Anda di halaman 1dari 8

Headlines News :

MASA DEPAN KEBUDAYAAN DAN KEBANGKITAN ISLAM 14/2/2015

Islamic Centre

About Us

Contact Us

Fikih Kontemporer

Hadits Tarbawy

Media Pembelajaran

IPTEK dan Islam

Home

Type and Enter

Browse Home Filsafat Islam FILSAFAT ISLAM AR-RAZI


Home Filsafat Islam FILSAFAT ISLAM AR-RAZI

FILSAFAT ISLAM AR-RAZI


Written By Ahmad Multazam on Friday, November 22, 2013 | 2:27 PM

I. PENDAHULUAN

Pembicaraan tentang filsafat Islam tidak bisa terlepas dari pembicaraan filsafat
secara umum. Berfikir filsafat merupakan hasil usaha manusia untuk
berkesinambungan di seluruh jagad raya ini. Akan tetapi, berfikir filsafat dalam arti
berfikir bebas dan mendalam atau radikal yang tidak dipengaruhi oleh dogmatis dan
tradisi disponsori oleh filosof-filosof Yunani.

Peradaban Islam muncul tidak lepas dari berbagai pemikiran yang berkembang
dalam Islam. Berbagai pemikiran yang muncul tersebut biasa disebut filsafat Islam.
Pemikiran yang berkembang dalam filsafat Islam memang didorong oleh pemikiran
filsafat Yunani yang masuk ke Islam. Namun, hal itu tidak berarti bahwa filsafat Islam
adalah nukilan dari filsafat Yunani. Filsafat Islam adalah hasil interaksi dengan filsafat
Yunani dan yang lainnya. Hal itu dikarenakan pemikiran rasional umat Islam telah
mapan sebelum terjadinya transmisi filsafat Yunani ke dalam Islam.

Filsafat Islam yang dipelopori oleh para filosof muslim timur telah mengembangkan
sayapnya dan menancapkan cakarnya dengan kuat. Dalam filsafat Islam para filosof
muslim memadukan antara agama dan filsafat. Para ilmuan muslim terdahulu
sesungguhnya memiliki andil yang sangat besar dalam mengembangkan kajian
tentang filsafat. Dalam makalah ini akan dibahas tentang salah satu filosof muslim
yang sangat berjasa pada masa itu yaitu Ar-Razi. Baik mengenai sejarah lahir dan
karya-karyanya maupun tentang filsafat-filsafatnya.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Bagaimana tentang Biografi Al-Razi?


B. Apa Saja Karya-karya Al-Razi?
C. Bagaimana Pandangan Filsafat Al-Razi?

III. PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Razi

Filosof muslim terkemuka yang muncul sesudah Al-Kindi adalah Abu Bakar
Muhammad bin Zakaria Ar-Razi. Ar-Razi dikenal sebagai dokter, filsuf, kimiawan, dan
pemikir bebas, (250-313 H/864-925).[1] Menurut al-Biruni, Abu Bakar Muhammad Ibn
Yahya al-Razi lahir di Rayy, pada tanggal 1 Syaban, tahun 251 H/865 M. Pada masa
mudanya, ia jadi tukang intan (Baihaqi), penukar uang (ibn abi Usaibiah), atau lebih
mungkin pemain kecapi (ibn Juljul, Said, ibn Khalikan, Usaibiah, al-Safadi) yang
pertama meninggalkan musik untuk belajar alkimia.[2]

Selain al-Razi sang ahli filsafat, ada lagi beberapa nama tokoh lain yang juga
dipanggilkan al-Razi, yakni Abu Hatim al-Razi, Fakhruddin al-Razi dan Najmuddin al-
Razi. Oleh karena itu, agar dapat membedakan al-Razi, sang filosof ini dari tokoh-
tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan nama
kun-yah-nya (gelarnya).[3]

Perlu diingat tentang lingkungan Al-Razi tempat ia berdomisili. Telah dimaklumi


bahwa Iran, yang sebelumnya terkenal dengan sebutan Persia, sejak lama sudah
dikenal dengan sejarah peradaban manusia. Kota ini merupakan tempat bertemunya
berbagai peradaban, terutama peradaban Yunani dan Persia. Oleh karena itu tidak
mengherankan kota-kota di Persia (Iran) ini telah mengenal peradaban yang tinggi
sebelum bangsa Arab mengenalnya. Agaknya suasana lingkungan ini termasuk yang
mendorong bakat Al-Razi tampil sebagai seorang intelektual. [4]

Disiplin ilmu Ar-Razi meliputi ilmu falak, matematika, kimia, kedokteran dan filsafat. Ia
lebih dkenal sebagai ahli kimia dan ahli kedokteran dibandingkan sebagai seorang
filosof. Ia sangat rajin menulis dan membaca, agaknya inilah yang menyebabkan
penglihatannya berangsur-angsur melemah dan akhirnya buta total. Akan tetapi ia
menolak untuk diobati dengan mengatakan pengobatan akan si-sia belaka karena
sebentar lagi ia akan meninggal.

