Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.)

Tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) merupakan tumbuhan liar yang


tumbuh di lapangan terbuka. Tanaman ini tersebar luas di seluruh dunia yang terdiri
dari lebih 800 spesis, dengan ketinggian 50 150 cm, berwarna hijau dan berbunga.
Daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) berdasarkan laporan penelitian
sebelumnya mengandung senyawa saponin, flavonoida, polifenol (Judzentiene, A
dan Buzelyte, J, 2006 ). Di pulau Sumatera tumbuhan ini disebut tumbuhan Baru
Cina, di Pulau Jawa disebut Suket Gajahan, di Maluku disebut Kolo. Tumbuhan ini
dikenal tidak hanya sebagai tanaman yang bisa di makan, kebanyakan sebagai
bumbu dan sebagai sumber obatobatan tradisional (Judzentiene,A dan Buzelyte, J,
2006). Spesis tumbuhan ini tumbuh di ladang, pinggir jalan dan lokasi pembuangan
sampah yang tumbuh subur dan menyebar .
Di masyarakat Karo, tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) dikenal
dengan tanaman Binara (Gambar 2.1) yang merupakan tanaman liar dan dianggap
sebagai tumbuhan gulma yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman di ladang
ladang pertanian. Menurut masyarakat Karo, tumbuhan tersebut bermanfaat untuk
mengobati nyeri haid, diare, demam, masuk angin, oukup obat kuat, obat batuk, obat
kejang, obat mulas dan menambah nafsu makan.
Daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) telah diteliti dimana
diperoleh melalui hidrodestilasi dan dianilisis secara GC-MS ternyata dijumpai
berbagai jenis komponen senyawa kimia yang terdiri dari monoterpen, monoterpen
teroksigenasi, sesquiterpen dan senyawa sesquiterpen teroksigenasi (Bunrathep, dkk,
2005). Delapan puluh satu komponen diidentifikasi terbentuk sampai 81,9 % - 96,8

5
Universitas Sumatera Utara
6

% dari total kandungan minyak. Senyawa monoterpen teroksigenasi sebanyak 17,1


% - 48,7 % sedangkan seskuiterpen 17,1 % - 44,1 % dari total kandungan minyak
( Judzentiene, A dan Buzelyte, J, 2006 ).
Kandungan senyawa daun Artemisia vulgaris var.indica dari hasil destilasi
bersama air adalah : monoterpen : 2,99 %, monoterpen teroksigenasi : 10,46 %,
sesquiterpen : 6,70 %, sesquiterpen teroksigenasi : 74,26 %, dan yang lainnya 5,42 %
( Bunrathep, dkk, 2005 ).
Gambar 2.1. Tumbuhan Binara ( Artemisia vulgaris L.)

2.2. Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah minyak yang bersifat mudah menguap, berbau, wangi
dan tidak mudah terdekomposisi pada suhu kamar, terdapat pada berbagai bagian

Universitas Sumatera Utara


7

tumbuh-tumbuhan. Dalam tumbuh-tumbuhan, minyak atsiri terdapat dalam kelenjar


khusus,di dalam kantong minyak atau di dalam ruang antar sel dalam jaringan
tanaman sebagai hasil sisa proses metabolisme yang terbentuk karena reaksi antara
berbagai senyawa dengan adanya air. Minyak atsiri bukanlah senyawa murni, tetapi
merupakan campuran senyawa organik dengan sifat fisik dan kimia yang berlainan.
Penyelidikan terhadap kandungan kimianya menunjukkan bahwa sebagian
besar komponen minyak atsiri terdiri dari senyawa-senyawa yang hanya
mengandung karbon dan hidrogen atau karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak
bersifat aromatik ataupun bersifat aromatik. Senyawa-senyawa yang tidak bersifat
aromatik biasanya termasuk ke dalam golongan senyawa terpenoid. Senyawa
terpenoid dalam minyak atsiri pada umumnya terdiri dari senyawa dengan jumlah
atom C berjumlah 10 atau disebut juga monoterpen dan atom C yang berjumlah 15
atau disebut sesquiterpen. Fraksi yang paling mudah menguap dari hasil destilasi
fraksinasi biasanya terdiri dari senyawa-senyawa monoterpen dengan jumlah atom C
berjumlah 10. Sedangkan fraksi yang mempunyai titik didih lebih tinggi biasanya
senyawa-senyawa sequiterpen.
Senyawa golongan terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh
yang molekulnya tersusun dari atom C kelipatan 5 yang dikenal dengan unit
isoprene.

Unit Isopren

Dari hasil riset dapat ditunjukkan bahwa senyawa isopren bilogis yang
digunakan oleh organisma untuk sintesa terpenoid adalah isopentenil pirofosfat
(IPP) dan dimetilalilpirofosfat (DMAP) yang berasal dari asam asetat atau

Universitas Sumatera Utara


8

turunannya yang aktif via asam mevalonat. Adapun reaksi Biosintesa senyawa
terpenoid dapat digambarkan (Gambar 2.2) sebagai berikut :
O O
Kondensasi
CH3 C SCoA + CH3 C SCoA
Claisen
Asetil Koenzim A Asetil Koenzim A

O O
O
Kondensasi
CH3 C + CH3 C SCoA Aldol
CH2 C SCoA
Asetoasetil Koenzim A Asetil Koenzim A

O OH O
OH
(H)
CH3 CH3 C CH2
C C
CH2 C SCoA Reduksi OH

H2C CH2 OH
H2C CH2 SCoA
Glutarat Koenzim A Asam Mevalonat

OPP O
Fosforilasi
_ - OPP
CH3 C CH2 C O -CO2

H2C CH2 OPP


Enzim
CH3 C CH2 CH2OPP CH3 C CH CH2OPP
CH2 Isomerisasi
H3C
Isopentinil Piroforfat (IPP) Dimetilalil Pirofosfat (DMAPP)

Universitas Sumatera Utara


9

OPP
+
OPP

H
DMAPP IPP

Reaksi
Monoterpen (C10)
Sekundeir
OPP

GPP
OPP

IPP H

Reaksi Sekunder
Sesquterpen
(C15)
X3
OPP
Farnasilfirofosfat (FPP) Triterpen (C30)

IPP
Reaksi Sekundeir
Geranil-Geranil Purofosfat Diterpen (C20)
2X
Tetraterpen (C40)

Gambar 2.2. Reaksi Biosintesa Senyawa Terpen

Reaksi-reaksi dari senyawa GPP, PPP daan GGPP untuk menghasilkan


senyawa-senyawa terpenoid mengalami reaksi sekunder seperti hidrolisa,
isomerisasi, oksidasi, reduksi ataupun dehidrasi menghasilkan terpen dan terpenoid
(terpen teroksigenasi) dalam tumbuhan yang dapat berlangsung pada suhu kamar
(Achmad, 1986).

Universitas Sumatera Utara


10

Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu
terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi,
harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut
penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai
senyawa citarasa dalam industri makanan (Harborne, 1987).
Monoterpen dan sesquiterpen dapat dipilah-pilah berdasarkan kepada
kerangka karbon dasarnya. Senyawa terpenoid dalam minyak atsiri pada umumnya
terdiri dari senyawa dengan jumlah atom C berjumlah 10 atau disebut monoterpen
dan atom C yang berjumlah 15 yang disebut sesquiterpen.
Senyawa monoterpen kebanyakan dijumpai adalah yang asiklik (misalnya
geraniol dan fanesol), monosiklik (misalnya limonene dan bisa bolena), bisiklik
(misalnya dan -pinena). Dalam setiap golongan monoterpen dan sesquiterpen
bisa terdapat senyawa hidrokarbon tak jenuh atau keton (Herborne, 1987). Beberapa
contoh dari struktur monoterpen dan sesquiterpen (Juchelcka, dkk, 1996) dapat
dilihat pada gambar 2.3.
Minyak atsiri dapat diperoleh melalui ekstraksi tumbuh-tumbuhan yakni dari
daun, bunga, akar, dan kulit kayu. Biasanya tumbuhan penghasil minyak atsiri
tumbuh liar atau dibudidayakan dan biasanya tumbuhan itu beraroma wangi.
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar
tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma
wangi sesuai dengan aroma tumbuhan penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut
organik dan tidak larut dalam air ( Guenther, 1987 )

Universitas Sumatera Utara


11

OH

Kamfor
Mentol Misren

OH

CHO

Osimin Sitronelal
Linalool

Farnesol - bisabolen

Universitas Sumatera Utara


12

OH

Kadinen Nerolidol

Gambar 2.3. Beberapa contoh struktur monoterpen dan sesquiterpen yang


terkandung dalam minyak atsiri.

2.2.1. Sumber Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder
dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family
Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauranceae, Myrataceae, rutaceae, Piperaceae,
Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap
bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar dan rhizome
(Ketaren, 1985). Minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri tertera dalam
Tabel 2.1

Universitas Sumatera Utara


13

Tabel 2.1. Sumber-sumber minyak atsiri

Nama Minyak Tanaman Penghasil Bagian Negara Asal


Tanaman
Sereh wangi Cymbopogon nardus R Daun Srilanka
Nilam (patchouli) Pogostemon cablin Daun Malaysia, Indonesia
Benth
Kayu Putih Melaleuca Daun Indonesia
(cajuput) Leucadenron
Sereh dapur Cymbopogon citrates Daun Madagaskar,
(lemon grass) Guetemala
Lada (pepper) Piper nigrum L Daun/buah India Timur, Cina,
Srilanka
Kenanga Cananga odorata Bunga Indonesia
(cananga) Hook
Cengkeh (clove) Caryophyllus Bunga Zanzibar, Indonesia,
Madagaskar
Lavender Lavandula offcinalis Bunga Perancis, Rusia
Chaix
Mawar (rose) Rosa alba L Bunga Bulgaria, Turki
Melati (jasmine) Jasminumofficinale L Bunga Perancis selatan
Kapolaga (cardamom) Elettaria cardamomun Biji India, amerika
L
Seledri (celery seed) Apium graveolen L Biji Inggris, India
Sitrun (lemon) Citrus medica Buah/Kulit Kalifornia
Buah
Adas (fennel) foeniculum fulgares Buah/Kulit Eropah, tengah,
Mill Buah Rusia
Akar wangi (Vetiver) Vetiveria zizanioides Akar/rhizoma Indonesia, Lousiana
Stap
Kunyit (Turmeric) Curcuma longa Akar/rhizoma Amerika selatan
Jahe (ginger) Zingiber officinale Akar/rhizoma Jamaika
Roscoe
Camphor Cinnamomun Batang/kulit Formosa, Jepang
Camphora L buah
Kayu Manis Cinnamomun zeylanicum Batang/kulit Prancis, Indo Cina
(Cinnamon) Ness batang
Cendana Santalum Album L Batang/kulit Mysole, Inggris
(sandal wood) batang
Sumber: Ketaren, 1985

Universitas Sumatera Utara


14

2.2.2. Penggunaan Minyak Atsiri

Penggunaan minyak atsiri dan bahan kimia volatile untuk tujuan pengobatan,
kosmetik serta wangi-wangian telah dikenal dalam masyarakat sejak zaman purba.
Dan kini ada kecenderungan untuk kembali ke penggunaan bahan-bahan alam, antara
lain karena minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapat pada kulit, dapat
diabsorbsi kedalam aliran darah, dan mempunyai kompabilitas dengan lingkungan.
Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami yang dapat
digunakan sebagai komponen flavor dan fragrance alami dan sebagai sumber yang
penting dari struktur stereospesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih
murah dibandingkan dengan proses sintesis.
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,
misalnya industri parfum, kosmetik, dan industri farmasi. Dalam pembuatan parfum
dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut berfungsi sebagai zat pengikat bau
(fixative) dalam parfum, misalnya minyal nilam, minyak akar wangi dan minyak
cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah, misalnya minyak lada,
minyak kayu manis, minyak jahe, minyak cengkeh, minyak ketumbar, umumnya
digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent) dalam bahan pangan dan
minuman (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga
dapat membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf, sehingga akan
meningkatkan sekresi getah lambung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus
aroma dan rasa bahan pangan. Selain itu juga dapat merangsang keluar cairan getah
sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah.
Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau
eksternal, bahan analgesik, haelitik atau sebagai antizimatik sebagai sedative dan
stimulan untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius,
merangsang atau memuakkan (Guenther, 1987).

Universitas Sumatera Utara


15

2.2.3. Penyimpanan Minyak Atsiri

Pada proses penyimpanan minyak atsiri dapat mengalami kerusakan yang


diakibatkan oleh berbagai proses, baik secara kimia maupun secara fisika. Biasanya
kerusakan disebabkan oleh reaksi-reaksi yang umum seperti oksidasi, resinifikasi,
polimerisasi, hidrolisis ester dan interaksi gugus fungsional. Proses tersebut
dipercepat (diaktivasi) oleh panas, adanya udara (oksigen, kelembaban, serta
dikatalis oleh cahaya dan pada beberapa kasus kemungkinan dikatalis oleh logam
(Guenther, 1987).
Minyak atsiri yang mengandung kadar terpen tinggi mudah mengalami
kerusakan oleh proses oksidasi terutama oleh proses asterifikasi. Terpen dan
turunannya biasanya mengandung atom karbon tidak jenuh, karena itu dengan
adanya oksigen bisa menyebabkan pemecahan atau rearrangemen dari terpen.

2.3. Cara Memperoleh Minyak Atsiri

Komponen minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam jumlah yang sangat
kecil, sehingga diperlukan bahan awal yang besar jumlahnya untuk memperoleh
minyak atsiri yang memadai jumlahnya untuk diteliti. Ada beberapa metode untuk
mendapatkan minyak atsiri antara lain :

a. Metode Penyulingan ( Destilasi )


Bahan yang mengandung minyak atsiri dapat diperoleh dengan metode
penyulingan (Guenther, 1987). Bahan untuk penyulingan biasanya diambil pada pagi
hari secepat mungkin setelah embun menghilang. Ada tiga metode penyulingan yang
digunakan dalam industri minyak atsiri, yaitu :
- Penyulingan dengan air (hydrodistillation)
- Penyulingan dengan air dan uap (hydro and steam distillation)
- Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)

Universitas Sumatera Utara


16

Perbedaan antara distilasi uap langsung dengan hidrodistilasi adalah pada


distilasi uap langsung tidak terjadi kontak langsung antara sampel dengan air,
sedangkan hidrodistilasi sampelnya dicelupkan ke dalam air mendidih (Guenther,
1987)
Dalam setiap metode penyulingan bahan tumbuhan, baik dengan penyulingan
air, penyulingan air dan uap atau penyulingan uap minyak atsiri hanya dapat
diuapkan jika kontak langsung dengan uap panas. Minyak dalam jaringan tumbuhan
mula-mula terekstraksi dari kelenjar tanaman dan selanjutnya terserap pada
permukaan bahan melalui peristiwa osmosis (Guenther, 1987). Lamanya
penyulingan yang dilakukan pada setiap tumbuhan tidak sama satu dengan yang lain
tergantung pada mudah atau tidaknya minyak atsiri tersebut menguap, dua sampai
delapan jam tersebut secara maksimal.

b. Maserasi dengan Lemak/Minyak


Kebanyakan bahan flavon bersifat larut dalam lemak atau minyak, tetapi
mempunyai range polaritas yang lebar. Minyak dapat bertindak sebagai pelarut dan
merupakan medium yang dapat melindungi bahan yang mudah menguap (Pino, dkk,
1997). Lemak/minyak mempunyai daya absorbsi yang tinggi dan jika dicampur dan
kontak dengan bunga yang beraroma wangi, maka lemak akan mengabsorbsi minyak
yang dikeluarkan oleh bunga tersebut. Pada akhir proses, minyak dari bunga tersebut
diekstraksi dari lemak dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol
dipisahkan (Guenther, 1987).

c. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap


Metode lain yang dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri adalah
dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut menguap (Mondello, dkk, 1997).
Contoh pelarut yang digunakan adalah dietil eter untuk mengekstraksi daun Citrus
aurantium. (Juchelka, dkk, 1996).

Universitas Sumatera Utara


17

Jika dibandingkan dengan mutu minyak bunga hasil penyulingan, maka minyak
hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut lebih mendekati aroma bunga alamiah,
namun demikian metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu kesulitan penghilang
residu pelarut dari ekstrak (Pino, dkk, 1997).
d. Ekstraksi dengan Karbon Dioksida ( CO 2 ) Superkritis

Ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis pada prinsipnya didasarkan


pada kelarutan senyawa-senyawa aromatik dari bahan nabati dalam CO 2 . Bahan
nabati dan CO 2 dimasukkan kedalam ekstraktor berupa labu yang diberi tekanan dan
temperatur yang telah diatur, kemudian CO 2 dipompa kedalam separator pada
tekanan dan temperatur yang rendah, yang kemudian masuk kedalam tangki
ekstraksi. Kelebihan CO 2 dimurnikan kembali didalam bejana terisi arang
(charcoal trap).
Keuntungan dari metode ini adalah tidak menggunakan pelarut yang beracun,
biaya murah, mampu mengisolasi senyawa termolabil tanpa diikuti denaturasi karena
dilakukan pada temperatur rendah, juga kemungkinan untuk memperoleh produk
baru dengan komposisi yang biasanya diperoleh dengan teknik distilasi (Pino, dkk,
1997). Namun demikian metode ini juga mempunyai kekurangan yaitu dalam hal
penentuan kondisi untuk ekstraksi dari minyak atsiri dari tumbuhan tertentu (Boelens
dan Boelens, 1997).

2..4. Analisis Minyak Atsiri

Analisis sampel minyak atsiri biasanya digunakan dengan menggunakan


GC-MS. Analisis sampel dapat menunjukkan perbedaan kualitatif dan kuantitatif dari
komponen minyak atsiri.
Untuk menentukan komposisi minyak atsiri yang diperoleh dari suatu
sampel, maka waktu retensi dan hasil spektrum massa dari masing-masing puncak

Universitas Sumatera Utara


18

senyawa unknow dibandingkan dengan referensi standar dari senyawa autentik,


misalnya identifikasi komponen minyak yang terdapat dalam peppermint dilakukan
dengan analisis GC-MS. Senyawa diidentifikasi menggunakan registri dari data
spektrum massa, kepustakaan terpen oleh Robert P. Adams yang dibuat oleh
Finningan dan dengan waktu retensi dan massa spektra dari senyawa autentik
referensi standar yang disuplay oleh SCM Gligdco dan Aldrich.
Analisis terhadap minyak atsiri menggunakan GC-MS paling sering
dilakukan dan biasa digunakan oleh para peneliti sebelumnya. Antara lain adalah
minyak atsiri yang diperoleh dari tiga spesies Angelica, L. yang tumbuh di Prancis,
sehingga dapat diketahui komponen masing-masing spesies tersebut yaitu Angelica
archangelica Sub.Sp.Archangelica minyak atsiriar.elation wahlemb dan A
heterocarpa Lioyd masing-masing 18,7 % dan 5,2 %.

2.4.1. Analisis Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS)

Tujuan dari analisa ini adalah mengetahui jumlah komponen sekaligus


menentukan struktur dari komponen-komponen yang terdapat dalam minyak hasil
isolasi. Prinsip dari GC-MS adalah pemisahan komponen-komponen dalam
campurannya dengan kromatografi gas dan tiap komponen dapat dibuat spektrum
massa dengan ketelitian yang lebih tinggi. Hasil pemisahan dengan kromatografi gas
dihasilkan kromatogram sedangkan hasil pemeriksaan spektrometri massa masing-
masing senyawa disebut spektrum.

2.4.2. Kromatografi Gas

Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap campuran yang sebagian


komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai
tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. Tekanan uap atau
keatsirian memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama-sama dengan

Universitas Sumatera Utara


19

fase gerak yang berupa gas. Waktu yang diperlukan untuk memisahkan campuran
sangat beragam, tergantung banyaknya komponen dalam suatu campuran, semakin
banyak komponen yang terdapat dalam suatu campuran maka waktu yang diperlukan
semakin lama. Komponen campuran dapat diidentifikasi berdasarkan waktu tambat
(waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu yang
menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom pada peralatan dari
kromatografi gas (Granados, J, 1997). Dalam melakukan analisa ini sangat
diperlukan kondisi yang tepat sehingga beberapa parametrik berikut perlu
dipedomani.
a. Memilih Sistem
Dalam kromatografi gas terdapat empat peubah utama yaitu gas pembawa,
jenis kolom dan fase diam dan suhu untuk pemisahan.
Gas Pembawa. Faktor yang mempengaruhi suatu senyawa bergerak melalui
kolom kromatografi gas ialah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran
gas melalui kolom. Nitrogen, helium, argon, hidrogen dan karbon dioksida
merupakan gas yang sering digunakan sebagai gas pembawa karena tidak reaktif
serta dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering dalam tangki bervolume besar dan
bertekanan tinggi.
Detektor. Detektor pilihan pertama untuk kromatografi gas adalah detector
ionisasi nyala (DIN) yang memiliki kepekaan yang tinggi untuk beberapa jenis
ssenyawa.
Fase Cair Diam. Dua segi fase harus diketahui, pertama, bagaimana cairan
ditahan dalam kolom yaitu cairan itu disaputkan pada permukaan serbuk padat dalam
kolom, dan yang kedua yaitu sifat kimia dari cairan itu.
b. Sistem
Suhu Kolom. Kromatografi gas didasarkan pada dua sifat senyawa yang
dipisahkan, kelarutan senyawa itu dalam cairan tertentu dan tekanan uapnya atau

Universitas Sumatera Utara


20

keatsiriannya. Karena tekanan uap bergantung langsung pada suhu, suhu merupakan
faktor utama dalam kromatografi gas. Suhu kolom berkisar antara -100 0C 400 0C,
tergantung sifat bahannya. Secara umum, pemisahan yang baik diperoleh pada suhu
rendah. Sebagai patokan dapat dipakai bahwa setiap kenaikan suhu 300C waktu
tambat menjadi setengahnya.
Gas Pembawa. Laju aliran gas tergantung pada diameter kolom. Aliran
berbanding lurus dengan penampang kolom dan penampang bergantung pada jari-jari
pangkat dua (r2). Misalnya jika pemisahan yang baik dengan kolom 2 mm pada
aliran 20 ml/menit, maka untuk menghasilkan hasil yang sama dengan kolom 4 mm
diperlukan aliran 80 ml/menit. Untuk mendapatkan system kolom yang optimal yaitu
dengan cara mengatur laju aliran gas dan menghasilkan tingkat puncak yang
maksimum.
Kolom. Ada dua kolom dalam kromatografi gas yaitu : kolom kemas, terdiri
atas fase cair berdiameter 1-3 mm dan panjangnya 2 m, kolom kapiler ; berdiameter
0,02 - 0,2 mm dan panjangnya 15-25 m, yang berfungsi sebagai penyangga lembam
untuk fase diam cair.
Detector. Detektor adalah gawai yang ditempatkan pada ujung kolom
kromatografi gas yang menganalisis aliran gas yang keluar dan memberikan data
kepada perekam data yang menyajikan hasil kromatogram secara grafis. DHB
(Detektor hantar bahang); didasarkan pada bahang dipindahkan dari benda panas
dengan laju yang bergantung pada susunan gas yang mengelilingi benda panas. Daya
hantar ini merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul gas. Gas yang mempunyai
bobot molekul yang rendah mempunyai daya hantar paling tinggi.
Detector Ionisasi Nyala (DIN); pendeteksian DIN ialah jika dibakar, senyawa
organic terurai membentuk pecahan sederhana bermuatan positif, biasanya terdiri
atas satu karbon. Pecahan ini meninggikan daya hantar tempat lingkungan nyala, dan
peningkatan daya hantar ini dapat diukur dengan mudah dan direkam.

Universitas Sumatera Utara


21

Penanganan Sinyal

Data Kualitatif; data kromatografi gas biasanya terdiri atas waktu tambat
berbagai komponen campuran. Waktu tambat diukur mulai dari titik penyuntikan
sampai ketitik maksimum puncak dan sangat khas untuk senyawa tertentu dan pada
kondisi tertentu. Komponen tertentu didalam campuran dapat dipisahkan dengan cara
spiking jika tersedia senyawa murninya. Senyawa murni ditambahkan kedalam
cuplikan yang diduga mengandung senyawa itu dan cuplikan dikromatografi.
Data Kuantitatif; Pengukuran sebenarnya yang dilakukan pada kertas grafik
ialah pengukuran luas puncak. Jika puncak itu simetris atau berupa kurva Gauss
tinggi puncak dapat dipakai untuk mengukur luas puncak.

2.4.3. Spektrum Massa


Spektrum massa biasa diambil pada energi berkas elektron sebesar 70
elektron volt. Kejadian tersederhana ialah tercampaknya satu elektron dari satu
molekul dalam fasa gas oleh sebuah elektron dalam berkas elektron dan membentuk
suatu ion molekul yang merupakan suatu kation radikal (M)+..
M + e M+. + 2e

Suatu spektrum massa menyatakan massa-massa sibir-sibir bermuatan


positif terhadap (konsentrasi) nisbinya. Puncak paling kuat (tinggi) pada spekturm
disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100 % dan kekuatan
(tinggi x faktor kepekaan) puncak-puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya,
dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut. Puncak ion molekul biasanya
merupakan puncak-puncak dengan bilangan massa tertinggi, kecuali jika terdapat
puncak-puncak isotop.

Universitas Sumatera Utara


22

a. Penentuan Rumus Molekul


Penentuan rumus molekul yang mungkin dari kekuatan puncak isotop hanya
dapat dilakukan jika puncak ion molekul termaksud cukup kuat hingga puncak
tersebut dapat diukur dengan cermat sekali.
Misalnya sutu senyawa mengandung 1 atom karbon. Maka untuk tiap 100
molekul yang mengandung satu atom 12 C, sekitar 1,08 % molekul mengandung satu
atom 13 C. Karenanya molekul-molekul ini akan menghasilkan sebuah puncak M + 1
yang besarnya 1,08 % kuat puncak ion molekulnya; sedangkan atom-atom 2 H yang
akan memberikan sumbangan tambahan yang amat lemah juga pada puncak M + 1
itu. Jika suatu senyawa mengandung sebuah atom sulfur, puncak M + 2 akan menjadi
4,4 % puncak induk, demikian juga atom Cl puncak M + 2 akan menjadi 25%
disebabkan Cl memiliki isotop 35 Cl 75% dan 37 Cl sebanyak 25%.
b. Pengenalan Puncak Ion Molekul
Ada dua hal yang menyulitkan pengidentifikasian puncak ion molekul yaitu :
1. Ion molekul tidak nampak atau amat lemah. Cara penanggulangannya ialah
mengambil spektrum pada kepekaan maksimum, jika belum diketahui dengan
jelas dapat juga dilihat berdasarkan pola pecahnya.
2. Ion molekul nampak tetapi cukup membingungkan karena terdapatnya beberapa
puncak yang sama atau lebih menonjol. Dalam keadaan demikian, pertama-tama
soal kemurnian harus dipertanyakan. Jika senyawa memang sudah murni,
masalah yang lazim ialah membedakan puncak ion molekul dari puncak M-1
yang lebih menonjol. Satu cara yang bagus ialah dengan mengurangi energy
berkas elektron penembak mendekati puncak penampilan.
Kuat puncak ion molekul tergantung pada kemantapan ion molekul. Ion-ion
molekul paling mantap adalah dari sistem aromatik murni. Secara umum

Universitas Sumatera Utara


23

golongan senyawa-senyawa berikut ini akan memberikan puncak-puncak ion


menonjol: senyawa aromatik (alkana terkonjugasi), senyawa lingkar sulfida
organik (alkana normal, pendek), merkaptan. Ion molekul biasanya tidak
Nampak pada alkohol alifatik, nitrit, nitrat, senyawa nitro, nitril dan pada
senyawa-senyawa bercabang. Puncak-puncak dalam arah M-3 sampai M-14
menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi (Silverstein, dkk, 1981).
c. Kaidah Umum untuk mengenali Puncak-Puncak dalam Spektra

Sejumlah kaidah umum untuk mengenali puncak-puncak menonjol dalam


spektra dampak elektron dapat ditulis dan dipahami dengan konsep-konsep buku
kimia organik fisik:
1. Tinggi nisbi puncak ion molekul terbesar bagi senyawa rantai lurus dan akan
menurun jika derajat percabangan bertambah.
2. Tinggi nisbi puncak ion molekul biasanya makin kecil dengan bertambahnya
bobot molekul deret homolog; kecuali untuk ester lemak.
3. Pemecahan/pemutusan cenderung terjadi pada karbon terganti gugus alkil; makin
terganti gugus, makin mudah terputus. Hal ini merupakan akibat lebih mantapnya
karboksasi tersier daripada sekunder yang lebih mantap daripada yang primer.
4. Adanya ikatan rangkap, struktur lingkar dan terlebih-lebih cincin aromatik
(heteroatom) memantapkan ion moekul hingga meningkatkan pembentukannya.
5. Ikatan rangkap mendukung pemecahan alil dan menghasilkan ion karbonium alil.
6. Cincin jenuh denderung melepas rantai samping pada ikatan-. Hal ini tidak lain
daripada kejadian khusus percabangan. Muatan positif cenderung menyertai sibir
cincin. Cincin tak jenuh dapat mengalami reaksi Retro-Diels-Alder.
7. Dalam senyawa aromatik terganti gugus alkil, pemecahan paling mungkin terjadi
pada ikatan berloka beta terhadap cincin menghasilkan ion benzyl talunan
termantapkan atau ion tropilium.

Universitas Sumatera Utara


24
8. Ikatan C-C yang bersebelahan dengan heteroatom cenderung terpecah,
meninggalkan muatan pada sibiran yang mengandung heteroatom yang elektron
ikatannya menciptakan kemantapan talunan.
9. Pemecahan sering berkaitan dengan penyingkiran molekul netral mantap yang
kecil, misalnya karbon monooksida, olefin, ammonia, hidrogen sulfida, hidrogen
sianida, merkaptan, keton atau alkohol. (Silverstein, dkk, 1981).
Kaidah-kaidah penyibiran diatas berlaku untuk spektrometri Dampak Elektron (DE).

