Anda di halaman 1dari 21

Etika Bisnis (H2)

Paper Kelompok 8

Etika Produksi dan Pemasaran Kepada Konsumen dan


Dimensi Etis Iklan

Oleh Kelompok 8
Anggota:

Gede Leo Satria Wijaya (1415251121)

Ida Bagus Suandayana (1415251125)

Kadek Bramantya Abdy Pangestu (1415251171)

Program Non Reguler

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

2017
1. Pasar dan Perlindungan konsumen

Pasar
Pengertian pasar secara umum dan serimg dikenal adalah tempat pertemuan pembeli dan
penjual. Pengertian tersebut adalah pengertian tradisional. Pengertian pasar menurut konsep
pemasaran berbeda dengan pengertian pasar tradisional sehari-hari. Perbedaan tersebut karena
pasar menurut pemasaran dipandang sebagai sasaran atau tujuan kegiatan pemasaran. Oleh
karena itu, pengertian pasar bukanlah bersifat tempat yang statis. Pengertian menurut pemasaran
adalah:
Pasar adalah kelompok individual (perorangan maupun organisasi) yang mempunyai
permintaan terhadap barang tertentu, berdaya beli, dan berniat merealisasikan pembelian
tersebut.

Klasifikasi Pasar

Pasar tradisional, Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli
serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses
tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang
dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.

Pasar modern, Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar
jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat
label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya
dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga.
Fungsi Pasar
1. Fungsi Distribusi
Dalam kegiatan distribusi, pasar berfungsi mendekatkan jarak antara konsumen dengan produsen
dalam melaksanakan transaksi. Dalam fungsi distribusi, pasar berperan memperlancar
penyaluran barang dan jasa dari produsen kepada konsumen.
2. Fungsi Pembentukan Harga
Pasar berfungsi sebagai pembentuk harga pasar, yaitu kesepakatan harga antara penjual dan
pembeli.
3. Fungsi Promosi
Pasar merupakan sarana paling tepat untuk ajang promosi. Pelaksanaan promosi dapat dilakukan
dengan cara memasang spanduk, membagikan brosur, membagikan sampel, dll.

Pengertian Konsumen
Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :

Pasal 1 butir 2 :
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan.
Menurut Hornby :

Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa;
seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu;
sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang
yang menggunakan barang atau jasa.
Perlindungan Konsumen
Kata-kata Perlindungan Konsumen bukan lagi merupakan istilah atau kata baru dalam
kehidupan kita sehari-hari. Undang-Undang Perlindungan Konsumen pun telah diundangkan
sejak tahun 1999 di bawah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang tersebut pun telah diberlakukan sejak tanggal diundangkannya. Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia telah berdiri jauh sebelum Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dibidani dan dilahirkan. Namun demikian perlindungan konsumen di Indonesia masih
jauh dari pengharapan. Tulisan ini dibuat untuk memberikan pemahaman lagi bagi konsumen
dan pelaku usaha di Indonesia mengenai pentingnya perlindungan konsumen bagi semua, tidak
hanya konsumen tetapi juga pelaku usaha, karena eksistensi atau keberadaan perlindungan
konsumen yang baik akan menciptakan sustainability bagi pelaku usaha untuk jangka waktu
yang panjang.
Yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Dalam Black S
Law Didtionary edisi 6 dikatakan bahwa Consumer protection refers to laws designed to aid
retail consumers of goods and services that have been improperly manufactured, delivered,
performed, handled, or described. Such laws provide the retail consumer with additional
protections and remedies not generally provided to merchant and others who engaged in
business transactions, on the premise that consumers do not enjoy an arms-length bargaining
position with respect to the businessmen with whom they deal and therefore should not be strictly
limited by the legal rules that govern recovery for damages among businessmen.
Jadi perlindungan konsumen ini adalah suatu upaya (dalam lapangan hukum) yang diberikan
kepada konsumen pada saat konsumen tersebut mulai melakukan proses pemilihan serangkaian
atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk menggunakan
barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu, hingga akibat yang terjadi setelah
barang dan jasa tersebut dipergunakan oleh konsumen. Yang disebut terdahulu, yaitu upaya
perlindungan pada saat konsumen tersebut mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau
sejumlah barang dan atau jasa disebut upaya preventif; sedangkan upaya selanjutnya disebut
dengan upaya kuratif.
Konsumen dilindungi dari setiap tindakan atau perbuatan dari produsen barang dan atau
jasa, importer, distributor penjual dan setiap pihak yang berada dalam jalur perdagangan barang
dan jasa ini, yang pada umumnya disebut dengan nama pelaku usaha. Ada dua jenis perlindungan
yang diberikan kepada konsumen, yaitu perlindungan preventif dan perlindungan kuratif.
Perlindungan preventif adalah perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat
konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau
jasa tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa
tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli, atau menggunakan atau memanfaatkan
barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut.
Perlindungan kuratif adalah perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat
dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau jasa tertentu olehkonsumen.Dalam hal ini perlu
diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu serta tidak boleh dipersamakan
dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya konsumen adalah mereka yang
membeli suatu barang atau jasa. Dalam hal ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang
tersebut adalah pengguna atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli
ia mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.
Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan konsumen , keamanan konsumen dilihat
sebagai produk yang paling efisien bila disediakan melalui mekanisme pasar bebas di mana
penjual memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen. Dalam teori, konsumen yang
menginginkan informasi bisa mencarinya di organisasi-organisasi seperti consumers union, yang
berbisnis memperoleh dan menjual informasi. Dengan kata lain, mekanisme pasar perlu
menciptakan pasar informasi konsumen jika itu yang diinginkan konsumen.
Adapun kewajiban konsumen untuk melindungi kepentingannya ataupun produsen yang
melindungi kepentingan konsumen, sejumlah teori berbeda tentang tugas etis produsen telah
dikembangkan , masing- masing menekankan keseimbangan yang berbeda antara kewajiban
konsumen pada diri mereka sendiri dengan kewajiban produesn pada konsumen meliputi
pandangan kontrak, pandangan due care dan pandangan biaya sosial.
Perangkat Hukum Indonesia
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih
barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan
adalah:
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 ,
dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No.
3821

Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Usaha Tidak Sehat.

Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian
Sengketa

Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan


Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang


Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota

Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005
tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
Hukum Perlindungan Konsumen
Adalah : Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam Hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau jasa
konsumen.
Jadi kesimpulan dari pengertian pengertian diatas adalah :
Bahwa Hukum perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi para pihak yang
mengadakan hubungan hukum atau yang bermasalah dalam keadaan yang tidak seimbang.
Pasal 2 UU No. 8/ 1999, tentang Asas Perlindungan Konsumen :
Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan
keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Sedangkan Pasal 3 UU No. 8/ 1999, tentang Tujuan Perlindungan Konsumen :
Perlindungan Konsumen bertujuan :

1. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;


2. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses
negatif pemakai barang dan/ atau jasa;
3. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-
haknya sebagai konsumen;
4. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6. meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan , kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
2. Hubungan Produsen dan Konsumen

Pada umumnya konsumen dianggap mempunyai hak tertentu yang wajib dipenuhi oleh
produsen, yang disebut sebagai hak kontraktual. Hak kontraktual adalah hak yang timbul dan
dimiliki seseorang ketika ia memasuki suatu persetujuan atau kontrak dengan pihak lain. Maka,
hak ini hanya terwujud dan mengikat orang-orang tertentu, yaitu orang-orang yang mengadakan
persetujuan atau kontrak satu dengan yang lainnya. Hak ini tergantung dan diatur oleh aturan
yang ada dalam masing-masing masyarakat.

Ada beberapa aturan yang perlu dipenuhi dalam sebuah kontrak yang dianggap baik dan adil,
yang menjadi dasar bagi hak kontraktual setiap pihak dalam suatu kontrak.
a. Kedua belah pihak mengetahui sepenuhnya hakikat dan kondisi persetujuan yang mereka
sepakati. Termasuk disini, setiap pihak harus tahu hak dan kewajibann, apa konsekuensi dari
persetujuan atau kontrak itu, angka waktu dan lingkup kontrak itu dan sebagainya.
b. Tidak ada pihak yang secara sengajamemberian fakta yang salah atau memsukan fakta tentang
kondisi dan syarat-syarat kontrak untuk pihak yang lain. Semua informasi yang relevan untuk
diketahui oleh pihak lain
c. Tidak boleh ada pihak yag dipaksa untuk melakukan kontrak atau persetujuan itu. Kontrak
atau persetujuan yang dilakukan dalam keadaan terpaksa dandipaksa harus batal demi hukum.
d. Kontrak juga tidak mengikat bagi pihak mana pun untuktindakan yang bertentangan dengan
moralitas.
3. Gerakan Konsumen

Gerakan konsumen merupakan hal sangat penting dalam upaya riil mewujudkan
perlindungan konsumen dan keadilan dalam pasar. Pada prinsipnya sebuah gerakan konsumen
diawali dari kesadaran akan hak dan kewajiban konsumen. Pelanggaran dan tidak terpenuhinya
hak konsumen menjadi sumber utama bagi terjadinya permasalahan/sengketa konsumen.
Ketidakadilan bagi konsumen muncul dalam sengketa konsumen. Kesadaran akan kondisi
ketidakadilan tersebut menjadi salah satu penggerak bagi sebuah gerakan konsumen guna
mewujudkan keadilan pasar. Gerakan konsumen sendiri akan terwujud jika terbangun solidaritas
diantara konsumen. Untuk menuju sebuah kesadaran kritis dan tumbuhnya rasa solidaritas
tersebut memerlukan proses pendidikan yang terus menerus.

Untuk memperkenalkan gerakan konsumen tersebut, peserta diharapkan mampu


memahami makna dan tujuan dari gerakan konsumen. Beberapa cara untuk mengetahui dan
memahami gerakan konsumen antara lain dengan memahami istilah-istilah yang seringkali rancu
dan salah kaprah dalam penggunaannya (konsumerisme dengan konsumtivisme) dan mengetahui
sejarah gerakan konsumen di berbagai belahan dunia. Bahwa perlu dipahami juga bagaimana
gerakan konsumen telah pula dilakukan di negara lain mulai beberapa ratus tahun yang lalu.
Peserta diajak untuk semakin memiliki solidaritas dengan memahami pentingnya sebuah
pengorganisasian masyarakat.
4. Fungsi Iklan
Pada umumnya kita menemukan dua pandangan berbeda mengenai fungsi iklan. Keduanya
menampilkan dua model iklan yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing ,yaitu iklan
sebagai pemberi informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat umum.

Iklan Sebagai Pemberi Informasi


Pendapat pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan media
untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan
atau sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa iklan berfungsi
untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci mungkin tentang
suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu
sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun, apakah dalam kenyataannya
pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan sasaran paling jauh. Sasaran dekat
yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya,
kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.

Dalam kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk
membeli kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan hanyalah media informasi yang netral untuk
membantu pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur. Namun, ini tidak berarti iklan
yang informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap
dapat tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat. Sehubungan dengan
iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada tiga pihak yang terlibat dan
bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan. Pertama,
produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang mengemas iklan dalam segala
dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan sebagainya. Ketiga, bintang iklan.
Dalam perkembangan di masa yang akan datang, iklan informatif akan lebih di gemari.
Karena, pertama, masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau bahkan ditipu
oleh iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Kedua, masyarakat
sudah bosan bahkan muak dengan berbagai iklan hanya melebih-lebihkan suatu produk. Ketiga,
peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat
kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.

Iklan Sebagai Pembentuk Pendapat Umum


Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang laik iklan dilihat
sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk.
Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha mempengaruhi
massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk
membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang manupulatif, persuasif, dan
tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut. Karena
itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif. Secara etis, iklan manipulasi jelas
dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi manusia, dan segala aspek
kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia. Iklan persuasif sangat
beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya iklan semacam itu.
Bahkan batas antara manipulasi terang-terangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada baiknya kita
bedakan dua macam persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi rasional tetap
mengahargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk,
sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen itu. Persuasi
rasional bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang penting
adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan yang mengandalkan
persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan .jadi,kebenaran iklan itulah
yang ditonjolkan dan dengan demikian konsumen terdorong untuk membeli produk
tersebut.maka,iklan semacam itumemang berisi informasi yang benar,hanya saja kebenaran
informasi tersebut ditampilkan dalam wujud yang sedemikian menonjol dan kuat sehingga
konsumen terdorong untuk membelinya.dengan kata lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang
bisa dipertanggung jawabkan. Berbeda dengan persuasi rasional, non-rasional umumnya hanya
memanfaatkan aspek (kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau,
tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak pada
argumen yang berifat rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka, yang di pentingkan
adalah kesan yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu,
gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga logika iklan tidak diperhatikan dengan baik.
Iklan yang menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat non-
rasional. Pertama, karena iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya,
melainkan memanipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan
dan penuh bujuk rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan memilih pada
konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk mengikuti kemauan pengiklan ,
bukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan terbukti kebenaranya.
5. Beberapa Persoalan Etis Dalam Iklan

Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang
manipulatif dan persuasif non-rasional.
Pertama, iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini jelas sekali
terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya
untuk membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern
sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan,
khususnya iklan manupulatif dan persuasif yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan
dengan imperatif moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi
kepentingan lain di luar dirinya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pada fenomena iklan manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar di beri informasi untuk membantunya memilih
produk tertentu.
Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan manipulatif dan persuasif non-rasional menciptakan
kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal ini
tidak baik karena dengan demikian akan menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli
masyarakat. Bahkan, dapat memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi kebutuhan
hidupnya yang bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul masyarakat konsumtif,
di mana banyak dari apa yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan
benar-benar kebutuhan.
Ketiga, yang menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulatif dan persuasif
non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra memiliki barang
sebagaimana ditawarkan iklan. Ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut
seperti diiklankan bintang film terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia modern lalu hanyalah
identitas massal, serba sama, serba tiruan, serba polesan, serba instan.
Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang tinggi,
iklan merongrong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah
sangat ironis dengan kenyataan sosial di mana banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk
sadar hidup. Iklan yang mewah tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesamanya
yang miskin. Kendati dalam kenyataan praktis sulit menilai secara umum etis tidaknya iklan
tertentu, ada baiknya kami paaparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam
iklan. Pertama, iklan tdak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud
memperdaya konsumen. Masyarakat dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk
membeli produk tertentu. Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya karenatelah diperdaya oleh
iklan tertentu. Kedua, iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu,
khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia. Ketiga, iklan tidak boleh mengarah
pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan terang-terangan. Keempat, iklan tidak boleh
mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas: tindak kekerasan, penipuan,
pelecehan seksual, diskriminasi, perendahan martabat manusia dan sebagainya.
6. Makna Etis Menipu dalam Iklan

Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk pendapat umum, iklan pada
akhirnya membentuk citra sebuah produk atau bahkan sebuah perusahaan di mata masyarakat.
Citra ini terbentuk bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri, melainkan
terutama terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan apa
yang disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat ataupun tersirat. Karena itu, iklan sering
dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat dan misi sebuah perusahaan atau
produk.

Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan hal
yang benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang,
melainkan juga pada akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya
sebagai sebuah profesi yang baik.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang dan karena itu secara moral dikutuk adalah
iklan yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan
maksud menipu atau yang menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang
keliru pada pihak konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa
adanya tentang produk yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain, berdasarkan prinsip
kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral adalah iklan yang mem beri pernyataan atau
informasi yang benar sebagaimana adanya.

7. Kebebasan Konsumen
Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan, dan makna etis dari menipu
dalam iklan, ada baiknya kita singgung sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya
pasar. Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan
antara produsen dan konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula hubungan
penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula
menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.

Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi,
perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga
konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu,
tanpa harus berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa
profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar punya komitmen moral
untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, kalau ini pun tidak memadai, kita
membutuhkan perangkat legal politis, dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang
periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah, melalui departemen terkait,
untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.

CONTOH KASUS
KASUS I
Power Balance adalah merek gelang yang oleh pembuat dan vendornya diklaim sebagai produk
yang menggunakan teknologi holografis, yang bekerja dengan medan energi alami tubuh.
Power Balance menggunakan terapi hologram, yaitu pengobatan energi, yang merupakan cabang
dari pengobatan alternatif. Menurut pembuatnya, Power Balance didasarkan pada gagasan untuk
mengoptimalkan aliran energi di dalam tubuh. Hologram pada Power Balance didesain untuk
beresonansi dan merespon medan energi alami tubuh.

Power Balance lebih dipromosikan melalui atlet yang dibayar, dan viral marketing ketimbang
melalui bukti ilmiah. Yang akhirnya perusahaan ini mendapat banyak kritik, dan kebanyakan
adalah tuduhan bahwa mereka mengeluarkan iklan palsu. Pada Desember 2010, Australian
Competition and Consumer Commission (ACCC) mengharuskan Power Balance untuk membuat
pernyataan yang berisi pengakuan bahwa mereka terlibat dalam tindakan yang menyesatkan.
Berikut ini adalah beberapa tindakan yang harus dilakukan oleh pihak Power Balance:
1. Mempublikasikan iklan yang benar dengan biaya sendiri
2. Berhenti untuk mengklaim bahwa produk Power Balance:
a. Akan meningkatkan keseimbangan, kekuatan, dan fleksibilitas
b. Dirancang untuk bekerja dengan medan energi alami dalam tubuh
c. Membuat klaim bahwa "Power Balance adalah Performance Technology"
3. Berhenti memproduksi produk yang mengandung kata Performance Technology
4. Mengganti materi promosi dan pemasaran
5. Menawarkan pengembalian dana penuh, ditambah ongkos kirim.

CEO Power Balance Australia, Tom O'Dowd, mengatakan, "Awalnya kami mengklaim bahwa
produk kami meningkatkan kekuatan, keseimbangan, dan fleksibilitas, dan kami tidak memiliki
percobaan acak yang telah diuji sejawat secara ilmiah ataupun tingkatan bukti yang kami
butuhkan untuk mendukung klaim tersebut". Ketua ACCC, Graeme Samuel menyatakan, "Kami
sangat kecewa bahwa begitu banyak orang yang telah membayar ratusan ribu, bahkan sampai
jutaan dolar, untuk membeli gelang ini". Power Band Australia diharuskan mengeluarkan
sejumlah iklan di media Australia yang berisi pengakuan dan penawaran pengembalian uang.
Dan ini pernyataan dari pihak Power Balance di media.
Dalam iklan, kami menyatakan bahwa gelang tangan Power Balance meningkatkan kekuatan,
keseimbangan dan fleksibilitas Anda. Kami mengakui bahwa tak ada bukti ilmiah kredibel yang
mendukung klaim kami dan maka dari itu kami telah terlibat dalam tindakan yang menyesatkan
melanggar S52 dalam Undang-Undang Praktek Perdagangan 1974. Jika Anda merasa telah
disesatkan oleh promosi kami, kami meminta maaf dan menawarkan pengembalian uang secara
penuh.
Pada Desember 2010, Italy's Antitrust Authority mendenda Power Balance sebesar 300,000 Euro
(dan perusahaan lainnya sebesar 50,000 Euro) karena tidak menyertakan bukti ilmiah untuk
klaim mereka. Pada Janauri 2011, Point Break, salah satu penjual resmi gelang Power Balance di
Indonesia, menarik produk tersebut dari seluruh gerainya.

KASUS II
Konsumen merasa dikelabui iklan. Pengacara produsen anggap iklan sebagai cara menggoda
orang untuk membeli produk. Iklan sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang
diperdagangkan laku. Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali
merasa tertipu iklan. Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli
kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon city car dan irit telah menarik minat
perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla-- begitu Ludmilla Arief biasa
disapamembeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan. Sebulan
menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon irit dalam
iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba
menelusuri kebenaran janji irit tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan
konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.
Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu, ujarnya
ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk
pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah
BuncitKuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke
Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.
Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March
mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur
Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari.
Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute
kombinasi, imbuhnya. Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan
Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla
meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. Saya berharap
diadakan road test dengan ada saksi, kata karyawati swasta itu.
Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla
meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan
BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1)
huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta
membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan
keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.
Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan
NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada
iklan produsen yang tak sesuai kenyataan.Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan
March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah
dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,
ujarnya usai persidangan.
Kuasa hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada
kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak
membohongi konsumen. Iklan Nissan jujur, ada datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan
iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang, pungkasnya.
Referensi
Sutrisna Dewi, 2011. Etika Bisnis Konsep Dasar dan Implementasi Kasus. Bali: Universitas
Udayana Press.
https://id.wikipedia.org/wiki/Power_Balance (diakses pada 9 April 2017)
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f8503fecc5fb/kasus-iklan-nissan-march-masuk-
pengadilan (diakses pada 9 April 2017)

Anda mungkin juga menyukai