Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Model konseptual merupakan rancangan terstruktur yang berisi konsep-konsp yang saling
terkait dan saling terorganisasi guna melihat hubungan dan pengaruh logis antar konsep. Model
konseptual juga memberikan keteraturan untuk berfikir, mengamati apa yang dilihat dan
memberikan arah riset untuk mengetahui sebuah pertanyaan untuk menanyakan tentang kejadian
serta menunjukkan suatu pemecahan masalah (Potter&perry, P 270, 2005).
Model konseptual keperawatan jiwa merupakan suatu kerangka rancangan terstruktur
untuk melakukan praktik pada setiap tenaga kesehatan mental. Hal ini merupakan upaya yang
dilakukan baik oleh tenaga kesehatan mental maupun perawat untuk menolong seseorang dalam
mempertahankan kesehatan jiwanya melalui mekanisme penyelesaian masalah yang positif
untuk mengatasi stresor atau cemas yang dialaminya. Perawat psikiatri dapat bekerja lebih
efektif bila tindakan yang dilakukan didasarkan pada suatu model yang mengenali keberadaan
sehat atau sakit sebagai suatu hasil dari berbagai karakteristik individu yang berinteraksi dengan
sejumlah faktor di lingkungan (Videbeck, 2008).
Model konseptual keperawatan jiwa khususnya model komunikasi merupakan suatu
hubungan interaksi manusia sebagai proses interpersonal. Model komunikasi ini memprediksi
perilaku dalam hal pengetahuan tentang manfaat dan ancaman bagi kesehatan dan jiwanya.
Untuk memotivasi seseorang dalam pengambilan keputusan untuk mempertahankan
kesehatannya diperlukanlah sebuah komunikasi (Fitzpatrick, 1989).
Menurut Ellis (2000) menyatakan jika hubungan terputus akan menjadi sumber stress pada
umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang buruk sehingga
perawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan pelayanan sebagai provider.
Pengaplikasian model komunikasi tidak dapat dipisahkan dalam praktik keperawatan khususnya
dalam area keperawatan jiwa. Karena tanpa adanya komunikasi seseorang menjadi tidak peduli
dan tidak termotivasi untuk menjaga kesehatannya.
Berdasarkan penjabaran di atas, kami tertarik untuk membahas model konseptual
keperawatan jiwa secara lebih mendalam khususnya tentang model komunikasi agar motivasi
dalam menjaga kesehatan bisa terpenuhi dan terwujud.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami konsep dasar model konseptual keperawatan jiwa khususnya model
komunikasi.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti seminar mahasiswa mampu menjelaskan kembali tentang :
a. Model konseptual keperawatan jiwa
b. Model konseptual keperawatan jiwa : Model Komunikasi
c. Aplikasi penggunaan model komunikasi dalam mengidentifikasi masalah keperawatan jiwa pada
individu.

C. Ruang Lingkup Penulisan


Luasnya ruang lingkup masalah tentang model konseptual keperawatan jiwa, maka kelompok
penulis membatasi isi pembahasannya hanya pada model konseptual keperawatan jiwa : model
komunikasi.

D. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriftif yaitu dengan penjabaran
masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi keperpustakaan dari literatur yang ada baik di
perpustakaan maupun dimedia internet sebagai pelengkap.

E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 3 Bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : landasan teoritis yang terdiri dari model konseptual keperawatan jiwa,
model konseptual keperawatan jiwa : model komunikasi, dan aplikasi penggunaan model
komunikasi dalam mengidentifikasi masalah keperawatan jiwa pada individu.
Bab III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka

BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Konseptual Keperawatan Jiwa


1. Definisi
Model adalah suatu cara untuk mengorganisasi kumpulan pengetahuan yang kompleks
seperti konsep yang berhubungan dengan perilaku manusia. Penggunaan model ini membantu
praktisi memberikan dasar untuk melakukan pengkajian dan intervensi juga cara untuk
mengevaluasi keberhasilan penanggulangan (Stuart dan sundeen, P 32, 1998).
Perkembangan ilmu keperawatan, model konseptual, dan teori merupakan aktivitas
berpikir yang tinggi. Model konseptual mengacu pada ide-ide global mengenai individu,
kelompok, situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan displin yang spesifik. Teori-teori
yang terbentuk dari penggabungan konsep dan pernyataan yang berfokus lebih khusus pada suatu
kejadian dan fenomena dari suatu disiplin (Fawcett, 1992). Teori mempunyai konstribusi pada
pembentukan dasar praktik keperawatan (Chinn & Jacobs, 1995).

