Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

HERPES ZOSTER
I. IDENTITAS PASIEN

S Identitas PASIEN KETERANGAN t


Nama An. M
a t
Umur 8 tahun
u Alamat Pademangan Barat RT s
01/010
Jenis Kelamin Perempuan
Agama Islam
Pendidikan SD
Pekerjaan Pelajar
Status Belum Menikah
Perkawinan
Kedatangan yang 1 Pasien datang diantar Ibu
ke nya
Telah diobati Belum
sebelumnya
Alergi obat Tidak

Sistem BPJS
pembayaran
Pasien
Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan : Puskesmas Kecamatan Pademangan
Data Administrasi
Tanggal : 02-08-2016 , diisi oleh
Nama : Novina Firlia F Putri

II. ANAMNESA (AUTO/ALLOANAMNESA)


A. Keluhan Utama
Timbul bintik-bintik berisi cairan di bawah bibir

B. Riwayat Penyakit Sekarang

HERPES ZOSTER 1
Pasien datang ke Puskesmas Kecamatan Pademangan dengan
keluhan timbul bintik-bintik merah berisi cairan di bawah bibir, bintik
timbul 2 hari yang lalu, bintik tidak timbul di area lain, terdapat 2 buah
saja, bintik juga terasa nyeri, gatal (-).
Awal nya pasien demam 3 hari sebelum berobat, menurut ibu
pasien suhu pasien mencapai 39c dan di berikan sanmol syrup 1cth
namun panas tidak menurun, lalu keluhan timbul, awalnya hanya 1 di
sudut kiri bibir lalu bertambah di bawah bibir, akan itu ibu pasien
membawa pasien untuk berobat.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya keluhan lain. Pasien menggunakan
kecamata sejak usia 5 tahun karena penurunan penglihatan ( miopia ),
Menurut ibu pasien juga pernah menderita sakit cacar saat usia 2/3 th.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang seperti pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital termasuk status gizi
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit

HERPES ZOSTER 2
Tinggi badan : 128 cm
Berat Badan : 22,5 Kg
Status Gizi : Baik
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78 x / menit, irama reguler, isi
cukup, dan kuat angkat.
Pernafasan : 20 x / menit adekuat.
Suhu : 36,5 C
Kepala : Normocephali, rambut hitam dan distribusi merata.

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks


cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung
+/+, ukuran pupil 3 mm/3 mm, isokor

Telinga : Liang telinga lapang/ lapang, tidak ada serumen,

sekret -/-

Hidung : Tidak ada deformitas, liang hidung lapang/ lapang,


mukosa merah muda sekret -/-, konka inferior bengkak -/-.

Tenggorokan : Uvula ditengah, arkus faring simetris, arkus faring


tidak hiperemis, tonsil tidak hiperemis.

Gigi dan mulut : Karies (-), lidah tidak kotor. Kesan :Oral higienis
cukup
KGB : Suprasternal : Kanan dan kiri tidak teraba
membesar
Colli anterior : Kanan dan kiri tidak teraba membesar
Colli posterior : Kanan dan kiri tidak teraba membesar
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus teraba simetris

HERPES ZOSTER 3
Perkusi : Paru kiri dan kanan sonor
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rh -/-, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V kiri
Perkusi : Batas Paru hati: ICS 6 garis mid klavikula dextra
Batas Paru Lambung: ICS 5 garis axilaris anterior sinistra
Batas Jantung kanan: ICS 5 garis parasternal dextra
Batas Jantung kiri: ICS 6 garis axilaris anterior sinistra
Kesan : Tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : Normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Inspeksi rata
Auskultasi : Bising usus (+), normal
Palpasi : Hepar dan limpa tidak teraba membesar, nyeri tekan (-),
defence muscular (-)
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, cappilarry refill < 2 detik
Bawah : Akral hangat, cappilarry refill < 2 detik

Status Neurologis:
Biseps : ++/++
Triseps : ++/++
Hoffman-Tronmer : -/-
KPR : ++/++
APR : ++/++
Sensibilitas :
Atas : Suhu +/+, nyeri +/+, raba +/+
Bawah : Suhu +/+, nyeri +/+, raba +/+

