Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada beberapa dekade belakangan ini, dunia konstruksi mengalami


perkembangan yang begitu pesat. Hal ini dapat dilihat dari proses ataupun
komponen struktur yang semakin canggih. Salah satu contoh komponen struktur
yang berkembang dan sangat diminati di bidang konstruksi belakangan ini adalah
bangunan atas yaitu Balok Girder.
Balok Girder merupakan hasil rekayasa ilmu di bidang teknik sipil yang
menggunakan gaya pra-tekan untuk meminimalisir kekurangan yang dimiliki
beton itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui bahwa sifat alami beton adalah lemah
terhadap gaya tarik. Atas dasar inilah dikembangkan suatu rekayasa yang mana
beton akan mengalami kondisi pratekan penuh pada setiap segmen balok (tanpa
adanya bagian beton yang mengalami tarik).
Berdasarkan bentuk tampang, girder beton jembatan secara umum
dibedakan atas 3 jenis yaitu PCI girder, PCU girder, dan Box girder.

1. PCI girder (Precast-Prestress Concrete I Girder) yaitu balok girder yang


memiliki tampang bentuk huruf I. PCI girder ini terdiri atas beberapa buah
balok dalam satu bentang jembatan. Penampang I efektif menahan beban
tekuk dan geser. Contoh struktur yang menggunakan PCI girder yaitu pada
Proyek Pembangunan Jembatan Sudirman.
2. PCU (Precast-Prestress Concrete U Girder) adalah balok girder yang
memiliki bentuk tampang huruf U. Sama halnya seperti I girder, dalam satu
bentang jembatan terdiri atas beberapa balok girder (balok segmental). Salah
satu contoh penggunaan PCU girder ini adalah pada Jembatan Binjai di
Jl.HM.Joni Medan dan Jembatan Amplas di Jl.M.Nawy Harahap Medan.
3. Box girder adalah jenis girder yang memiliki bentuk tampang box persegi
berongga dari beton sehingga mampu menahan lendutan, geser, dan torsi
secara efektif. Contoh penggunaan box girder adalah pada jembatan fly-over
Simpang Pos Medan.
Bentuk tampang tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

a b c
Gambar 1.1 Bentuk tampang balok girder: a.PCI Girder, b.Box Girder, dan c.PCU
Girder (sumber: Dokumentasi pribadi, https://dukenmarga.
wordpress.com/category/sipil/, https://aghostariyanto.wordpress.com/2011 /11/24/
beton-pracetak-precast-concrete)
Berdasarkan tempat pencetakannya, balok girder dibedakan atas dua jenis
yaitu cast-in-situ dan precast.

1. Castinsitu yaitu pencetakan balok girder yang dilakukan di lapangan (cast


in situ). Metode ini dilakukan jika lahan yang tersedia di lapangan
mencukupi untuk pencetakan balok girder.
2. Precast yaitu metode pencetakan balok girder yang dilakukan di pabrik.
Balok girder ini dicetak dipabrik terlebih dahulu kemudian didistribusikan
ke tempat proyek. Metode ini cocok untuk proyek dengan lahan yang
sempit, dimana tidak tersedianya lahan untuk pencetakan balok di lapangan.

Berdasarkan proses penarikan kabel, Balok girder dibagi atas dua jenis
yaitu pre-tension dan post-tension.

