Anda di halaman 1dari 10

PROKALSITONIN DAN C-REAKTIF PROTEIN SEBAGAI SKRINING AWAL

PIELONEFRITIS AKUT

dr. Muhammad Adib Mahara, Dr.dr. Oke Rina Ramayani, Sp A(K),


dr. Rosmayanti Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A, dr. Beatrix Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan

Alamat korespondensi :

dr. Muhammad Adib Mahara

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan

Jl. Bunga Lau No.17 Medan 20136

Tel (061) 8361721 8365663. Fax. (061) 8361721

E-mail : adibmahara@gmail.com

1
PROKALSITONIN DAN C-REAKTIF PROTEIN SEBAGAI SKRINING AWAL
PIELONEFRITIS AKUT

Pendahuluan

Pielonefritis akut merupakan infeksi parenkim ginjal dan biasanya merupakan lanjutan dari

sistitis akut melalui penyebaran asenden. 1 Diagnosis pielonefritis akut dapat ditegakkan

secara pasti dengan urinalisa dan biakan urin. 2 Berbagai pemeriksaan penunjang dapat

dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis seperti leukosit esterase, nitrit urin,

leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah, prokalsitonin

(PCT) dan C-reaktif protein (CRP).3


Prokalsitonin dan CRP merupakan penanda sebuah inflamasi akut. Pada keadaan

sehat, kadar PCT dan CRP tidak meningkat didalam darah. Peningkatan kadar penanda

tersebut sangat berkaitan dengan infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri. Pada pielonefritis

terjadi suatu infeksi bakteri yang bergerak secara asending atau terjadi secara hematogen

sehingga kadar PCT dan CRP meningkat. 4


Sebuah systematic review menyebutkan bahwa prokalsitonin memiliki sensitifitas dan

spesifisitas lebih tinggi untuk memprediksi pielonefritis dibandingkan dengan CRP yaitu

89% dan 97% dengan nilai potong >0,5ng/mL. C-reaktif protein mempunyai nilai sensitifitas

81% dan nilai spesifisitas 90% dengan nilai potong 20ng/mL. Hal ini menjadikan

prokalsitonin dan CRP potensial sebagai biomarker untuk menegakkan pielonefritis akut.4

Pielonefritis

Pielonefritis akut adalah infeksi yang menyebabkan invasi bakteri ke parenkim ginjal dan

biasanya merupakan lanjutan dari sistitis akut (penyebaran asenden). 1.5 Pielonefritis secara

umum disebabkan dari kontaminasi area perianal yang bergerak keatas menuju vesika

urinaria sampai ke ginjal. Pada neonatus, infeksi lebih sering secara hematogen daripada

secara ascending.5.6 Bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada pielonefritis
2
diantaranya adalah Escherichia coli, Klebsiella oxytoca, Proteus sp, Enterococcus faecalis

dan organisme gram positif termasuk Staphylococcus sp dan Streptococcus grup.7.8

Patofisiologi pielonefritis bersifat multifaktorial dan secara jelas menunjukkan tidak

seimbangnya antara pejamu dan patogen. 9 Kelainan anatomi yang abnormal menyebabkan

penyebaran dan efek pielonefritis. Penyebaran bakteri secara hematogen pada saluran kemih

mungkin dapat muncul meskipun sangat jarang.8.10

Gambar 1. Patogenesis pielonefritis akut. 9

Infeksi asenden yang berasal dari kandung kencing berdasarkan mekanisme:9

Kolonisasi bakteri yang berasal dari perianal bergerak secara asendens menuju uretra.