Al-Razi terkenal sebagai seorang dokter yang dermawan, penyayang pada pasien-
pasiennya, karena itu sering memberikan pengobatan cuma-cuma kepada orang
miskin. Karena reputasinya dibidang kedokteran ini, Al-Razi pernah diangkat menjadi
kepala rumah sakit Rayy pada masa pemerintahan Gubernur Al-Mansyur ibnu Ishaq.
Kemudian ia pindah ke Baghdad dan memimpin rumah sakit disana pada masa
pemerintahan Khalifah Al-Muktafi. Setelah Al-Muktafi meninggal, ia kembali ke kota
kelahirannya, kemudian ia pindah-pindah dari satu negeri ke negeri yang lainnya dan
meninggal dunia pada tanggal 5 Syaban 313 H/27 Oktober 925 M dalam usia 60
tahun.[5]

B. Karya-karya Al-Razi

Buku-buku al-Razi sangat banyak. Dia sendiri mempersiapkan katalog untuk buku-
buku yang ditulisnya, dan kemudian diproduksi oleh ibn al-Nadim. Yang kita temukan
118 buku, 19 surat, 4 buku, 6 surat, dan satu maqalah. Jumlah seluruhnya 148 buah.
[6] Ibnu Abi Usaibiah menyebutkan 236 karyanya, tetapi beberapa diantaranya tidak
jelas pengarangnya. Salah satu diantaranya adalah al-Hawi (buku menyeluruh) yang
terdiri dari 20 jilid. Karya ini lebih dianggap sebagai buku induk dalam bidang
kedokteran. Agaknya al-Hawi-lah yang merupakan karyanya yang terbesar dan
meluas sesuai dengan namanya. Buku ini pula dianggap intisari ilmu-ilmu Yunani,
Syiria dan Arab.[7]

Menurut Al-Biruni, ada sekitar dua puluh satu karya Ar-Razi tentang alkemi, yang
terbesar diantaranya adalah Sirr Al-Asrar. Sesuai dengan semangat Al-Razi anti
hermetis, rahasia-rahasia disini bukan misteri-misteri mistik, tetapi rahasia-rahasia
keahlian seorang alkemis (ahli alkemi), yang dengan bebas dipaparkan Ar-Razi
dalam pembahasannya mengenai bahan-bahan, perangkat-perangkat, dan metode-
metode alkemi itu. Tujuannya adalah meretas batas-batas yang memilahkan satu
bentuk substansi dari substansi lainnya, dengan menggunakan substansi kuat yang
akan menembus dan mengubah unsur dasar, dengan menambahkan dan
menghilangkan sifat-sifat spesifik, mengubah logam dasar menjadi emas atau batu
menjadi permata. Akan tetapi Al-Razi juga menggunakan sebagian dari preparat
dalam praktik kedokterannya; dan metode-metodenya sebagai seorang alkemis lebih
bernuansa ilmu bedah dari pada klenik atau sihir.

Buku-buku tersebut dikelompokkan sebagai berikut: (a) ilmu kedokteran; (b) ilmu
fisika; (c) logika; (d) matematika dan astronomi; (e) komentar, ringkasan, dan ikhtisar;
(f) filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis; (g) metafisika; (h) teologi; (i) ateisme; (k)
campuran. Diantara buku Al-Razi yang dapat disebutkan disini, sebagai berikut:[8]

1. Ath-Thibb Ar-Ruhani,
2. Ash-Shirat Al-Falsafiyyah,
3. Amarat Iqbal Ad-Daulah,
4. Kitab Al-Ladzdzah
5. Kitab Al-Ilm Al-Ilahi,
6. Maqolah fi Mabad Ath-Thabiah
7. Al-Hawi fi Ath-Thibb,
8. Manshuri,
9. Kitab Sirr Al-Asrar,
10. Muluki,
11. Kitab Al-Jami Al-Kabir.
C. Filsafat Al-Razi

