Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KIMIA KLINIK

TOKSIKOLOGI BAHAN KIMIA

OLEH :

WAHYUNI EKA NANDA (H311 14 017)

AINUNNISA (H311 14 303)

NOVITASARI S (H311 14 313)

DESY MARDIANA (H311 14 309)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada kita semua sehingga penulis berhasil

menyelesaikan makalah ini yang berjudul Toksikologi Bahan Kimia

Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai pengertian toksikologi,

jenis-jenis toksikologi, serta cara untuk menganalisa toksik. Diharapkan makalah

ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang toksik atau bahan

beracun.

Kita menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami

harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa

meridhai segala usaha kita. Amin.

Makassar, Februari 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aktivitas manusia yang meningkat menimbulkan pembebanan terhadap

lingkungan terutama bila lingkungan mengalami pencemaran. Pencemaran dapat

terjadi pada saat senyawa-senyawa yang dihasilkan dari kegiatan manusia

ditambahkan ke lingkungan, menyebabkan perubahan yang buruk terhadap sifat

fisik, kimia, biologis, dan estetis lingkungan serta mahluk yang ada di dalamnya.

Pencemaran yang terjadi di lingkungan dapat menyebabkan keracunan

terhadap makhluk hidup. Kemungkinan keracunan merupakan salah satu bahaya

yang dihadapi manusia dan organisme lain selama hidupnya. Keracunan berarti

bahwa suatu zat kimia telah mengganggu proses fisiologis, sehingga keadaan

badan organisme itu tidak lagi dalam keadaan sehat. Sifat dan intensitas gejala

penyakitnya tergantung pada antara lain: jenis racunnya, jumlah yang masuk ke

dalam badan, lamanya badan mengalami keracunan, keadaan badan organisme

yang keracunan serta cara kebiasaan hidup orgnaisme itu. Ilmu yang mempelajari

tentang racun dan cara kerjanya disebut toksikologi.

Kata racun toxic adalah bersaral dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata

tox, dimana dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah pada saat itu

digunakan sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya

terdapat racun. Hal ini membuktikan, bahwa efek berbahaya (toksik) yang

ditimbulkan oleh zat racun (tokson) telah dikenal oleh manusia sejak awal

perkembangan beradaban manusia. Oleh manusia efek toksik ini banyak


dimanfaatkan untuk tujuan seperti membunuh atau bunuh diri. Untuk mencegah

keracunan, orang senantiasa berusaha menemukan dan mengembangkan upaya

pencegahan atau menawarkan racun.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dibuat beberapa rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Apa pengertian dari toksikologi?


2. Apa saja klasifikasi dari bahan beracun?
3. Bagaimana metode analisa dari zat beracun?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Sebagai salah satu tugas pokok untuk mata kuliah Kimia Klinik.
2. Sebagai salah satu media untuk menyampaikan informasi mengenai

toksikologi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Toksikologi

Toksikologi adalah suatu studi tentang bahan beracun, aktifitas dan

pengaruhnya dalam organisme hidup, analisa dengan metode analitik dan meode

lainnya serta pengukuran untuk menilai interaksinya dengan efek biologis (Young

dan Cockyane, 1993).


Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam

memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk

mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain.

Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut

melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan

dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu,

pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat

kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek

berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi

(Wirasuta dan Niruri, 2006).

Pada umumnya efek berbahaya / efek farmakologik timbul apabila terjadi

interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat

dua aspek yang harus diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara

zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu organisme

(aspek farmakodinamik / toksodinamik) dan pengaruh organisme terhadap zat

aktif (aspek farmakokinetik / toksokinetik) (Wirasuta dan Niruri, 2006).

Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari oleh multi displin

ilmu, ia dengan dapat dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar, guna

mempelajari interaksi antara tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan.

Ilmu toksikologi ditunjang oleh berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi, fisika,

matematika. Kimia analisis dibutuhkan untuk mengetahui jumlah tokson yang

melakukan ikatan dengan reseptor sehingga dapat memberikan efek toksik.

Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui informasi penyimpangan

reaksi kimia pada organisme yang diakibatkan oleh xenobiotika. Perubahan

biologis yang diakibatkan oleh xenobiotika dapat diungkap melalui bantuan ilmu
patologi, immonologi, dan fisiologi. Untuk mengetahui efek berbahaya dari suatu

zat kimia pada suatu sel, jaringan atau organisme memerlukan dukungan ilmu

patologi, yaitu dalam menunjukan wujud perubahan / penyimpangan kasar,

mikroskopi, atau penyimpangan submikroskopi dari normalnya. Perubahan

biologi akibat paparan tokson dapat termanisfestasi dalam bentuk perubahan

sistem kekebakan (immun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang ilmu immunologi

guna lebih dalam mengungkap efek toksik pada sistem kekebalan organisme

(Wirasuta dan Niruri, 2006).

