Anda di halaman 1dari 3

MENYIKAPI EMISI GAS RUMAH KACA

29 Oleh: Drs. Abdullah, MT


Telah dimuat di HU. Radar Sulteng: 26 Juni 2007

Gas-gas rumah kaca telah dibicarakan sejak abad ke-19, atau sejak 180 tahun terakhir.
Jean Bapstite Fourier (1822 atau 1827), ahli matematika Perancis, merupakan orang
pertama yang mengungkap tentang efek rumah kaca. John Tyndall (1861), ilmuwan
kelahiran Irlandia, menunjukkan bahwa penyerapan terhadap panas matahari oleh uap air di
udara semakin meningkat dan telah mencapai 15 kali lebih besar dibandingkan oleh udara
kering. Svante Arrhenius (1896), ilmuwan Swiss, telah menghitung dampak dari peningkatan
jumlah karbondioksida (CO2) dalam atmosfir.
Apa yang dimaksud gas rumah kaca? Apa yang dimaksud efek rumah kaca? Apa
dampaknya? Bagaimana menyikapinya? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab dalam
tulisan ini. Untuk maksud tersebut penulis mengacu pada buku PEMANASAN GLOBAL:
Siapakah yang Merasa Panas? (Gerald Foley, 1993), PENCEMARAN UDARA (Moestikahadi
S., 2001) dan berita-berita terkini.

EFEK RUMAH KACA


Apa yang dimaksud efek rumah kaca (ERK)? ERK adalah proses di mana energi panas
matahari yang diterima oleh amosfir dekat permukaan bumi lebih banyak dibanding energi
panas yang dilepaskan kembali ke angkasa. Efeknya ialah temperatur bumi akan semakin
meningkat dari yang sebelumnya. Hal ini terjadi karena pencemaran udara oleh gas-gas
rumah kaca yang melebihi kadarnya.
ERK, disebut demikian karena kemiripannya dengan apa yang terjadi dalam sebuah
rumah kaca ketika ditimpa sinar matahari. Sinar yang masuk melalui atap dan dinding kaca
menghangatkan ruangan di dalamnya sehingga suhu di dalam ruangan menjadi lebih tinggi
daripada di luar. Hal ini disebabkan kaca menghambat sebagian panas untuk keluar. Dengan
kata lain, rumah kaca berfungsi sebagai perangkap panas. ERK terjadi di atmosfir pada
lapisan troposfir (ketinggian rata-rata mencapai 10 km di atas permukaan laut).

SUHU BUMI
Dua planet terdekat dengan bumi, yaitu mars dan venus, memberikan ERK yang
sangat kontras. Di mars, gas rumah kaca (GRK) telah hilang sama sekali, sehingga suhunya
sangat rendah, sekitar -60 0C, terlalu dingin untuk sebuah kehidupan. Sebaliknya, venus
mempunyai konsentrasi GRK yang tinggi, sehingga suhunya mencapai 480 0C, terlalu panas
untuk sebuah kehidupan, bahkan bisa melelehkan seng. Suhu bumi, berada di antara kedua
kondisi ekstrem ini, rata-rata sekitar 15 0C. Karena adanya GRK alami dalam atmosfir, suhu
rata-ratanya menjadi sekitar 330C. ERK alami ini memberi bumi sebuah iklim di mana
tumbuhan, hewan, dan manusia dapat hidup. Namun, dalam beberapa dekade terakhir,
terutama sejak revolusi industri di Inggeris (abad ke-17), jumlah GRK dalam atmosfir
meningkat secara teratur. Akibatnya, suhu di permukaan bumi juga mengalami peningkatan,
lebih tinggi daripada masa pra-revolusi industri.

GAS-GAS RUMAH KACA


Apa yang dimaksud GRK? Adalah gas-gas yang tertimbun di atmosfir yang sifatnya
menyerap radiasi gelombang panjang (sinar infra merah) dan menyebabkan naiknya suhu
di bumi. Atau, gas-gas di atmosfir yang bertindak sebagai rumah kaca. Namun, penting untuk