2. Manfaat
Teori keperawatan membantu menyampaikan pengetahuan dalam rangka memperbaiki
praktik keperawatan melalui upaya penggambaran, penjelasan, prediksi dan pengendalian
fenomena dalam ranah keperawatan. Keperawatan terus berkembang, perawat membuat
hipotesis tentang praktik keperawatan, prinsip yang mendasari praktik keperawatan, tujuan dan
fungsi yang sesuai dengan keperawatan di masyarakat (Potter & Perry, 2005).
Model konsep dan teori keperawatan digunakan untuk memberikan pengetahuan untuk
meningkatkan praktek, penuntun penelitian dan kurikulum, serta mengindentifikasi bidang dan
tujuan dari praktek keperawatan. Teori keperawatan menuntun perawat dengan memberikan
tujuan pengkajian, diagnose keperawatan dan internvensi, landasar dasar perkomunikasi dan
autonomi serta akuntabilitas professional. Teori- teori tersebut juga digunakan sebagai arah
dalam melakukan penelitian, praktik, pendidikan, dan administrasi keperawatan ( Meleis,1985;
Torres, 1986, Parse , 1987; Fawcett, 1989; Marriner-Tomey, 1994; Chinn & Jacobs , 1995)
B. Model Konseptual Keperawatan Jiwa : Model Komunikasi
Model komunikasi kesehatan memandang penting persepsi klien sebagai upaya pencegahan
penyakit. Model komunikasi dicetuskan oleh Rossenstock. Persepsi klien merupakan imbal
penting dalam menjaga tingkat kesehatan. Model ini dipengaruhi oleh psikologi imbal yang pada
pokoknya menekankan cara individu berupaya sehat dengan cara menghindari penyebab sakit
(Machfoedz, 2009).
Model ini digunakan untuk memprediksi perilaku dalam hal pengetahuan tentang manfaat
dan ancaman bagi kesahatan dan jiwanya. Untuk memotivasi seseorang dalam pengambilan
keputusan untuk mempertahankan kesehatannya diperlukan komunikasi. Dalam model terdapat
tiga elemen penting yang meliputi persepsi individu pada tingkat kondisi suatu penyakit, persepsi
individu terhadap manfaat dan kendala dalam tindakan pencegahan penyakit, dan persepsi untuk
memberikan dorongan individu dalam tindakan pencegahan penyakit (Machfoedz, 2009).
Keunggulan model ini terletak pada penerapan komunikasi yang lebih luas, mengubah
persepsi klien sehingga mereka berupaya meningkatkan aktivitas dalam pencegahan penyakit
(Machfoedz, 2009).