1. Pratarik (Pre-tensioning), yaitu penarikan baja dilakukan sebelum


pengecoran beton. Untuk mempercepat proses penarikan, tendon dilepaskan
pada saat beton mencapai 60% - 80% kekuatan yang disyaratkan yaitu pada
umur 28 hari.
2. Paskatarik (Post-tensioning), yaitu kebalikan dari sistem pratarik dimana
penarikan baja dilakukan setelah beton mengeras. Bila kekuatan beton yang
diperlukan telah tercapai, maka baja ditegangkan di ujung-ujungnya dan
dijangkar.
Kesamaan antara dua balok ini yaitu sama-sama menggunakan kabel tarik
untuk menghasilkan gaya tekan pada beton. Sedangkan perbedaan yang paling
mendasar antara kedua jenis balok ini yaitu pada pelaksanaan penarikan kabel.
Proyek Jembatan Sudirman Medan menggunakan jenis I girder. Jumlah
girder yang digunakan hanya satu bentang yaitu 10 buah balok. Ukuran balok
dengan panjang bentang 35,8 m dengan tinggi balok precast 1,70 m.
Pada proyek pembangunan Jalan Sudirman ini menggunakan kedua
metode pencetakan. Untuk bagian footing, abutment menggunakan metoda cast in
place. Sedangkan untuk bagian tiang pancang dan balok girder menggunakan
metode precast.
Produksi girder pada proyek ini dilakukan oleh PT. Wijaya Karya Beton
(Wika Beton) di Binjai. Setelah PCI girder selesai dicetak, dan mempunyai umur
yang cukup untuk dibawa ke lokasi proyek, maka balok-balok tersebut diangkut
menggunakan Flat Bed. Itulah salah satu alasan mengapa PCI girder dibagi atas
beberapa segmen balok sehingga pada saat membawa balok tersebut ke lokasi
proyek akan lebih mudah dan balok precast ini terdiri 5 segmental.
Pembangunan Jembatan Sudirman Medan ini merupakan salah satu proyek
yang menggunakan sistem balok girder Post-Tension. Pelaksana stressing yaitu
VSL (Voorspan System Losinger). Bentuk kabel yang digunakan yaitu jenis kabel
yang melengkung.
Secara umum penetapan desain balok girder didasarkan pada beban
rencana yang akan bekerja pada balok tersebut. Beban rencana yang akan dipikul
balok girder tersebut adalah:
1. Beban mati (dead load)
2. Beban mati tambahan (additional dead load)
3. Beban hidup (live load)
Profil box girder mempunyai beberapa kelebihan antara lain :
1. Box girder memiliki momen inersia yang tinggi dalam kombinasi dengan
berat sendiri yang relative ringan karena adanya rongga di tengah
penampang.
2. Box girder lebih ekonomis untuk bentang yang panjang dan besar.
3. Box girder selain untuk menopang beban luar, interiornya dapat digunakan
untuk penggunaan lain seperti jalur pipa gas atau pipa air.
4. Bentuk box girder memiliki nilai estetika yang dapat menambah keindahan
struktur itu sendiri.
5. Mempunyai ketahanan torsi yang lebih baik karena merupakan satu kesatuan
struktur.

1.2.Perumusan Masalah
Struktur jembatan Sudirman memiliki panjang total 35,8 m dan lebar 19,8
m. Jumlah girder yang digunakan pada satu bentang yaitu 10 buah balok. Ukuran
balok dengan tinggi balok precast 1,70 m. Profil memanjang dan melintang
struktur jembatan Sudirman dapat diperhatikan seperti gambar dibawah ini :

Gambar 1.2 Potongan Memanjang Jembatan Sudirman


Gambar 1.3 Potongan Melintang Jembatan Sudirman

Berdasarkan latar belakang di atas, diperoleh perumusan masalah sebagai


berikut :
1. Penulis akan menganalisa ulang balok girder jembatan sudirman untuk
profil I. Apakah dapat diperkecil dimensinya?
2. Berapa dimensi dan volume material yang digunakan jika jembatan
dianalisa dengan menggunakan Box Girder ?
3. Balok girder tipe apa yang efisien digunakan untuk kasus jembatan
Sudirman ditinjau dari segi volume material yang digunakan ?

1.3.Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
a. Mengevaluasi / menganalisa kembali Jembatan Sudirman
menggunakan PC I dan Box Girder.
b. Mengontrol apakah struktur balok girder tersebut aman atau tidak
menerima beban yang terjadi.
c. Membandingkan dengan menghitung volume material balok PCI
Girder dan PC Box Girder .

1.4. Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah

a. Dapat merencanakan balok induk jembatan dengan profil I dan Box


girder prestressed yang sesuai dengan persyaratan struktur yang aman.
b. Dapat memahami konsep perencanaan struktur jembatan yang
menggunakan profil I dan Box girder prestressed.
c. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan referensi pembelajaran
tentang precast prestressed girder.
d. Sebagai alternative lain dalam teknik perencanaan jembatan dengan
bentang yang cukup panjang dan medan yang cukup sulit.
.
1.5. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah mengenai penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Perencanaan ulang jembatan menggunakan PC I dan Box Girder.


2. Sistem penarikan kabel post tension.
3. Perhitugan beban kendaraan berdasarkan RSNI T-02-2005.
4. Standard yang dipakai untuk perencanaan struktur beton jembatan yaitu
RSNI T-12-2004, Perencanaan Struktur Beton Pratekan untuk Jembatan
dan Bridge Management System (BMS92).
5. Perhitungan Losses.
6. Kontrol tegangan dan lendutan.
7. Membandingkan volume material balok awal dan balok hasil perencanaan
ulang.
8. Tidak memperhitungkan metode pelaksanaan proyek.
1.6 Flow Chart

Mulai

Perumusan Masalah

Tujuan

Pengumpulan Data Lapangan Berupa


Bentang dan Lebar Jalan, Dimensi dan
Mutu Balok, serta Mutu Tulangan

Diketahui Dimensi I Analisa Beban Rencana


Girder Lapangan

Pendimensian ulang I Girder Pendimensian Box Girder

Perhitungan Lintang Perhitungan Lintang


dan Momen dan Momen

Menentukan Gaya Prategang Menentukan Gaya Prategang

Tata Letak Kabel (Tendon) Tata Letak Kabel (Tendon)

Kehilangan Gaya Prategang Kehilangan Gaya Prategang


No OK
No OK
-Kontrol Tegangan Setelah Kehilangan Prategang
-Kontrol Lendutan

OK OK

Hitung Volume Hitung Volume Hitung Volume


Material Material Material

A
A

Hasil

Kesimpulan

Selesai

1.6. Tinjauan Pustaka


1.7.1 Konsep dasar

Sifat alami beton adalah lemah terhadap Tarik, namun kuat dalam keadaan
tekan. Menurut Edward G. Nawy (2001), kuat tarik beton bervariasi antara 8
sampai 14 persen dari kuat tekannya. Karena rendahnya kuat tarik pada beton,
maka retak akibat lentur sering terjadi meskipun pembebanan masih rendah.
Untuk meminimalisir keretakan yang terjadi akibat tarik tersebut,
diberikan gaya eksentris dalam arah longitudinal elemen struktur tersebut.
Gaya ini bekerja dengan mengurangi tegangan tarik yang terjadi pada daerah
tumpuan dan daerah kritis pada saat beban bekerja. Akibat gaya ini hampir
semua elemen beton memikul tekan pada saat semua beban rencana bekerja di
struktur tersebut.
Gaya longitudinal di atas disebut gaya pratekan, yaitu gaya tekan yang
mengakibatkan tegangan awal pada penampang di sepanjang bentang sebelum
beban rencana bekerja.

1.7.2. Keuntungan beton pratekan


Menurut Manual Bina Marga,Perencanaan Struktur Beton Pratekan untuk
Jembatan (2011), beberapa keuntungan digunakannya sistem beton pratekan
adalah:
1. Terhindar dari retak terbuka di daerah tarik, sehingga dengan demikian
beton pratekan lebih tahan terhadap penetrasi klorida
2. Lebih kedap air, sehingga air pada plat jembatan tidak mudah meresap.
3. Dapat diperoleh defleksi struktur yang lebih kecil sehingga terbetuknya
lawan lendut (chamber) dari konfigurasi layout kabel prategang sepanjang
elemen.
4. Penampang struktur lebih kecil/langsing karena seluruh luas penampang
dapat digunakan secara efektif.
5. Memungkinkan bentang yang lebih panjang dibandingkan beton bertulang.
6. Karena kabel prategang menggunakan mutu baja tinggi, sehingga
kapasitas penampangnya jauh lebih besar daripada tulangan biasa dengan
luas tulangan yang sama.

1.7.3. Analisa prategang terhadap lentur


Menurut N. Krishna Raju (1988) analisis tegangan-tegangan yang timbul
pada suatu elemen struktur beton prategang didasarkan atas asumsi-asumsi
berikut:

1. Beton adalah suatu material yang elastis serta homogen.


2. Di dalam batas-batas tegangan kerja, baik beton maupun baja berperilaku
elastis tidak dapat menahan rangkak yang kecil yang terjadi pada kedua
material tersebut pada pembebanan terus-menerus.
3. Suatu potongan datar sebelum melentur dianggap tetap datar meskipun
sudah mengalami lenturan, yang menyatakan suatu distribusi tegangan
linear pada keseluruhan tinggi batang.