131
dibedakan antara ERK yang merupakan sebuah proses alami dengan ancaman yang
disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia yang memicu emisi GRK ke atmosfir.
Gas-gas tertentu seperti karbon dioksida (CO2), karbon monooksida (CO), metana
(CH4), nitrat oksida (N2O), klorofluorokarbon (CFC) buatan manusia, dan gas lainnya serta
uap air telah membuat atmosfir bekerja sepeti rumah kaca. Selama beberapa dekade
terakhir, emisi GRK meningkat, dan karenanya konsentrasi gas tersebut di atmosfir
meningkat. Akibatnya, suhu di bumi meningkat. Planet bumi akan semakin panas. Hal ini
dapat merusak kehidupan secara keseluruhan. Permukaan laut naik. Banyak pulau-pulau
kecil dan dataran rendah di beberapa negara akan tenggelam. Frekuensi banjir dan
gelombang pasang akan semakin meningkat. Perubahan iklim yang menggangu hampir
semua aktivitas manusia akan semakin drastis terjadi. Lebih dari separuh manusia akan
merasakan dampak ini, belum termasuk yang diakibatkan oleh dampak turunannya, misalnya
akan terjadi gangguan ekologis, kekurangan pangan, yang semuanya akan berujung pada
dampak sosial dan politik.
Sumber-sumber GRK sangat beragam tetapi dapat dikelompokkan dalam 2
kelompok, yakni: sumber yang bersifat alami dan akibat aktivitas manusia (antropogenik).
Jenis GRK sangat beragam. Namun, hanya ada beberapa yang penting yang menangkap
panas dari dalam atmosfir yakni: uap air dan CO 2, metana, nitrat oksida dan ozon. Selain
itu ada juga gas buatan, seperti klorofluorokarbon (CFC) yang mempunyai ERK sangat kuat.
Karbondioksida (CO2) adalah GRK terpenting yang sedang ditimbun dalam atmosfir
oleh berbagai aktivitas manusia. Umurnya di atmosfir 50 200 tahun. Laju peningkatannya
dalam atmosfir 0,5% per tahun.
Metana (CH4) terdapat secara alami, mudah terbakar dan menghasilkan CO 2 sebagai
sampingan. CH4 relatif mudah diuraikan dan diperkirakan mempunyai masa hidup sekitar 10
tahun dalam atmosfir. Laju peningkatannya dalam atmosfir 0,9% per tahun.
Nitrat Oksida (N2O) juga terdapat secara alami. Umurnya sangat panjang, sekitar
150 tahun. Karenanya, sekecil apapun emisinya dapat meningkatkan konsentrasi GRK. Laju
peningkatannya dalam atmosfir 0,2% per tahun.
Klorofluorokarbon (CFC) adalah gas buatan, tidak beracun, tidak mudah terbakar
dan amat stabil sehingga banyak digunakan dalam berbagai alat. Ada 2 jenis CFC yang
umum digunakan, yakni CFC-11 dan CFC-12. Gas CFC-11 dapat tetap berada dalam
atmosfir sekitar 65 tahun dan CFC-12 sekitar 130 tahun. Keduanya merupakan GRK yang
amat kuat. Laju peningkatannya dalam atmosfir 0,4% per tahun.
Ozon (O3) terdapat secara alami di atmosfir. O3 pada stratosfer, yang sering disebut
lapisan ozon, menyerap radiasi ultraviolet. Radiasi ini menyebabkan kanker kulit, merusak
mata dan diduga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Juga dapat menurunkan hasil
panen dan merusak ganggang laut. O3 merupakan GRK yang tidak stabil, hanya tahan
beberapa minggu dalam atmosfir. Walaupun demikian, ozon mempunyai efek penting yang
makin meningkat. Laju peningkatannya dalam atmosfir 1% per tahun.
Uap air dan gas lain. Uap air dan sejumlah gas buatan lainnya seperti
karbontetraklorida dan halokarbon juga menimbulkan ERK. Uap merupakan faktor penting
dalam menentukan efek akhir dari peningkatan emisi GRK yang disebabkan oleh kegiatan
manusia. Jika bumi menjadi lebih panas, jumlah uap air dalam atmosfir akan meningkat. Ini
akan meningkatkan ERK serta makin memicu pemanasan global yang sedang terjadi.
Sedangkan gas-gas buatan tersebut, efeknya masih kecil. Namun demikian, tetap penting
untuk mengetahui emisi yang ditambahkan ke atmosfir.

EFEK GABUNGAN
Cukup rumit menghitung efek gabungan dari berbagai GRK tersebut. Efek dari
masing-masing gas tersebut tidak hanya tergantung pada sifat-sifat rumah kacanya, tetapi

132
juga pada masa hidupnya dalam atmosfir. ERK dari sejumlah tertentu metana, misalnya,
yang ditambahkan pada atmosfir saat ini akan menurun dengan relatif cepat karena terurai
oleh proses alami. Tetapi, jumlah CFC-N yang sama masih akan tetap aktif sampai awal abad
ke-22. Dampak keseluruhan dari sebuah GRK, dengan mempertimbangkan efek radioaktif
dan masa hidupnya, disebut sebagai potensi pemanasan globalnya.
Efek gabungan dari berbagai GRK yang sejauh ini ditambahkan pada atmosfir akibat
kegiatan manusia setara dengan 50% peningkatan konsentrasi CO2. Dari jumlah ini, sekitar
setengah ditimbulkan oleh CO2 sendiri, sisanya oleh GRK yang lain.

PENUTUP
Di atas telah dijelaskan sumber-sumber GRK, ERK dan kemungkinan dampaknya
yang sangat luas. Hal ini adalah masalah global, masalah seluruh umat manusia di planet
bumi. Bagaimana menyikapinya? Setiap negara, setiap daerah dalam setiap negara, setiap
kelompok, bahkan perorangan, harus mempunyai komitmen yang sama untuk menurunkan
emisi GRK sampai ke tingkat yang sama dengan kondisi pra industri. Meskipun kondisi ini
hampir mustahil bisa dicapai, tetapi tetap harus diupayakan.
Bagaimana caranya? Sosalisasikan bahaya emisi GRK; tekan seminimal mungkin
penggundulan hutan dan tanam tumbuh-tumbuhan sebanyak mungkin; kurangi penggunaan
energi fosil dan pada saat yang bersamaan cari energi altenatif yang bersumber pada energi
matahari, energi angin, energi air dan/atau energi nuklir (sumber-sumber energi ini sangat
minim mengeluarkan emisi GRK); cari pengganti CFC yang masa hidupnya di atmosfir lebih
pendek; kembangkan varietas padi dan ternak yang minim menghasilkan gas metana, dan
lain-lain. Ini adalah tantangan tersendiri bagi para saintis (MIPA-wan) dan ilmuwan lainnya,
termasuk yang terdapat di Universitas Tadulako Palu ...!

Penulis adalah Dosen Fisika dan Ka. Pusat Penelitian Kebumian dan Mitigasi Bencana
Alam Lembaga Penelitian UNTAD.

133

Anda mungkin juga menyukai