HERPES ZOSTER 4
Motorik :
Atas : normotonus, 5555/5555
Bawah : normotonus, 5555/5555

B. Status Dermatologis

Lokasi : wajah

Penyebaran : regional

Bentuk :
bulat

Ukuran :
milier

Batas : tegas

Tepi : teratur,

IV. RESUME
Pasien datang ke Puskesmas Kecamatan Pademangan dengan
keluhan timbul bintik-bintik merah berisi cairan di bawah bibir, bintik

HERPES ZOSTER 5
timbul 2 hari yang lalu, bintik tidak timbul di area lain, terdapat 2 buah
saja, bintik juga terasa nyeri, gatal (-). Awalnya pasien juga mengeluh
demam namun sudah tidak demam lagi semenjak kemarin.
Pada pemeriksaan kulit ditemukan vesikel berkelompok di sudut
bibir kiri dan bi bawah bibir, ukuran millier, pus - , batas jelas, tepi tidak
aktif, nyeri + , gatal -

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes Simpleks
2. Varisela
VI. DIAGNOSIS KERJA
Herpes Zoster
VII. USULAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Tzanc
VIII. PENGOBATAN
a. Umum
Istirahat
Usahakan agar lesi tidak terkena air
Tidak menggaruk-garuk bila gatal
b. Medikamentosa
Topikal : acyclovir zalf 2 x 1 ue
Oral
Antiviral : Asiklovir 4 x 400mg selama 5 hari
Analgetik : paracetamol 3 x 250 mg selama 5 hari / kalau demam
Roborantia : Vit. Bcom 1 x 1

IX. PROGNOSIS
- Qua ad Vitam : ad Bonam
- Qua ad Fungtionam : ad Bonam
- Qua ad Sanationam : ad Bonam
- Qua ad Cosmetikan : ad Bonam

HERPES ZOSTER 6
PEMBAHASAN

BAB I
PENDAHULUAN

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno, disebabkan oleh
virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster
ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang
terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion
serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.3,4

HERPES ZOSTER 7
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan
usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3
kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20
tahun.

Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi


varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten,
virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada
umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang
terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang
berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor
penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.

Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi


yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40
tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.

BAB II
ISI

2.1 DEFINISI

Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan


kulit dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan. 2 Herpes zoster merupakan
hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama

HERPES ZOSTER 8
episode awal chicken pox.2 Shingles adalah nama lain dari herpes zoster 2,3,5,6,7

Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk
varisela melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang
kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai
herpes zoster.1

http://www.medicinenet.com/shingles/article.htm

2.2 EPIDEMIOLOGI

Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi


musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan
tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak
dengan orang lain dengan varisela atau herpes.4 Sebaliknya, kejadian herpes zoster
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus.4

Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif


memiliki resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada
individu imunokompeten pada usia yang sama.4 Immunosupresif kondisi yang
berhubungan dengan risiko tinggi dari herpes zoster termasuk human

HERPES ZOSTER 9
immunodeficiency virus (HIV), transplantasi sumsum tulang, leukimia dan
limfoma, penggunaan kemoterapi pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid.4
Herpes zoster adalah infeksi oportunistik terkemuka dan awal pada orang yang
terinfeksi dengan HIV, dimana awalnya sering ditandai dengan defisiensi imun.4
Zoster mungkin merupakan tanda paling awal dari perkembangan penyakit AIDS
pada individual dengan resiko tinggi.8 Dengan demikian, infeksi HIV harus
dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes zoster.4

Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis


kelamin perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen interleukin 10
polimorfisme, dan ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.2 Paparan dari anak dan
kontak dengan kasus varisela telah dilaporkan untuk memberikan perlindungan
terhadap penyakit herpes zoster.2 Episode kedua dari herpes zoster jarang terjadi
pada orang imunokompeten, dan serangan ketiga sangat jarang. 2 Orang yang
menderita lebih dari satu episode mungkin immunocompromised.2 Pasien
imunokompeten menderita beberapa episode seperti penyakit herpes zoster yang
mungkin menderita infeksi virus herpes simpleks zosteriform (HSV) yang
berulang.2

Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan


varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa
komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih
lama pada individu immunocompromised.2 Pasien dengan zoster tanpa komplikasi
dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan
lesi mereka.2 Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu,
menularkan infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta
pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut.2

2.3 PATOGENESIS

HERPES ZOSTER 10
http://www.moondragon.org/health/disorders/eyesshingles.html

Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet


respiratori.3 VVZ bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih
2 minggu sebelum perkembangan kulit yang erupsi.3 Pasien infeksius sampai
semua lesi dari kulit menjadi krusta.3 Selama terjadi kulit yang erupsi, VVZ
menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan ganglion akar
dorsalis di mana ia menjadi laten.1,2,3,5,6,7,8

Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang dipersarafinya


dan menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air.8 Zoster terjadi
dari reaktivasi dan replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf sensorik.1,2,3,4,5,8
Latensi adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan lagi
peranannya dalam patogenitas.1 Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan
seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang
mampu sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan.1
Reaktivasi mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi
secara spontan.3 Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan gejala
prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal.3 Infeksi
primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam
mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster.1
Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV
dengan jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal.1

HERPES ZOSTER 11
http://www.herpes.com/herpes-zoster.html

http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm

Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
imunosupresi.1 Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas
terhadap VZV spesifik.1

HERPES ZOSTER 12
Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi
peradangan ganglion sensoris.1 Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan
batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit
vesikuler yang khas.1 Pada daerah dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten
dan merupakan daerah terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster.1

Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara
sentripetal, naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris.4 Di ganglion, virus
membentuk infeksi laten yang menetap selama kehidupan. 4 Herpes zoster terjadi
paling sering pada dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas
tertinggi yang diinervasi oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal
ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1 sampai L2.4

Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan


mempermudah reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin
berhubungan dengan perkembangan imunitas selular yang kurang efisien pada
saat terjadi infeksi VZV primer baik in utero maupun pascalahir.8

http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pat
hophysiology

Gambaran perkembangan rash pada herpes zoster diawali dengan:

( seperti terlihat pada gambar di atas )

HERPES ZOSTER 13
1. Munculnya lenting-lenting kecil yang berkelompok.
2. Lenting-lenting tersebut berubah menjadi bula-bula.
3. Bula-bula terisi dengan cairan limfe, bisa pecah.
4. Terbentuknya krusta (akibat bula-bula yang pecah).
5. Lesi menghilang.

sekelompok vesikel vesikel dalam bentuk bervariasi)


http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles72.html

(vesikel berumbilikasi dan membentuk krusta)


http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles91.html

(sekelompok vesikel vesikel berkonfluens pada kasus inflamasi berat)


http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles90.html

HERPES ZOSTER 14
(vesikel pecah menjadi krusta dan mungkin dapat menjadi scar jika inflamasi
berat) http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles95.html

2.4 GEJALA KLINIS

Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan
kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit.3 Inisial lesi kutaneus
sangat gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah dan
menyebar ke bawah.3 Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi vesikel
kecil yang dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai tetesan embun
pada kelopak mawar ( dew drop on rose petal ).3 Setelah vesikel matang,
pecah membentuk krusta.3 Lesi pada beberapa tahapan evolusi merupakan
karakteristik dari varisela.3

Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang
sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik
erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.3

Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan


intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir,
beberapa dermatom atau difus.1 Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada
penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada penderita
mayoritas diatas usia 60 tahun.4 Nyeri prodormal : lamanya kira kira 2 3 hari,
namun dapat lebih lama.8

HERPES ZOSTER 15
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal1,7, malaise, demam, nyeri
kepala, dan limfadenopati, gatal1,7, tingling.1 Lebih dari 80% pasien biasanya
diawali dengan prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari
sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.1

Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) 7 dapat


menstimulasi migrain6, nyeri pleura4,6, infark miokardial4,6, ulkus duodenum,
kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis4,6, prolaps diskus intervertebral, atau
glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada intervensi misdiagnosis yang serius.4

Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di
sekitarnya8 herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral.1
Erupsi diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian
makulopapuler muncul secara dermatomal.1

Lesi baru timbul selama 3-5 hari. 8 Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai
24 jam dan berubah menjadi pustule pada hari ketiga.4 Pecahnya vesikel serta
pemisahan terjadi dalam 2 4 minggu.8 Krusta yang mongering pada 7 sampai 10
hari.4 Pada umumnya krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu. 4 Pada orang yang
normal, lesi lesi baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai
selama 7 hari).4 Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua.,
dan lebih ringan dan berdurasi pendek pada anak anak.4

Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal


merupakan lokasi yang paling sering terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal
oftalmika, kemudian servikal dan sakral. 8 Ekstremitas merupakan lokasi yang
paling jarang terkena.8

Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea.3 Pasien


seperti ini harus dievaluasi oleh optalmologi.3 Varian lain adalah herpes zoster
yang melibatkan telinga atau mangkuk konkhal sindrom Ramsay-Hunt.3
Sindrom ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan kelumpuhan nervus
fasialis, hilangnya rasa pengecapan, dan mulut kering dan sebagai tambahan lesi
zosteriform di telinga.3 Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom tunggal,

HERPES ZOSTER 16
namun keterlibatan dermatom yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi meluas
dalam kasus zoster-diseminata.3 Zoster bilateral jarang terjadi, dan harus
meningkatkan kecurigaan pada imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.3

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:


1. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus
saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4
hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak
mata bengkak dan sukar dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis


Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis


Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai

HERPES ZOSTER 17
pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

1. Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.


5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

6. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.

HERPES ZOSTER 18
2.5 DIAGNOSIS

Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa


neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan
kulit.3 Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal
seperti demam, pusing dan malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa
eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat
membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,
setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika
absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.

Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan


penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis,
apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat,
diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster
terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan
mengenai satu dermatom.

Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu


menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian
pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron,
serta tes serologik.4,9 Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel
limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel
pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel
virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster
dapat dilihat secara imunofluoresensi.

Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan


diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan
penunjang antara lain:

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi


morfologi dengan mikroskop elektron.

HERPES ZOSTER 19
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen

3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

2.6 DIANOSIS BANDING

Herpes simpleks zosteriform : karena herpes zoster dapat muncul


di daerah genital.
Selulitis.
Erisipelas.
Infeksi mikobakterium diseminata.
Dermatitis kontak.
Pemphigus dan bulosa lainnya yang melepuh tapi tidak ada
distribusi dermatomal klasik.
Molluscum contagiosum dengan papul putih atau kuning dengan
umbilikasi sentral yang disebabkan oleh pox virus. Lesinya lebih
lunak dan tidak ada dasar eritem seperti zoster.
Scabies dapat muncul dengan rash pustul yang tidak tebatas pada
dermatom dan mengikuti jaringan laba laba.
Gigitan serangga (Insect bite).

2.7 KOMPLIKASI

1. Neuralgia paska herpetic

Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada


daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama
berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul
pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri
yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi
persentasenya.

2. Infeksi sekunder

HERPES ZOSTER 20
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

3. Zoster trigeminalis

herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus,
tetapi paling sering terkena adalah bagian oftalmika. 11,15 Gangguan
mata seperti konjungitvitis, keratitis, dan/atau iridosiklitis bisa terjadi
bila cabang nasosiliaris dari bagian oftalmika terkena (ditunjukkan
oleh adanya vesikel vesikel di sisi hidung), dan pasien dengan zoster
oftalmika hendaknya diperiksa oleh oftalmolog.11

herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3 minggu
selama rash, terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.15

http://www.thachers.org/dermatology.htm

http://www.entusa.com/oral_pictures_htm/shingles_herpes_zoster.
htm

HERPES ZOSTER 21
Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel
vesikel unilateral pada pipi dan pada palatum11.

4. Sindrom Ramsay Hunt

Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus


fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan,
tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan
pengecapan.

5. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya
akan sembuh spontan.

2.8 PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan Umum

Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan
orang dengan defisiensi imun.

Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai
baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.

2. Pengobatan Khusus

A. Sistemik

A.1. Obat Antivirus


Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,

HERPES ZOSTER 22
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan
peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama
sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah
5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena
biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise
atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat
digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena
konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat
dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA
polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari.

A.2. Analgetik

Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan


oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam
mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan
sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.

A.3. Kortikosteroid

Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay


Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 320
mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap.
Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.

B. Pengobatan topikal

Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim

HERPES ZOSTER 23
capsaicin dapat digunakan untuk neuralgia paska herpes.3,7 Solutio Burrow
dapat digunakan untuk kompres basah.7 Kompres diletakkan selama 20
menit beberapa kali sehari, untuk maserasi dari vesikel, membersihkan
serum dan krusta, dan menekan pertumbuhan bakteri.7 Solutio Povidone-
iodine sangat membantu membersihkan krusta dan serum yang muncul
pada erupsi berat dari orang tua.7 Acyclovir topikal ointment diberikan 4
kali sehari selama 10 hari untuk pasien imunokompromised yang
memerlukan waktu penyembuhan jangka pendek.7

2.9 PROGNOSIS

Infeksi primer herpes virus merupakan penyakit yang dapat sembuh


spontan,biasanya berlangsung selama 1-2 minggu. Kematian dapat terjadi
pada masa neonates, anakdengan malnutrisi berat, kasus meningo-
ensefalitis, dan eksema herpetikum yang berat,diluar keadaan ini biasanya
prognosis baik. Mungkin sering ditemukan serangan berulang,tetapi
serangan ulang tersebut jarang berat, kecuali serangan ulang pada mata
yang dapatmenyebabkan timbulnya jaringan parut pada kornea dan
menimbulkan kebutaan.

HERPES ZOSTER 24
BAB III
KESIMPULAN

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus


varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.

Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster


oftalmikus, fasialis, brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis. Manifestasi
klinis herpes zoster dapat berupa kelompok-kelompok vesikel sampai bula di
atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom
yang sesuai dengan letak syaraf yang terinfeksi virus.

Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck dengan menemukan sel datia berinti
banyak.

Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self


limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin
lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi.

HERPES ZOSTER 25
DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. 2002.

2. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd
ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.

3. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In :
Lippincotts Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer
Health. 2011 .p. 148 -151.

4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General
Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.

5. James, W.D. Viral Diseases. In : Andrews Disease of the Skin Clinical


Dermatology. 11th ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 376.

6. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and
Marks Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders.
2006 .p.145-148.

7. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In :


Clinical Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders.
2010.p. 479 490.

8. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga

HERPES ZOSTER 26
Medical Series. 2008 : 115 119.

9. Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4th ed.


New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.p. 83 84.

10. Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine.
United State of America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 502.

11. Brown, R.G. Lecture Notes Dermatology: Penyakit Infeksi.8th ed. Jakarta :
Erlangga Medical Series. 2005 : 29 31.

12. Brown, R.G.Dermatology Fundamentals of Practice. Philadelphia : Mosby


Elseiver. 2008.p. 212-214.

13. Chang Sung Eun, Bae Gee Young, Moon Kee Chan, Do Sang Hwan, Lim
Young Jin. Subcutaneous granuloma annulare following herpes zoster. In :
International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 298 299.

14. The International Society of Dermatology.Herpes zoster and pruritus. In :


International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 779 -780.

15. Ali Asra. Varicella zoster virus (VZV). In : Dermatology a Pictorial Review.
New York : Mc Graw Hill Companies. 2007.p. 22 -23.

16. Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 110-112.

17. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu


Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

18. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates,
2000; 92-4.

HERPES ZOSTER 27

Anda mungkin juga menyukai