1. Filsafat lima kekal (Kadim)

Filsafatnya terkenal dengan doktrin lima yang kekal: Tuhan, Jiwa Universal, Materi
Pertama, Ruang Absolut dan Zaman Absolut, dalam bahasa arab:

Mengenai yang terakhir ia membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman
terbatas yaitu antara al-dhar ( duration) dan al-waqt( time). Yang pertama
kekal dalam arti tidak bermula dan tidak berakhir, dan yang kedua disifati oleh angka.
Bagi benda (being) kelima hal ini ada :[9]

a. Materi: merupakan apa yang ditangkap dengan panca indra tentang benda itu.
b. Ruang: karena materi mengambil tempat.
c. Zaman: karena materi berubah-ubah keadaannya.
d. Di antara benda-benda ada yang hidup dan oleh karena itu perlu ada roh. Dan di
antara yang hidup ada pula yang berakal yang dapat mewujudkan ciptaan-ciptaan
yang teratur.
e. Semua ini perlu pada pencipta yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.

Dua dari yang Lima Kekal itu hidup dan aktif, Tuhan dan roh. Satu dari padanya tidak
hidup dan pasif, yaitu materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula pasif,
ruang dan masa. Sistematika filsafat lima kekal Ar-Razi dapat dijelaskan sebagai
berikut:[10]

1. Al-Bari Taala (Allah): hidup dan aktif (dengan sifat independent). Allah maha
pencipta dan pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan Allah bukan dari tidak ada
(cretio ex nihilo), tetapi dari bahan yang telah ada. Oleh karena itu, menurutnya alam
semesta tidak kadim, meskipun materi asalnya kadim, sebab arti penciptaan disini
dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Timbulnya doktrin adanya yang kekal
selain Allah, dalam filsafat Al-Razi ini agaknya disebabkan filsafat adanya Allah yang
merupakan sumber yang Esa yang tetap. Namun demikian, kekalnya yang lain tidak
sama dengan kekalnya Allah.

2. An-Nafs al-kulliyyah (jiwa universal): hidup dan aktif dan menjadi al-mabda al-
qadim ats-tsani (sumber kekal kedua). Hidup dan aktifnya bersifat dependent. An-
Nafs al-kulliyyah tidak berbentuk. Namun, karena mempunyai naluri untuk bersatu
dengan al-hayula al-ula, an-nafs al-kulliyyah memiliki zat yang berbentuk sehingga
bisa menerima, sekaligus menjadi sumber penciptaan benda-benda alam semesta,
termasuk badan manusia. Ketika masuk benda-benda itulah, Allah menciptakan roh
untuk menempati benda-benda alam dan badan manusia di mana jiwa (parsial)
melampiaskan kesenangannya. Karena semakin lama jiwa bisa terlena pada
kejahatan, Allah kemudian menciptakan akal untuk menyadarkan jiwa yang terlena
dalam fisik tersebut.

3. Al-Hayula al-ula (materi pertama): tidak hidup dan tidak pasif. Al-Hayula al-ula
adalah substansi yang kekal yang terdiri atas dzarrar, dzarat (atom-atom). Setiap
atom terdiri atas volume. Jika dunia hancur, volum juga akan terpecah dalam bentuk
atom-atom. Materi yang sangat padat menjadi substansi bumi, yang agak renggang
menjadi substansi udara dan yang lebih renggang menjadi api. Al-Hayula al-ula:
kekal karena tidak mungkin berasal dari ketiadaan. Buktinya, semua ciptaan Tuhan
melalui susunan-susunan (yang berproses) dan tidak dalam sekejap yang sangat
sederhana dan mudah.
4. Al-makan al-muthlaq (ruang absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Materi yang kekal
membutuhkan ruang yang kekal pula sebagai tempat yang sesuai. Ada dua macam
ruang: ruang partikular (relatif) dan ruang universal. Yang partikular terbatas, sesuai
dengan keterbatasan maujud yang menempatinya. Adapun ruang universal tidak
terbatas dan tidak terikat pada maujud karena bisa saja terjadi kehampaan tanpa
maujud.

5. Az-zaman al-muthlaq (zaman absolut): tidak aktif dan tidak pasif. Zaman atau
masa ada dua: relatif terbatas yang bisa disebut al-waqt dan zaman universal yang
biasa disebut ad-dahr. Yang terakhir ini tidak terikat pada gerakan alam semesta dan
falak atau benda-benda angkasa raya.