1. Eric L Berne dan Thomas A. Haris (1964)


Eric L Berne dan Thomas A. Haris dengan teori analisis transaksionalnya berusaha
menjelaskan tingkah laku yang beraneka ragam. Setiap perilaku baik verbal maupun nonverbal
adalah bentuk komunikasi. Ketidakmampuan komunikasi mengakibatkan kecemasan dan
frustasi.
Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam
komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi. Yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik
verbal maupun nonverbal. Analisis transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara
mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang
dipertukarkan).
Analisis transaksional menyelidiki timbale balik atau komunikasi antar pribadi diantara
orang-orang yang terlibat dalam suatu organisasi dengan tujuan meningkatkan efektivitas
organisasi. Teori ini berusaha menjelaskan pemahaman kita terhadap perilaku manusia dan
hubungan antar pribadi dengan menampakkan karakter.
Bentuk dasar transaksi adalah sejajar-paralel complementary atau silang-cross. Transaksi
sejajar mendapatkan respon yang baik sesuai dengan yang diharapkan, sedangkan transaksi
silang menghentikan komunikasi. Misalnya transaksi komunikasi antara ego state orang tua dan
ego state kanak-kanak masih dapatberlanjut karena saling mengisi. Transaksi komunikasi
antaraego state dewasa dan dewasa juga masihdapat diteruskan. Sebaliknya, antara ego state
dewasa dan kanak-kanak justru sering timbul kesulitan komunikasi.
Dalam suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang lain akan
menerima atau menolak, bagaimana mereka ingin orang lain mengetahui tentang mereka akan
ditentukan oleh bagaimana individu dalam mengungkapkan dirinya. Pengungkapan diri (self-
disclosure) adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan
dan informasi dengan orang lain (Wrightsman, 1987).
Menurut Morton (dalam Sears, dkk., 1989) pengungkapan diri merupakan kegiatan
membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di dalam
pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskniptif artinya individu melukiskan
berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti, jenis
pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau
perasaan pribadinya seperti tipe orang yang disukai atau hal-hal yang tidak disukai atau dibenci.
Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, sikap,
perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri orang yang
bersangkutan. Kedalaman dan pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang
yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi dengan menyenangkan dan
membuat merasa aman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi idividu
untuk lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu yang dapat
saja menutup diri karena merasa kurang percaya (Devito, 1992).
Dalam proses pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki
kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Bila seseorang menceritakan sesuatu
yang bersifat pribadi, maka akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya
mengharapkan orang lain memperlakukan sama seperti memperlakukan mereka (Raven &
Rubin, 1983).
Seseorang yang mengungkapkan informasi pribadi yang lebih akrab daripada yang kita
lakukan akan membuat kita merasa terancam dan kita akan lebih senang mengakhiri hubungan
semacam ini. Bila sebaliknya kita yang mengungkapkan diri terlalu akrab dibandingkan orang
lain, kita akan merasa bodoh dan tidak aman (Sears, dkk., 1988).
a. Tingkatan-tingkatan pengungkapan diri
Dalam proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam
pengungkapan diri. Menurut Powell (dalam Supratikna, 1995) tingkatan-tingkatan pengungkapan
diri dalam komunikasi yaitu :
1) Basa-basi merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal, walaupun
terdapat keterbukaan diantara individu, terapi tidak terjadi hubungan antar pribadi. Masing-
masing individu berkomuniikasi basa-basi sekedar kesopanan.
2) Membicarakan orang lain yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang orang lain
atau hal-hal yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi
pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri.
3) Menyatakan gagasan atau pendapat sudah mulai dijalin hubungan yang erat. Individu mulai
mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
4) Perasaan : setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi perasaan atau
emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap
hubungan yang menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah
didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan menyarankan perasaan-perasaan yang
mendalam.
5) Hubungan puncak : pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu yang
menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu lainnya.

b. Fungsi pengungkapan diri


Menurut Derlega dan Grzelak (dalam Sears, dkk., 1988) ada lima fungsi pengungkapan
diri, yaitu :
1) Ekspresi (expression)
2) Penjernihan diri (self-clarification)
3) Keabsahan sosial (social validation)
4) Kendali sosial
5) Perkembangan hubungan (relationship development)

2. Model Leary ( dalam Machfoedz, 2009)


Komunikasi merupakan proses transaksi multidimensional yang ditentukan oleh interaksi
yang terjadi diantara pihak komunikator dan komunikan. Respon komunikan sangat dipengaruhi
oleh perlakuan pihak komunikator.
Model Leary meliputi dua dimensi yaitu menguasai vs dikuasai dan senang vs tidak
senang.
a. Dimensi menguasai vs dikuasai (dominance vs submission)
Dimensi ini menerangkan apabila komunikator dalam komunikasi berada pada posisi
dominance maka komunikan berada pada posisi submission. Kondisi komunikasi ini dapat terjadi
pada komunikasi satu arah, misalnya komunikasi diantara perawat dan klien. Pihak yang berada
pada posisi submission merupakan pihak yang lemah. Oleh karena itu ia harus patuh pada
perintah atau pesan komunikasi yang disampaikan.
b. Dimensi senang vs tidak senang (love vs hate)
Dimensi ini berbicara tentang perlakuan satu pihak atau komunikator dengan pihak lain
atau komunikan berdasarkan rasa senang atau tidak senang. Komunikasi yang didasarkan pada
dimensi ini akan menimbulkan perlakuan diskriminatif kepada pihak komunikan. Dengan
demikian dimensi ini tidak tepat apabila diaplikasikan dalam keperawatan jiwa karena seorang
perawat adalah professional yang tidak dibenarkan memperlakukan klien secara diskriminatif.

