografi dapat dilakukan untuk memeriksa hidrokel, hernia

inguinalis kontralateral, dan membedakan antara hernia inguinalis dengan hernia

femoralis.19

2.8 Penatalaksanaan

a. Konservatif

Pengobatan konservatif bukan merupakan tindakan definitif, sehingga

hernia dapat kambuh lagi. Reposisi adalah suatu usaha atau tindakan untuk

memasukkan atau mengembalikan isi hernia ke dalam cavum peritoneum

atau abdomen secara hati-hati dan dengan tekanan yang lembut dan pasti.

Reposisi ini dilakukan pada hernia inguinalis yang reponibel dengan cara

memakai kedua tangan. Tangan yang satu memegang lekuk yang sesuai

dengan pintunya (leher hernia diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan),

sedangkan tangan yang lainnya memasukkan isi hernia melalui pintu

tersebut.1

b. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis

yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan.1 Pada

herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya.

Kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian

direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada

15
hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan

memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting

dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal

berbagai metode hernioplasti, seperti memperkecil anulus inguinalis internus

dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan

menjahitkan pertemuan otot transversus internus abdominis dan otot oblikus

internus abdominis, yang dikenal dengan nama conjoint tendon, ke

ligamentum inguinale Pouparti menurut metode Bassini, atau menjahitkan

fasia transversa, otot transversus abdominis, dan otot oblikus internus

abdominis ke ligamentum Cooper pada metode Lotheissen-Mc Vay.1


Metode Bassini merupakan teknik herniorafi yang pertama diperkenalkan

tahun 1887. Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekonstruksi dasar

lipat paha dengan cara mendekatkan muskulus oblikus internus abdominis,

muskulus transversus abdominis, dan fasia transversalis ke traktus iliopubik

dan ligamentum inguinale. Teknik ini dapat diterapkan baik pada hernia direk

maupun indirek. Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa

variasi teknik herniotomi Bassini adalah terdapatnya renggangan berlebihan

pada otot-otot yang dijahit.1


Pada tahun 1980-an dikenalkan suatu teknik operasi bebas regangan, yaitu

teknik hernioplasti bebas renggangan menggunakan mesh, dan sekarang

teknik ini banyak dipakai. Pada teknik ini digunakan mesh prostesis untuk

memperkuat fasia transversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis

tanpa menjahitkan otot-otot ke ligamentum inguinal.1

2.9 Komplikasi

16
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi

hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel, ini dapat terjadi

kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omentum, organ ekstra peritoneal

(hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa

benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi

hernia strangulata yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana.

Sumbatan dapat terjadi total atau parsial. Jepitan cincin hernia akan

menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada pemulaan terjadi bendungan

vena sehingga terjadi udem organ atau struktur didalam hernia dan transudasi

kedalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia

makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia

menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa serosanguinus.

Kalau isi hernis terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang dapat menimbulkan

abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.1

2.10 Prognosis

Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong

hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera ditangani. Penyulit

pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis, dan rekurensi hernia

umumnya dapat diatasi.20

17
18
BAB 3

KESIMPULAN

Hernia adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah

yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Hernia diberi nama sesuai lokasi

anatominya, seperti hernia inguinal, diafragma, umbilikalis, femoralis, dan lain-lain.

Hampir 75% dari hernia abdominalis merupakan hernia ingunalis. Hernia ingunalis

dibagi menjadi dua yaitu Hernia Ingunalis Lateralis (HIL) dan Hernia Ingunalis

Medialis (HIM). Sebesar 60% hernia terjadi pada sisi kanan, sebesar 20-25% di sisi

kiri, dan sebesar 15% terjadi bilateral.

Hernia inguinalis disebabkan karena defek/lemahnya dinding rongga perut,

baik terjadi secara kongenital maupun didapat. Faktor yang dipandang berperan

adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga

abdomen, dan kelemahan dinding abdomen karena usia. Hernia inguinalis dapat

bersifat reponible, irreponible, inkerserata, dan strangulata. Gejala utama hernia

ingunalis adalah adanya benjolan/bengkak di lipat paha, kadang disertai pula dengan

nyeri. Pada hernia strangulata dapat timbul rasa tegang, bengkak, panas, memerah

pada daerah sekitar benjolan, dan tanda-tanda inflamasi, selain itu perasaan sakit

akan bertambah hebat.

Terapi hernia inguinalis dapat berupa konservatif dan operatif, yaitu berupa

herniotomi, hernioplasti, dan lainnya. Komplikasi dapat timbul hernia strangulata,

nekrosis usus, perforasi menyebabkan fistel, dan peritonitis. Prognosis tergantung

dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi kantong hernia.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C. Hernia. In: Sjamsuhidayat R, Jong WD, editors. Buku Ajar Ilmu
Bedah (Edisi ke-3). Jakarta: EGC, 2010; p. 619-29.
2. Luthfi A, Thalut K. Dinding perut, hernia, retroperitoneum, dan omentum.
Dalam (Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W, Prasetyono TOH, et al, ed) Buku Ajar
Ilmu Bedah edisi 3. Hal. 615-41. 2007. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Mayasari I & Ahram A. Karakteristik Penderita Hernia Inguinalis yang Dirawat
Inap di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2012. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako. 2012
4. Aru W, Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III (Edisi V). Jakarta:
Interna Publishing. 2009.
5. Sherman V, Macho JR, Brunicardi FC. Inguinalis hernias. In: Brunicardi FC,
Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, et al, editors.
Schwartzs Principles of Surgery (9th ed.). New York: McGraw-Hill Companies,
2010; p. 1305-42
6. Inguinal Hernia: Anatomy and Management Accesed on 14 June 2012 Available
at http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4
7. Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17 th
Edition. Philadelphia. Elsevier Saunders. 1199-217.
8. Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartzs Principles of Surgery.
Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill. 1353-94.
9. Norton,Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic
Science and Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.
10. Inguinal Hernia: Anatomy and Management Accesed on 1st January 2011

Available at http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4
11. Widjaja, H. Anatomi abdomen, Jakarta, EGC, 2007.
12. Petroze RT, Groen RS, Niyonkuru F. Estimating operative disease prevalence
in low income country results of nationwide population survey surgery. 2012.
13. American College of Surgeons. Pediatric hernia inguinal and femoral repair.
Tersedia dari: http://www.facs.com.
14. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2000.
15. C. Palanivelu. Operative Manual of Laparoscopic Hernia Surgery. Edisi I.
Penerbit GEM Foundation. 2004.

20
16. Doherty GM. Current surgical diagnosis and treatment. 12th ed. McGraw-Hill:
2006
17. Ellis H. The abdomen and pelvis. Dalam Clinical Anatomi: A revision and
applied anatomy for clinical students, 11th ed. Hal. 51-64. USA: Blackwell
Publishing Ltd.2006
18. Kingsnorth AN, Giorgobiani G, Bennett DH. Hernias, umbilicus, and
abdominal wall. Dalam (Williams NS, Bulstrode CJK, OConnel PR, ed.) Bailey
and loves: Short Practice of Surgery 25th ed. Hal. 968-90. 2008. London:
Edward Arnold Ltd.
19. Glick, P.L., & Boulanger, S.C. Inguinal Hernias and Hydroceles. In A.G.
Coran, N.S. Adzick, & T.M. Krummel, Pediatric Surgery.2012. (pp. 985-1001).
Philadelphia, USA: Elsevier Saunders.
20. Cameron, J. L, Terapi Bedah Mutakhir, edisi IV, 709- 713, Binarupa Aksara,
Jakarta. 1997.

21

Anda mungkin juga menyukai