TINJAUAN PUSTAKA
5
Universitas Sumatera Utara
6
Minyak atsiri adalah minyak yang bersifat mudah menguap, berbau, wangi
dan tidak mudah terdekomposisi pada suhu kamar, terdapat pada berbagai bagian
Unit Isopren
Dari hasil riset dapat ditunjukkan bahwa senyawa isopren bilogis yang
digunakan oleh organisma untuk sintesa terpenoid adalah isopentenil pirofosfat
(IPP) dan dimetilalilpirofosfat (DMAP) yang berasal dari asam asetat atau
turunannya yang aktif via asam mevalonat. Adapun reaksi Biosintesa senyawa
terpenoid dapat digambarkan (Gambar 2.2) sebagai berikut :
O O
Kondensasi
CH3 C SCoA + CH3 C SCoA
Claisen
Asetil Koenzim A Asetil Koenzim A
O O
O
Kondensasi
CH3 C + CH3 C SCoA Aldol
CH2 C SCoA
Asetoasetil Koenzim A Asetil Koenzim A
O OH O
OH
(H)
CH3 CH3 C CH2
C C
CH2 C SCoA Reduksi OH
H2C CH2 OH
H2C CH2 SCoA
Glutarat Koenzim A Asam Mevalonat
OPP O
Fosforilasi
_ - OPP
CH3 C CH2 C O -CO2
OPP
+
OPP
H
DMAPP IPP
Reaksi
Monoterpen (C10)
Sekundeir
OPP
GPP
OPP
IPP H
Reaksi Sekunder
Sesquterpen
(C15)
X3
OPP
Farnasilfirofosfat (FPP) Triterpen (C30)
IPP
Reaksi Sekundeir
Geranil-Geranil Purofosfat Diterpen (C20)
2X
Tetraterpen (C40)
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu
terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi,
harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut
penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai
senyawa citarasa dalam industri makanan (Harborne, 1987).
Monoterpen dan sesquiterpen dapat dipilah-pilah berdasarkan kepada
kerangka karbon dasarnya. Senyawa terpenoid dalam minyak atsiri pada umumnya
terdiri dari senyawa dengan jumlah atom C berjumlah 10 atau disebut monoterpen
dan atom C yang berjumlah 15 yang disebut sesquiterpen.
Senyawa monoterpen kebanyakan dijumpai adalah yang asiklik (misalnya
geraniol dan fanesol), monosiklik (misalnya limonene dan bisa bolena), bisiklik
(misalnya dan -pinena). Dalam setiap golongan monoterpen dan sesquiterpen
bisa terdapat senyawa hidrokarbon tak jenuh atau keton (Herborne, 1987). Beberapa
contoh dari struktur monoterpen dan sesquiterpen (Juchelcka, dkk, 1996) dapat
dilihat pada gambar 2.3.
Minyak atsiri dapat diperoleh melalui ekstraksi tumbuh-tumbuhan yakni dari
daun, bunga, akar, dan kulit kayu. Biasanya tumbuhan penghasil minyak atsiri
tumbuh liar atau dibudidayakan dan biasanya tumbuhan itu beraroma wangi.
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar
tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma
wangi sesuai dengan aroma tumbuhan penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut
organik dan tidak larut dalam air ( Guenther, 1987 )
OH
Kamfor
Mentol Misren
OH
CHO
Osimin Sitronelal
Linalool
Farnesol - bisabolen
OH
Kadinen Nerolidol
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder
dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family
Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauranceae, Myrataceae, rutaceae, Piperaceae,
Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap
bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar dan rhizome
(Ketaren, 1985). Minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri tertera dalam
Tabel 2.1
Penggunaan minyak atsiri dan bahan kimia volatile untuk tujuan pengobatan,
kosmetik serta wangi-wangian telah dikenal dalam masyarakat sejak zaman purba.
Dan kini ada kecenderungan untuk kembali ke penggunaan bahan-bahan alam, antara
lain karena minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapat pada kulit, dapat
diabsorbsi kedalam aliran darah, dan mempunyai kompabilitas dengan lingkungan.
Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami yang dapat
digunakan sebagai komponen flavor dan fragrance alami dan sebagai sumber yang
penting dari struktur stereospesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih
murah dibandingkan dengan proses sintesis.
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,
misalnya industri parfum, kosmetik, dan industri farmasi. Dalam pembuatan parfum
dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut berfungsi sebagai zat pengikat bau
(fixative) dalam parfum, misalnya minyal nilam, minyak akar wangi dan minyak
cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah, misalnya minyak lada,
minyak kayu manis, minyak jahe, minyak cengkeh, minyak ketumbar, umumnya
digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent) dalam bahan pangan dan
minuman (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga
dapat membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf, sehingga akan
meningkatkan sekresi getah lambung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus
aroma dan rasa bahan pangan. Selain itu juga dapat merangsang keluar cairan getah
sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah.
Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau
eksternal, bahan analgesik, haelitik atau sebagai antizimatik sebagai sedative dan
stimulan untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius,
merangsang atau memuakkan (Guenther, 1987).
Komponen minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam jumlah yang sangat
kecil, sehingga diperlukan bahan awal yang besar jumlahnya untuk memperoleh
minyak atsiri yang memadai jumlahnya untuk diteliti. Ada beberapa metode untuk
mendapatkan minyak atsiri antara lain :
Jika dibandingkan dengan mutu minyak bunga hasil penyulingan, maka minyak
hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut lebih mendekati aroma bunga alamiah,
namun demikian metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu kesulitan penghilang
residu pelarut dari ekstrak (Pino, dkk, 1997).
d. Ekstraksi dengan Karbon Dioksida ( CO 2 ) Superkritis
fase gerak yang berupa gas. Waktu yang diperlukan untuk memisahkan campuran
sangat beragam, tergantung banyaknya komponen dalam suatu campuran, semakin
banyak komponen yang terdapat dalam suatu campuran maka waktu yang diperlukan
semakin lama. Komponen campuran dapat diidentifikasi berdasarkan waktu tambat
(waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu yang
menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom pada peralatan dari
kromatografi gas (Granados, J, 1997). Dalam melakukan analisa ini sangat
diperlukan kondisi yang tepat sehingga beberapa parametrik berikut perlu
dipedomani.
a. Memilih Sistem
Dalam kromatografi gas terdapat empat peubah utama yaitu gas pembawa,
jenis kolom dan fase diam dan suhu untuk pemisahan.
Gas Pembawa. Faktor yang mempengaruhi suatu senyawa bergerak melalui
kolom kromatografi gas ialah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran
gas melalui kolom. Nitrogen, helium, argon, hidrogen dan karbon dioksida
merupakan gas yang sering digunakan sebagai gas pembawa karena tidak reaktif
serta dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering dalam tangki bervolume besar dan
bertekanan tinggi.
Detektor. Detektor pilihan pertama untuk kromatografi gas adalah detector
ionisasi nyala (DIN) yang memiliki kepekaan yang tinggi untuk beberapa jenis
ssenyawa.
Fase Cair Diam. Dua segi fase harus diketahui, pertama, bagaimana cairan
ditahan dalam kolom yaitu cairan itu disaputkan pada permukaan serbuk padat dalam
kolom, dan yang kedua yaitu sifat kimia dari cairan itu.
b. Sistem
Suhu Kolom. Kromatografi gas didasarkan pada dua sifat senyawa yang
dipisahkan, kelarutan senyawa itu dalam cairan tertentu dan tekanan uapnya atau
keatsiriannya. Karena tekanan uap bergantung langsung pada suhu, suhu merupakan
faktor utama dalam kromatografi gas. Suhu kolom berkisar antara -100 0C 400 0C,
tergantung sifat bahannya. Secara umum, pemisahan yang baik diperoleh pada suhu
rendah. Sebagai patokan dapat dipakai bahwa setiap kenaikan suhu 300C waktu
tambat menjadi setengahnya.
Gas Pembawa. Laju aliran gas tergantung pada diameter kolom. Aliran
berbanding lurus dengan penampang kolom dan penampang bergantung pada jari-jari
pangkat dua (r2). Misalnya jika pemisahan yang baik dengan kolom 2 mm pada
aliran 20 ml/menit, maka untuk menghasilkan hasil yang sama dengan kolom 4 mm
diperlukan aliran 80 ml/menit. Untuk mendapatkan system kolom yang optimal yaitu
dengan cara mengatur laju aliran gas dan menghasilkan tingkat puncak yang
maksimum.
Kolom. Ada dua kolom dalam kromatografi gas yaitu : kolom kemas, terdiri
atas fase cair berdiameter 1-3 mm dan panjangnya 2 m, kolom kapiler ; berdiameter
0,02 - 0,2 mm dan panjangnya 15-25 m, yang berfungsi sebagai penyangga lembam
untuk fase diam cair.
Detector. Detektor adalah gawai yang ditempatkan pada ujung kolom
kromatografi gas yang menganalisis aliran gas yang keluar dan memberikan data
kepada perekam data yang menyajikan hasil kromatogram secara grafis. DHB
(Detektor hantar bahang); didasarkan pada bahang dipindahkan dari benda panas
dengan laju yang bergantung pada susunan gas yang mengelilingi benda panas. Daya
hantar ini merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul gas. Gas yang mempunyai
bobot molekul yang rendah mempunyai daya hantar paling tinggi.
Detector Ionisasi Nyala (DIN); pendeteksian DIN ialah jika dibakar, senyawa
organic terurai membentuk pecahan sederhana bermuatan positif, biasanya terdiri
atas satu karbon. Pecahan ini meninggikan daya hantar tempat lingkungan nyala, dan
peningkatan daya hantar ini dapat diukur dengan mudah dan direkam.
Penanganan Sinyal
Data Kualitatif; data kromatografi gas biasanya terdiri atas waktu tambat
berbagai komponen campuran. Waktu tambat diukur mulai dari titik penyuntikan
sampai ketitik maksimum puncak dan sangat khas untuk senyawa tertentu dan pada
kondisi tertentu. Komponen tertentu didalam campuran dapat dipisahkan dengan cara
spiking jika tersedia senyawa murninya. Senyawa murni ditambahkan kedalam
cuplikan yang diduga mengandung senyawa itu dan cuplikan dikromatografi.
Data Kuantitatif; Pengukuran sebenarnya yang dilakukan pada kertas grafik
ialah pengukuran luas puncak. Jika puncak itu simetris atau berupa kurva Gauss
tinggi puncak dapat dipakai untuk mengukur luas puncak.
a. Hidrokarbon
Hidrokarbon Jenuh. Puncak ion molekul (M) hidrokarbon jenuh berantai lurus
selalu ada kendati puncaknya rendah untuk senyawa-senyawa rantai panjang. Pola
penyibiran (fragmentasi) ditandai oleh kumpulan (kluster) puncak dan puncak yang
bersangkutan pada tiap kluster terpisah oleh 14(CH 2 ) satuan massa. Puncak terbesar
pada tiap kluster ini mewakili sibiran C n H 2n+1 ; disertai juga sibiran C n H 2n dan
C 2 H 2n-1. Sibiran terbanyak terdapat pada daerah C 3 dan C 4 dan kelimpahan sibiran
itu menurun teratur sampai M-C 2 H 5 ; puncak M-CH 3 biasanya lenyap sama sekali.
Suatu ciccin jenuh dalam suatu hidrokarbon mempertinggi kekuatan nisbi puncak ion
CH3 CH2
+ +
- H2O
OH
C CH2
H2
c. Eter
Eter Alifatik. Penyibiran eter alifatik berlangsung dengan 2 cara :
1. Pemutusan ikatan C-C bersebelahan atom oksigen
Reaksinya :
RCH 2 -CH 2 -CH-O+-CH 2 -CH 3 RCH 2 CH 2 CH=O+-CH 2 -CH 3
CH 3
CH-O-CH 2 -CH 3
CH 3
2 . Pemutusan ikatan C-O dengan muatan tetap berada pada sibir alkil.
R-O+-R` -OR` R+
R-O+-R` OR` R+
Eter Aromatik
Pemecahan utama terjadi pada beta terhadap cincinnya dan ion yang mula-
mula terbentuk dapat terdekomposisi lagi. Contoh anisol dengan berat molekul (BM)
108, memberikan ion-ion m/z 93 dan 65.
CH3
O O
O+
- .CH3
m/e=93 -CO
m/e =108
m/e =65
Puncak aromatik khas pada m/e 78 dan 77 dari anisol sebagai berikut :
H H
O CH2 H H H
H
- CH2O - .H
H H
H H
H H
m/e =78
m/e =77
d.Keton
Keton Alifatik. Puncak sibiran utama keton alifatik terjadi pemecahan pada ikatan
C- bersebelahan dengan atom oksigen, muatan tinggal bersama sibir
teroksigenasinya.
R -R
R`
R -R`
R`
Bila salah satu rantai alkil yang terpaut pada gugus C=O ialah C 3 atau lebih panjang,
pemutusan ikatan C-C begitu tercampak dari gugus C=O terjadi dan disertai migrasi
hidrogen dan memberikan puncak cukup besar. Pada keton rantai panjang, puncak
hidrokarbonnya tidak dapat dibedakan (tanpa bantuan daya pisahnya tinggi) dari
puncak asli karena massa satuan CO (C=O, 28) sama dengan satuan metilena.
Keton Lingkar. Puncak ion molekul keton lingkar (siklik) cukup menonjol.
Pemecahan utamanya bersebelahan dengan gugus C=O, tetapi ion yang terbentuk
harus memecah lagi untuk menghasilkan sibir yang cukup mantap.