3. Model interpersonal Hildegard E. Peplau (dalam Fitzpatrick, 1989)


Model interpersonal peplau lebih menekankan proses komunikasi sebagai konsep
dasarnya. Komunikasi merupakan unsur terpenting di lingkungan manusia dan komunikasi juga
menengahi pemikiran atau pendapat. Model konsep dan teori keperawatan yang dijelaskan oleh
Peplau menjelaskan tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain yang
menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup 4 komponen sentral yaitu klien,
perawat, masalah kecemasan yang terjadi akibat sakit (sumber kesulitan), dan proses
interpersonal (Fitzpatrick, 1989).
Dalam ilmu komunikasi, proses interpersonal didefinisikan sebagai proses interaksi
secara simultan dengan orang lain dan saling pengaruh-mempengaruhi satu dengan lainnya,
biasanya dengan tujuan untuk membina suatu hubungan.
Teori Hildegard E. Peplau(1952) berfokus pada individu, perawat dan proses interaktif
yang menghasilkan hubungan antara perawat dan klien. Berdasarkan teori ini klien adalah
individu dengan kebutuhan perasaan, dan keperawatan adalah proses interpersonal dan
terapeutik. Artinya suatu hasil proses kerja sama manusia dengan manusia lainnya supaya
menjadi sehat atau tetap sehat (hubungan antar manusia).
Tujuan keperawatan adalah untuk mendidik klien dan keluarga dan untuk membantu
klien mencapai kematangan perkembangan kepribadian. Oleh sebab itu, perawat berupaya
mengembangkan hubungan perawat dan klien melalui peran yang diembannya (nara sumber,
konselor, dan wali).
Kerangka kerja praktik dari teori Peplau memaparkan bahwa keperawatan adalah proses
yang penting, terapeutik, dan interpersonal. Keperawatan berpartisipasi dalam menyusun struktur
sistem asuhan kesehatan untuk menfasilitasi kondisi yang alami dari kecenderungan manusia
untuk mengembangkan hubungan interpersonal.
Teori dan gagasan Peplau dikembangkan untuk memberikan bentuk praktik keperawatan
jiwa. Penelitian keperawatan tentang kecemasan, empati, instrument perilaku, dan instrument
untuk mengevaluasi respon verbal dihasilkan dari model konseptual Peplau.

4. Model interaksi Imogene King


Model interaksi King menekankan proses komunikasi yang berlangsung antara perawat
dan pasien merupakan hasil interaksi yang bertujuan untuk menentukan suatu keputusan dalam
pelaksanaan tindakan kesehatan. Proses interaksi dalam komunikasi merupakan dasar tindakan
yang dilakukan oleh perawat kepada klien (Machfoedz, 2009).
Penerapan model ini didasarkan pada pertimbangan untuk membantu klien agar berupaya
mempertahankan kesehatan. Perawat perlu menganalisis komponen yang berkaitan dengan status
kesehatan klien. Kesehatan klien bukan merupakan faktor yang berdiri sendiri melainkan
berhubungan erat dengan lingkungan, sosial, dan budaya masyarakat di sekitarnya. Model ini
menekankan hubungan timbal balik antara individu dan sistem social (Machfoedz, 2009).
Pandangan, komunikasi dan transaksi adalah sebagian besar dari konsep yang ada pada
dasarnya untuk memahami interaksi manusia sebagai proses interpersonal. Suatu komunikasi
pada dasarnya mempersepsikan hubungan antara individu yang satu dan individu yg lainnya
dilingkungan. Interaksi tidak bisa dipahami tanpa adanya pemikiran yang berubah-ubah dalam
tujuan atau sasaran tertentu (Fitzpatrick, 1989).
Walaupun komunikasi adalah alat perantara dari informasi antara 2 individu atau lebih.
Keduanya merupakan jenis dari interaksi yang diperlukan. Transaksi adalah proses dalam
interaksi dimana manusia berkomunikasi dengan lingkungan untuk mencapai sasaran nilainya.
Jika tansaksi mencapai sasaran langsung keperilaku seseorang, komunikasi yang dicapai akan
menurunkan tensi atau stress dalam sebuah situasi (Fitzpatrick, 1989).
Konsep interaksi manusia diklasifikasikan sebagai suatu kesatuan hubungan. Kesatuan
dari persepsi, komunikasi dan transaksi adalah suatu konsep yang menjadi sifat dari interaksi
manusia. Dua konsep lainnya muncul pada proses interpersonal yaitu peranan dan stress. King
menyatakan bahwa konsep peranan relevan dengan tiga konsep interaksi dalam kerangka
kerjanya, sebelum diperkenalkan dalam sistem interpersonal karena hal tersebut diidentifikasi
sebagai hubungan interaksi dan model komunikasi (Fitzpatrick, 1989).

