PIELONEFRITIS AKUT
Alamat korespondensi :
E-mail : adibmahara@gmail.com
1
PROKALSITONIN DAN C-REAKTIF PROTEIN SEBAGAI SKRINING AWAL
PIELONEFRITIS AKUT
Pendahuluan
Pielonefritis akut merupakan infeksi parenkim ginjal dan biasanya merupakan lanjutan dari
sistitis akut melalui penyebaran asenden. 1 Diagnosis pielonefritis akut dapat ditegakkan
secara pasti dengan urinalisa dan biakan urin. 2 Berbagai pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis seperti leukosit esterase, nitrit urin,
leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah, prokalsitonin
sehat, kadar PCT dan CRP tidak meningkat didalam darah. Peningkatan kadar penanda
tersebut sangat berkaitan dengan infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri. Pada pielonefritis
terjadi suatu infeksi bakteri yang bergerak secara asending atau terjadi secara hematogen
spesifisitas lebih tinggi untuk memprediksi pielonefritis dibandingkan dengan CRP yaitu
89% dan 97% dengan nilai potong >0,5ng/mL. C-reaktif protein mempunyai nilai sensitifitas
81% dan nilai spesifisitas 90% dengan nilai potong 20ng/mL. Hal ini menjadikan
prokalsitonin dan CRP potensial sebagai biomarker untuk menegakkan pielonefritis akut.4
Pielonefritis
Pielonefritis akut adalah infeksi yang menyebabkan invasi bakteri ke parenkim ginjal dan
biasanya merupakan lanjutan dari sistitis akut (penyebaran asenden). 1.5 Pielonefritis secara
umum disebabkan dari kontaminasi area perianal yang bergerak keatas menuju vesika
urinaria sampai ke ginjal. Pada neonatus, infeksi lebih sering secara hematogen daripada
secara ascending.5.6 Bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada pielonefritis
2
diantaranya adalah Escherichia coli, Klebsiella oxytoca, Proteus sp, Enterococcus faecalis
seimbangnya antara pejamu dan patogen. 9 Kelainan anatomi yang abnormal menyebabkan
penyebaran dan efek pielonefritis. Penyebaran bakteri secara hematogen pada saluran kemih
Kolonisasi bakteri yang berasal dari perianal bergerak secara asendens menuju uretra.
Bakteri ini sangat virulen dan mempunyai vili yang memungkinkan bakteri untuk
bermigrasi ke atas
Invasi bakteri mencapai vesika urinaria dengan cara penetrasi uroepitelial. Terjadi
multiplikasi bakteri dan kerusakan epitel oleh toksin dan protease dari bakteri. Bakteri
3
Terjadi kolonisasi bakteri di ginjal dan terjadi kerusakan epitel oleh karena endotoksin
Infeksi yang berulang pada pielum ginjal yang berulang akan menimbulkan
vesikouretra dan obstruksi ureteropelvik junction juga menjadi faktor risiko terjadinya
pielonefritis.
