NIM : 1208011002
Secara umum infeksi dibedakan atas infeksi sistemik dan infeksi jamur
topikal (dermatofit dan mukokutan).
a. Ketokonazol
Ketokonazol aktif sebagai antijamur baik sistemik
maupun nonsistemik efektif terhadap Candida,
Coccidiodes immits, Cryptococcus neoformans, H.
capsulatum, B. Dermatidis, Aspergillus dan Sporothrix
spp.
Efek samping: mual dan muntah adalah efek samping
paling sering
Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmosis
paru, tulang, sendi dan jaringan lemak.
Penggunaan ketokonazol bersama dengan terfinadin ,
astemizol atau sisaprid dikontraindikasikan karena
dapat menyebabkan perpanjangan interval QT dan
dapat menyebabkan aritmia ventrikel jantung.
Ketokonazol tersedia dalam sediaan tablet 200 mg, krim
2% dan shampo 2%. Dosis yang dianjurkan pada
dewasa adalah satu kali 200-400 mg sehari. pada anak-
anak diberikan 3,3-6,6 mg/KgBB/hari. Lamanya
pengobatan bervariasi: 5 hari untuk kandidiasis
vulvovaginitis, 2 minggu untuk kandidiasis esofagus
dan 6-12 bulan untuk mikosis dalam.
b. Itraknozaol
Obat ini dapat diberikan per oral dan IV.
Aktivitas antijamurnya lebih lebar sedangkan efek
samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan
dengan ketokonazol.
Diserap lebih smepurna melalui saluran cerna bila
diberikan bersama makanan.
Tersedia dalam kapsul 100 mg, dosis yang disarankan
200 mg sekali sehari. Sepuluh sampai 15% pasien
mengeluh mual atau muntah namun pengobatan tidak
perlu dihentikan.
Itrakonazol memberikan hasil memuaskan untuk
indikasi yang sama dengan ketokonazol antara lain
terhadap blastomikosis, histoplasmosis, koksidioido-
mikosis, sariawan pada mulut dan tenggorokan serta
tinea versikolor.
Itrakonazol untuk mikosis diberikan dosis dua kali 200
mg sehari yang diberikan dengan makanan. Untuk
onikomikosis diberikan satu kali 200 mg sehari selama
12 minggu atau dengan terapi berkala, yakni dua kali
200 mg sehari selama 1 minggu, diikuti 3 minggu
periode bebas obat setiap bulannya. Lamanya
pengobatan biasanya 3 bulan.
1.4 Kaspofungin
Antijamur sistemik dari suatu kelas baru yang disebut
ekinokandin. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis
beta (1,3)-D-glukan, suatu komponen esensial yang
membentuk dinding sel jamur.
Diindikasikan untuk infeksi jamur sebagai berikut:
a. Kandidiasis invasif, termasuk kandidema pada pasien
neutropenia atau non neutropenia.
b. Kandidiasis esofagus
c. Kandidiasis orofaring
d. Aspergilosis invasif yang sudah refrakter terhadap
antijamur lainnya.
Efek samping: demam, mual, muntah, flushing, dan pruritus
karena lepasnya histamin.
Untuk pasien dewasa diberikan hari pertama dengan dosis
tunggal 70 mg IV, dilanjutkan dengan dosis tunggal 50 mg
sehari pada hari-hari berikutnya.
Bila respon pasien kurang memuaskan dosis pemeliharaan ini
dapat ditingkatkan hingga 70 mg/hari. Obat diberikan secara
IV dalam waktu 1 jam.
1.5 Terbinafin
Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan
struktur mirip naftitin. Obat ini digunakan untuk terapi
dermatofitosis, terutama onikomikosis.
Biasa dikombinasikan dengan golongan imidazol atau triazol
karena penggunaannya sebagai monoterapi kurang efektif.
Terbinafin diserap baik melalui saluran cerna.
Terbinafin bersifat kratofilik dan fungisidal. Efek samping
jarang terjadi, biasanya berupa gangguan saluran cerna, sakit
kepala atau rash.
Terbinafin tersedia dalam bentuk tablet oral 250 mg.
Terbinafin yang diberikan satu kali 250 mg sehari untuk
pengobatan onikomikosis sama efektifnya dengan itrakonazol
200 mg sehari dan lebih efektif daripada terapi itrakonazol
berkala.