2. Roh dan Materi

Menurut al-razi Tuhan pada mulanya tidak berniat membuat alam ini. tetapi pada
suatu ketika roh tertarik pada materi pertama, bermain dengan materi pertama itu,
tetapi materi pertama berontak. Tuhan datang menolong roh dengan membentuk
alam ini dalam susus-nan yang kuat sehingga roh dapat mencari kesenangan materi
di dalamnya. Tuhan mewujudkan manusia dan didalamnya roh mengambil tempat.
Terikat pada materi, roh lupa pada asalnya dan lupa bahwa kesenangannya yang
sebenarnya bukan terletak dalam persatuan dengan materi tetapi dalam melepaskan
diri dari materi. Oleh karena itu, Tuhan mewujudkan akal dari dzat Tuhan sendiri.
Tugas akal adalah untuk menyadarkan manusia yang telah terpedaya oleh
kesenangan materi, bahwa alam materi ini bukanlah alam yang sebenarnya.[11]

3. Akal, Kenabian, dan Wahyu

Akal merupakan substansi sangat penting yang terdapat dalam diri manusia sebagai
cahaya (nur) dalam hati. Cahaya ini, menurut Al-Razi, bersumber langsung dari
Allah, sebagai utusan untuk menyadarkan manusia dari kebodohannya.

Al-Razi dikenal sebagai rasionalis murni. Akal menurutnya adalah karunia Allah yang
terbesar untuk manusia. Dengan akal, manusia bias memperoleh manfaat sebanyak-
banyaknya, bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Allah. Oleh sebab itu,
manusia tidak boleh menyia-nyiakan dan mengekangnya, tetapi harus memberikan
kebebasan padanya. Kendatipun demikian, Al-Razi tidak berati seorang atheis,
karena beliau masih menyakini adanya Allah.

Demikian diantara ungkapan Al-Razi yang dinilai telah menyimpang dari agama.
Tuduhan ini jelas akan membawa rusaknya reputasi Al-Razi. Bahkan, Harun
Nasution menyimpulkan dari gagasan-gagasan Al-Razi tersebut, yakni a. tidak
percaya pada wahyu, b. al-quran bukan mukjizat, c. tidak percaya pada nabi-nabi, d.
adanya hal-hal yang kekal selain Allah.

Lebih dalam lagi, Badawi menerangkan alasan Al-Razi dalam menolak kenabian
sebagai berikut :

a. Akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang
berguna dan yang tidak. Dengan akal saja manusia mampu mengetahui Allah dan
mengatur kehidupannya dengan sebaik-baiknya.
b. Tidak ada alasan yang kuat bagi pengistimewaan beberapa orang untuk
membimbing semua orang karena semua orang lahir dengan kecerdasan yang
sama. Perbedaan manusia bukan karena pembawaan alamiah, tetapi karena
pengembangan pendidikan.
c. Para nabi saling bertentangan. Pertentangan tersebut seharusnya tidak ada jika
mereka berbicara atas nama satu Allah.

Kemudian Al-Razi juga mengkritik agama secara umum. Ia juga menjelaskan


kontradiksi yahudi, Kristen, mani, dan majuzi secra rinci. Bahkan lebih lanjut ia
katakan tidaklah masuk akal Allah mengutus para nabi sebab mereka menimbulkan
kemudratan, ia juga mengkritik secara sistematik kitab-kitab wahyu al-quran dan injil.
Ia menolak kemukjizatan al-quran, baik gayanya maupun isinya dan menegaskan
bahwa adalah mungkin menulis kitab yang lebih baik dalam gaya yang lebih baik. Ia
lebih suka membaca buku-buku ilmiah dari pada al-quran. Atas dasar itulah badawi
mengatakan bahwa Al-Razi sangaat berani, tidak seorang pemikir muslim pun
seberani dia.

Menurut abdul latif Muhammad al-abd bahwa tuduhan Al-Razi tidak mempercayai
kenabian didasarksn pada buku makhariq al-anbiya. Buku ini sering dibaca dalam
pengajian kaum zindik, terutama qaramithah. Bagian dari buku ini terdapat dalam
buku alam al-nubuwwah karya abu hatim Al-Razi, yang tidak pernah diketemukan.
Oleh karena itu, kebenarannya diragukan. Andaikan buku-buku itu ada tentu saja
tidak bertentangan dengan buku-buku Al-Razi sendiri seperti al-thibb al-ruhani, al-
sirath al falsafiyyah.