Gambar 2.4.. Gabungan Kromatograf Gas Spektrometer Massa

2.4.4. Spektra Massa Beberapa Golongan Senyawa Kimia

a. Hidrokarbon
Hidrokarbon Jenuh. Puncak ion molekul (M) hidrokarbon jenuh berantai lurus
selalu ada kendati puncaknya rendah untuk senyawa-senyawa rantai panjang. Pola
penyibiran (fragmentasi) ditandai oleh kumpulan (kluster) puncak dan puncak yang
bersangkutan pada tiap kluster terpisah oleh 14(CH 2 ) satuan massa. Puncak terbesar
pada tiap kluster ini mewakili sibiran C n H 2n+1 ; disertai juga sibiran C n H 2n dan
C 2 H 2n-1. Sibiran terbanyak terdapat pada daerah C 3 dan C 4 dan kelimpahan sibiran
itu menurun teratur sampai M-C 2 H 5 ; puncak M-CH 3 biasanya lenyap sama sekali.
Suatu ciccin jenuh dalam suatu hidrokarbon mempertinggi kekuatan nisbi puncak ion

Universitas Sumatera Utara


molekul dan mendukung pemecahan ikatan yang menghubungkan cincin dengan25
bagian molekul lainnya. Penyibiran atas cincin biasanya oleh lepasnya 2 atom
sebagai C 2 H 4 dan C 2 H 5 .
Olefin. Pada olefin lingkar (terutama polisiklik), pelokasian ikatan rangkapnya jelas
karena besarnya kecenderungan pemecahan-pemecahan alil tanpa banyak terjadi
midrasi ikatan rangkap. Olefin lingkar biasanya menunjukkan suatu puncak ion
molekul khas.
b. Senyawa Hidroksi
Alkohol. Pemecakah ikatan C-C yang bersebelahan dengan atom oksigen sering
terjadi. Alkohol primer menunjukkan suatu puncak menonjol pada m/z 31 karena
CH 2 =OH. Alkohol sekunder dan tersier pecah secara mirip menghasilkan puncak
yang jelas.
Puncak khas menonjol pada M-18 karena tercampaknya air, ini tampak jelas
pada spektra alkohol primer. Lepas H 2 O menghasilkan puncak M-18 lajim terjadi,
bahkan pada alkohol benzyl terganti gugus orto tampak menonjol tanpa banyak
hambatan.

CH3 CH2

+ +
- H2O
OH
C CH2
H2

c. Eter
Eter Alifatik. Penyibiran eter alifatik berlangsung dengan 2 cara :
1. Pemutusan ikatan C-C bersebelahan atom oksigen

Universitas Sumatera Utara


26

Reaksinya :
RCH 2 -CH 2 -CH-O+-CH 2 -CH 3 RCH 2 CH 2 CH=O+-CH 2 -CH 3

CH 3

CH-O-CH 2 -CH 3

CH 3

2 . Pemutusan ikatan C-O dengan muatan tetap berada pada sibir alkil.
R-O+-R` -OR` R+
R-O+-R` OR` R+
Eter Aromatik
Pemecahan utama terjadi pada beta terhadap cincinnya dan ion yang mula-
mula terbentuk dapat terdekomposisi lagi. Contoh anisol dengan berat molekul (BM)
108, memberikan ion-ion m/z 93 dan 65.

CH3
O O
O+

- .CH3

m/e=93 -CO
m/e =108

m/e =65

Universitas Sumatera Utara


27

Puncak aromatik khas pada m/e 78 dan 77 dari anisol sebagai berikut :

H H
O CH2 H H H
H
- CH2O - .H
H H
H H
H H
m/e =78
m/e =77

d.Keton
Keton Alifatik. Puncak sibiran utama keton alifatik terjadi pemecahan pada ikatan
C- bersebelahan dengan atom oksigen, muatan tinggal bersama sibir
teroksigenasinya.

R -R

C=O+ R`-C=O+ R`-C+=O

R`

R -R`

C=O+ R`-C=O+ R`-C+=O

R`

Bila salah satu rantai alkil yang terpaut pada gugus C=O ialah C 3 atau lebih panjang,
pemutusan ikatan C-C begitu tercampak dari gugus C=O terjadi dan disertai migrasi
hidrogen dan memberikan puncak cukup besar. Pada keton rantai panjang, puncak
hidrokarbonnya tidak dapat dibedakan (tanpa bantuan daya pisahnya tinggi) dari
puncak asli karena massa satuan CO (C=O, 28) sama dengan satuan metilena.

Universitas Sumatera Utara


28

Keton Lingkar. Puncak ion molekul keton lingkar (siklik) cukup menonjol.
Pemecahan utamanya bersebelahan dengan gugus C=O, tetapi ion yang terbentuk
harus memecah lagi untuk menghasilkan sibir yang cukup mantap.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai