Disusun Oleh : SWEETILLAH IDLFI ENSHARA - 16/402064/PEK/21599
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2017 Fraud Examination
BAB 1
The Nature of Fraud
Walaupun banyak pihak yang mempercayai bahwa tindakan fraud semakin meningkat secara ukuran dan frekuensi, namun sulit untuk meyakini pernyataan ini dikarenakan kesulitan untuk mengetahu persentasi pelaku fraud yang dapat tertangkap. apakah terdapat tindakan fraud yang sempurna yang tidak dapat ditangkap? Apakah seluruh tindakan fraud yang terjadi telah didiungkapkan? Karena secara umum, banyak kasus fraud yang terjadi di perusahaan publik tidak diungkap kepada publik demi menyelamatkan reputasi mereka. Secara statistic, seberapa banyak fraud yang terjadi baik itu meningkat atau menurun akan bergantung kepada empat sumber dasar yaitu agensi pemerintahan yang akan mengungkapkan data statistik fraud dari waktu ke waktu, peneliti yang banyak membahas kasus-kasus fraud, perusahaan asuransi, dan korban dari tindakan fraud itu sendiri. Pada masa sebelumnya, apabila seorang pelaku ingin mencuri uang dari kantornya, ia harus memindahkan uang tersebut secara fisik yang mana cara ini lebih beresiko untuk diungkap. Namun dengan kemajuan teknologi, pelaku yang ingin melakukan kecurangan sangat dipermudah dengan computer, internet, sistem akuntansi yang terkomputerisasi untuk tinggal melakukan manipulasi data ketika melakukan kecurangan. Perusahaan yang menderita fraud pada organisasinya akan menderita kerugian yang besar dimana mereka harus mengeluarkan biaya atau mencari pendapatan yang lebih untuk menutupi kerugian yang telah mereka alami. Perusahaan tidak hanya sebagai pihak yang menjadi korban dari tindakan fraud, namun secara agregar perekonomian nasional juga menjadi dampak atau berjuang dalam memerangi tindakan kecurangan dengan skala yang besar, contohnya tindakan korupsi. Negara dengan tingkat korupsi yang tinggi harus berupaya lebih keras untuk bersaing dengan negara yang memiliki tingkat korupsi yang kecil. Hal ini dikarenakan, disaat negara dengan tingkat korupsi minim berupaya untuk terus menerus meningkatkan perekonomian dan mengembangkan negara mereka, negara dengan tingkat korupsi tinggi masih harus berjuang untuk mengungkap dan menekan angka korupsi. Terdapat banyak definisi tentang fraud, namun secara umum fraud didefinisikan sebagai tindakan kecerdikan yang digunakan oleh manusia untuk mendapatkan keuntungan dari pihak lain dengan cara yang tidak tepat. Tindakan fraud selalu mengandung adanya unsur kepercayaan diri dari pelaku dan berbagai trik. Fraud dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe korban, pelaku, dan tipe dari skemanya. Cara lain untuk mengklasifikasikan fraud adalah dengan menggunakan definisi ACFE yaitu occupational fraud, yaitu dengan menggunakan suatu posisi atau jabatan untuk pengkayaan diri menggunakan sumber daya atau aset organisasi. ACFE memasukkan tiga kategori utama dari occupational fraud yaitu penyalahgunaan aset, korupsi, dan kecurangan dalam membuat laporan. Klasifikasi fraud ketiga yang digunakan adalah dengan mengacu kepada korban, yaitu penggelapan yang dilakukan karyawan dengan menggunakan posisi untuk mengambil keuntungan dari aset perusahaaan, kecurangan dari vendor yaitu membuat jumlah tagihan yang lebih tinggi atau tidak mengirimkan barang sesuai pesanan, kecurangan dari pelanggan yaitu trik agar tidak membayar atau membayar dibawah nominal seharusnya, kecurangan dari manajemen yaitu pada umumnya memanipulasi laporan keuangan, penipuan investasi dengan membuat orang menanamkan sejumlah uang untuk investasi palsu, dan bentuk tindakan fraud lainnya yang tidak termasuk pada kategori diatas seperti penipuan internet, pencurian identitas, dan lain-lain. How to Prepare to Be a Fraud-Fighting Professional Untuk dapat terjun didalam karir anti fraud, seseorang perlu mempersiapkan bebrapa kemampuan yang harus dimiliki, diantaranya kemampuan analitis yang digunakan untuk menginvestigasi dan menganilisis kasus fraud yang ditangani, kemampuan komunikasi yang diperlukan saat melakukan wawancara terkait mengumpulkan bukti-bukti fraud serta mengkomunikasikan temuan kepada pihak berkepentingan, kemampuan teknologi dalam mengakses database guna mengumpulkan dan mengolah data-data yang diperlukan. Selain ketiga kemampuan dasar diatas, diperlukan beberapa kemampuan bagi seseorang yang ingin menjadi penyidik kasus fraud, antara lain harus memiliki pemahaman tentang akuntansi dan bisnis; memiliki pengetahuan tentang hukum sipil dan kriminal, isu swasta, hak-hak pegawai, undang-undang kecurangan, serta undang-undang terkait lainnya; kemampuan untuk berbicara dan menulis dalam bahasa asing; serta tentang pemahaman tentang perilaku manusia yang mendasari seseorang melakukan tindakan fraud sehingga dapat dianalisis pencegahannya. Terdapat organisasi Certified Fraud Examiners terbesar di dunia yaitu ACFE, dimana organisasi antifraud ini menyediakan pelatihan dan pembekalan kepada lebih dari 50.000 anggotanya untuk membantu mengurangi tindak kecurangan dan korupsi di seluruh dunia. ACFE juga memberi kesempatan kepada seseorang yang ingin menjadi CFE dengan beberapa persyaratan tertentu seperti menjadi anggota ACFE, memiliki karakter dan moral yang baik, serta memenuhi persyaratan minimum akademik dan praktek professional. Sebagaimana yang dijelaskan bahwa angka tindakan kecurangan semakin meningkat, maka menyebabkan berbagai macam jenis pekerjaan yang terkait dengan antifraud pun tersedia seperti di kantor akuntan publik, pelaksana hukum dan pemerintahan, konsultan, perusahaan swasta, dan lembaga hukum. Pemahaman tentang tindak kecurangan dan korupsi tidak hanya menjadi konsentrasi bagi auditor ataupun pemeriksa, jenis pekerjaan lain juga harus memahami ini seperti pebisnis untuk mengetahui gejala serta akibat yang ditimbulkan dari fraud bagi bisnis, bagi investor untuk dapat mencegah kerugian dari adanya tindakan penipuan investasi, serta konsultan pajak dalam menangani perpajakan dari klien yang dihadapi. Akuntansi Forensik Audit Investigatif Theodorus M. Tuanakotta BAB 3
LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK
G. Jack Bologna dan Robert J. Lindquist, dua penulis perintis mengenai akuntansi forensik mengemukakan beberapa istilah dalam perbendaharaan akuntamsi, yaitu:fraud auditing, forensic accounting, investigate accounting, litigation support, dan valuation analysis. Selain itu mereka menambahkan bahwa dalam penggunaan sehari-hari litigation support merupakan istilah yang paling luas dan mencakup keempat istilah lainnya. Dalam makna ini, segala sesuatu yang dilakukan dalam akuntansi forensik, bersifat dukungan untuk kegiatan litigasi. Bologna dan Lindquist melanjutkan, bahwa para akuntan tradisional masih ingin membedakan pengertian fraud auditing dengan forensic accounting. Menurut kelompok ini, fraud auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat proaktif untuk meneliti fraud; artinya, audit ini ditujukan kepada pencarian bukti terjadinya fraud. Tentunya bukti disini adalah bukti yang dipakai di pengadilan. Sedangkan akuntan forensik baru akan dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika kecurigaan (suspicion) naik ke permukaan melalui tuduhan (allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip-off dari whistleblower. Terdapat beberapa jasa-jasa di bidang forensik antara lain Analytic & Forensic Accounting yaitu jasa yang dikenal sebagai komputer forensik seperti data mining dan data imaging; Fraud Risk Management; FCPA Reviews and Investigations yang merupakan jasa investigasi ketika pelanggaran terhadap FCPA terjadi; Anti Money Laundering Services yaitu jasa yang berorientasi terhadap pelanggaran pencucian uang; Whistleblower Hotline; dan Business Intelligence Service. Jasa-jasa tersebut diberikan oleh seseorang yang mempelajari atau mempraktikkan ilmu kepolisian, perusahaan di bidang sekuriti, ataupun lembaga hukum. Sedangkan, untuk jasa forensik yang memiliki relevansi dengan Indonesia adalah Asset Recovery dan Expert Witness. Asset Recovery adalah upaya pemulihan kerugian dengan cara menemukan dan menguasai kembali aset yang diambil, misalnya dalam kasus korupsi, penggelapan, dan pencucian uang. Kasus asset recovery terbesar sepanjang sejarah akuntansi forensik adalah bangkrutnya Bank of Credit and Commerce International (BCCI) karena adanya fraud pencucian uang. sedangkan di dalam pemerintahan R.I sendiri, mantan jaksa agung pernah berupaya untuk mengusut dan melacak harta mantan Presiden R.I Soeharto, namun akhirnya dibatalkan karena tidak terjadi kesepakatan dengan pengacara dari Amerika. Ini merupakan sebuah tantangan besar yang dihadapi akuntan forensik Indonesia. Setiap tahun terdapat laporan dari berbagai lembaga mengenai aset negara yang berhasil diselamatkan dengan jumlah cukup besar. Namun, jumlah tersebut ternyata masih relatif kecil apabila dibandingkan dengan kerugian yang diderita oleh keuangan negara. Expert Witness berupa menampilkan saksi ahli dalam persidangan yang membahas kasus fraud. Masalah yang timbul dalam penggunaan akuntan forensik sebagai ahli adalah mengenai kompetensi dan independensi. Masalah ini seringkali dipertanyakan tim pembela terhadap akuntan forensik yang membantu penuntut umum, namun tidak ada pertanyaan mengenai kompetensi dan independensi bagi akuntan forensik yang membantu tim pembela (pengacara). Di AS, ada persyaratan yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi saksi ahli. Saksi ahli harus memenuhi kualifikasi karena memiliki pengetahuan, keterampilan, pengalaman, pelatihan, atau pendidikan ilmiah sebelum diperkenankan memberikan keterangan dan pendapat yang didasarkan fakta, data, prinsip dan metode yang cukup dan andal. Terdapat dua metode yang berbeda dalam pengujian saksi ahli yaitu Daubert test dan Frye test. Penggunaan kedua metode ini dapat berbeda-beda dari satu yuridiksi ke yuridiksi lainnya. Pada dasarnya, akuntansi forensik menangani bidang fraud. Oleh karena itu para akuntan forensik di AS menamakan asosiasi mereka Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). Dari temuan ACFE mengenai hal-hal yang membantu terungkapnya fraud, penyedia jasa forensik juga memanfaatkan jasa whistleblower. Di sektor publik (pemerintahan), praktik akuntan forensik serupa dengan apa yang digambarkan pada sector swasta. Perbedaannya adalah bahwa tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi di antara berbagai lembaga. Ada lembaga yang melakukan pemeriksaan keuangan negara, pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, lembaga yang menunjang untuk memerangi kejahatan seperti korupsi contohnya KPK, dan terdapat lembaga swadaya masyarakat yang berfungsi sebagai pressure group. Masing-masing lembaga tersebuh memiliki mandat dan wewenang yang diatur dalam konstitusi, undang-undang atau ketentuan lainnya. Di Indonesia, akuntansi forensik di sektor publik jauh lebih dominan dibandingkan dengan akuntansi forensik di sektor swasta. Namun, dalam perekonomian yang didominasi sektor swasta, kita akan melihat perbedaanya.