Bakteri ini sangat virulen dan mempunyai vili yang memungkinkan bakteri untuk

bermigrasi ke atas

Invasi bakteri mencapai vesika urinaria dengan cara penetrasi uroepitelial. Terjadi

multiplikasi bakteri dan kerusakan epitel oleh toksin dan protease dari bakteri. Bakteri

bergerak menuju ginjal melalui ureter

3
Terjadi kolonisasi bakteri di ginjal dan terjadi kerusakan epitel oleh karena endotoksin

bakteri sehingga terjadi bakteremia

Infeksi yang berulang pada pielum ginjal yang berulang akan menimbulkan

komplikasi berupa parut ginjal bahkan dapat menimbulkan gagal ginjal

Adanya kelainan seperti neurogenic bladder, katup uretra posterior, refluks

vesikouretra dan obstruksi ureteropelvik junction juga menjadi faktor risiko terjadinya

pielonefritis.

Pada saat bakteri masuk kedalam parenkim ginjal dengan tekanan yang sangat tinggi,

daerah fokal infeksi dan inflamasi semakin berkembang dan beberapa tahap kompleks

inflamasi bertingkat terbentuk. Apabila proses ini tidak dicegah dengan pengobatan, hal ini

dapat menyebabkan kerusakan ginjal berat atau jaringan parut.11 Lebih lanjut, bila infeksi

berulang terus menerus tanpa terapi yang adekuat, hasil jangka panjang adanya jaringan parut

ginjal yang signifikan, yang lebih ekstrim lagi menyebabkan refluks nefropati, yang

menyebabkan end stage renal disease.12

Gambaran klinis pielonefritis akut biasanya sangat khas yaitu demam timbul

mendadak, menggigil, nyeri punggung, nyeri tekan daerah kostovertebral, leukositosis, piuria

dan bakteriuria. Gejala yang muncul biasanya didahului oleh disuria, urgensi dan frekuensi

yang menunjukkan bahwa infeksi dimulai pada bagian bawah saluran kemih. Adanya silinder

leukosit menunjukkan adanya infeksi terletak pada ginjal.13

Diagnosis pielonefritis akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

urinalisa, dan dipastikan dengan kultur urin.14.15 Pemeriksaan urinalisis dan kultur urin adalah

prosedur yang terpenting.16 Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan untuk membantu

menegakkan diagnosis pielonefritis akut seperti laju endap darah (LED) nilai absolut netrofil,

CRP dan PCT.17

Prokalsitonin
4
Prokalsitonin (PCT) merupakan prekursor dari hormon kalsitonin dan disintesis di sel C

tiroid.18 Pada kondisi normal kadar PCT dalam serum didapatkan rendah (<0,1ng/mL). Pada

infeksi bakteri, PCT disintesis di jaringan neuroendokrin extratiroid. 19 Sekresi PCT sitemik

merupakan komponen dari respon inflamasi yang muncul pada saat terjadi paparan infeksi.20
Mekanisme tentang peran PCT pada proses peradangan masih belum jelas. Hal ini

diyakini bahwa PCT dihasilkan oleh sel-sel hati dan mononuklear darah perifer, termodulasi

oleh lipopolisakarida dan sitokin terkait sepsis.21 Infeksi mikroba mendorong peningkatan

ekspresi gen CALC1 dan berikutnya akan merilis prekursor kalsitonin.19.22 Pada infeksi

bakteri, PCT meningkat pada kisaran konsentrasi plasma 1-1000ng/mL. Peningkatan

konsentrasi ini berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit bahkan kematian. 22

Peningkatan kadar PCT sangat spesifik untuk infeksi bakteri dan dapat membantu untuk

membedakan dengan infeksi virus pada anak-anak.23

Gambar 2. Mekanisme terbentuknya prokalsitonin23

Peningkatan PCT terjadi lebih cepat daripada peningkatan CRP. PCT dapat dideteksi

di plasma 2 jam setelah injeksi endotoksin.22.23 Dalam 6-8 jam, konsentrasi PCT naik dan

puncaknya tercapai setelah sekitar 12 jam. PCT menurun ke level yang normal nilai setelah 2-

3 hari.24 Induksi yang cepat dan spesifik dari PCT setelah stimulus yang adekuat dan produksi

PCT yang tinggi pada pasien dengan infeksi bakteri atau sepsis, menunjukkan fungsi

5
patofisiologi PCT di respon imun akut, meskipun tidak jelas apakah PCT adalah sitokin,

hormon, atau protein fase akut karena memiliki karakteristik dari semua mediator ini.25

Prokalsitonin tidak meningkat konsentrasinya pada infeksi virus, karsinoma medular kelenjar

tiroid dan small cell lung carcinoma.26

C- Reactive Protein

C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam serum

normal walaupun dalam konsentrasi yang amat kecil. 27 Dalam keadaan tertentu dengan reaksi

inflamasi atau kerusakan jaringan baik yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang

bukan infeksi, konsentrasi CRP dapat meningkat sampai 100 kali. 28 Sehingga diperlukan

suatu pemeriksaan yang dapat mengukur kadar CRP. High sensitivity C-Reactive Protein (hs-

CRP) adalah pengukuran konsentrasi CRP secara kuantitatif dimana dapat mengukur kadar

sampai < 0,2 0,3 mg/L.29 C-reaktif protein dalam plasma diproduksi oleh sel hepatosit hati

terutama dipengaruhi oleh Interleukin 6 (IL-6).30 C-reaktif protein merupakan marker

inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh hati dibawah rangsangan sitokin-sitokin seperti

IL-6, IL-1, dan Tumor Necroting Factor (TNF-).29.30 Beberapa obat seperti kolkisin dapat

menghambat produksi CRP sedangkan obat immunosupresif saperti kortikosteroid dan yang

lainnya atau obat anti radang (Non Steroid Anti Inflamation Drug) tidak dapat menghambat

sekresinya.28.30

Respon akut dari organisme yang menyebabkan kerusakan jaringan, infeksi dan

peradangan menyebabkan peningkatan fase akut protein hepatika termasuk didalamnya CRP,

komplemen, fibrinogen, protein amyloid serum. Kadar CRP dalam serum penting untuk

mendiagnosis dan memonitoring proses inflamasi yang berbeda. C-reaktif protein merupakan

reaktan pada fase akut dan peningkatan kadar CRP merupakan suatu penanda terjadinya

6
infeksi bakteri. Walaupun sensitifitas dan spesifisitasnya lebih rendah dari prokalsitonin, CRP

tetap menjadi salah satu biomarker untuk mendiagnosis pielonefritis akut.31.32

Gambar 3. Reaksi inflamasi fase akut31

Prokalsitonin dan c-reaktif protein sebagai penanda pielonefritis akut

Pada dasarnya terjadinya infeksi sistemik yang melibatkan berbagai organ akan menyebabkan

reaksi inflamasi yang akan diikuti oleh peningkatan respon inflamasi sistemik seperti PCT

dan CRP. Sebuah tes diagnostik yang dapat menentukan perbedaan sistitis dan pielonefritis

akut dapat membantu dalam manajemen penyakit.33

Peningkatan kadar prokalsitonin dan CRP terjadi selama terjadi kerusakan jaringan

dan inflamasi.34 Pada infeksi saluran kemih atas terjadi peningkatan kadar prokalsitonin dan

CRP.33.34 Prokalsitonin mempunyai sensitifitas lebih tinggi dari CRP dalam memprediksi

pielonefritis.35 Proses inflamasi yang terjadi akibat toksin yang dihasilkan oleh bakteri pada

saluran kemih menyebabkan peningkatan kadar prokalsitonin dan CRP.17.35

Sebuah penelitian yang dilakukan dengan metode case control pada 100 orang anak

menyebutkan bahwa pemeriksaan PCT dan CRP pada anak dengan pielonefritis menunjukkan

nilai sensitivitas 77% dan spesifisitas 89% pada prokalsitonin dengan nilai potong 0.5ng/mL

dan nilai sensitivitas 80% dan spesifisitas 65% pada CRP dengan nilai potong 20mg/L.

7
Pada data ini menunjukkan bahwa PCT mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi

pada pielonefritis dibandingkan dengan sistitis.11

Prokalsitonin berhubungan dengan derajat keterlibatan ginjal dimana CRP tidak bisa

digunakan sebagai parameter. PCT mempunyai nilai sensitifitas 90.47% dan nilai spesifisitas

88% dengan nilai potong 1ng/mL. CRP mempunyai nilai sensitifitas 85.71% dan nilai

spesifisitas 48% dengan nilai potong 20ng/mL. Penelitian retrospektif analitik ini

memeberikan kesimpulan bahwa kedua parameter tersebut dapat digunakan untuk

membedakan pielonefritis dan sistitis, tetapi sensitifitas dan spesifisitas PCT lebih tinggi

untuk memprediksi pielonefritis dibandingkan CRP.34

Ringkasan

Prokalsitonin dan C-reaktif protein merupakan biomarker pilihan sebagai skrining awal

pielonefritis akut. Pada pielonefritis akut akan terjadi peningkatan kadar serum prokalsitonin

dan C-reaktif protein yang diakibatkan karena endotoksin dari bakteri yang menyebabkan

bakteremi. Pemeriksaan ini relatif lebih mudah dilaksanakan dikarenakan biaya yang

terjangkau, mudah dilakukan dan memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi dalam

menegakkan diagnosis pielonefritis akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam : Alatas H, Tambunan T, Trihono


PP, Pardede SO penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak edisi 2. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI.2002;7:h.142-63
2. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati. Konsensus infeksi saluran
kemih. Unit kerja koordinasi nefrologi, Ikatan dokter anak Indonesia. 2011. hal:1-34
3. White B. Diagnosis dan treatment of urinary tract infections in children. Am fam
physician.2011;83(4):409-15
4. Shaikh N, Borrell JL, Evron J, Leeflang MMG. Procalcitonin, c-reactive protein, and
erythrocyte sedimentation rate for the diagnosis of acute pyelonephritis in children
(review). The Cochrane collaboration.2015;Issue 1: 1-72

8
5. Robinson JL, Finlay JC, Lang ME, Bortolussi R. Urinary tract infection in infants and
children: Diagnosis and management. Pediatric child health 2014:19(6):315-19
6. Kanellopouos TA, Salakos C, Spiliopoulos I, Ellina A, Nikolakopoulou NM,
Papanastasiou DA. First urinary tract infection in neonates, infats and young children: a
comparative study. Pediatr nephrol. 2006;21:1131-7
7. Fulop T. Acute pyelonephritis. Medscape. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/245559-overview. 01 Maret 2016 jam 14.30 WIB
8. Flores-Mireles AL, Walker JN, Caparon M, Hultgren SJ. Urinary tract infections:
epidemiology, mechanisms of infection and treatment options. Nature reviews
microbiology.2015; 13:1-13
9. Zderic SA. Urinary tract infections and vesicoureteral reflux. Dalam Taeusch HW, Ballard
RA, Gleason CA, penyunting. Averys Diseases of The Newborn. Philadelphia.
Elsevier.2005;86:1314-9
10. Tilak J, Chaudhry S, and Wong E. Urinary Tract Infection. Infect Dis Clin North
Am. 1987 Dec;1(4):751-72.
11. Elder JS. Urinary tract infections. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Standon BF penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics ed 18th. Philadelphia.
Saunders.2007;538:h.2223-8
12. Chang SL, Shortliffe LD. Pediatric urinary tract infections. Pediatric clin n am.
2006;53:379-400
13. Obi B, Sinha M. Diagnosis and treatment of urinary tract infection in children.
Prescriber.2007;66-71
14. Garin EH, Olavarria F, Araya C, Broussain M, Barrera C, Young L. Diagnostic
significance of clinical and laboratory findings to localize site of urinary infection. Pediatr
nephrol. 2007;22: 1002-6
15. Shokeir AA. Role of urinary biomarkers in the diagnosis of congenital upper urinary tract
obstruction. Indian Journal of Urology.2008:July-Sept;313-9
16. Peterson AS. Revised guidelines for management of urinary tract infections in infants.
The journal of Lancaster general hospital. 2002;7:26-31
17. Roberts KB et.al. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and
management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months.
AAP.2011;128: 595-610
18. Maruna P, Nedelnikova K, Gurlich R. physiology and genetics of procalcitonin. Physiol
res.2000;49: S57-S61
19. Smolkin V, Koren A, Raul R, Colodner R, Sakran W, Halevy R. Procalcitonin as a marker
of acute pyelonephritis in infants and children. Pediatr nephrol.2002;17: 409-412

20. Muller B, Becher KL. Procalcitonin: how a hormone became a marker and mediator
sepsis. Swiss med wkly.2001;131:595-602
21. Bressan S et al. Procalcitonin as a predictor of renal scarring in infants and young
children. Pediatr nephrol. 2009;24:1199-1204
22. Leroy S, Gervaiz A. Procalcitonin: a key marker in children with urinary tract infection.
Hindawi publishing corporation. 2011;7:1-7
23. Nikfar R, Khotaee G, Ataee N, Shams S. Usefulness of procalcitonin rapid test for the
diagnosis of acute pyelonephritis in children in the emergency department. Pediatrics int.
2010;52:196-8
24. Sheu JN, Chang HM, Chen SM, Hung TW, Lue KH. The role of procalcitonin for acute
pyelonephritis and subsequent renal scarring in infants and young children. Pediatric
urology.2011;166: 2002-7

9
25. Kotoula A, Gardikis S, Tsalkidis A, Mantadakis E, Zissimopoulos A, Kambouri K et.al.
Procalcitonin for the early prediction of renal parenchymal involvement in children with
UTI: preliminary results. Int urol nephrol 2009;41:393-9
26. Leroy S, Lopez AF, Nikfar R, Romanello C, Bouissou F, Gervaix A, dkk. Association of
procalcitonin with acute pyelonephritis and renal scars in pediatric UTI.
AAP.2013;131:870-9
27. Lucas-saez E, Ferrando-monleon S, Marin-serra J, Bou-monterde J, Peris-vidal A,
Hervas-anders A. Predictive factors for kidney damage in febrile urinary tract infection.
Usefulness of procalcitonin. Nefrologia 2014;34(4):451-7
28. Simon L, Gauvin F, Amre DK, Saint-louis P, Lacroix J. Serum procalcitonin and c-
reactive protein levels as markers of bacterial infection: a systematic review anf meta-
analysis. Clin inf dis. 2004;39:206-217
29. Agrawal P, Pandey A, Sompura S, Puesnani ML. Role of blood c-reactive protein levels
in upper urinary tract infection and lower urinary tract infection in adult patients
(>16years). JAPI.2013;61:462-3
30. Zhang H, Yang J, Lin L, Huo B, Dai H, He Y. diagnostic value if serum procalcitonin for
acute pyelonephritis in infants and children with urinary tract infections: an updated meta-
analysis. World J urol. 2015
31. Putto A et.al. C reactive protein in the evaluation ofo febrile illness. Archives of disease in
childhood. 1986;61:24-9
32. Pepys MB, Hirschfield GM. C-reactive protein: a critical update. J.clin invest. 2003;111:
1805-12
33. Hatherill M, Tibby SM, Sykes K, Turner C, Murdoch IA. Diagnosis markers of infection:
comparison of procalcitonin with C reactive protein and leucocyte count. Arch dis child
1999;81:417-21
34. Ying Xu R, Liu HW, Liu JL, Dong JH. Procalcitonin and C reactive protein in urinary
tract infection diagnosis. BMC urology. 2014;14:1-5
35. Ayazi P, Mahyar A, Hashemi HJ, Daneshi MM, Karimzadeh T, Salimi F. Comparison of
procalcitonin and c-reactive protein test in children with urinary tract infection. Iran J
pediatr. 2009;19:381-6

10

Anda mungkin juga menyukai