Gambar 1. Hubungan Ilmu dengan Toksikologi


Dalam segi analisa laboratorium, laboratorium kimia klinik yang modern

menyediakan layanan untuk analisa toksikologi yang dapat menjawab 3

pertanyaan mengenai ada tidaknya zat beracun yang dicurigai terdapat dalam

pasien (Young dan Cockyane, 1993):


1. Adakah zat beracun dalam tubuh pasien? Jika ada jenis zat beracun apakah

itu?
2. Apakah kadar zat beracun dalam tubuh dapat mempengaruhi atau

memberikan tanda tertentu pada pasien?


3. Apa perlakuan yang harus diberikan berdasarkan hasil analisa dari

laboratorium

2.2 Klasifikasi Zat Beracun


2.2.1 Berdasarkan Organ Target
Efek terhadap kesehatan berdasarkan organ target, bahan kimia dapat

bersifat, yaitu (Lu, 1995):


1. Neurotoksik (meracuni syaraf) : Asetaldehid, Styrene, Benzene,

Kloroform, Karbon disulfida, Etil alkohol, Toluen, Tetrakloretan,

Trikloretan, Timah hitam, Aseton, Akrilamid, Karbon tetraklorida, Arsen,

Etilen oksida, Merkuri, Xylene.


2. Hepatotoksik (meracuni liver/hati): Karbon tetraklorida, Aflatoksin,

Dimetil nitrosamin, Vinilklorida, Etil alkohol, Arsen, Trinitro toluen,

Toluen diamin, Antimon, Fosfor (kuning), Nitrobenzen, Trikloretilen,

Tetrakloretilen, PCB, Trikloretan, Selenium.


3. Nefrotoksik (meracuni ginjal): Arsen, Karbon tetra klorida, Anilin, Etilen

glikol, Organo klorin, Fosfor (kunbgvvvn cvvving), Kadmium, Toluen,

Merkuri, Metanol, Paraquat, Timah Hitam, Kloroform, Fenol.


4. Hematotoksik (meracuni darah): Anilin, Nitrogen trifluorida , Toluidin,

Para nitro anilin, Dihidro toluen, Nitro klorobenzen, Nitrobenzen,

Propilnitrat, Timah hitam, Trinitro toluene.


5. Karsinogenik (menimbulkan kanker): asbestos, benzene, krom, nikel,

vinyl klorida, berefek teratogen ( mengakibatkan kelainan janin ) dan

mutagen (menimbulkan mutasi/perubahan genetik).

2.2.2 Berdasarkan Jenisnya


1. Gas
Salah satu contoh zat beracun dalam bentuk gas adalah karbon monoksida

(CO). Karbon monoksida adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berasa dan

tidak berbau yang dihasiklan dari suatu pembakaran yang tidak sempurna suatu

zat organik. Di atmosfer juga terdapat gas ini, umumnya akibat dari pemanasan
yang tidak sesuai dan dari pembakaran. Sumber tambahan CO juga berasal dari

diklorometana (pembersih cat) yang digunakan dalam proses pembuatan furniture.


CO memiliki afinitas yang besar dengan molekul hemoglobin. Afinitas CO

sampai 210 kali lebih kuat dibandingkan dengan oksigen. Bahkan dengan adanya

CO dapat merubah oksihemoglobin menjadi karboksihemoglobin dan mengurangi

suplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Pada 1980, keracunan gas CO

mengakibatkan 3800 kematian (Young dan Cockyane, 1993).


CO dalam kuantitas kecil diproduksi dalam tubuh selama proses

katabolisme heme. Selain sumber ini, CO dari lingkungan juga dihasilkan akibat

asap rokok dan pembakaran, membuat kadar CO dalam darah kurang dari 1%

untuk yang bukan perokok dan 5% untuk perokok hebat. Gejela keracunan CO

seperti nafas yang pendek, sakit kepala, penglihatan berputar dan dapat

menyebabkan koma, kegagalan bernafas bahkan kematian ketika kadar

hemoglobin mencapai 70-80% (Young dan Cockyane, 1993).


Di laboratorium, CO dalam darah dihitung sebagai karboksihemoglobin

dan hasilnya ditunjukkan sebagai persentasi dari total hemoglobin. Prinsip dari

analisanya adalah bergantung pada spektrum yang diabsorpsi dari hemoglobin

yang umumnya ada pada tubuh, misalnya hemoglobin tereduksi, oksihemoglobin,

methemoglobin dan karboksihemoglobin) (Young dan Cockyane, 1993).


Untuk analisa CO dilakukan antikoagulasi dengan heparin atau EDTA.

Umumnya dalam manual lab, analisa hemoglobin menggunakan metoda Tietz dan

Fiereck dengan hemolisis dari darah direaksikan dengan natrium hidrosulfit.

