Anda di halaman 1dari 16

2016

PERKEMBANGAN DAN PREDIKSI TINGKAT PERTUMBUHAN BANK SYARIAH


DI INDONESIA

Disusun oleh :
Roy Steven

S1 Akuntansi Kelas Karyawan

JAKARTA
Dengan mengucapkan Puji Syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Pada hakikatnya tujuan untuk menyusun makalah ini adalah untuk mengkaji tentang
Perbankan di Indonesia khususnya Perbankan Syariah, maka penulis menyusun makalah ini
dengan bahasa yang sederhana dan kalimat yang ringkas, supaya lebih mudah dipahami oleh
para pembaca.
Sehubungan demikian, Ibarat TAK ADA GADING YANG TAK RETAK pasti ada
kekurangannya, untuk itu saran-saran serta kritik demi membangun atau mensempurnakan
makalah ini.
Akhirnya, Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita
tentang Perbankan Syariah di Indonesia.

Jakarta, 12 Desember 2016

Roy Steven
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perkembangan industri sudah sangat maju, salah satunya perkembangan

industri perbankan syariah di Indonesia, Bank Syariah sering disebut Bank Bagi hasil yang

merupakan lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan prinsip

prinsip hukum atau syariah Islam, seperti diatur dalam Al Quran dan Al Hadist. Perbankan

Syariah merupakan suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan sistem syariah

(hukum islam). Usaha pembentukkan sistem ini berangkat dari larangan islam untuk

memungut dan meminjam bedasarkan bunga yang termasuk dalam riba dan investasi untuk

usaha yang dikategorikan haram, misalnya dalam makanan, minuman, dan usaha-usaha lain

yang tidak islami, yang hal tersebut tidak diatur dalam Bank Konvensional.

Adanya Perbankan syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi penduduk di

Negara Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Dengan adanya bank

tersebut diharapkan tidak adanya kerancuan dalam proses muamalah bagi para pemeluk

agama islam, sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat tidak adanya suatu wadah yang

melayani mereka dalam bidang muamalah yang bersifat islami dan turut berkonstribusi dalam

mendukung transformasi perekonomian pada aktivitas ekonomi produktif, bernilai tambah

tinggi dan inklusif, terutama dengan memanfaatkan bonus demografi dan prospek

pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga peran perbankan syariah dapat terasa signifikan

bagi masyarakat. Semakin besar pertumbuhan perbankan syariah, maka akan semakin banyak

masyarakat yang terlayani. Makin meluasnya jangkauan perbankan syariah menunjukkan

peran perbankan syariah makin besar untuk pembangunan ekonomi rakyat di negeri ini.
Perbankan syariah seharusnya tampil sebagai garda terdepan atau lokomotif untuk

terwujudnya financial inclusion.

Namun realitas yang ada, dari 80% penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak

lebih dari 10% di antara mereka yang bertransaksi secara syarI lebih-lebih dalam hal

perbankan. Sampai saat ini perbankan syariah di Indonesia belum mampu menunjukan

eksistensinya, banyak masyarakat yang tidak menaruh kepercayaan terhadap perbankkan

syariah. Bahkan para ulama-ulama di negeri ini pun sebagian besar masih menyimpan

uangnya di bank konvensional.Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai

sisitem operasi perbankan syariah Sistem dalam bank syariah di anggap sama dengan sistem

operasi yang ada dalam bank konvensional.

Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap bank syariah dan

berakibat kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Hal tersebut menjadi

landasan untuk menyadarkan masyarakat akan keurgenan perbankkan islam di Negara ini.

Khusunya bagi mereka yang beragama islam.Upaya-upaya pensosialisaian mekanisme dan

syariah di rasa perlu,sehingga masyarakat tidak lagi terjebak dalam transaksi-transaksi yang

tidak islami dan masyarakat kembali manaruh kepercayaan terhadap transaksi syariah.

Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Agustianto Mingka menilai, dalam

pembangunan proyek infrastruktur yang sedang gencar-gencarnya dilaksanakan pemerintah,

seharusnya perbankan syariah dapat mengambil peran. Dalam hal ini bank-bank syariah dapat

melakukan pembiayaan sindikasi baik sesama bank syariah maupun bergabung (bersindikasi)

dengan bank-bank konvensional. Diprediksikan bahwa 2016, pertumbuhan aset perbankan

syariah diperkirakan sekitar 15%. Dengan demikian pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK)

dan pembiayaan masih berkisar di angka tersebut. Meskipun program sekuritisasi aset

perbankan syariah akan dilakukan di Indonesia terhadap perbankan syariah, tampaknya,


program ini baru jalan di awal tahun 2017, kecuali lembaga penerbit EBA SP Syariah

bergerak lebih cepat.