Perhitungan tegangan didasarkan atas dua kondisi yaitu:

1. Tegangan pada saat kondisi awal


Yaitu tegangan yang terjadi pada kondisi awal, biasanya akibat
berat sendiri balok pada saat transfer
2. Tegangan pada saat kondisi layan
Yaitu tegangan yang timbul saat semua beban rencana bekerja pada
balok. Diagram tegangan pada kedua kondisi di atas dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar 1.4 Diagram Tegangan pada Balok Beton Prategang

Rumus umum perhitungan tegangan (Manual Bina Marga 021/BM/2011)


adalah sebagai berikut:

Kondisi awal:
.0 . .
= +
.(1.7.3.1)

.0 . .
= +

.(1.7.3.2)

Kondisi Layan:
.0 . .
= +

.(1.7.3.3)

.0 . .
= +

.(1.7.3.4)

Dimana:

= 0.5 ( Tegangan izin tarik kondisi layan )


= 0.45. ( Tegangan izin tekan kondisi layan )
= 0.25 ( Tegangan izin tarik kondisi transfer gaya prategang )
= 0.6. ( Tegangan izin tarik kondisi transfer gaya prategang )
Mmin = Momen maksimum yang bekerja pada kondisi awal, biasanya momen
akibat berat sendiri balok pada saat transfer
Mmax = Momen total maksimum yang bekerja pada kondisi akhir atau layan
I = Momen inersia penampang
= Jarak dari pusat penampang ke serat atas terluar

= Jarak dari pusat penampang ke serat bawah terluar


Kombinasi beban untuk pembebanan jembatan didasarkan pada RSNI T-
02-2005 (Anonim1,2005) yakni sebagai berikut :
1. (PMS + PMA) + (BTR + BGT)
2. (PMS + PMA) +(BTR + BGT) + (QTP)
3. (PMS + PMA) + (BTR + BGT) + (QEW)
4. (PMS + PMA) + (QEQ)
1.7.4. Dimensi Profil
Referensi Profil yang akan dipakai :
1.7.4.1 Profil box jenis single twin cellular box girder

Gambar 1.5 Penampang profil single trapezoidal box girder

Dengan bantuan program komputer, maka akan didapat gaya-gaya


dalam yang timbul pada gelagar jembatan.
Preliminary design dibutuhkan untuk menentukan dimensi awal profil
box girder yang akan digunakan yang nantinya dimensi ini akan dikontrol
apakah semuanya memnuhi syarat batas tegangan ijin bahan seperti tertera
diatas.
Adapun pedoman preliminary design tampang melintang profil box
menurut (Podolny, W., dan Muller, J.M., 1982) adalah sebagai berikut :

Lebar jembatan dan jarak web untuk gelagar kotak ganda, lebar
jembatan tidak lebih dari 12 m, jarak web : 4 7,5 m dan panjang bagian
kantilever sampai dengan lebar gelagar. Sedangkan untuk tebal sayap
atas, tebal minimum untuk sayap atas yang didasarkan pada panjang
bentang antar web. Dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini:
Bentang antar web Tebal minimum sayap atas
Kurang dari 3 m 175 mm
Antara 3 4,5 m 200 mm
Antara 4,5 7,5 m 250 mm
Lebih dari 7,5 m Digunakan sistem rib atau hollow
Tabel 1.1 Ketentuan tebal sayap atas minimum profil box

Untuk tebal web, jika pada web terdapat tendon maka tebal web
minimum adalah 200 mm, jika terdapat duct baik vertikal maupun
longitudinal pada web maka tebal minimum web adalah 250 mm, jika
gelagar menggunakan strand 12,5 mm maka tebal minimum web adalah
300 mm, sedangkan jika pada web diangkurkan tendon maka tebal
minimum web adalah 350 mm.
Sedangkan untuk ketentuan tebal sayap bawah profil box, jika pada
sayap tidak diletakkan duct maka tebal sayap bawah minimum adalah 175
mm sedangkan jika terdapat duct pada sayap bawah maka tebal
minimumnya adalah 200-250 mm.
1.7.4.2 AASHTO I-Beams

Gambar 1.6 Penampang Jembatan Standar AASHTO


( Sumber : Beton Prategang, Edward G. Nawy )
Tabel 1.2 Dimensi I (Inches)
Tipe D1 D2 D3 D4 D5 D6 B1 B2 B3 B4 B5 B6
I 28.0 4.0 0.0 3.0 5.0 5.0 12.0 16.0 6.0 3.0 0.0 5.0
II 36.0 6.0 0.0 3.0 6.0 6.0 12.0 18.0 6.0 3.0 0.0 6.0
III 45.0 7.0 0.0 4.5 7.5 7.0 16.0 22.0 7.0 4.5 0.0 7.5
IV 54.0 8.0 0.0 6.0 9.0 8.0 20.0 26.0 8.0 6.0 0.0 9.0
V 63.0 5.0 3.0 4.0 10.0 8.0 42.0 28.0 8.0 4.0 13.0 10.0
VI 72.0 5.0 3.0 4.0 10.0 8.0 42.0 28.0 8.0 4.0 13.0 10.0
Sumber : Beton Prategang, Edward G.Nawy