Pada saat bakteri masuk kedalam parenkim ginjal dengan tekanan yang sangat tinggi,
daerah fokal infeksi dan inflamasi semakin berkembang dan beberapa tahap kompleks
inflamasi bertingkat terbentuk. Apabila proses ini tidak dicegah dengan pengobatan, hal ini
dapat menyebabkan kerusakan ginjal berat atau jaringan parut.11 Lebih lanjut, bila infeksi
berulang terus menerus tanpa terapi yang adekuat, hasil jangka panjang adanya jaringan parut
ginjal yang signifikan, yang lebih ekstrim lagi menyebabkan refluks nefropati, yang
Gambaran klinis pielonefritis akut biasanya sangat khas yaitu demam timbul
mendadak, menggigil, nyeri punggung, nyeri tekan daerah kostovertebral, leukositosis, piuria
dan bakteriuria. Gejala yang muncul biasanya didahului oleh disuria, urgensi dan frekuensi
yang menunjukkan bahwa infeksi dimulai pada bagian bawah saluran kemih. Adanya silinder
urinalisa, dan dipastikan dengan kultur urin.14.15 Pemeriksaan urinalisis dan kultur urin adalah
prosedur yang terpenting.16 Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis pielonefritis akut seperti laju endap darah (LED) nilai absolut netrofil,
Prokalsitonin
4
Prokalsitonin (PCT) merupakan prekursor dari hormon kalsitonin dan disintesis di sel C
tiroid.18 Pada kondisi normal kadar PCT dalam serum didapatkan rendah (<0,1ng/mL). Pada
infeksi bakteri, PCT disintesis di jaringan neuroendokrin extratiroid. 19 Sekresi PCT sitemik
merupakan komponen dari respon inflamasi yang muncul pada saat terjadi paparan infeksi.20
Mekanisme tentang peran PCT pada proses peradangan masih belum jelas. Hal ini
diyakini bahwa PCT dihasilkan oleh sel-sel hati dan mononuklear darah perifer, termodulasi
oleh lipopolisakarida dan sitokin terkait sepsis.21 Infeksi mikroba mendorong peningkatan
ekspresi gen CALC1 dan berikutnya akan merilis prekursor kalsitonin.19.22 Pada infeksi
Peningkatan kadar PCT sangat spesifik untuk infeksi bakteri dan dapat membantu untuk
Peningkatan PCT terjadi lebih cepat daripada peningkatan CRP. PCT dapat dideteksi
di plasma 2 jam setelah injeksi endotoksin.22.23 Dalam 6-8 jam, konsentrasi PCT naik dan
puncaknya tercapai setelah sekitar 12 jam. PCT menurun ke level yang normal nilai setelah 2-
3 hari.24 Induksi yang cepat dan spesifik dari PCT setelah stimulus yang adekuat dan produksi
PCT yang tinggi pada pasien dengan infeksi bakteri atau sepsis, menunjukkan fungsi
5
patofisiologi PCT di respon imun akut, meskipun tidak jelas apakah PCT adalah sitokin,
hormon, atau protein fase akut karena memiliki karakteristik dari semua mediator ini.25
Prokalsitonin tidak meningkat konsentrasinya pada infeksi virus, karsinoma medular kelenjar
C- Reactive Protein
C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum
normal walaupun dalam konsentrasi yang amat kecil. 27 Dalam keadaan tertentu dengan reaksi
inflamasi atau kerusakan jaringan baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang
bukan infeksi, konsentrasi CRP dapat meningkat sampai 100 kali. 28 Sehingga diperlukan
suatu pemeriksaan yang dapat mengukur kadar CRP. High sensitivity C-Reactive Protein (hs-
CRP) adalah pengukuran konsentrasi CRP secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar
sampai < 0,2 0,3 mg/L.29 C-reaktif protein dalam plasma diproduksi oleh sel hepatosit hati
inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh hati dibawah rangsangan sitokin-sitokin seperti
IL-6, IL-1, dan Tumor Necroting Factor (TNF-).29.30 Beberapa obat seperti kolkisin dapat
menghambat produksi CRP sedangkan obat immunosupresif saperti kortikosteroid dan yang
lainnya atau obat anti radang (Non Steroid Anti Inflamation Drug) tidak dapat menghambat
sekresinya.28.30
Respon akut dari organisme yang menyebabkan kerusakan jaringan, infeksi dan
peradangan menyebabkan peningkatan fase akut protein hepatika termasuk didalamnya CRP,
komplemen, fibrinogen, protein amyloid serum. Kadar CRP dalam serum penting untuk
mendiagnosis dan memonitoring proses inflamasi yang berbeda. C-reaktif protein merupakan
reaktan pada fase akut dan peningkatan kadar CRP merupakan suatu penanda terjadinya
6
infeksi bakteri. Walaupun sensitifitas dan spesifisitasnya lebih rendah dari prokalsitonin, CRP
Pada dasarnya terjadinya infeksi sistemik yang melibatkan berbagai organ akan menyebabkan
reaksi inflamasi yang akan diikuti oleh peningkatan respon inflamasi sistemik seperti PCT
dan CRP. Sebuah tes diagnostik yang dapat menentukan perbedaan sistitis dan pielonefritis
Peningkatan kadar prokalsitonin dan CRP terjadi selama terjadi kerusakan jaringan
dan inflamasi.34 Pada infeksi saluran kemih atas terjadi peningkatan kadar prokalsitonin dan
CRP.33.34 Prokalsitonin mempunyai sensitifitas lebih tinggi dari CRP dalam memprediksi
pielonefritis.35 Proses inflamasi yang terjadi akibat toksin yang dihasilkan oleh bakteri pada
Sebuah penelitian yang dilakukan dengan metode case control pada 100 orang anak
menyebutkan bahwa pemeriksaan PCT dan CRP pada anak dengan pielonefritis menunjukkan
nilai sensitivitas 77% dan spesifisitas 89% pada prokalsitonin dengan nilai potong 0.5ng/mL
dan nilai sensitivitas 80% dan spesifisitas 65% pada CRP dengan nilai potong 20mg/L.