C. Aplikasi Penggunaan Model Komunikasi (Stuart & sundeen,1998).


1. Pandangan tentang penyimpangan perilaku (Berne, Watzlawick)
Penyimpangan perilaku disebabkan karena kegagalan dan kekacauan dalam berkomunikasi.
Gangguan perilaku terjadi apabila pesan tidak dikomunikasikan dengan jelas. Bahasa dapat
digunakan untuk merusak makna. Pesan bisa diteruskan secara serentak pada berbagai tingkatan.
Pesan verbal dan nonverbal mungkin tidak selaras. Peran tidak jelas dalam proses komunikasi,
mungkin disebabkan kesalahan dalam proses komunikasi (sender, receipen, message). Kegagalan
bisa terjadi karena sender tidak mampu bicara atau menerima umpan balik, pesan tidak mampu
disampaikan atau tidak dimengerti atau receipen tidak bisa menerima atau memberi respon.

2. Proses terapeutik
Pola komunikasi klien dianalisa sehingga klien bisa mengerti mengapa dia gagal dalam
berkomunikasi. Kegiatannya bisa berupa pembicaraan antar individu, kelompok dan dengan tim
kesehatan. Klien diberi beberapa pelatihan, kemudian therapist memberi laporan tentang
kemajuannya dan klien disuruh memberi umpan balik untuk mengklarifikasi area masalah.
Analisis transaksional berfokus pada permainan dan belajar untuk berkomunikasi secara
langsung tanpa bersandiwara.

3. Peran pasien dan terapis


Pasien memperhatikan pola komunikasi, termasuk permainan, pelatihan dan bekerja untuk
mengklarifikasi komunikasinya sendiri serta memvalidasi pesan dari orang lain. Klien berusaha
meningkatkan komunikasi dengan mempelajari umpan balik dari orang lain.
Terapis menginterpretasi pola komunikasi kepada pasien dan mengajarkan prinsip-prinsip
komunikasi yang baik. Terapis memperagakan cara berkomunikasi yang baik, memberikan
reinforcement pada komunikasi yang baik dan bila belum efektif maka harus didiskusikan
kembali.
BAB III
APLIKASI MODEL KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN JIWA

A. Kasus

Seorang anak wanita berusia 10 tahun dipasung oleh Bapaknya selama 2 tahun karena
kecacatan mental. Ibunya tidak berani melepaskan putrinya tersebut karena takut dimarah oleh
suaminya tersebut.. Setiap hari kakaknya selalu memberikan makan secara diam-diam. Dan
terkadang juga bapaknya memberikan makan dengan menyuruh kakaknya tersebut. Setiap hari
anak tidak pernah diajak berbicara. Setelah ibunya melihat anak tersebut tinggi badannya tidak
wajar seperti anak lainnya, perutnya buncit dan pertumbuhan si anak terganggu.

Suatu hari ibu mengusulkan pendapat kepada bapaknya agar anak nya tersebut diperiksa.
Setelah disetujui oleh ayah, ibu pun segera membawa anaknya untuk diperiksa. Setelah dibawa
ketempat pemeriksaan, dokter pun menanyakan perasaan anak. Berulang kali dokter dan ibunya
mencoba menanyakan tetapi anak hanya terdiam dan membisu tidak mau berbicara dan takut
dengan keramaian.

B. Analisa Kasus Berdasarkan Model Komunikasi


Dari kasus diatas peranan perawat selain memotivasi atau menyemangati dan membina
trust kepada anak, perawat juga membantu anak untuk berinteraksi dengan lingkungan dengan
mengajak si anak berkomunikasi agar anak percaya diri terhadap lingkungan untuk menentukan
suatu keputusan dalam pelaksanaan tindakan kesehatan.
Selain kepada anak sendiri, peranan perawat juga perlu berkomunikasi kepada keluarga
agar selalu memotivasi, menjaga perilaku yang memungkinkan anak tersebut menimbulkan
trauma si anak dan berinteraksi dengan lingkungan. Kemungkinan disini komunikasi menurut
anak sebagai suatu ancaman untuk dirinya sendiri karena selain tidak percaya diri, si anak juga
takut salah dalam komunikasi anak sendiri dan ia memerlukan energi yang lebih untuk
kopingnya.
Perawat juga memberikan penilaian terhadap komunikasi anak untuk memberikan
penjelasan dan memberikan kepercayaan bahwa komunikasi sangat penting dalam menentukan
tujuan hidup dan memiliki arti yang sangat penting dalam penyampaian informasi maupun untuk
berinteraksi dengan orang lain. Setelah anak mau berkomunikasi, perawat mengevaluasi sumber
dari koping anak dan membantu mengarahkan anak untuk menyelesaikan masalah pada anak.

Anda mungkin juga menyukai