Dalam buku al-thibb ruhani tidak ditemukan keterangan bahwa Al-Razi mengingkari
kenabian atau agama, bahkan sebaliknya ia mewajibkan untuk menghormati agama
dan berpegang teguh kepadanya agar mendapatkan kenikmatan di akhirat berupa
surga dan mendapatkan keuntungan berupa ridho Allah.

Manusia yang utama dan yang melaksanakan syariah secara sempurna, tidak perlu
takut terhadap kematian. Hal ini disebabkan syariah telah menjanjikan kemenangan
dan kelapangan serta (menjanjikan) bisa mencapai kenikmatan abadi. Bahkan ia
dalam buku-bukunya sering menulis sholawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Sebagai penghormatannya kepada beliau, dan ia juga mewajibkan untuk
memuliakan para nabi sebab mereka adalah manusia pilihan yang memiliki pribadi
mulia. Berdasarkan uraian diatas sulit diterima bahwa orang yang menghargai
agama dicap mulhid/ kafir.

Memang, Al-Razi memberi perhatian dan kepercayaan yang cukup besar kepada
akal. Indikasi kearah ini dapat dilihat bahwa ia menulis tentang akal pada bab
tersendiri dalam bukunya al-tibb al-ruhani. Namun, tidak sampai ia meletakkan
wahyu dibawah akal, apalagi tidak percaya pada wahyu.

Namun Harun Nasution yang dalam bukunya memuat ketidakpercayaan Al-Razi


kepada kenabian, agama dan wahyu. Namun setelah ia membaca buku-buku Al-
Razi, seperti al-thibb al-ruhani dan lainnya yang Sirajuddin Zar sodorkan saat itu
(1989), ia mengatakan bahwa saat menulis buku filsafat dan mistisisme dalam islam
yang memuat ketidakpercayaan Al-Razi kepada kenabian, agama, dan wahyu
karena belum menemukan buku-buku karya Al-Razi, beliau menganjurkan jika
menulis tentang Al-Razi untuk menggunakan buku seperti al-tibb al-ruhani. Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidak benar tuduhan kepada al-razi, dan Al-
Razi merupakan intelektual muslim yang percaya pada Tuhan, Nabi, dan Wahyu. [12]

[1] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia. 2010),
hlm. 68
[2] M. M. Syarif, Para Filosof Muslim, (Bandung: Penerbit Mizan. 1963), hlm. 31
[3] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 2004), hlm. 113.
[4] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya,hlm. 114
[5] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya,hlm.115
[6] M. M. Syarif, Para Filosof Muslim, hlm. 36
[7] Husain Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), hlm. 120.
[8] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, hlm. 72
[9] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: NV Bulan
Bintang. 1973), hlm. 22
[10] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, hlm. 74
[11] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam,hlm. 23
[12] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya ,...hlm. 121-125
Share this article :
Tweet
Menyusun daftar ini menggunakan panah.

Labels: Filsafat Islam

0 comments:
Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Newer PostOlder PostHome

Copyright Ahmad Multazam - 2014 - 2016. All rights reserved.

Follow @ahmadmultazams

Enter your email address:

Subscribe

Delivered by FeedBurner

Popular Posts
HADITS TENTANG BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

HUKUM MEMAKAI TATO DAN SEJENISNYA DALAM ISLAM

HADITS ETIKA BERPAKAIAN DALAM ISLAM

MAKALAH PERAN WALISONGO DALAM PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

KEMAMPUAN AWAL DAN KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK

PROGRAM KEGIATAN PENDIDIKAN TK, KB & TPA

HADIST TENTANG ETIKA MAKAN DAN MINUM

MENGEMBANGKAN ASPEK MORAL DAN NILAI AGAMA ANAK USIA DINI

Random Post
Google+ Followers
Directory

About Me

Ahmad Multazam
Knowledge is being aware of what you can do. Wisdom is knowing when not to do it.
View my complete profile

Support : SMP N 1 Pecangaan | SMA N 1 Pecangaan | Universitas Islam Negeri Walisongo

Proudly powered by Blogger

Copyright 2013. Islamic Centre - All Rights Reserved


Template Design by Creating Website Published by Mas Template

Ads powered byWajam

Anda mungkin juga menyukai