7
Pada data ini menunjukkan bahwa PCT mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi
Prokalsitonin berhubungan dengan derajat keterlibatan ginjal dimana CRP tidak bisa
digunakan sebagai parameter. PCT mempunyai nilai sensitifitas 90.47% dan nilai spesifisitas
88% dengan nilai potong 1ng/mL. CRP mempunyai nilai sensitifitas 85.71% dan nilai
spesifisitas 48% dengan nilai potong 20ng/mL. Penelitian retrospektif analitik ini
membedakan pielonefritis dan sistitis, tetapi sensitifitas dan spesifisitas PCT lebih tinggi
Ringkasan
Prokalsitonin dan C-reaktif protein merupakan biomarker pilihan sebagai skrining awal
pielonefritis akut. Pada pielonefritis akut akan terjadi peningkatan kadar serum prokalsitonin
dan C-reaktif protein yang diakibatkan karena endotoksin dari bakteri yang menyebabkan
bakteremi. Pemeriksaan ini relatif lebih mudah dilaksanakan dikarenakan biaya yang
terjangkau, mudah dilakukan dan memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi dalam
DAFTAR PUSTAKA
8
5. Robinson JL, Finlay JC, Lang ME, Bortolussi R. Urinary tract infection in infants and
children: Diagnosis and management. Pediatric child health 2014:19(6):315-19
6. Kanellopouos TA, Salakos C, Spiliopoulos I, Ellina A, Nikolakopoulou NM,
Papanastasiou DA. First urinary tract infection in neonates, infats and young children: a
comparative study. Pediatr nephrol. 2006;21:1131-7
7. Fulop T. Acute pyelonephritis. Medscape. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/245559-overview. 01 Maret 2016 jam 14.30 WIB
8. Flores-Mireles AL, Walker JN, Caparon M, Hultgren SJ. Urinary tract infections:
epidemiology, mechanisms of infection and treatment options. Nature reviews
microbiology.2015; 13:1-13
9. Zderic SA. Urinary tract infections and vesicoureteral reflux. Dalam Taeusch HW, Ballard
RA, Gleason CA, penyunting. Averys Diseases of The Newborn. Philadelphia.
Elsevier.2005;86:1314-9
10. Tilak J, Chaudhry S, and Wong E. Urinary Tract Infection. Infect Dis Clin North
Am. 1987 Dec;1(4):751-72.
11. Elder JS. Urinary tract infections. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Standon BF penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics ed 18th. Philadelphia.
Saunders.2007;538:h.2223-8
12. Chang SL, Shortliffe LD. Pediatric urinary tract infections. Pediatric clin n am.
2006;53:379-400
13. Obi B, Sinha M. Diagnosis and treatment of urinary tract infection in children.
Prescriber.2007;66-71
14. Garin EH, Olavarria F, Araya C, Broussain M, Barrera C, Young L. Diagnostic
significance of clinical and laboratory findings to localize site of urinary infection. Pediatr
nephrol. 2007;22: 1002-6
15. Shokeir AA. Role of urinary biomarkers in the diagnosis of congenital upper urinary tract
obstruction. Indian Journal of Urology.2008:July-Sept;313-9
16. Peterson AS. Revised guidelines for management of urinary tract infections in infants.
The journal of Lancaster general hospital. 2002;7:26-31
17. Roberts KB et.al. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and
management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months.