Dia mengungkapkan, di tahun 2016 akan diwarnai oleh tingkat kompetisi bisnis jasa

keuangan yang semakin ketat, karena mulai berlakunya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA)

dimana untuk industri perbankan hal ini tertuang dalam ASEAN Banking Integration

Framework (ABIF). Semakin sengitnya persaingan di industri jasa keuangan akan

berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan syariah karena masih terkendala beberapa

masalah seperti keterbatasan modal, sumber dana, SDM dan TI yang belum mumpuni.

Sementara dalam rangka mengembangkan industri perbankan syariahu untuk menjadi pemain

yang unggul dan berperan signifikan di Indonesia, terdapat beberapa tantangan dan strategis

yang harus menjadi prioritas bagi stakeholders perbankan syariah. Pertama, yakni inovasi

produk keuangan dan perbankan syariah yang merupakan pilar utama dalam pengembangan

industri perbankan syariah.

Berdasarkan hal tersebut diatas Penulis tertarik untuk mengkaji Perbankan syariah.
yang diterangkan dalam sebuah karya ilmiah dengan judul : Perkembangan dan Prediksi
Tingkat Pertumbuhan Bank Syariah di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan bank syariah dilihat dari perkembangan aset, dana dari
pihak ketiga (DPK), pembiayaan dan laba tahun berjalan?

2. Bagaimana tingkat pertumbuhan bank syariah di Indonesia yang dilihat dari Total
Aset, Total Dana Pihak Ketiga (DPK), Total Pembiayaan dan Total Laba tahun berjalan
yang didapat Bank Syariah?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk menganalisis perkembangan bank syariah dilihat dari perkembangan aset,
dana dari pihak ketiga (DPK), pembiayaan dan laba tahun berjalan.

2. Untuk mengkaji tingkat pertumbuhan bank syariah di Indonesia yang dilihat dari
Total Aset, Total Dana Pihak Ketiga (DPK), Total Pembiayaan dan Total Laba tahun
berjalan yang didapat Bank Syariah.

BAB II
ISI

3.1 Pengertian Perbankan Syariah

Menurut UU RI No. 21 tahun 2008 Bank Syariah adalah bank yang menjalankan

kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum

Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank syariah atau perbankan Islam adalah

suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Bank

sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) antara pihak yang mengalami surplus

of funds untuk diprodukstifkan pada sektor-sektor yang mengalami lack of funds merupakan

salah satu komponen utama yang mendukung pertumbuhan ekonomi sutu negara (Abdul

Fattah Lubis, 2008:14).

Menurut Kasmir, 2008, Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan

utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal

sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkan. Selain

itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau

menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran.

Bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana

maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar

prinsip syariah (Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, 2008:14).

Menurut UU RI No. 21 tahun 2008 dalam pasal 1 ayat 12, disebutkan bahwa prinsip
syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang

dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang

syariah. Dalam kegiatan operasional bank, prinsip syariah adalah aturan perjanjian

berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain, untuk penyimpanan dana dan atau

pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah, antara lain

pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip

penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan

(muharabah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan

(ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewakan

dari pihak bank ke pihak lain.

3.2 Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia

Sejarah perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia diawali dari aspirasi

masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk memiliki sebuah alternatif sistem

perbankan yang Islami. Selain itu, masyarakat meyakini bahwa sistem perbankan syariah

yang menerapkan bagi hasil sangat menguntungkan, baik untuk nasabah dan bank.

Pada awal tahun 1980-an, rintisan pendirian perbankan syariah mulai dilakukan.

Maraknya seminar dan diskusi tentang urgensi bank syariah yang dilakukan masyarakat dan

akademisi kian memantapkan langkah itu. Sebagai sebuah uji coba, mereka kemudian

mempraktekkan gagasan tentang bank syariah dalam skala kecil. Sejak itu, berdirilah Bait Al-

Tamwil Salman di Institut Teknologi Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta.

Keberadaan badan usaha pembiayaan non-bank yang mencoba menerapkan konsep

bagi hasil ini semakin menunjukkan, bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan hadirnya

alternatif lembaga keuangan syariah untuk melengkapi pelayanan lembaga keuangan

konvensional yang sudah ada.


Mencermati aspirasi masyarakat untuk memiliki lembaga keuangan syariah, Majelis

Ulama Indonesia (MUI) selanjutnya menindaklanjuti aspirasi tersebut dengan melakukan

pendalaman konsep-konsep keuangan syariah, termasuk sistem perbankan syariah.

Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank

dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas

lebih mendalam pada Musyawarah Nasional Keempat MUI di Jakarta pada 22-25 Agustus

1990.

Hasilnya, lahirnya amanat untuk pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam

pertama di Indonesia. Kelompok kerja ini disebut Tim Perbankan MUI yang bertugas untuk

menindaklanjuti aspirasi dan keinginan masyarakat tersebut serta melakukan berbagai

persiapan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.

Hasil kerja dari Tim Perbankan MUI ini adalah berdirinya PT Bank Muamalat

Indonesia (BMI). Akte pendirian BMI ditandatangani pada tanggal 1 November 1991 dan

BMI mulai beroperasi pada 1 Mei 1992. Selain BMI, pionir perbankan syariah yang lain

adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Dana Mardhatillah dan BPR Berkah Amal

Sejahtera yang didirikan pada tahun 1991 di Bandung, yang diprakarsai oleh Institute for

Sharia Economic Development (ISED).

Dukungan Pemerintah dalam mengembangkan sistem perbankan syariah ini

selanjutnya terlihat dengan dikeluarkannya perangkat hukum yang mendukung sistem

operasional bank syariah, yaitu Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan PP

No. 72 Tahun 1992.

Terkait pangsa pasar perbankan syariah, Buchori menuturkan hingga Oktober 2015

OJK mencatat pangsa perbankan syariah masih di bawah 5%. Namun demikian, OJK tetap

optimis dapat mencapai target pangsa pasar tersebut di 2016. Untuk pangsa pasar tahun
depan kami lebih optimis karena proyeksi pertumbuhan di hampir semua lembaga

memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi pada 2016, ujar Buchori.

Secara rata-rata, jelas dia, pada 2016 perbankan syariah diperkirakan tumbuh antara

12%-13%. Belum berani target pertumbuhan sampai diatas 20%. Sekarang tahap konsolidasi

hampir selesai dan tahun depan sudah mulai rebound. Yang jelas tahun 2016 akan lebih tinggi

dari 2015, tegasnya.

3.3 Dasar Hukum Bank Syariah

Berdasarkan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, bank syariah

di wajibkan untuk menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat.

Di samping itu, bank syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga

baitulmal dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Bank syariah juga dapat

menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada

pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf.

3.4 Karakteristik Bank Syariah

Karakteristik Bank Syariah diantaranya :

1. Berdasarkan prinsip syariah

2. Implementasi prinsip ekonomi Islam dg ciri:

- pelarangan riba dalam berbagai bentuknya

- Tidak mengenal konsep time-value of money

- Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yg diperdagangkan.

3. Beroperasi atas dasar bagi hasil

4. Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa

5. Tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan

6. Azas utama => kemitraan, keadilan, transparansi dan universal


7. Tidak membedakan secara tegas sector moneter dan sector riil (dapat melakukan

transaksi 2 sektor riil.

3.5 Fungsi Bank Syariah

Bank syariah dalam skema non-riba memiliki empat fungsi sebagai berikut :

1. Fungsi Manajer Investasi

Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana oleh bank syariah, khususnya

dana mudharabah. Bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana

(shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyalur yang produktif,

sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan

antara bank syariah dan pemilik dana.

2. Fungsi Investor

Dalam penyaluran dana bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana). Penanaman

dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor sektor yang produktif

dengan risiko minim dan tidak melanggar ketentuan syariah.

Produk investasi yang sesuai dengan syariah diantaranya akad jual beli (murabahah, salam,

dan istishna), akad investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa menyewa (ijarah dan

ijarah muntahiya bittamlik) dan beberapa akad lainnya yang dibolehkan oleh syariah.

3. Fungsi Sosial

Fungsi ini merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Ada dua instrumen yang

digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu instrumen zakat,

infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf) dan instrumen qardhul hasan. Instrumen Ziswafberfungsi
untuk menghimpun ziswaf dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai

lembaga milik para investor. Instrumen qardhul hasan berfungsi menghimpun dana dari

penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal serta dana infak dan sadaqah yang tidak

ditentukan peruntukannya secara spesifik oleh yang memberi.

4. Fungsi jasa keuangan

Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank

konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of

guarantee, letter of credit, dan lain-lain.

Namun mekanisme untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah tetap

menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah.

3.6 Prinsip Bank Syariah

Dalam melaksanakan fungsi jasa keuangan perbankan syariah menggunakan beberapa

prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya :

a. Prinsip Wakalah

Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.

b. Prinsip Kafalah

Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk

memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul anhu ashil)

c. Prinsip Hawalah

Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil) kepada orang lain yang

menanggungnya (munhal alaih)

d. Prinsip Sharf
Prinsip Sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata uang, baik antar

mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.

e. Prinsip Ijarah

Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan jasa, apabila dikaitkan dengan

penggunaan barang maka diistilahkan dengan sewa menyewa sedangkan apabila dikaitkan

dengan penggunaan jasa maka diistilahkan dengan upah mengupah.

3.7 Produk Bank Syariah

a. Produk Penyaluran Dana

Produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan

berdasarkan berdasarkan tujuan penggunaannya (Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid,

2008:22) :

1) Prinsip Jual Beli

Pembiayaan Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank

menyebut jumlah keuntungannya.

Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum

ada.

Istishna adalah pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam

beberapa kali (termin) pembayaran.

2) Prinsip Sewa (Ijarah)

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Pada

ijarah objek transaksinya adalah jasa.

3) Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Musyarakah

Mudharabah

4) Akad Pelengkap
Hiwalah (Alih Utang Piutang)

Rahn atau gadai

Qardh adalah pinjaman uang.

Wakalah atau perwakilan


Kafalah atau Garansi Bank
b. Produk Penghimpunan Dana

1) Prinsip Wadiah

Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad

dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro.

Wadiah yad dhamanah berbeda dengan wadiah yad

amanah.

Wadiah yad amanah

Wadiah yad dhamanah

2) Prinsip Mudharabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan

atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik

modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola).

Mudharabah mutlaqah

Mudharabah muqayyadah on balance sheet

Mudharabah muqayyadah off balance sheet

3) Akad Pelengkap

Wakalah atau perwakilan

c. Jasa Perbankan

1) Sharf adalah jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip

sharf.
2) Ijarah, kegiatannya penyewaan kotak simpanan (safe

deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen

(custodian).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Langkah-langkah yang dilakukan oleh Internal Audit PT XYZ dalam melakukan


pencegahan dan pengungkapan fraud yang terjadi dalam perusahaan telah berjalan dengan
baik dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh kantor pusat. Hal ini terlihat dari kasus
fraud yang terdeteksi oleh tim Internal Audit. Dengan menjalankan prosedur pemeriksaan
operasional dan pemeriksaan khusus Internal Audit dapat mendeteksi terjadinya fraud di
beberapa Kantor Cabang. Permasalahan Internal Audit atau fraud yang terjadi adalah di 5
Cabang yang terdiri dari Cabang Aceh, Medan, Surabaya, Manado, dan Bandar Lampung
dengan jumlah total uang premi yang digelapkan sebesar Rp. 626.103.409,00. Dampak yang
ditimbulkan dalam fraud tersebut bagi perusahaan adalah perusahaan rugi materil dan non
materil, serta dampak bagi tertanggung atau nasabah, nasabah kesulitan dalam hal
mengajukan klaim.

5.2 Saran

Setelah menganalisis peranan Internal Audit pada PT XYZ dan permasalahan fraud
yang terjadi di perusahaan, penulis ingin memberikan beberapa saran yaitu :
- PT XYZ harus memberikan pengawasan yang lebih kepada Kantor-Kantor Cabang
yang bertanggung jawab dalam hal transaksi keuangan, agar tidak terjadi kecurangan,
dan memberikan disiplin pegawai yang tegas sehingga memberikan efek jera kepada
setiap oknum yang melakukan tindakan fraud tersebut, agar kejadian seperti kasus
fraud yang dibahas tidak terulang lagi
- Pihak Tertanggung atau nasabah harus jeli saat membayarkan premi kepada
perusahaan yang akan menjadi perantara mereka dengan pihak PT XYZ dalam hal
pembayaran premi.
- Harus ada pemisahan tugas pegawai di Kantor Cabang, karena minimnya jumlah
pegawai sehingga terdapat beberapa tugas yang ganda yang seharusnya tidak boleh
dan membuat lemahnya internal control sehingga terjadi fraud.
DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin A, Elder, Rondal J., dan Beasly, Mark S. 2008. Auditing and Assurance Service
and Integrated Approach, 13th Edition, New Jersley : Pearson Education In Upper
Sadle River

Sawyer, Lawrence B., Mortimer A. Dittenhoffer dan James H. Scheiner, 2005. Sawyers
Internal Auditing, Fifth Edition, Alih Bahasa: Desi Adhariani, Salemba Empat,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai