Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kinetika kimia, juga dikenal sebagai kinetika reaksi, adalah studi tentang
tingkat proses kimia. Kinetika kimia termasuk penyelidikan tentang bagaimana
kondisi percobaan yang berbeda dapat mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dan
menghasilkan informasi tentang itu mekanisme reaksi dan keadaan transisi, serta
pembangunan model matematis yang dapat menggambarkan karakteristik dari
suatu reaksi kimia. Pada tahun 1864, Peter Waage dan Cato Guldberg
mempelopori pengembangan kinetika kimia dengan memformulasikan hukum
aksi massa, yang menyatakan bahwa kecepatan suatu reaksi kimia proporsional
dengan kuantitas zat yang bereaksi.
Kinetika kimia berkaitan dengan penentuan percobaan laju reaksi dari
yang tingkat hukum dan konstanta laju berasal. Relatif sederhana hukum menilai
ada untuk orde reaksi nol (yang laju reaksi adalah independen konsentrasi), orde
pertama reaksi, dan orde reaksi kedua, dan dapat diturunkan bagi orang lain.
Dalam reaksi berturut-turut itu langkah menentukan tingkat sering menentukan
kinetika. Pada reaksi orde pertama berturut-turut, sebuah steady state pendekatan
dapat menyederhanakan hukum laju. Para Energi aktivasi untuk reaksi adalah
eksperimen ditentukan melalui persamaan Arrhenius dan persamaan Eyring.
Faktor utama yang mempengaruhi laju reaksi meliputi: kondisi fisik dari reaktan,
maka konsentrasi reaktan, dengan temperatur reaksi awal yang terjadi, dan apakah
tidak ada katalis yang hadir dalam reaksi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pemaparan latar belakang sebelumnya, adapun perumusan
masalah makalah ini adalah:
1. Apa pengertian dari kinetika proses?
2. Bagaimana aplikasi kinetika proses di industri?
3. Bagaimana proses kinetika proses dalam industri amonia?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian dari kinetika proses
2. Mengetahui bagaimana aplikasi kinetika proses di industri
3. Mengetahui bagaimana proses kinetika proses dalam industri amonia

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kinetika Kimia


Kinetika kimia adalah suatu ilmu yang membahas tentang laju (kecepatan) dan
mekanisme reaksi. Berdasarkan penelitian yang mula-mula dilakukan oleh Wilhelmy terhadap
kecepatan inversi sukrosa, ternyata kecepatan reaksi berbanding lurus dengan
konsentrasi/tekanan zat-zat yang bereaksi. Laju reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi
atau tekanan dari produk atau reaktan terhadap waktu.
Berdasarkan jumlah molekul yang bereaksi, reaksi terdiri atas:
1. Reaksi unimolekular : hanya 1 mol reaktan yang bereaksi.
Contoh: N2O5 N2O4 + O2
2. Reaksi bimolekular : ada 2 mol reaktan yang bereaksi.
Contoh: 2HI H2 + I2
3. Reaksi termolekular : ada 3 mol reaktan yang bereaksi.
Contoh: 2NO + O2 2NO2
Berdasarkan banyaknya fasa yang terlibat, reaksi terbagi menjadi:
1. Reaksi homogen: hanya terdapat satu fasa dalam reaksi (gas atau larutan)
2. Reaksi heterogen: terdapat lebih dari satu fasa dalam reaksi
Secara kuantitatif, kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi, yaitu jumlah dari
eksponen konsentrasi pada persamaan kecepatan reaksi.

2.2 Orde Reaksi


Orde suatu reaksi ialah jumlah semua eksponen (dari konsentrasi dalam persamaan laju.
Orde reaksi juga menyatakan besarnya pengaruh konsentrasi reaktan (pereaksi) terhadap laju
reaksi. Jika laju suatu reaksi berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi dari hanya satu
pereaksi.
Laju = k [A] ........................................................................(2.1)
Maka reaksi itu dikatakan sebagai reaksi orde pertama. Penguraian N2O5 merupakan
suatu contoh reaksi orde pertama. Jika laju reaksi itu berbanding lurus dengan pangkat dua suatu
pereaksi,
Laju = k[A]2 ...................................................................(2.2)

3
Atau berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi dari dua pereaksi,
Laju = k [A][B] ...............................................................(2.3)
Maka reaksi itu disebut reaksi orde kedua. Dapat juga disebut orde terhadap masing-
masing pereaksi. Misalnya dalam persamaan terakhir itu adalah orde pertama dalam A dan orde
dalam B, atau orde kedua secara keseluruhan. Suatu reaksi dapat berorde ketiga atau mungkin
lebih tinggi lagi, tetapi hal-hal semacam itu sangat jarang. Dalam reaksi yang rumit, laju itu
mungkin berorde pecahan, misalnya orde pertama dalam A dan orde 0,5 dalam B atau berorde
1,5 secara keseluruhan.
Suatu reaksi dapat tak tergantung pada konsentrasi suatu pereaksi. Perhatikan reaksi
umum, yang ternyata berorde pertama dalam A. Jika kenaikan konsentrasi B tidak menaikkan
laju reaksi, maka reaksi itu disebut orde nol terhadap B. Ini bisa diungkapkan sebagai:
Laju = k[A][B]0 = k[A] .......................................(2.4)
Orde suatu reaksi tak dapat diperoleh dari koefisien pereaksi dalam persamaan
berimbangnya. Dalam penguraian N2O5 dan NO2, koefisien untuk pereaksi dalam masing-masing
persamaan berimbang adalah 2 tetapi reaksi pertama bersifat orde pertama dalam N 2O5 dan yang
kedua berorde kedua dalam NO2.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinetika Proses


a. Sifat Reaktan
Tergantung pada zat apa yang bereaksi, laju reaksi bervariasi. Reaksi asam, pembentukan
garam, dan pertukaran ion adalah reaksi cepat. Ketika pembentukan ikatan kovalen terjadi antara
molekul-molekul dan ketika molekul besar terbentuk, reaksi cenderung sangat lambat. Sifat dan
kekuatan obligasi dalam molekul reaktan sangat mempengaruhi tingkat transformasinya menjadi
produk. Reaksi yang melibatkan penataan ulang obligasi lebih rendah melanjutkan lebih cepat
dibandingkan dengan reaksi yang melibatkan pengaturan kembali obligasi yang lebih besar.

b. Keadaan Fisik
Keadaan fisik (padat, cair, atau gas) dari reaktan merupakan faktor penting dari laju
perubahan. Ketika reaktan dalam sama fase, seperti pada air larutan, gerak termal membawa
mereka ke dalam kontak. Namun, ketika mereka berada di fase yang berbeda, reaksi terbatas
pada antarmuka antara reaktan. Reaksi hanya dapat terjadi di wilayah mereka kontak, dalam

4
kasus cair dan gas, pada permukaan cairan. Kuat gemetar dan diaduk mungkin diperlukan untuk
membawa reaksi sampai selesai. Ini berarti bahwa semakin halus dibagi atau cair reaktan padat,
semakin besar yang luas permukaan per unit volume , dan kontak lebih itu membuat dengan
reaktan lain, sehingga reaksi lebih cepat. Untuk membuat analogi, misalnya, ketika seseorang
mulai api, seseorang menggunakan chip kayu dan cabang-cabang kecil-satu tidak dimulai dengan
besar kayu segera. Dalam kimia organik, Pada reaksi air adalah pengecualian dari aturan bahwa
reaksi homogen berlangsung lebih cepat dari reaksi heterogen.

c. Konsentrasi
Konsentrasi memainkan peran yang sangat penting dalam reaksi sesuai dengan teori
tabrakan reaksi kimia, karena molekul harus bertabrakan untuk bereaksi bersama-sama. Sebagai
konsentrasi reaktan meningkat, maka frekuensi dari molekul bertabrakan meningkat, mencolok
satu sama lain lebih sering dengan berada di kontak yang lebih dekat pada suatu titik waktu
tertentu. Pikirkan dua reaktan berada di wadah tertutup. Semua molekul yang terkandung dalam
yang bertabrakan terus-menerus. Dengan meningkatkan jumlah satu atau lebih reaktan itu
menyebabkan tabrakan ini terjadi lebih sering, meningkatkan laju reaksi.

d. Suhu
Suhu biasanya memiliki pengaruh besar pada laju reaksi kimia. Molekul pada suhu yang
lebih tinggi memiliki lebih energi panas. Walaupun frekuensi tumbukan lebih besar pada
temperatur yang lebih tinggi, ini saja memberikan kontribusi hanya sebagian yang sangat kecil
untuk peningkatan laju reaksi. Jauh lebih penting adalah kenyataan bahwa proporsi molekul
reaktan dengan energi yang cukup untuk bereaksi (energi lebih besar dari energi aktivasi: E>Ea)
secara signifikan lebih tinggi dan dijelaskan secara rinci oleh Maxwell-Boltzmann distribusi
energi molekular. Rule of thumb bahwa tingkat reaksi kimia dua kali lipat untuk setiap
kenaikan suhu 10C adalah kesalahpahaman umum, hal ini mungkin telah umum dari kasus
khusus sistem biologi, di mana Q10 (suhu koefisien) seringkali antara 1,5 dan 2,5. Reaksi kinetika
A juga dapat dipelajari dengan melompat suhu pendekatan. Hal ini melibatkan menggunakan
kenaikan tajam dalam suhu dan mengamati tingkat relaksasi dari sebuah proses keseimbangan.

e. Katalis

5
Generik diagram energi potensial yang menunjukkan pengaruh katalis dalam suatu reaksi
kimia endotermik hipotetis. Keberadaan katalis membuka jalur reaksi yang berbeda (ditampilkan
dalam warna merah) dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Hasil akhir dan termodinamika
secara keseluruhan adalah sama.
Suatu katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi kimia tetapi tetap kimia berubah
setelah itu. Katalis meningkatkan laju reaksi yang berbeda dengan menyediakan mekanisme
reaksi terjadi dengan lebih rendah energi aktivasi. Dalam autocatalysis produk reaksi itu sendiri
merupakan katalis untuk itu reaksi yang mengarah ke umpan balik positif. Protein yang bertindak
sebagai katalis dalam reaksi biokimia yang disebut enzim. Michaelis-Menten kinetika
menggambarkan laju reaksi enzim dimediasi. Katalis A tidak mempengaruhi posisi
kesetimbangan, sebagai katalis mempercepat reaksi mundur dan maju sama. Dalam molekul
organik tertentu, substituen tertentu dapat memiliki pengaruh terhadap laju reaksi di tetangga
partisipasi kelompok. Menghasut atau mencampur larutan juga akan mempercepat laju reaksi
kimia, karena hal ini memberikan energi kinetik partikel yang lebih besar, meningkatkan jumlah
tumbukan antara reaktan dan karenanya kemungkinan tabrakan sukses.

f. Tekanan
Peningkatan tekanan dalam reaksi gas akan meningkatkan jumlah tumbukan antara
reaktan, meningkatkan laju reaksi. Hal ini karena aktivitas gas berbanding lurus dengan tekanan
parsial gas. Hal ini mirip dengan efek meningkatkan konsentrasi suatu larutan.

g. Equilibrium
Sementara kinetika kimia berkaitan dengan laju reaksi kimia, termodinamika menentukan
sejauh mana reaksi terjadi. Dalam reaksi reversibel, kesetimbangan kimia tercapai bila tingkat
maju dan reaksi reverse adalah sama dan konsentrasi dari reaktan dan produk ada perubahan lagi.
Hal ini ditunjukkan dengan, misalnya: proses Haber-Bosch untuk menggabungkan nitrogen dan
hidrogen untuk memproduksi amoniak. Clock Kimia seperti reaksi Zhabotinsky Belousov
menunjukkan bahwa konsentrasi komponen dapat berosilasi untuk waktu yang lama sebelum
akhirnya mencapai keseimbangan.

h. Energi

6
Secara umum, perubahan energi reaksi menentukan apakah perubahan kimiawi akan
terjadi, namun kinetika menggambarkan bagaimana reaksi cepat. Reaksi bisa sangat eksotermik
dan memiliki sangat positif entropi perubahan tetapi tidak akan terjadi dalam praktek jika reaksi
ini terlalu lambat. Jika reaktan dapat menghasilkan dua produk yang berbeda, yang stabil yang
paling termodinamika pada umumnya akan membentuk kecuali dalam keadaan khusus ketika
reaksi dikatakan berada di bawah kendali kinetika reaksi. The Hammett Prinsip Curtin berlaku
ketika menentukan rasio produk dua reaktan interconverting cepat, masing-masing pergi ke
produk yang berbeda. Hal ini dimungkinkan untuk membuat prediksi tentang konstanta laju
reaksi untuk reaksi dari -energi hubungan bebas. Para Efek isotop kinetik adalah perbedaan
dalam tingkat reaksi kimia ketika sebuah atom di salah satu reaktan diganti oleh salah satu
perusahaan isotop. Kinetika kimia memberikan informasi tentang waktu tinggal dan perpindahan
panas dalam reaktor kimia di teknik kimia dan distribusi massa molar di kimia polimer.

7
BAB III
TUGAS KHUSUS

APLIKASI KINETIKA PROSES DALAM INDUSTRI AMONIAK


3.1 Aplikasi Kinetika Proses Dalam Industri Pembuatan Amoniak

Gambar 3.1 Proses Industri Amonia


Dasar teori pembuatan amonia dari nitrogen dan hydrogen ditemukan oleh Fritz Haber
(1908), seorang ahli kimia dari Jerman. Sedangkan proses industri pembuatan amonia untuk
produksi secara besar-besaran ditemukan oleh Carl Bosch, seorang insinyur kimia juga dari
Jerman. Persamaan termokimia reaksi sintesis amonia adalah:
N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) H = -92,4Kj Pada 25oC : Kp = 6,2x105 ... (3.5)
Berdasarkan prinsip kesetimbangan kondisi yang menguntungkan untuk ketuntasan
reaksi ke kanan (pembentukanNH3) adalah suhu rendah dan tekanan tinggi. Akan tetapi, reaksi
tersebut berlangsung sangat lambat pada suhu rendah, bahkan pada suhu 500 oC sekalipun.
Dipihak lain, karena reaksi ke kanan eksoterm, penambahan suhu akan mengurangi rendemen.
Proses Haber-Bosch semula dilangsungkan pada suhu sekitar 500oC dan tekanan sekitar 150-350
atm dengan katalisator, yaitu serbuk besi dicampur dengan Al2O3, MgO, CaO, dan K2O.
Reaksi kekanan pada pembuatan amonia adalah reaksi eksoterm. Reaksi eksoterm lebih
baik jika suhu diturunkan, tetapi jika suhu diturunkan maka reaksi berjalan sangat lambat.

8
Amonia punya berat molekul 17,03. Amonia ditekanan atmosfer fasanya gas. Titik didih Amonia
-3,35 oC, titik bekunya -77,7 oC, temperatur & tekanan kritiknya 133oC & 1657 psi. Entalpi
pembentukan (H), kkal/mol NH3(g) pada 0oC, -9,368; 25oC, -11,04. Pada proses sintesis pd suhu
700-1000oF, akan dilepaskan panas sebesar 13 kkal/mol. Kondisi optimum untuk dapat bereaksi
dengan suhu 400-600oC, dengan tekanan 150-300 atm. Kondisi optimum pembuatan amonia
(NH3) dapat digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 3.1: Kondisi Optimum Pembuatan NH3
No Reaksi: N2(g) + 3H2(g)
Faktor Kondisi Optimum
. 2NH3(g) H= -924 kJ
1. Reaksi bersifat eksoterm.
2. Suhu rendah akan menggeser
1. Suhu kesetimbangan kekanan. 400-600oC
3. Kendala: Reaksi berjalan
lambat.
1. Jumlah mol pereaksi lebih
besar dibanding dengan
jumlah mol produk.
2. Memperbesar tekanan akan
2. Tekanan menggeser kesetimbangan 150-300 atm
kekanan.
3. Kendala Tekanan sistem
dibatasi oleh kemampuan alat
dan faktor keselamatan.
Pengambilan NH3 secara terus
3. Konsentrasi menerus akan menggeser
-
kesetimbangan kearah kanan.
Katalis tidak menggeser
kesetimbangan kekanan, tetapi Fe dengan campuran Al2O3
4. Katalis
mempercepat laju reaksi secara KOH dan garam.
keseluruhan.

3.2 Persen Amonia Pada Kesetimbangan

9
Pengaruh katalis pada sistem kesetimbangan adalah dapat mempercepat terjadinya reaksi
kekanan atau kekiri, keadaan kesetimbangan akan tercapai lebih cepat tetapi katalis tidak
mengubah jumlah kesetimbangan dari spesies-spesies yang bereaksi atau dengan kata lain katalis
tidak mengubah nilai numeris dalam tetapan kesetimbangan. Peranan katalis adalah mengubah
mekanisme reaksi kimia agar cepat tercapai suatu produk.
Katalis yang dipergunakan untuk mempercepat reaksi memberikan mekanisme suatu
reaksi yang lebih rendah dibandingkan reaksi yang tanpa katalis. Dengan energi aktivasi lebih
rendah menyebabkan maka lebih banyak partikel yang memiliki energi kinetik yang cukup untuk
mengatasi halangan energi aktivasi sehingga jumlah tumbukan efektif akan bertambah sehingga
laju meningkat.
Dengan kemajuan teknologi sekarang digunakan tekanan yang jauh lebih besar, bahkan
mencapai 700 atm. Untuk mengurangi reaksi balik, maka amonia yang terbentuk segera
dipisahkan. Mula-mula campuran gas nitrogen dan hidrogen dikompresi (dimampatkan) hingga
mencapai tekanan yang diinginkan. Kemudian campuran gas dipanaskan dalam suatu ruangan
yang bersama katalisator sehingga terbentuk amonia.

3.3 Tahap-Tahap Proses Pembuatan Amonia

Gambar 3.2 Blok Diagram Proses Pembuatan Amonnia

10
Amoniak diproduksi dengan mereaksikan gas Hydrogen (H2) dan Nitrogen (N2) dengan
rasio H2 : N2 = 3 : 1. Pada pembuatan amonia yang dilaksanakan pada industri(PT PUSRI) secara
garis besar dibagi menjadi 4 Unit dengan urutan sebagai berikut:
1. Feed Treating Unit dan Desulfurisasi
2. Reforming Unit
3. Purification & Methanasi
4. Synthesa Loop & Amoniak Refrigerant.
Untuk proses tiap unit dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.3.1 Feed Treating Unit
Gas alam yang masih mengandung kotoran (impurities), terutama senyawa belerang
sebelum masuk ke Reforming Unit harus dibersihkan dahulu di unit ini, agar tidak menimbulkan
keracunan pada Katalisator di Reforming Unit. Untuk menghilangkan senyawa belerang yang
terkandung dalam gas alam, maka gas alam tersebut dilewatkan dalam suatu bejana yang disebut
Desulfurizer. Gas alam yang bebas sulfur ini selanjutnya dikirim ke Reforming Unit. Jalannya
proses melalui tahapan berikut:
a. H2S Desulfurization
Sejumlah H2S dalam feed gas diserap di Desulfurization Sponge Iron dengan sponge iron sebagai
media penyerap. Persamaan Reaksi:
Fe2O3.6H2O + H2S Fe2S3 6 H2O + 3 H2O ..............(3.6)
b. CO2 Removal Pretreatment Section
Feed Gas dari Sponge Iron dialirkan ke unit CO 2 Removal Pretreatment Section Untuk
memisahkan CO2 dengan menggunakan larutan Benfield sebagai penyerap. Unit ini terdiri atas
CO2 absorber tower, stripper tower dan benfield system.
c. ZnO Desulfurizer
Pada bagian ini bertujuan untuk memisahkan sulfur organik yang terkandung dalam feed gas
dengan cara mengubahnya terlebih dahulu mejadi Hydrogen Sulfida dan mereaksikannya dengan
ZnO.

Persamaan Reaksi:
H2S + ZnO ZnS + H2O ...................................(3.7)

11
3.3.2 Reforming Unit
Di Reforming Unit gas alam yang sudah bersih dicampur dengan uap air, dipanaskan,
kemudian direaksikan di Primary Reformer, hasil reaksi yang berupa gas-gas Hydrogen dan
Carbon Dioksida dikirim ke Secondary Reformer dan direaksikan dengan udara sehingga
dihasilkan gas-gas Hidrogen, Nitrogen dan Karbon Dioksida Gas-gas hasil reaksi ini dikirim ke
Unit Purifikasi dan Methanasi untuk dipisahkan gas karbon dioksidanya. Tahap-tahap reforming
unit adalah:
a. Primary Reformer

Gambar 3.3 Primary Reformer


Seksi ini bertujuan untuk mengubah feed gas menjadi gas sintesa secara ekonomis
melalui dapur reformer dengan tube-tube berisi katalis nikel sebagai media kontak feed gas dan
steam pada temperature (824oC)dan tekanan (45-46 kg/cm2) tertentu. Adapun kondisi operasi
acuan adalah perbandingan steam to carbon ratio 3,2 : 1. Persamaan Reaksi:
CH4 + H2O CO + 3 H2 H = - Q ........................(3.8)
CO + H2O CO2 + H2 H = + Q ...........................(3.9)

12
Secara overall reaksi yang terjadi adalah reaksi endothermic sehingga membutuhkan
burner dan gas alam sebagai fuel.

b. Secondary Reformer

Gambar 3.4 Secondary Reformer

Gas yang keluar dari primary reformer masih mengandung kadar CH 4 yang cukup tinggi,
yaitu 12-13 %, sehingga akan diubah menjadi H 2 pada unit ini dengan perantaraan katalis nikel
pada temperature 1002,5oC. Persamaan Reaksi:
CH4 + H2O 3 H2 + CO .................................(3.10)
Kandungan CH4 yang keluar dari Secondary reformer ini diharapkan sebesar 0.34 % mol
dry basis. Karena diperlukan N2 untuk reaksi pembentukan amoniak maka melalui media
compressor dimasukkan udara pada unit ini. Persamaan Reaksi:
2H2 + O2 2H2O ........................................(3.11)
CO + O2 2CO2 .........................................(3.12)

13
3.3.3 Purification dan Methanasi
Karbon dioksida yang ada dalam gas hasil reaksi Reforming Unit dipisahkan dahulu di
Unit Purification, Karbon dioksida yang telah dipisahkan dikirim sebagai bahan baku Pabrik
Urea. Sisa Karbon dioksida yang terbawa dalam gas proses, akan menimbulkan racun pada
katalisator Ammonia Converter, oleh karena itu sebelum gas proses ini dikirim ke Unit Synloop
dan Refrigeration terlebih dahulu masuk ke Methanator. Tahap-tahap proses Purification dan
methanasi adalah sebagai berikut:

a. High Temperature Shift Converter (HTS)


Setelah mengalami reaksi pembentukan H2 di Primary dan Secondary Reformer maka gas
proses didinginkan hingga temperature 371 oC untuk merubah CO menjadi CO2 dengan
persamaan reaksi sebagai berikut:
CO + H2O CO2 + H2 .....................................(3.13)
Kadar CO yang keluar dari unit ini adalah 3,5 % mol dry basis dengan temperature gas
outlet 432oC-437oC.

b. Low Temperature Shift Converter (LTS)


Karena tidak semua CO dapat dikonversikan menjadi CO2 di HTS, maka reaksi tersebut
disempurnakan di LTS setelah sebelumnya gas proses didinginkan hingga temperature 210 oC.
Diharapkan kadar CO dalam gas proses adalah sebesar 0,3 % mol dry basis.

c. CO2 Removal
Karena CO2 dapat mengakibatkan degradasi di Amoniak Converter dan merupakan racun
maka senyawa ini harus dipisahkan dari gas sinthesa melalui unit CO 2 removal yang terdiri atas
unit absorber, striper serta benfield sistem sebagai media penyerap. Sistem penyerapan di dalam
CO2 absorber ini berlangsung secara counter current, yaitu gas sinthesa dari bagian bawah
absorber dan larutan benfield dari bagian atasnya. Gas sinthesa yang telah dipisahkan CO2-nya
akan keluar dari puncak absorber, sedangkan larutan benfield yang kaya CO2 akan diregenerasi
di unit CO2 stripper dan dikembalikan ke CO 2 absorber. Sedangkan CO2 yang dipisahkan
digunakan sebagai bahan baku di pabrik urea. Adapun reaksi penyerapan yang terjadi:
K2CO3 + H2O + CO2 2KHCO3 ......................(3.14)

14
d. Methanasi
Gas sinthesa yang keluar dari puncak absorber masih mengandung CO 2 dan CO relative
kecil, yakni sekitar 0,3% mol dry basis yang selanjutnya akan diubah menjadi methane di
methanator pada temperature sekitar 316oC.
Persamaan Reaksi:
CO + 3H2 CH4 + H2O ..................................(3.15)
CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O ...............................(3.16)

3.3.4 Sintesa loop dan Amonik Refrigerant


Gas proses yang keluar dari Methanator dengan perbandingan Gas Hidrogen dan
Nitrogen = 3 : 1, ditekan atau dimampatkan untuk mencapai tekanan yang diinginkan oleh
Ammonia Converter agar terjadi reaksi pembentukan, uap ini kemudian masuk ke Unit
Refrigerasi sehingga didapatkan amoniak dalam fasa cair yang selanjutnya digunakan sebagai
bahan baku pembuatan urea. Tahap-tahap poses Synthesa loop dan Amonik Refrigerant adalah:
a. Sinthesis Loop
Gas sinthesa yang akan masuk ke daerah ini harus memenuhi persyaratan perbandingan
H2/N2 = 2,5-3 : 1. Gas sinthesa pertama-tama akan dinaikkan tekanannya menjadi sekitar 177.5
kg/cm2 oleh sintesa gas compressor dan dipisahkan kandungan airnya melalui sejumlah K.O.
Drum dan diumpankan ke Amoniak Converter dengan katalis promoted iron. Persamaan Reaksi:
3H2 + N2 2NH3 .............................................(3.17)
Kandungan Amoniak yang keluar dari Amoniak Converter adalah sebesar 12,05-17,2 %
mol.
b. Amoniak Refrigerant
Amoniak cair yang dipisahkan dari gas synthesa masih mengandung sejumlah tertentu
gas-gas terlarut. Gas-gas inert ini akan dipisahkan di seksi Amoniak Refrigerant yang berfungsi
untuk Mem-flash amoniak cair berulang-ulang dengan cara menurunkan tekanan di setiap tingkat
flash drum untuk melepaskan gas-gas terlarut, sebagai bagian yang integral dari refrigeration,
chiller mengambil panas dari gas synthesa untuk mendapatkan pemisahan produksi amoniak dari
Loop Sinthesa dengan memanfaatkan tekanan dan temperature yang berbeda di setiap tingkat
refrigeration.

15
3.3.5 Produk Amoniak
Produk Amoniak yang dihasilkan terdiri atas dua, yaitu Warm Ammonia Product (30oC)
yang digunakan sebagai bahan baku untuk pabrik urea, Cold Ammonia Product (-33 oC) yang
disimpan dalam Ammonia Storage Tank.

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagi berikut:
1. Kinetika kimia adalah suatu ilmu yang membahas tentang laju (kecepatan) dan
mekanisme reaksi.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinetika Proses: Sifat Reaktan, Keadaan Fisik,
Konsentrasi, Suhu, Katalis, Tekanan, Equilibrium, Energi.
3. Banyak proses industri zat kimia yang didasarkan pada reaksi kesetimbangan. Agar
efesien, kondisi reaksi haruslah diusahakan sedemikian sehingga menggeser
kesetimbangan ke arah produk dan meminimalkan reaksi balik.
4. Kondisi optimum dan kondisi yang nyata dalam produksi zat kimia harus diperhitungkan
secara matang agar mempunyai nilai ekonomis dalam produksi.
5. Pada pembuatan amonia yang dilaksanakan pada industri (PT PUSRI) secara garis besar
dibagi menjadi 4 Unit dengan urutan sebagai berikut:
Feed Treating Unit dan Desulfurisasi
Reforming Unit
Purification & Methanasi
Synthesa Loop & Amoniak Refrigerant

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, PW. 1994. Physical Chemistry. Oxford : Oxford University Press

17
Arthur A. Frost dan RG. Pearson, 1961. Kinetics and Mechanism. New York : John Willey
and Sons Inc
Crys Fajar P, Heru P, dkk. 2003. Kimia dasar., Yogyakarta : IMSTEP UNY
E.M. McCash. 2001. Surface Chemistry . Oxford University Press, Oxford
Endang W Laksono, Isana SYL. 2003. Kimia Fisika III. Jakarta : Universitas Terbuka
Hiskia Achmad. 1992. Wujud Zat dan Kesetimbangan Kimia. Bandung: Citra Aditya Bakti
Hiskia Achmad. 1996. Kimia Larutan. Bandung, Citra Aditya Bakti
KH Sugiyarto. 2000. Kimia Anorganik I. Yogyakarta : FMIPA UNY
Laidler, KJ. 1980. Chemical Kinetics. New Delhi : Tata Mc. Graw-Hill Pub. Co
M. Fogiel. 1992. The Essentials of Physical Chemistry II. Nex Jersey : Research and Education
Association
Shriver, DF, Atkins PW, Langford CH. 1990. Inorganic Chemistry. Oxford : Oxford University
Press

18

Anda mungkin juga menyukai