Natrium hidrosulfit akan mereduksi oksihemoglobin dan methemoglobin tetapi

tidak mereduksi karboksihemoglobin. Lalu, hemoglobin tereduksi dan

karboksihemoglobin akan diukur pada panjang gelombang yang sama yaitu pada

555 nm dan 541 nm. Absorbansi pada proses hemolisis akan terlihat jelas

menunjukkan hubungan yang linear dan dapat menunjukkan konsentrasi


karboksihemoglobin. Untuk hasil yang lebih baik dapat digunakan alat IL 482

CO-Oximeter yang akan menunjukkan hasil perhitungan spektrofotometri pada 4

panjang gelombang, dan persentasi kadar hemoglobin dapat dihitung berdasarkan

persamaan (Young dan Cockyane, 1993).


Langkah yang harus dilakukan pada pasien yang terpapar CO

adalah memindahkan pasien dari sumber CO. Waktu yang digunakan untuk

mereduksi keberadaan CO dalam tubuh sebanyak 50 % adalah 5 jam untuk orang

dewasa dalam ruang pernafasan khusus. Untuk kasus keracunan yang lebih

berat umumnya dilakukan penanganan medis dimana tersedia hyperbaric

chambers. Analisa CO juga dibutuhkan dalam monitor penyembuhan (Young dan

Cockyane, 1993).

2. Zat yang Mudah Menguap


Etanol adalah zat beracun berbahaya yang paling banyak tersedia.

Diperkirakan sekitar 100-150 juta penduduk Amerika terlah mengkonsumsi

alkohol dan 10 juta orang telah melakukan penyalahgunaan alkohol hingga

kecanduan alkohol. Setengah dari kematian akibat kekerasan diakibatkan oleh

kecanduan alkohol yang sudah kronis (Young dan Cockyane, 1993).


Etanol mudah diserap melalui lambung dan mukosa usus dengan puncak

level darah muncul sekitar 1 jam setelah konsumsi. Sejumlah kecil etanol yang

rerkonsumsi ridak berubah setelah diekskresikan oleh paru-paru dan ginjal.

Sebagian besar dosis dari yang terkonsumsi diekskresikan di hati. Etanol mula-

mula terhidrasi sebagai asetaldehid dengan alkohol terdehidrogenasi. Asetaldehid

kemudian berubah menjadi asam asetat, yang selanjutnya dianggap sebagai asetil

koenzim A kemudian masuk dalam siklus Krebs. Salah satu efek nyata dari

adanya asetaldehid dalam tubuh adalah gangguan dari sistem syaraf (Young dan

Cockyane, 1993).
Jika 1 minuman dianggap mengandung 40% etanol, maka setelah 3-5

gelas dalam tubuh akan terdapat 50-100 mg/dL etanol. Di banyak negara, kadar

0,1 g/dL sudah dianggap melanggar hukum. Pada keadaan ini akan muncul

euforia dan kurangnya kesadaran berkomunikasi. 200-300 mg/dL akan

mengakibatkan melantur dalam berbicara, apatis, mood yang berubah dan

hilangnya koordinasi tubuh. Untuk kadar 400-500 mg/dL sudah dapat

mengakibatkan koma (Young dan Cockyane, 1993).


Untuk identifikasi etanol dalam tubuh dapat digunakan darah, serum,

saliva dan urin yang direaksikan dengan natrium flourida. Jika diperiksa darah,

sterilisasi harus menggunakan desinfektan yang tidak mengandung alkohol.

Serum, plasma, saliva dan urin memiliki kadar alkohol 20% lebih tinggi

dibandingkan darah. Semua contoh pengujian harus disimpan di kulkas hingga

akan diuji serum, saliva dan urin (Young dan Cockyane, 1993).
Metode yang paling umum digunakan adalah Gas-Liquid Chromatography

(GLC) dan Enzymatic Analyisis Using Reagent Alcohol (ADH). Reaksi dari

ADH akan menjelakan metabolisme dari etanol yang akan menentukan kadar

kadar etanol dalam serum di darah (Young dan Cockyane, 1993):


CH3CH2OH + NAD CH3CHO + NADH + H+
Reagen ADH diperoleh dari ragi untuk mengubah etanol menjadi asetaldehid dan

NAD menjadi NADH. Akan ada peningkatan absorbansi pada 340 nm akibat

terbentuknya NADH untuk menunjukkan konsentrasi etanol dalam contoh. Reaksi

ini juga dapat bersifat spesifik seperti pada isopropanol dan etilen glikol (Young

dan Cockyane, 1993).


Selain etanol ada juga metanol, isopropanol dan etilen glikol.

Pengkonsumsian dari jenis alkohol ini jarang ditemukan, namun jika dikonsumsi

akan menimbulkan efek yang hampir sama dengan yang ditimbulkan oleh

alkohol. Contohnya untuk metanol jika dikonsumsi akan menjadi formaldehid


yang akan menimbulkan gejala sakit kepala ringan pada awalnya hingga menjadi

koma yang dapat diikuti oleh kebutaan (Young dan Cockyane, 1993).
Seperti etanol, metanol dan isopropanal dianalisa juga menggunakan GLC,

karena alkohol ini spesifik terhadap NAD. Karena titik didih senyawa ini dibawah

titik didih air, maka suhu kolom akan sekitar 80-85 C. Jika tidak ada zat

campuran lain, maka akan menghasilkan pemisahan yang baik. Zat yang dapat

menguap dapat dilihat dari retention time-nya dengan menggunakan standar

sebagai pembanding. Dapat juga digunakan integrator sebagai pengukur luas

areanya . Untuk meningkatkan akurasi dan presisi dapat digunakan n-propanol

sebagai internal standar, karena n-propanol memiliki retention time yang lebih

panjang dibandingkan dengan alkohol jenis yang lainnya. Dengan cara ini, dapat

dianalisa mulai dari 5-400 mg/dL dengan presisi 3% (Young dan Cockyane,

1993).
Untuk metanol dapat juga digunakan asam chromotopic untuk pengujian

kualitatif. Metanol dioksidasi terlebih dahulu menjadi formaldehida kemudian

ditambahkan dengan asam chromotopic akan terbentuk warna ungu yang spesifik

hanya untuk formaldehida tidak untuk alkohol jenis yang lainnya (Young dan

Cockyane, 1993).
Untuk etilen glikol, pengujiannya tidak menggunakan GLC karena titik

didihnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan air. Jadi untuk pengujian, etilen

glikol awalnya direaksikan dengan asam fenilboronat membentuk fenil boronat

ester yang kemudian dianalisa dengan menggunakan GLC (Young dan Cockyane,

1993).

3. Logam Berat
Plumbum atau timbal adalah logam berbahaya yang sudah mencemari

lingkungan. Sejak zaman Romawi, keracunan logam Pb sudah ada diakibatkan


pembuatan bahan keramik, peralatan makan dan pembuatan wine. Untuk jaman

modern, pemaparan timbal banyak terdapat dari cat, bahkan sebelum tahun 1978

kadar timbal dalam peralatan rumah tangga sampai 40% (Young dan Cockyane,

1993).
Selain akibat cat, proses industrial sangat mempengaruhi pencemaran dari

timbal, mulai dari pengolahan logam, pembuatan baterai, bahkan hingga bahan

bakar yang mengandung timbal. Lead dapat terbawa mulai dari rambut, kulit,

pakaian. Orang yang tinggal dekat kawasan perindustrian sangat besar

kemungkinannya untuk terpapar timbal. Anak-anak jauh lebih mudah terpapar

timbal dibandingkan dengan orang dewasa kerena beberapa alasan psikiologis.

Pada orang dewasa dengan keadaan tinggal yang sama, kadar timbal

diestimasikan 8% dan pada anak-anak 40% (Young dan Cockyane, 1993).


Dampak pencemaran dari timbal terkait dengan sel darah merah, saluran

pencernaan, ginjal dan saraf pusat. Untuk anak-anak tanda keracunan timbal

adalah perubahan perilaku seperti mudah tersinggung dan hiperaktif. Gejala

umum seperti hilangnya nafsu makan, mual, pucat dan sakit kepala. Efek terbesar

dari keracunan timbal seperti kerusakan sistem saraf pusat, anemia dan kerusakan

ginjal. Kadar timbal 1 g/dL sudah membutuhkan penanganan medis. Efek

beracun dari timbal adalah kemampuannya untuk menghambat sistem kerja

enzim. Efek timbal pada sintesis heme dan anemia bisa menjadi salah satu

indikator untuk analisa timbal. Timbal akan menghambat sintesis dari heme .

(Young dan Cockyane, 1993).


Metode yang digunakan untuk menganalisa timbal adalah tidak digunakan

dalam uji lapangan karena metode yang diperlukan sangat kompleks dan sangat

mudah terkontaminasi oleh keadaan alam. Darah yang diambil dalam pengujian

harus berasal dari darah vena. Setelah darah dikumpul akan dianalisa dengan
menggunakan alat Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS0 atau dengan

Anodic Stripping Spectofotometry (Young dan Cockyane, 1993).


Prinsip dasar dari pengukuran secara AAS ini adalah, proses penguraian

molekul menjadi atom dengan batuan energi dari api atau listrik. Atom yang

berada dalam keadaan dasar ini bisa menyerap sinar yang dipancarkan oleh

sumber sinar, pada tahap ini atom akan berada pada keadaan tereksitasi. Sinar

yang tidak diserap oleh atom akan diteruskan dan dipancarkan pada detektor,

kemudian diubah menjadi sinyal yang terukur. Panjang gelombang sinar

bergantung pada konfigurasi elektron dari atom sedangkan intensitasnya

bergantung pada jumlah atom dalam keadaan dasar. Metode dasar untuk analisa

Pb dimodifikasi untuk sensitifitas dan presisi pengukuran (Young dan Cockyane,

1993).
Untuk pasien yang telah terpapar oleh logam Pb dapat dilakukan

pemisahan dengan sumber Pb kemudian diberi perlakuan yaitu penambahan agen

pengkelat berdasarkan gejala dan kadar Pb dalam tubuhnya. Agen pengkelat yang

digunakan pada umumnya British Anti-Lewisite (BAL) dan Kalsium EDTA (Ca-

EDTA). Senyawa ini akan bereaksi dengan Pb yang berada di jaringan tubuh

kemudian akan mengalami ekskresi melalui urin (Young dan Cockyane, 1993).

4. Pestisida

Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh

atau mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama bagi petani sangat luas

yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh

fungi (jamur), bakteria dan virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput,

tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Pestisida bukan hanya

menyebabkan kematian bagi hama tetapi juga bagi manusia. 1 dari 1,5 juta
kematian di Amerika Serikat diakibatkan keracunan pestisida (Young dan

Cockyane, 1993).

Adanya pestisida akan menghambat kegiatan dari asetokolinsterase, enzim

yang berfungsi untuk menetralkan asetokolin pada ujung syaraf dan syaraf otot.

Penghambatan oleh pestisida akan menyebabkan banyak gejala yang berhubungan

dengan otot polos dan juga otot rangka, seperti muntah, diare, melambatnya detak

jantung, kelemahan otot, kram, gelisah dan insomia. Pada kasus keracunan akut,

kematian dapat terjadi akibat kelemahan otot dan gagal pernapasan (Young dan

Cockyane, 1993).

Pada analisa laboratorium, pasien dengan diagnosa keracunan pestisida

biasanya memiliki keterbatasan dalam beraktifitas diakibatkan aktifitas dari enzim

pseudokolinterase (ChE). Selain akibat dari pestisida, penurunan kadar ChE dapat

disebabkan oleh penyakit liver, keracunan alkohol atau kekurangan nutrisi.

Pestisida yang juga dapat mengurangi kadar ChE dalam tubuh adalah organofosfat

dan juga organokarbamat (Young dan Cockyane, 1993).

Metode yang digunakan untuk menganalisa ChE dalam tubuh adalah hidrolisis

dari sintesis subtrat yaitu thiokolin ester. Hasil reaksi berupa thiokolin yang akan bereaksi

dengan agen pewarna yang akan memberi warna pada panjang gelombang 410-450 nm.

Metode ini akan diukur dengan DuPont ACA. Aktifitas ChE akan berkurang setelah 24

jam terpapar pestisida (Young dan Cockyane, 1993).

5. Penyalahgunaan Obat
Obat-obatan yang ditemukan dalam kasus overdosis umumnya terbagi atas

4 kelas, yaitu: depresan, stimulan, halusinasi dan antidepresan atau analgesic.

Untuk antidepresan seperti alkohol, narkotika. Untuk stimulan seperti kokain,

amfetamin, dan turunan dari amfetamin (Young dan Cockyane, 1993).


a. Amfetamin
Kelompok amfetamin bukan hanya amfetamin dan methaphetamin

tetapi juga beberapa turunan dari amina, seperti phentermine, cephedrine,

pseudoprine, dan fenilpropanolamin. Amfetamin dan methaphetamin biasanya

diresepkan sebagai penekan nafsu makan dan pengobatan untuk anak hiperaktif.

Obat turunan yang lain biasanya digunakan dalam pengobatan untuk membantu

diet, dan juga dalam obat flu. Selain untuk penggunaan klinis, disalahgunakan

karena memberi efek stimulan. Gejala penggunaan amfetamin adalah pada

stimulasi saraf pusat, kehilangan nafsu makan, insomia, kelelahan, dan berbicara

yang berlebihan. Belum ditemukan penangkal spesifik dalam overdosis

amfetamin dan biasanya hanya dilakukan terapi-terapi pendukung (Young dan

Cockyane, 1993).
b. Barbiturat
Contoh dari obat yang termasuk dalam grup barbiturat adalah amobarbital,

butabarbital, butalbital, pentobarbital, phenobarbital dan secobarbital. Barbiturat

diklasifikasikan berdasarkan durasi waktu dari kegiatan farmakologisnya.

Obat dalam kelompok barbiturat ini termasuk dalam obat anti-depresan dan

digunakan untuk meringankan kecemasan, kelelahan dan emosi. Obat

ini umumnya diberikan agar untuk membantu penenangan dan tidur, namun

beberapa dari obat ini memiliki efek yang sama dengan alkohol. Overdosis

dari obat ini mengakibatkan bicara yang terbata-bata, kehilangan kesadaran

berpikir, pupil mata mengecil, dan menyerang sistem syaraf. Keracunan yang

berlebihan dapat menyebabkan kematian. Untuk penyembuhan dapat dilakukan

terapi dan alkalinisasi urin yang akan mencegah reabsorpsi (Young dan Cockyane,

1993).

c. Benzodiazepin
Kelompok obat benzodiapin termasuk dalam obat-obat yang digunakan

untuk mengurangi kecemasan. Contoh obat dalam kelompok ini diazepam,

oxazepam, flurazepam, lorazepam, alprazolam dan klordiazepoksida. Obat-obat

ini digunakan untuk mengatur gangguan tidur, kecemasan, dan kelaian lainnya.

Warga Amerika lebih cenderung mengkonsumsi obat ini dibandingkan

obat lainnya. Meskipun obat ini memiliki kecenderungan untuk disalahgunakan,

tetapi lebih banyak digunakan dibandingkan yang lain diakibatkan letal dosisnya

yang besar. Meskipun dikonsumsi dalam jumlah yang besar, tidak ada efek

keracunan yang dihasilkan kecuali dikonsumsi dengn alkohol (Young dan

Cockyane, 1993).
d. Kokain
Dahulu, kokain memiliki banyak kegunaan, namun sekarang

penggunaannya hanya terbatas untuk sebagai obat bius dalam rhinoplasty

dan bedah intranasal. Walaupun pemerintah telah berupaya untuk

mengekang penggunaannya. Sisa kokain disalahgunakan untuk efek

stimulasinya. Kokain dapat masuk dihirup oleh hidung dana atau masuk ke

dalam pembuluh darah sebagai kokain hidroklorida atau dihirup dalam

bentuk alkaloid sebagai pembagian dari basa bebas (Young dan Cockyane,

1993).
Kokain adalah anestetik yang secara alami terbentuk dan yang plaing besar

terjadi secara alami smilasi CNS. Gejala dari penyalahgunaan kokainialah sa,a

dengan amfetamin. Pada penambahan efek stimulasi, kokain memiliki efek racun

terhadap jantung yang dipercaya sebagai faktor penyebab kematian. Kokain

secara terurai menjadi benzoilekgonin dan ekgonin metil ester. Benzoylecgonine

adalah hasil metabolit yang diukur dengan metode awal untuk pengggunaan

kokain. Karena kokain terurai secara cepat, kelebihan dosis tidak biasa
memerlukan perlakuan secara spesifik. Overdosis biasnaya berjalan secara cepat

sebelum seorang pasien yang overdosis pada ruang emergensi (Young dan

Cockyane, 1993).

e. Cannabinoid
Diantara nama umum untuk kelompok senyawa cannabinoid

ialah marijuana, ganja, sensimilla, bunga, dan delta 9-tetrahydrocannabinol

(THC). Marijuana dan kokain adalah ialah senyawa paling umum dan illegal

di Amerika Serikat. Senyawa paling aktif dan sebagai psikoaktif pada marijuana

ialah THC. Marijuana biasanya terasapi pada rokok atau pipa saluran

namun terhirup kedalam mulut pada brownies atau makanan lainnya.

Namun marijuana tergolong kedalam senyawa halusinasinogen. Umumnya

digunakan dosis yang tidak menyebabkan halusinasi. Pengguna baru dapat

merasa paranoid, namun efek cannabinoid yang menyebabkan perasaan

bahagia, sejuk dan gelisah. Karena THC merupakan lemak yang larut

yang dapat mengakumulasi lemak ditubuh selama 7-8 hari. Penggunaanya

pada masa kritis digunakan pada interval kurang dari setengah hasil dari

besarnya ukuran THC yang tersimpan pada ukuran lemak (Young dan Cockyane,

1993).

f. Metadon

Metadon atau dolopin pertama kali di sintesis sebagai senyawa morphin di

jerman saat perang dua kedua. Metadon ini dapat menghasilkan banyak efek

seperti morpin, sebuah obat yang mengandung racun. Metadon merupakan

narkotika yang paling disalahgunakan karena ini sejenis dengan efek yang

ditimbulkan oleh heroin. Metadon digunakan untuk detoksifikasi obat yang


mengandung racun dan efek candu dari obat beracun tingkat tinggi (Young dan

Cockyane, 1993).

g. Kelompok Obat Beracun


Obat-obatan yang termasuk pada kelompok obat beracun ialah narkotika.

Kelompok obat beracun termasuk suatu senyawa yang diperoleh dari alam yang

kemudian di sintesis. Senyawa ini diisolasi dari bunga opium yaitu opium,

morfin,kodein dan thebaine. Heroin, hidromorfon dan oksikodon merupakan obat

yang masuk dalam kategori semi sintesis. Contoh dari sintesis obat-obatan yang

beracun tersebut ialah meperidine, metadon, propoksifen, pentazokin dan pentanil.

Opioid juga menyebabkan efek candu yang banyak disalahgunakan. Opiet ialah

satu dari obat-obatan yang dapat berfungsi sebagai penawar racun (Young dan

Cockyane, 1993).

h. Salisilat

Satu dari sekian banyak pengobatan termasuk salisilat ialah alka-seltzer,

anacin, aspirin, bufferin, exedrin dan midol. Salisilat diklasifikasikan sebagai anti

imflamasi, obat demam, anti nyeri dan digunakan untuk meredakan imflamasi,

demam dan sakit. Efek samping dari penggunaan salisilat dapat menyebabkan

iritasi pada organ pencernaan. Toksisitas salisilat sama pada anak-anak dan orang

dewasa. Toksisitas salisilat dapat memyebabkan alkalosis pernafasan karena

salisilat menstimulasi pusat pernafasan pada CNS, menyebabkan hipernea dan

takibnea (Young dan Cockyane, 1993).

i. Trisiklik Anti-Depresan
Kelompok trisiklik anti depresan terdiri dari banyak obat-obatan yang

dipasarkan dengan nama dagang yang berbeda-beda. Beberapa nama dagangnya

yaitu amitriptilin, nortriptilin, imipramine, desipramin dan lain-lain. Adapun obat-


obat lain yang memiliki anti depresi yang tidak termasuk dalam kelompok

senyawa trisiklik ialah trazodone, amoxsapin, dan maprotilin.

2.3 Prosedur Analisa


Analisa untuk pasien yang tercandu obat biasanya dilakukan melalui uji

urin. Pada banyak kasus, uji kualitatif urin akan menyediakan informasi yang

spesifik mengenai apakah seorang pasien mengalami overdosis atau tidak.

Karena pada umumnya pengobatannya hanya berupa terapi, uji kuantitatif juga

diperlukan untuk mengetahui adanya pengobatan spesifik lainnya. Banyaknya

volume uji dari urin membuat uji urin lebih dipilih dibandingkan uji darah (Young

dan Cockyane, 1993).

2.3.1 Metode Awal


Metode awal kuantitatif termasuk seperti test battery seperti imuno dan tes

spot bertujuan untuk menganalisa obat atau kelompok obat secara spesifik atau

melalui spektrum Kromatografi Lapis Tipis atau Gas Cair Kromatografi yang

dapat mendeteksi banyak obat dalam 1 kali analisa. Tes awal biasanya memakan

waktu 1 sampai 2 jam (Young dan Cockyane, 1993).


Metode yang digunakan untuk mendeteksi obat-obatan dalam urin adalah

dengan spot test. Uji ini dilakukan dengan menambahkan beberapa pereaksi

dengan contoh urin kemudian akan membentuk kompleks yang berwarna.

Umumnya tes ini dilakukan untuk jenis obat acetaminopin, imipramin, salisilat

dan phenotiazin. Keuntungan dari uji ini adalah tidak adanya perlakuan awal,

mudah dan tidak mahal dan tidak memerlukan ahli. Namun kekurangannya

kurang sensitif dan spesifik dibandingkan uji lain (Young dan Cockyane, 1993).
Lebih kompleks dibandingkan test spot adalah immunoassay.

Immunoassay akan menandai pasien yang memiliki ketergantungan obat. Obat-

obatan dalam tubuh pasien dapat diukur dengan radioisotop, enzim dan zat yang

berflourosensi. Metode yang termasuk immunoassay adalah Radioimmunoassay


(RIA), Enzyme Multiplied Immunoassay Technique (EMIT), dan Flourisence

Polarization Immunoassay (FPIA).


Untuk metode RIA, metode yang paling sensitif namun memerlukan

waktu yang lama untuk inkubasi jadi tidak dapat digunakan untuk keadaan

darurat. Metode EMIT dan FPIA tidak memerlukan perlakuan awal, sensitif

dalam keadaan mikrogram sampai nanogram, menghasilkan data yang tepat

meskipun dalam keadaan darurat dan telah dimodifikasi untuk beberapa

instrumen (Young dan Cockyane, 1993).


Ada 2 kerugian dengan uji immunoassay. Yang pertama adalah

immunoessay spesifik untuk 1 obat dan tidak dapat dilakukan untuk semua

obat. Yang kedua adalah beberapa immunoassay dapat bereaksi dengan

obat yang memiliki kesamaan struktur atau metabolisme. Meskipun

tes immunoassay memberikan hasil yang tepat namun untuk beberapa

kasus ketergantuangan obat terdapat hasil positif yang salah (Young dan

Cockyane, 1993).

2.3.2 Kromatografi Lapis Tipis


Metode toksikologi yang memerlukan teknik yang paling kompleks

adalah metode kromatografi. Kromatografi yang umumnya adalah Kromatografi

Lapis Tipis, Kromatografi Gas-Cair, Kromatografi Gas-Spektrofotometer

Massa dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.


Teknik kromatografinya didasarkan pada pemisahan obat-obatan dalam

fasa cair atau gas sebagai fase gerak dengan fase diam adalah cairan atau padatan.

Tingkat pemisahan pada obat didasarkan pada pada sifat fisika dan sifat kimia dari

kedua fasa. Kromatografi ini sangat baik digunakan untuk metode awal dan

metode konfirmasi (Young dan Cockyane, 1993).

Method Mobile Stationary Detector Aplikasi


Phase Phase
Reagen warna,
Pelarut Lapisan tipis Qualitative
KLT ultraviolet,
Organik silikat Screening
visualisasi
Lapisan cair Qualitative
Gas Inert :
GLC dalam Flame ionization screening dan
N2 dan He
padatan quantitative
Cairan Qualitative
Spektrofotomete
HPLC organik atau Padatan screening dan
r
buffer quantitative
Drug
Lapisan cair
Gas Inert : Spektrofotomete confirmation
GC-MS dalam
N2 dan He r Massa and
padatan
quantitation
Tabel 1. Metode Kromatografi

Dalam metode kromatografi, KLT merupakan prosedur yang paling

sederhana dan murah untuk kecanduan obat. Meskipun tidak memerlukan

instrumen yang mahal tetapi tes ini sangat objective terhadap analisa obat. Obat

dalam cairan tubuh harus diekstraksi terlebih dahulu sebelum diperiksa, misalnya

kelompok barbiturat memerlukan ekstraksi asam dan amfetamin memerlukan

ekstraksi basa. Setelah ekstraksi, contoh kemudian dilarutkan dengan pelarut

organik untuk mengekstraksi obat. Fasa organik kemudian dikeringkan dan residu

dianalisa dengan menggunakan kromatografi. Untuk menvisualisasikan obat,

kromatogram dapat disemprot dengan reagen warna atau dapat dilihat juga di

sinar UV. Beberapa obat dan metabolitnya dapat diidentifikasi dengan migrasi

atau pola warna yang dihasilkan (Young dan Cockyane, 1993).

2.3.3 Metode Konfirmasi


Metode konfirmasi dapat dilakukan dengan melakukan tes awal terlebih

dahulu dan metode kedua yang tidak berhubungan seperri immunoassay dan GC.

Tes konfirmasi umumnya memerlukan waktu yang lebih banyak dan instrumentasi

yang lebih kompleks daripada tes awal. Identifikasi obat-obatan biasa

menggunakan GC (Young dan Cockyane, 1993).

Gas Kromatografi

Kromatografi lain yang digunakan untuk metode konfirmasi adalah GLC,

GC-MS, GC, dan HPLC. Namun instrumen seperti GLC,GC, dan HPLC

memerlukan instrumen yang mahal dan keahlian peneliti yang tinggi. Untuk GLC

memerlukan ekstraksi contoh yang sederhana seperti pada ekstraksi KLT, jadi

contoh yang pekat dan cocok untuk injeksi. Setelah injeksi contoh, contoh

kemudian dibawa oleh gas pembawa. Ada 2 detektor yang digunakan dalam GLC

yaitu flame ionization detector dan thermoionic selective detector. Hasil analisa

dapat berupa peak-peak (Young dan Cockyane, 1993).

HPLC hampir sama dengan GLC kecuali fasa geraknya yang berupa

cairan. Setelah contoh diekstraksikan, kemudian diinjeksikan dalam fase gerak di

alat HPLC. Ketika melewati alat spektrofotometer, sampel akan menghasilkan

peak-peak yang akan diinterpretasi. HPLC, GLC dan GC-MS dapat digunakan

sebagai analisa kuantitatif dan kualitatif. Analisa dengan instrumen ini akan

menghasilkan analisa yang sangat sensitif, spesifik, objektif. Kekurangannya

adalah harga dari metode analisa yang tinggi, harus adanya perlakuan awal dan

memerlukan ahli dalam analisanya (Young dan Cockyane, 1993).

GC-MS menggunakan gas kromatografi dengan spektrofometer massa

yang digunakan sebagai detektor. Pada MS, obat ditembak dengan elektron. Ion
yang dihasilkan akan membentuk fragmen-fragmen yang akan dielusidasi

strukturnya. GC-MS memberikan hasil yang sangat spesifik untuk

mengidentifikasi obat dalam tubuh. Untuk metode kromatografi, hanya TLC yang

dapat digunakan dalam keadaan darurat karena waktu uji yang diperlukan sangat

lama (Young dan Cockyane, 1993).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari

zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang


penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta

efek yang di timbulkannya.

3.2 Saran

Karena sifat dari organ tubuh ini rentan terhadap racun, untuk itu kita

harus dapat mencegah terjadinya keracunan, misalnya dengan pengurangan

intensitas paparan dari racun tersebut. Dan kita juga perlu mengetahui tindakan

awal apa yang harus dilakukan jika terdapat orang yang keracunan agar efek dari

racun itu bias diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar; Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko.
Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, UI Press.
Young, S.C.A., dan Cockyane, S., 1993, Clinical Chemistry :
Concepts And Applications, Philadelphia: Saunders

Anda mungkin juga menyukai