Tabel 1.3 Properties I (Inches)


Tipe Luas Ybottom Inersia Berat Bentang
2 4
( in ) (in) (in ) (Kip/ft) maksimum
(ft)
I 276 12.59 22.75 0.287 48
II 369 15.83 50.98 0.384 70
III 560 20.27 125.39 0.583 100
IV 789 24.73 260.73 0.822 120
V 1013 31.96 521.18 1.055 145
VI 1085 36.38 733.320 1.130 167

Untuk strand kawat atau wires yang digunakan pada profil adalah
strand ASTM A-416 produksi Freyssinet Prestressing System grade 270.
Dengan spesifikasi sebagai berikut :
Tabel 2. Spesifikasi Strand Berdasarkan ASTM A-416
Diameter mm Min. Breaking Strand Steel Weight
(in.) Strength, kN Area mm2 Kg/1000m
Grade 1725 (250)
6.40 (0.250) 40.0 (9,000) 23.2 (0.036) 182 (122)
7.90 (0.313) 64.5 (14,500) 37.4 (0.058) 294 (197)
9.50 (9.50) 89.0 (20,000) 51.6 (0.080) 405 (272)
11.10 (0.438) 120.1 (27,000) 69.7 (0.108) 548 (367)
12.70 (0.500) 160.1 (36,000) 92.9 (0.144) 730 (490)
15.20 (0.600) 240.2 (54,000) 139.4 (0.216) 1,094 (737)
Grade 1860 (270)
9.53 (0.375) 102.3 (23,000) 54.80 (0.085) 432 (290)
11.11 (0.438) 137.9 (31,000) 74.2 (0.115) 582 (390)
12.70 (0.500) 183.7 (41,300) 98.70 (0.153) 775 (520)
15.24 (0.600) 260.7 (58,600) 140.0 (0.217) 1,102 (740)
(Sumber: Freyssinet Prestressing System brochure)

1.7.Sistematika Penulisan
Penulisan ini disusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan

Bab II Studi Pustaka

Bab III Metode Analisa

Bab IV Perhitungan dan Pembahasan

Bab V Kesimpulan dan Saran


1.8. Daftar Pustaka

Anonim1. 1992. Bridge Management System (BMS). Peraturan Perencanaan


Teknik Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina
Marga, Direktorat Bina Program Jalan

Anonim2.2011. Manual Konstruksi dan Bangunan. Perencanaan Struktur Beton


Pratekan untuk Jembatan. Direktorat Jendral Bina Marga

Anonim3.2004. Standar Nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Beton untuk


Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum

Anonim4.2005. Standar Nasional Indonesia. Standar Pembebanan untuk


Jembatan. Departemen Pekerjaan Umum

Budiadi, Andri. 2008. Desain Praktis Beton Prategang. Yogyakarta: Andi

Burns, H. & T. Y. Lin Ned. 1993. Desain Struktur Beton Prategang. Terjemahan
Ir. Daniel Indrawan M.C.E. Jilid I. Jakarta : Erlangga

Gilbert, RI., dan NC. Mickleborough. 1990. Design of Prestressed


Concrete.London:Unwin Hyman Ltd.

Hardwiyono, Sentot, Bagus Soebandono, dan Lukmanul Hakim (2013),


Perencanaan Ulang Struktur Atas Jembatan Gajah Wong Yogyakarta dengan
Menggunakan Box Girder, Jurnal Ilmiah Semesta Teknika Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Vol. 16, No.1

Nawy, Edward. G. 2001.Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar. Jilid


1Edisi III. Terjemahan Bambang Suryoatmono. Jakarta: Erlangga
Raju, N Krishna. 2007. Prestressed Concrete. Edisi IV. New Delhi: Tata
McGraw-Hill

Supriyadi, Bambang, dan Agus Setyo Muntohar. 2007. Jembatan. Yogyakarta:


Beta Offset

Sutarja, I Nyoman (2006), Pengaruh Rangkak, Susut, dan Relaksasi Baja


Terhadap Lendutan Balok Jembatan Komposit Beton Prategang, Jurnal
Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 10, No.1

Wakid, Muhtar (2004), Perkuatan Struktur Atas Jembatan Komposit dengan


Metode Prategang Eksternal, Jurnal Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret,
Vol.2 , No.1, ISSN 2339-0271

Anda mungkin juga menyukai