Biografi Habibi
Biografi Habibi
Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda dan membaca ini dikenal sangat
cerdas ketika masih menduduki sekolah dasar, namun ia harus kehilangan
bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan
jantung saat ia sedang shalat Isya.
Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual rumah dan
kendaraannya dan pindah ke Bandung bersama Habibie, sepeninggal ayahnya,
ibunya membanting tulang membiayai kehidupan anak-anaknya terutama Habibie.
Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan sebuah wagon yang bervolume besar
untuk mengangkut barang-barang yang ringan tapi volumenya besar. Talbot
membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie mencoba
mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang ia
terapkan pada wagon dan akhirnya berhasil.
Setelah itu beliau kemudian melanjutkan studinya untuk gelar Doktor di Technische
Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean kemudian Habibie
menikah pada tahun 1962 dengan Hasri Ainun Habibie yang kemudian diboyong ke
Jerman, hidupnya makin keras, di pagi-pagi sekali Habibie terkadang harus berjalan
kaki cepat ke tempat kerjanya yang jauh untuk menghemat kebutuhan hidupnya
kemudian pulang pada malam hari dan belajar untuk kuliahnya.
Istrinya Nyonya Hasri Ainun Habibie harus mengantri di tempat pencucian umum
untuk mencuci baju untuk menghemat kebutuhan hidup keluarga. Pada tahun 1965
Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summa cumlaude
(Sangat sempurna) dengan nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die
Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.
Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar
doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude.
Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum
memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Kepastian meninggalnya Hasri Ainun dari kepastian Ali Mochtar Ngabalin, mantan
anggota DPR yang ditunjuk menjadi wakil keluarga BJ Habibie. Ini menjadi duka
yang amat mendalam bagi Mantan Presiden Habibie dan Rakyat Indonesia yang
merasa kehilangan.
Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata untuk melihat hidupnya.
Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih dalam hidupnya. Namun setiap
kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai batas.
....Selama 48 tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, ibu Ainun istri
saya. Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar.
Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi dinas dan
istri di rumah, tapi tidak dengan saya. Gini ya...saya mau kasih informasi, Saya ini
baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah
ada tanda-tanda dan tak pernah ada keluhan keluar dari ibu" Papar BJ Habibie.
Film Habibie dan Ainun
Pada Awal desember 2012, sebuah film yang berjudul "Habibie dan Ainun"
diluncurkan, film ini Mengangkat kisah nyata tentang romantisme kedua saat
remaja hingga menjadi suami istri dan saat ajal memisahkan mereka. Film yang
diambil dari buku terlaris karya BJ Habibie, Film ini di garap oleh dua sutradara yaitu
Faozan Rizal dan Hanung Bramantyo, dengan pemeran Reza Rahadian sebagai
Habibie dan Bunga Citra Lestari sebagai Ainun Habibie.
Kala itu, tak ada ITB dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan berbondong-
bondong disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar negeri untuk menimba ilmu
teknologi Maritim dan teknologi dirgantara. Saya adalah rombongan kedua diantara
ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai negara.
Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat tapi sekolah
bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya hanya tertarik dengan how
to build commercial aircraft bagi Indonesia. Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden
RI kedua hanya melanjutkan saja program itu, beliau juga bukan pencetus ide
penerapan teknologi berwawasan nasional di Indonesia. Lantas kita bangun
perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN.
Sekarang Dik, anda semua lihat sendiri, N250 itu bukan pesawat asal-asalan dibikin!
Pesawat itu sudah terbang tanpa mengalami Dutch Roll (istilah penerbangan untuk
pesawat yang oleng) berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan
dipersiapkan untuk 30 tahun kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi
desain awal, satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan
teknologi Fly by Wire bahkan sampai hari ini.
Rakyat dan negara kita ini membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam
(saya lupa persisnya 900 atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program
sertifikasi FAA. IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa
untuk pasar negara-negara itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar bersikap
sinis dan mengejek diri sendiri apa mungkin orang Indonesia bikin pesawat
terbang?
Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri
strategis lainnya.
Dik tahu di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri strategisnya, satu
Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan Indonesia. Sekarang, semua
tenaga ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari negeri sendiri dan mereka
bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat di Bazil, Canada, Amerika
dan Eropa.
Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua?
...Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi
pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll
dan kita tak perlu tergantung dengan negara manapun. Tapi keputusan telah
diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di
negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara mereka!
Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi dinas dan
istri di rumah, tapi tidak dengan saya. Gini ya, saya mau kasih informasi...... Saya ini
baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah
ada tanda-tanda dan tak pernah ada keluhan keluar dari ibu.
Pak Habibie menghela nafas panjang dan tampak sekali ia sangat emosional serta
mengalami luka hati yang mendalam, seisi ruangan hening dan turut serta larut
dalam emosi kepedihan pak Habibie, apalagi aku tanpa terasa air mata mulai
menggenang.
Para Dokter dari Jerman dan Indonesia berkumpul lalu saya diberinya 3 pilihan;
Pertama, saya harus dirawat, diberi obat khusus sampai saya dapat mandiri
meneruskan hidup. Artinya saya ini gila dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa!
Opsi kedua, para dokter akan mengunjungi saya di rumah, saya harus berkonsultasi
terus-menerus dengan mereka dan saya harus mengkonsumsi obat khusus. Sama
saja, artinya saya sudah gila dan harus diawasi terus...
Opsi ketiga, saya disuruh mereka untuk menuliskan apa saja mengenai Ainun,
anggaplah saya bercerita dengan Ainun seolah ibu masih hidup.
Saya pilih opsi yang ketiga...
*(dari tayangan program di stasiun televisi 27 Januari 2012, P.Habibie bercerita,
ternyata ada 4 opsi,bukan 3, dimana opsi yang belum tersebut di atas adalah,
P.Habibie diminta bercerita tentang apa saja tentang bu Ainun kepada dokter,
hampir sama dengan opsi 2)
Tiba-tiba, pak Habibie seperti teringat sesuatu (kita yang biasa mendengarkan
beliau juga pasti maklum bahwa gaya bicara pak Habibie seperti meloncat kesana-
kemari dan kadang terputus karena proses berpikir beliau sepertinya lebih cepat
dibandingkan kecepatan berbicara dalam menyampaikan sesuatu).. ia melanjutkan
pembicaraannya;
Dik, hari ini persis 600 hari saya ditinggal Ainun.......dan hari ini persis 597 hari
Garuda Indonesia menjemput dan memulangkan ibu Ainun dari Jerman ke tanah air
Indonesia.
Saya tidak mau menyampaikan ucapan terima kasih melalui surat..... saya
menunggu hari baik, berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari momen
yang tepat guna menyampaikan isi hati saya.
Hari ini didampingi anak saya Ilham dan keponakan saya, Adri maka saya, Habibie
atas nama seluruh keluarga besar Habibie mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya, kalian, Garuda Indonesia telah mengirimkan sebuah Boeing B747-400
untuk menjemput kami di Jerman dan memulangkan ibu Ainun ke tanah air bahkan
memakamkannya di Taman Makam Pahlawan. Sungguh suatu kehormatan besar
bagi kami sekeluarga. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan
Garuda Indonesia.
Seluruh hadirin terhenyak dan saya tak kuasa lagi membendung air mata.......
Setelah jeda beberapa waktu, pak Habibie melanjutkan pembicaraannya;
...Dik, sebegitu banyak ungkapan isi hati kepada Ainun, lalu beberapa kerabat
menyarankan agar semua tulisan saya dibukukan saja, dan saya menyetujui...
Buku itu sebenarnya bercerita tentang jalinan kasih antara dua anak manusia. Tak
ada unsur kesukuan, agama, atau ras tertentu. Isi buku ini sangat universal, dengan
muatan budaya nasional Indonesia.
Sekarang buku ini atas permintaan banyak orang telah diterjemahkan ke beberapa
bahasa, antara lain Inggris, Arab, Jepang..... (saya lupa persisnya, namun pak
Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).Sayangnya buku ini hanya dijual di satu
toko buku (pak Habibie menyebut nama satu toko buku besar), sudah dicetak
75.000 eksemplar dan langsung habis.
Banyak orang yang ingin membaca buku ini tapi tak tahu dimana belinya. Beberapa
orang di daerah di luar kota besar di Indonesia juga mengeluhkan dimana bisa beli
buku ini di kota mereka.
Dik, asal you tahu, semua uang hasil penjualan buku ini tak satu rupiahpun untuk
memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil penjualan buku ini
dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh Habibie dan ibu Ainun untuk
menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para penyandang tuna netra.
Kasihan mereka ini sesungguhnya bisa bekerja dengan nyaman jika bisa melihat.
Saya berikan diskon 30% bagi pembeli buku yang jumlah besar bahkan saya
tambahkan lagi diskon 10% bagi mereka karena saya tahu, mereka membeli banyak
buku pasti untuk dijual kembali ke yang lain.
Sekali lagi, buku ini kisah kasih universal anak manusia dari sejak tidak punya apa-
apa sampai menjadi Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara. Isinya sangat
inspiratif.