AAP.2011;128: 595-610
18. Maruna P, Nedelnikova K, Gurlich R. physiology and genetics of procalcitonin. Physiol
res.2000;49: S57-S61
19. Smolkin V, Koren A, Raul R, Colodner R, Sakran W, Halevy R. Procalcitonin as a marker
of acute pyelonephritis in infants and children. Pediatr nephrol.2002;17: 409-412
20. Muller B, Becher KL. Procalcitonin: how a hormone became a marker and mediator
sepsis. Swiss med wkly.2001;131:595-602
21. Bressan S et al. Procalcitonin as a predictor of renal scarring in infants and young
children. Pediatr nephrol. 2009;24:1199-1204
22. Leroy S, Gervaiz A. Procalcitonin: a key marker in children with urinary tract infection.
Hindawi publishing corporation. 2011;7:1-7
23. Nikfar R, Khotaee G, Ataee N, Shams S. Usefulness of procalcitonin rapid test for the
diagnosis of acute pyelonephritis in children in the emergency department. Pediatrics int.
2010;52:196-8
24. Sheu JN, Chang HM, Chen SM, Hung TW, Lue KH. The role of procalcitonin for acute
pyelonephritis and subsequent renal scarring in infants and young children. Pediatric
urology.2011;166: 2002-7
9
25. Kotoula A, Gardikis S, Tsalkidis A, Mantadakis E, Zissimopoulos A, Kambouri K et.al.
Procalcitonin for the early prediction of renal parenchymal involvement in children with
UTI: preliminary results. Int urol nephrol 2009;41:393-9
26. Leroy S, Lopez AF, Nikfar R, Romanello C, Bouissou F, Gervaix A, dkk. Association of
procalcitonin with acute pyelonephritis and renal scars in pediatric UTI.
AAP.2013;131:870-9
27. Lucas-saez E, Ferrando-monleon S, Marin-serra J, Bou-monterde J, Peris-vidal A,
Hervas-anders A. Predictive factors for kidney damage in febrile urinary tract infection.
Usefulness of procalcitonin. Nefrologia 2014;34(4):451-7
28. Simon L, Gauvin F, Amre DK, Saint-louis P, Lacroix J. Serum procalcitonin and c-
reactive protein levels as markers of bacterial infection: a systematic review anf meta-
analysis. Clin inf dis. 2004;39:206-217
29. Agrawal P, Pandey A, Sompura S, Puesnani ML. Role of blood c-reactive protein levels
in upper urinary tract infection and lower urinary tract infection in adult patients
(>16years). JAPI.2013;61:462-3
30. Zhang H, Yang J, Lin L, Huo B, Dai H, He Y. diagnostic value if serum procalcitonin for
acute pyelonephritis in infants and children with urinary tract infections: an updated meta-
analysis. World J urol. 2015
31. Putto A et.al. C reactive protein in the evaluation ofo febrile illness. Archives of disease in
childhood. 1986;61:24-9
32. Pepys MB, Hirschfield GM. C-reactive protein: a critical update. J.clin invest. 2003;111:
1805-12
33. Hatherill M, Tibby SM, Sykes K, Turner C, Murdoch IA. Diagnosis markers of infection:
comparison of procalcitonin with C reactive protein and leucocyte count. Arch dis child
1999;81:417-21
34. Ying Xu R, Liu HW, Liu JL, Dong JH. Procalcitonin and C reactive protein in urinary
tract infection diagnosis. BMC urology. 2014;14:1-5
35. Ayazi P, Mahyar A, Hashemi HJ, Daneshi MM, Karimzadeh T, Salimi F. Comparison of
procalcitonin and c-reactive protein test in children with urinary tract infection. Iran J
pediatr. 2009;19:381-6
10