Anda di halaman 1dari 6

1.

Mekanisme kerja antibiotik


A. INHIBISI SINTESIS DINDING SEL
Bakteri mempunyai lapisan luar yang kaku, yaitu dinding sel. Dinding
sel mempertahankan bentuk dan ukuran mikroorganisme, yang
mempunyai tekanan osmotik internal tinggi. Cedera pada dinding sel
(misal, karena lisozim) atau inhibisi pada pembentukannya dapat
menyebabkan sel menjadi lisis. Dalam lingkungan hipertonik (misal,
sukrosa 20%), kerusakan pembentukan dinding sel mengakibatkan
terbentuknya protoplas" bakteri sferis pada organisme gram positif
atau "sferoplas" pada organisme gram negatif, bentuk-bentuk tersebut
dilapisi oleh membran sitoplasma yang rapuh. Jika protoplas atau
sferoplas tersebut ditempat-kan pada lingkungan dengan tonisitas
normal, keduanya akan mengambil cairan secara cepat,
membengkak, dan dapat pecah. Spesimen dari pasien yang telah
diobati dengan antibiotik aktif-dinding sel sering memperlihatkan
bakteri yang membengkak atau mengalami kerusakan bentuk.

Dinding sel mengandung polimer kompleks "mukopeptida"


("peptidoglikan") yang khas secara kimiawi, yang terdiri dari
polisakarida dan polipeptida dengan banyak hubungan silang.
Polisakarida tersebut biasanya mengandung gula amino N-
asetilglukosamin dan asam asetilmuramat. Asam asetilmuramat
ditemukan hanya pada bakteri. Rantai peptida pendek menempel
pada gula amino. Rigiditas akhir dinding sel dibentuk oleh ikatan
silang rantai peptida (misal, melalui ikatan pentaglisin) sebagai
akibat reaksi transpeptidasi yang dikerjakan oleh beberapa enzim.
Lapisan peptidoglikan
lebih tebal pada dinding sel bekteri gram positif daripada bakteri
gram negatif.
Semua obat B-laktam merupakan inhibitor selektif terhadap sintesis
dinding sei bakteri sehingga secara aktif melawan pertumbuhan
bakteri. Inhibisi ini hanyalah salah satu dari beberapa aktivitas
obat, tetapi inilah yang paling dimengerti. Langkah awal kerja obat
berupa pengikatan obat ke resptor sel (protein pengikat penisilin;
penicillinbinding protein, PBP). Grdapat tiga sampai enam PBP (BM
4-12 x 10t), beberapa di antaranya adalah enzim transpeptidasi.
Reseptor yang berbeda mempunyai afinitas yang berbeda pula
untuk suatu obar, dan masingmasing reseptor dapat
memperanrarai efek yang berbeda.

Misalnya, pelekatan penisilin ke satu PBP dapat menyebabkan


pemanjangan sel yang abnormai, sedangkan pelekatan pada PBP
lain dapat menyebabkan defek di
tepi dinding sel, sehingga mengakibatkan lisis sel. PBP dikendalikan
oleh kromosom, dan mutasi dapat mengubah jumlah atau afinitas
PBP terhadap obat-obat
B-laktam. Setelah obat B-laktam melekat pada satu resepror atau
lebih, reaksi transpeptidase dihambat dan sintesis peptidogiikan
tertahan. Langkah selanjutnya kemungkinan melibatkan
perpindahan atau inaktivasi inhibimr enzim autolitik di dinding sel.
Ini mengaktifkan enzim litik dan dapat menyebabkan lisis bila
lingkungannya isotonik. Pada lingkungan yang sangar h;perronik,
mikroba berubah
menjadi protoplas atau sferoplas, hanya dilapisi oleh membran sel
yang rapuh. Pada sel-sel rersebur, sintesis protein dan asam nukleat
dapat berlanjut beberapa waktu
lamanya. Inhibisi enzim transpeptidase oleh penisilin dan
sefalosporin mungkin karena adanya kesamaan struktur obat-obat
tersebut dengan asil-o-alanil-o-alanin. Reaksi transpeptidase
melibatkan hilangnya o-alanin dari pentapeptida.
Tidak toksiknya obat B-laktam terhadap sel mamalia disebabkan oleh
karena sel hewan tidak memiliki dinding sel tipe bakteri dengan
peptidoglikannya. Perbedaan
kerentanan bakteri gram positifdan gram negatif terhadapberbagai
penisilin atau sefalosporin mungkin bergantung pada perbedaan
struktur dinding selnya (misal, jumlah peptidoglikan, adanya
resepror dan lipid, sifat hubungan

B. INHIBISI FUNGSI MEMBRAN SEL


Sitoplasma semua sel yang hidup diikat oleh membran sitoplasma,
yang bekerja sebagai barier permeabilitas selektif, berfungsi
sebagai rranspor aktif, sehingga mengontrol komposisi internal sel.
Jika integritas fungsional membran sitoplasma terganggu,
makromolekul dan ion dapat keluar dari sel sehingga dapat
menyebabkan kerusakan atau kematian sel. Membran sitoplasma
bakteri dan jamur mempunyai struktur yang berbeda dari sel-sel
hewan dan dapat lebih mudah dirusak oleh agen rertentu. Oleh
karenanya, kemote rapi selekrif mungkin untuk dilakukan. Contoh
mekanisme tersebut adalah polimilain yang bekerja pada bakteri
gram negatif dan poliene yang bekerja pada jamur. Poliene perlu
berikatan dengan sterol yang ada dalam membran sel jamur tetapi
tidak ada pada membran sei bakteri. Sebaliknya, polimiksin tidak
aktif .melawan jamur dan poliene tidak aktif melawan bakterisuatu
contoh tolsisitas selektif yang menyolok. Contoh-contoh agen
lainnya yang bekerja dengan cara inhibisi fungsi membran sel
adalah amfoterisin B, kolistin, dan imidazol serta triazol.

C. INHIBISI SINTESIS PROTEIN


Telah dibuktikan bahwa eritromisin, linkomisin, tetrasiklin,
aminoglikosida, dan kloramfenikol dapat menghambat sintesis
protein pada bakteri. Mekanisme kerja yang tepat dari obat-obat
tersebut belum sepenuhnya diketahui. Bakteri mempunyai ribosom
70S, sedangkan sel mamalia mempunyai ribosom 80S. Subunir
setiap tipe ribosom, komposisi kimianya, dan spesifisitas
fungsionalnya cukup berbeda untuk menjelaskan mengapa obat
antimikroba dapat menghambat sintesis protein pada ribosom
bakteri tanpa berefek besar pada ribosom mamalia.

Pada sintesis protein mikroba normal, pesan mRNA secara


simultan "dibaca" oleh beberapa ribosom yang memanjang di
sepanjang untai mRNA. Ini disebut polisom. Contoh obat yang
bekerja dengan cara inhibisi sintesis protein adalah eritromisin,
linkomisin, tetrasiklin, aminoglikosida, dan kloramfenikol.

1. Aminoglikosida
Cara kerja streptomisin telah dipelajari lebih intensif daripada
aminoglikosida, tetapi kemungkinan cara kerja keduanya sama.
Langkah pertama adalah pelekatan aminoglikosida ke protein
resptor spesifik (P12 pada streptomisin) pada subunit 30S ribosom
mikroba. Kedua, aminoglikosida menyekat aktivitas normal
"kompleks inisiasi" pembentukan peprida (mRNA + formil metionin
+ tRNA). Ketiga, pesan mRNA dibaca salah pada "regio pengenalan"
ribosom; akibatnya, asam amino yang salah dimasukkan ke daiam
peptida, menyebabkan protein nonfungsional. Keempat, pelekatan
aminoglikosida menyebabkan pemecahan polisom menjadi monosom
sehingga tidak mampu melakukan sintesis protein. Aktivitas
tersebut terjadi kurang lebih secara simultan, dan efek keseluruhan
biasanya adalah kejadian ireversibel-membunuh bakteri.

Resistansi kromosom mikroba terhadap aminoglikosid secara prinsip


bergantung pada kurangnya reseptor protein spesifik pada subunit
30S ribosom. Resistansi
bergantung-plasmid terhadap aminoglikosida bergantung pada
produksi enzim-etrzim adenilasi, foslorilasi, atau asetilasi oleh
mikroorganisme yang dapat menghancurkan obat. Tipe ketiga
resistansi berupa "defek permeabilitas", suatu perubahan membran
luar yang mengurangi transpor aktif aminoglikosida ke dalam sel
sehingga obat tidak dapat mencapai ribosom. Sering kali kejadian
tersebut diperantarai oleh plasmid.

2. Makrolid, Azalid
Obat-obat ini (eritromisin, azitromisin, dan klaritromisin) berikatan
dengan subunit 50S ribosorn, dan tempat pengikatannya adalah
rRNA 23S. Obat-obat tersebut dapat mengganggu pembentukan
kompleks inisiasi untuk sintesis rantai peptida atau dapat
mengganggu reaksi translokasi aminoasii. Beberapa bakteri resistan
makrolid tidak memiliki reseptor yang tepat pada ribosom (melalui
metilasi rRNA). Keadaan tersebut mungkin diatur plasmid atau
kromosom.

3. Linkomisin
Klindamisin berikatan dengan subunit 50S ribosom mikroba. Tempat
pengikatan, aktivitas antibakteri, dan cara kerja klindamisin serupa
dengan rnakrolid. Mutasi kromosom resistan karena tidak memiliki
tempat pengikatan yang tepat pada subunit 50S.

4. Tetrasiklin
Tetrasiklin berikatan dengan subunit 30S ribosom mikroba. Tetrasiklin
menghambat sintesis protein dengan menghambat pelekatan tRNA-
aminoasil yang bermuatan.
Oleh karena itu, tetrasiklin mencegah masuknya asam amino baru
ke rantai peptida yang baru timbul. Kerja tetrasiklin biasanya
bersifat inhibitor dan reversibel pada
penghentian obat.

Resistansi terhadap tetrasiklin disebabkan oleh perubahan


permeabilitas selubung sel
mikroba. Pada sel-sel yang rentan, obat terkonsentrasi dari
lingkungan dan tidak siap meninggalkan sel. Pada sel-sel yang
resistan, obat tidak ditranspor secara aktif ke
dalam sel atau meninggalkan sel secara cepat sehingga
konsentrasi inhibitorik tidak dipertahankan. Keadaan tersebut sering
diatur plasmid. Sel-sel mamalia tidak
memekatkan tetrasiklin secara aktif.

5. Kloramfenikol
Kloramfenikol berikatan dengan subunit 50S ribosom. Obat tersebut
mengganggu pengikatan asam amino baru ke rantai peptida yang
baru timbul, sebagian karena
klorarnfenikol menghambat peptidil transferase. Kloramfenikol
terutama bersifat bakteriostatik, dan pertumbuhan mikroorganisme
berlanjut ketika obat dihentikan. Mikroorganisme yang resistan
terhadap kloramfenikol menghasilkan enzim kloramfenikol
asetiltransferase, yang menghancurkan aktivitas obat. Produksi
enzim tersebut biasanya diatur oleh suatu piasmid.

D. INHIBISI SINTESIS ASAM NUKLEAT


Contoh obat yang bekerja dengan cara inhibisi sintesis asam
nukleat adalah kuinolon, pirimetamin, rifampin, sulfonamid,
trimetoprim, dan trimetreksat. Rifampin
menghambat pertumbuhan bakteri dengan secara kuat berikatan
pada RNA poiimerase dependen-DNA bakteri. Oleh karena itu,
rifampin menghambat sintesis RNA bakteri. Resistansi rifampin
disebabkan oleh perubahan RNA polimerase akibat mutasi
kromosom yang terjadi dengan frekuensi tinggi. Mekanisme kerja
rifampin pada virus berbeda. Obat tersebut menghambat tahap
lanjut pada asembli poxvirus.
Semua kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA
mikroba dengan menghambat DNA girase. Untuk banyak
mikroorganisme, asam p-aminobenzoat (PABA) merupakan metabolit
penting. Cara kerja spesifik PABA berupa kondensasi suatu pteridin
yang dependen adenosin trifosfat (ATP) dengan PABA untuk
menghasilkan asam dihidropteroat, yang kemudian diubah menjadi
asam folat. PABA berperan daiam sintesis asam folat, suatu
prekursor yang penting dalam sintesis asam nukleat. Sulfonamid
adalah analog struktural PABA dan menghambat dihidropteroat
sintetase. Sulfonamid dapat masuk ke dalam reaksi di tempat PABA
dan bersaing untuk pusat aktif enzim. Akibatnya, terbentuk analog
asam folat nonfungsional, yang mencegah pertumbuhan sel bakteri
lebih lanjut. Kerja penghambat sulfonamid pada pertumbuhan
bakteri dapat ditiadakan dengan PABA yang berlebihan dalam
lingkungan (inhibisi kompetitif). Sel-sel hewan tidak dapat
menyintesis asam folat dan harus bergantung pada sumber
eksogen. Beberapa bakteri, seperti sel hewan, tidak dihambat oleh
sulfonamid. Namun, banyak bakteri lain, menyintesis asam folat
seperti yang disebutkan di atas dan akibatnya rentan terhadap
kerja sulfonamid. Trimetoprim menghambat asam dihidrofolat
reduktase 50000 kali lebih efisien dalam bakteri daripada dalam sel
mamalia. Enzim
ini mereduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat, suatu tahap
pada sekuens yang menyebabkan sintesis purin dan akhirnya DNA.
Sulfonamid dan trimethoprim
masing-masing dapat digunakan secara tunggal untuk menghambat
pertumbuhan bakteri.

Jika digunakan bersamaan, akan menimbulkan penghambatan


sekuensial,
menyebabkan peningkatan aktivitas yang nyata (sinergisme).
Campuran sulfonamid
(lima bagian) ditambah trimetoprim (satu bagian) telah digunakan
pada pengobatan pneumonia pneumosistis, malaria, enteritis
Shigella, infeksi Salmonella sistemik, infeksi saluran kemih, dan
banyak lainnya. Pirimetamin juga menghambat dihidrofolat
reduktase, tetapi lebih aktif melawan enzim dalam sel-sel mamalia
sehingga bersifat lebih toksik daripada trimetoprim. Pirimetamin
ditambah sulfonamid atau klindamisin adalah pengobatan pilihan
terbaru pada toksoplasmosis
dan beberapa infeksi protozoa lain.
Sumber: Jawetz, Melnick, and Adelbergs. 2004. Mikrobiologi Kedokteran, Ed. 23.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pg. 163 166

2. Mekanisme resistensi antibiotik


Terdapat berbagai mekanisme yang menyebabkan mikroorganisme
bersifat resistan terhadap obat.
a. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menghancurkan obat
aktif .
Contoh: Stafilokokus yang resistan terhadap penisilin G
menghasilkan p-laktamase yang menghancurkan obat. B-Laktamase
lain dihasilkan oleh bakteri batang gram negatif. Bakteri gram
negatif resistan terhadap aminoglikosida (disebabkan oleh plasmid)
menghasilkan enzim asetilasi, fosforilasi, atau adeniliiasi yang
menghancurkan obat.

b. Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat.


Contoh: Tetrasiklin menumpuk pada bakteri yang rentan tetapi
tidak pada bakteri resistan. Resistansi terhadap polimiksin juga
dikaitkan dengan perubahan permeabilitas terhadap obat.
Streptokokus mempunyai sawar pe rme abilitas alami terhadap
aminoglikosida. Sebagian keadaan tersebut dapat diatasi dengan
obat yang aktif dinding sel yang simultan, misal, penisilin.
Resistansi terhadap amikasin dan beberapa aminoglikosida lain
dapat bergantung pada kurangnya permeabiiitas terhadap obat-
obatan, tampaknya disebabkan oleh perubahan membran luar
yang
mengganggu transpor aktif ke dalam sel.
c. Mikroorganisme menyebabkan perubahan target struktural untuk
obat.
Contoh: organisme resistan eritromisin mempunyai reseptor yang
berubah pada subunit 50S ribosom, disebabkan oleh metilasi RNA
23S ribosom. Resistansi terhadap beberapa penisilin dan
sefalosporin mungkin diakibatkan oleh hilangnya atau berubahnya
PBP. Resistansi penisilin pada Streptococcus pneunioniae dan
enterokokus disebabkan oleh perubahan PBP.

d. Mikroorganisme menyebabkan perubahan jalur metabolik yang


melintasi reaksi yang dihambat oleh obat.
Contoh: Beberapa bakteri yang resistan terhadap sulfonamid tidak
memerlukan PABA ekstraselular tetapi, seperti sel mamalia, dapat
menggunakan asam folat yang
telah dibentuk sebelumnya.

e. Mikroorganisme menyebabkan perubahan enzim yang masih dapat


melakukan fungsi metaboliknya tetapi kurang dipengaruhi oleh
obat.
Contoh: Pada bakteri yang resistan trimetoprim, asam dihidrofolat
reduktase
dihambat kurang efisien daripada pada bakteri yang rentan
trimetoprim

Sumber: Jawetz, Melnick, and Adelbergs. 2004. Mikrobiologi Kedokteran, Ed. 23.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pg. 166 167

Anda mungkin juga menyukai