PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian dari kinetika proses
2. Mengetahui bagaimana aplikasi kinetika proses di industri
3. Mengetahui bagaimana proses kinetika proses dalam industri amonia
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Atau berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi dari dua pereaksi,
Laju = k [A][B] ...............................................................(2.3)
Maka reaksi itu disebut reaksi orde kedua. Dapat juga disebut orde terhadap masing-
masing pereaksi. Misalnya dalam persamaan terakhir itu adalah orde pertama dalam A dan orde
dalam B, atau orde kedua secara keseluruhan. Suatu reaksi dapat berorde ketiga atau mungkin
lebih tinggi lagi, tetapi hal-hal semacam itu sangat jarang. Dalam reaksi yang rumit, laju itu
mungkin berorde pecahan, misalnya orde pertama dalam A dan orde 0,5 dalam B atau berorde
1,5 secara keseluruhan.
Suatu reaksi dapat tak tergantung pada konsentrasi suatu pereaksi. Perhatikan reaksi
umum, yang ternyata berorde pertama dalam A. Jika kenaikan konsentrasi B tidak menaikkan
laju reaksi, maka reaksi itu disebut orde nol terhadap B. Ini bisa diungkapkan sebagai:
Laju = k[A][B]0 = k[A] .......................................(2.4)
Orde suatu reaksi tak dapat diperoleh dari koefisien pereaksi dalam persamaan
berimbangnya. Dalam penguraian N2O5 dan NO2, koefisien untuk pereaksi dalam masing-masing
persamaan berimbang adalah 2 tetapi reaksi pertama bersifat orde pertama dalam N 2O5 dan yang
kedua berorde kedua dalam NO2.
b. Keadaan Fisik
Keadaan fisik (padat, cair, atau gas) dari reaktan merupakan faktor penting dari laju
perubahan. Ketika reaktan dalam sama fase, seperti pada air larutan, gerak termal membawa
mereka ke dalam kontak. Namun, ketika mereka berada di fase yang berbeda, reaksi terbatas
pada antarmuka antara reaktan. Reaksi hanya dapat terjadi di wilayah mereka kontak, dalam
4
kasus cair dan gas, pada permukaan cairan. Kuat gemetar dan diaduk mungkin diperlukan untuk
membawa reaksi sampai selesai. Ini berarti bahwa semakin halus dibagi atau cair reaktan padat,
semakin besar yang luas permukaan per unit volume , dan kontak lebih itu membuat dengan
reaktan lain, sehingga reaksi lebih cepat. Untuk membuat analogi, misalnya, ketika seseorang
mulai api, seseorang menggunakan chip kayu dan cabang-cabang kecil-satu tidak dimulai dengan
besar kayu segera. Dalam kimia organik, Pada reaksi air adalah pengecualian dari aturan bahwa
reaksi homogen berlangsung lebih cepat dari reaksi heterogen.
c. Konsentrasi
Konsentrasi memainkan peran yang sangat penting dalam reaksi sesuai dengan teori
tabrakan reaksi kimia, karena molekul harus bertabrakan untuk bereaksi bersama-sama. Sebagai
konsentrasi reaktan meningkat, maka frekuensi dari molekul bertabrakan meningkat, mencolok
satu sama lain lebih sering dengan berada di kontak yang lebih dekat pada suatu titik waktu
tertentu. Pikirkan dua reaktan berada di wadah tertutup. Semua molekul yang terkandung dalam
yang bertabrakan terus-menerus. Dengan meningkatkan jumlah satu atau lebih reaktan itu
menyebabkan tabrakan ini terjadi lebih sering, meningkatkan laju reaksi.
d. Suhu
Suhu biasanya memiliki pengaruh besar pada laju reaksi kimia. Molekul pada suhu yang
lebih tinggi memiliki lebih energi panas. Walaupun frekuensi tumbukan lebih besar pada
temperatur yang lebih tinggi, ini saja memberikan kontribusi hanya sebagian yang sangat kecil
untuk peningkatan laju reaksi. Jauh lebih penting adalah kenyataan bahwa proporsi molekul
reaktan dengan energi yang cukup untuk bereaksi (energi lebih besar dari energi aktivasi: E>Ea)
secara signifikan lebih tinggi dan dijelaskan secara rinci oleh Maxwell-Boltzmann distribusi
energi molekular. Rule of thumb bahwa tingkat reaksi kimia dua kali lipat untuk setiap
kenaikan suhu 10C adalah kesalahpahaman umum, hal ini mungkin telah umum dari kasus
khusus sistem biologi, di mana Q10 (suhu koefisien) seringkali antara 1,5 dan 2,5. Reaksi kinetika
A juga dapat dipelajari dengan melompat suhu pendekatan. Hal ini melibatkan menggunakan
kenaikan tajam dalam suhu dan mengamati tingkat relaksasi dari sebuah proses keseimbangan.
e. Katalis
5
Generik diagram energi potensial yang menunjukkan pengaruh katalis dalam suatu reaksi
kimia endotermik hipotetis. Keberadaan katalis membuka jalur reaksi yang berbeda (ditampilkan
dalam warna merah) dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Hasil akhir dan termodinamika
secara keseluruhan adalah sama.
Suatu katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi kimia tetapi tetap kimia berubah
setelah itu. Katalis meningkatkan laju reaksi yang berbeda dengan menyediakan mekanisme
reaksi terjadi dengan lebih rendah energi aktivasi. Dalam autocatalysis produk reaksi itu sendiri
merupakan katalis untuk itu reaksi yang mengarah ke umpan balik positif. Protein yang bertindak
sebagai katalis dalam reaksi biokimia yang disebut enzim. Michaelis-Menten kinetika
menggambarkan laju reaksi enzim dimediasi. Katalis A tidak mempengaruhi posisi
kesetimbangan, sebagai katalis mempercepat reaksi mundur dan maju sama. Dalam molekul
organik tertentu, substituen tertentu dapat memiliki pengaruh terhadap laju reaksi di tetangga
partisipasi kelompok. Menghasut atau mencampur larutan juga akan mempercepat laju reaksi
kimia, karena hal ini memberikan energi kinetik partikel yang lebih besar, meningkatkan jumlah
tumbukan antara reaktan dan karenanya kemungkinan tabrakan sukses.
f. Tekanan
Peningkatan tekanan dalam reaksi gas akan meningkatkan jumlah tumbukan antara
reaktan, meningkatkan laju reaksi. Hal ini karena aktivitas gas berbanding lurus dengan tekanan
parsial gas. Hal ini mirip dengan efek meningkatkan konsentrasi suatu larutan.
g. Equilibrium
Sementara kinetika kimia berkaitan dengan laju reaksi kimia, termodinamika menentukan
sejauh mana reaksi terjadi. Dalam reaksi reversibel, kesetimbangan kimia tercapai bila tingkat
maju dan reaksi reverse adalah sama dan konsentrasi dari reaktan dan produk ada perubahan lagi.
Hal ini ditunjukkan dengan, misalnya: proses Haber-Bosch untuk menggabungkan nitrogen dan
hidrogen untuk memproduksi amoniak. Clock Kimia seperti reaksi Zhabotinsky Belousov
menunjukkan bahwa konsentrasi komponen dapat berosilasi untuk waktu yang lama sebelum
akhirnya mencapai keseimbangan.
h. Energi
6
Secara umum, perubahan energi reaksi menentukan apakah perubahan kimiawi akan
terjadi, namun kinetika menggambarkan bagaimana reaksi cepat. Reaksi bisa sangat eksotermik
dan memiliki sangat positif entropi perubahan tetapi tidak akan terjadi dalam praktek jika reaksi
ini terlalu lambat. Jika reaktan dapat menghasilkan dua produk yang berbeda, yang stabil yang
paling termodinamika pada umumnya akan membentuk kecuali dalam keadaan khusus ketika
reaksi dikatakan berada di bawah kendali kinetika reaksi. The Hammett Prinsip Curtin berlaku
ketika menentukan rasio produk dua reaktan interconverting cepat, masing-masing pergi ke
produk yang berbeda. Hal ini dimungkinkan untuk membuat prediksi tentang konstanta laju
reaksi untuk reaksi dari -energi hubungan bebas. Para Efek isotop kinetik adalah perbedaan
dalam tingkat reaksi kimia ketika sebuah atom di salah satu reaktan diganti oleh salah satu
perusahaan isotop. Kinetika kimia memberikan informasi tentang waktu tinggal dan perpindahan
panas dalam reaktor kimia di teknik kimia dan distribusi massa molar di kimia polimer.
7
BAB III
TUGAS KHUSUS
8
Amonia punya berat molekul 17,03. Amonia ditekanan atmosfer fasanya gas. Titik didih Amonia
-3,35 oC, titik bekunya -77,7 oC, temperatur & tekanan kritiknya 133oC & 1657 psi. Entalpi
pembentukan (H), kkal/mol NH3(g) pada 0oC, -9,368; 25oC, -11,04. Pada proses sintesis pd suhu
700-1000oF, akan dilepaskan panas sebesar 13 kkal/mol. Kondisi optimum untuk dapat bereaksi
dengan suhu 400-600oC, dengan tekanan 150-300 atm. Kondisi optimum pembuatan amonia
(NH3) dapat digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 3.1: Kondisi Optimum Pembuatan NH3
No Reaksi: N2(g) + 3H2(g)
Faktor Kondisi Optimum
. 2NH3(g) H= -924 kJ
1. Reaksi bersifat eksoterm.
2. Suhu rendah akan menggeser
1. Suhu kesetimbangan kekanan. 400-600oC
3. Kendala: Reaksi berjalan
lambat.
1. Jumlah mol pereaksi lebih
besar dibanding dengan
jumlah mol produk.
2. Memperbesar tekanan akan
2. Tekanan menggeser kesetimbangan 150-300 atm
kekanan.
3. Kendala Tekanan sistem
dibatasi oleh kemampuan alat
dan faktor keselamatan.
Pengambilan NH3 secara terus
3. Konsentrasi menerus akan menggeser
-
kesetimbangan kearah kanan.
Katalis tidak menggeser
kesetimbangan kekanan, tetapi Fe dengan campuran Al2O3
4. Katalis
mempercepat laju reaksi secara KOH dan garam.
keseluruhan.
9
Pengaruh katalis pada sistem kesetimbangan adalah dapat mempercepat terjadinya reaksi
kekanan atau kekiri, keadaan kesetimbangan akan tercapai lebih cepat tetapi katalis tidak
mengubah jumlah kesetimbangan dari spesies-spesies yang bereaksi atau dengan kata lain katalis
tidak mengubah nilai numeris dalam tetapan kesetimbangan. Peranan katalis adalah mengubah
mekanisme reaksi kimia agar cepat tercapai suatu produk.
Katalis yang dipergunakan untuk mempercepat reaksi memberikan mekanisme suatu
reaksi yang lebih rendah dibandingkan reaksi yang tanpa katalis. Dengan energi aktivasi lebih
rendah menyebabkan maka lebih banyak partikel yang memiliki energi kinetik yang cukup untuk
mengatasi halangan energi aktivasi sehingga jumlah tumbukan efektif akan bertambah sehingga
laju meningkat.
Dengan kemajuan teknologi sekarang digunakan tekanan yang jauh lebih besar, bahkan
mencapai 700 atm. Untuk mengurangi reaksi balik, maka amonia yang terbentuk segera
dipisahkan. Mula-mula campuran gas nitrogen dan hidrogen dikompresi (dimampatkan) hingga
mencapai tekanan yang diinginkan. Kemudian campuran gas dipanaskan dalam suatu ruangan
yang bersama katalisator sehingga terbentuk amonia.
10
Amoniak diproduksi dengan mereaksikan gas Hydrogen (H2) dan Nitrogen (N2) dengan
rasio H2 : N2 = 3 : 1. Pada pembuatan amonia yang dilaksanakan pada industri(PT PUSRI) secara
garis besar dibagi menjadi 4 Unit dengan urutan sebagai berikut:
1. Feed Treating Unit dan Desulfurisasi
2. Reforming Unit
3. Purification & Methanasi
4. Synthesa Loop & Amoniak Refrigerant.
Untuk proses tiap unit dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.3.1 Feed Treating Unit
Gas alam yang masih mengandung kotoran (impurities), terutama senyawa belerang
sebelum masuk ke Reforming Unit harus dibersihkan dahulu di unit ini, agar tidak menimbulkan
keracunan pada Katalisator di Reforming Unit. Untuk menghilangkan senyawa belerang yang
terkandung dalam gas alam, maka gas alam tersebut dilewatkan dalam suatu bejana yang disebut
Desulfurizer. Gas alam yang bebas sulfur ini selanjutnya dikirim ke Reforming Unit. Jalannya
proses melalui tahapan berikut:
a. H2S Desulfurization
Sejumlah H2S dalam feed gas diserap di Desulfurization Sponge Iron dengan sponge iron sebagai
media penyerap. Persamaan Reaksi:
Fe2O3.6H2O + H2S Fe2S3 6 H2O + 3 H2O ..............(3.6)
b. CO2 Removal Pretreatment Section
Feed Gas dari Sponge Iron dialirkan ke unit CO 2 Removal Pretreatment Section Untuk
memisahkan CO2 dengan menggunakan larutan Benfield sebagai penyerap. Unit ini terdiri atas
CO2 absorber tower, stripper tower dan benfield system.
c. ZnO Desulfurizer
Pada bagian ini bertujuan untuk memisahkan sulfur organik yang terkandung dalam feed gas
dengan cara mengubahnya terlebih dahulu mejadi Hydrogen Sulfida dan mereaksikannya dengan
ZnO.
Persamaan Reaksi:
H2S + ZnO ZnS + H2O ...................................(3.7)
11
3.3.2 Reforming Unit
Di Reforming Unit gas alam yang sudah bersih dicampur dengan uap air, dipanaskan,
kemudian direaksikan di Primary Reformer, hasil reaksi yang berupa gas-gas Hydrogen dan
Carbon Dioksida dikirim ke Secondary Reformer dan direaksikan dengan udara sehingga
dihasilkan gas-gas Hidrogen, Nitrogen dan Karbon Dioksida Gas-gas hasil reaksi ini dikirim ke
Unit Purifikasi dan Methanasi untuk dipisahkan gas karbon dioksidanya. Tahap-tahap reforming
unit adalah:
a. Primary Reformer
12
Secara overall reaksi yang terjadi adalah reaksi endothermic sehingga membutuhkan
burner dan gas alam sebagai fuel.
b. Secondary Reformer
Gas yang keluar dari primary reformer masih mengandung kadar CH 4 yang cukup tinggi,
yaitu 12-13 %, sehingga akan diubah menjadi H 2 pada unit ini dengan perantaraan katalis nikel
pada temperature 1002,5oC. Persamaan Reaksi:
CH4 + H2O 3 H2 + CO .................................(3.10)
Kandungan CH4 yang keluar dari Secondary reformer ini diharapkan sebesar 0.34 % mol
dry basis. Karena diperlukan N2 untuk reaksi pembentukan amoniak maka melalui media
compressor dimasukkan udara pada unit ini. Persamaan Reaksi:
2H2 + O2 2H2O ........................................(3.11)
CO + O2 2CO2 .........................................(3.12)
13
3.3.3 Purification dan Methanasi
Karbon dioksida yang ada dalam gas hasil reaksi Reforming Unit dipisahkan dahulu di
Unit Purification, Karbon dioksida yang telah dipisahkan dikirim sebagai bahan baku Pabrik
Urea. Sisa Karbon dioksida yang terbawa dalam gas proses, akan menimbulkan racun pada
katalisator Ammonia Converter, oleh karena itu sebelum gas proses ini dikirim ke Unit Synloop
dan Refrigeration terlebih dahulu masuk ke Methanator. Tahap-tahap proses Purification dan
methanasi adalah sebagai berikut:
c. CO2 Removal
Karena CO2 dapat mengakibatkan degradasi di Amoniak Converter dan merupakan racun
maka senyawa ini harus dipisahkan dari gas sinthesa melalui unit CO 2 removal yang terdiri atas
unit absorber, striper serta benfield sistem sebagai media penyerap. Sistem penyerapan di dalam
CO2 absorber ini berlangsung secara counter current, yaitu gas sinthesa dari bagian bawah
absorber dan larutan benfield dari bagian atasnya. Gas sinthesa yang telah dipisahkan CO2-nya
akan keluar dari puncak absorber, sedangkan larutan benfield yang kaya CO2 akan diregenerasi
di unit CO2 stripper dan dikembalikan ke CO 2 absorber. Sedangkan CO2 yang dipisahkan
digunakan sebagai bahan baku di pabrik urea. Adapun reaksi penyerapan yang terjadi:
K2CO3 + H2O + CO2 2KHCO3 ......................(3.14)
14
d. Methanasi
Gas sinthesa yang keluar dari puncak absorber masih mengandung CO 2 dan CO relative
kecil, yakni sekitar 0,3% mol dry basis yang selanjutnya akan diubah menjadi methane di
methanator pada temperature sekitar 316oC.
Persamaan Reaksi:
CO + 3H2 CH4 + H2O ..................................(3.15)
CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O ...............................(3.16)
15
3.3.5 Produk Amoniak
Produk Amoniak yang dihasilkan terdiri atas dua, yaitu Warm Ammonia Product (30oC)
yang digunakan sebagai bahan baku untuk pabrik urea, Cold Ammonia Product (-33 oC) yang
disimpan dalam Ammonia Storage Tank.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagi berikut:
1. Kinetika kimia adalah suatu ilmu yang membahas tentang laju (kecepatan) dan
mekanisme reaksi.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinetika Proses: Sifat Reaktan, Keadaan Fisik,
Konsentrasi, Suhu, Katalis, Tekanan, Equilibrium, Energi.
3. Banyak proses industri zat kimia yang didasarkan pada reaksi kesetimbangan. Agar
efesien, kondisi reaksi haruslah diusahakan sedemikian sehingga menggeser
kesetimbangan ke arah produk dan meminimalkan reaksi balik.
4. Kondisi optimum dan kondisi yang nyata dalam produksi zat kimia harus diperhitungkan
secara matang agar mempunyai nilai ekonomis dalam produksi.
5. Pada pembuatan amonia yang dilaksanakan pada industri (PT PUSRI) secara garis besar
dibagi menjadi 4 Unit dengan urutan sebagai berikut:
Feed Treating Unit dan Desulfurisasi
Reforming Unit
Purification & Methanasi
Synthesa Loop & Amoniak Refrigerant
DAFTAR PUSTAKA
17
Arthur A. Frost dan RG. Pearson, 1961. Kinetics and Mechanism. New York : John Willey
and Sons Inc
Crys Fajar P, Heru P, dkk. 2003. Kimia dasar., Yogyakarta : IMSTEP UNY
E.M. McCash. 2001. Surface Chemistry . Oxford University Press, Oxford
Endang W Laksono, Isana SYL. 2003. Kimia Fisika III. Jakarta : Universitas Terbuka
Hiskia Achmad. 1992. Wujud Zat dan Kesetimbangan Kimia. Bandung: Citra Aditya Bakti
Hiskia Achmad. 1996. Kimia Larutan. Bandung, Citra Aditya Bakti
KH Sugiyarto. 2000. Kimia Anorganik I. Yogyakarta : FMIPA UNY
Laidler, KJ. 1980. Chemical Kinetics. New Delhi : Tata Mc. Graw-Hill Pub. Co
M. Fogiel. 1992. The Essentials of Physical Chemistry II. Nex Jersey : Research and Education
Association
Shriver, DF, Atkins PW, Langford CH. 1990. Inorganic Chemistry. Oxford : Oxford University
Press
18