Anda di halaman 1dari 7

Bencana alam

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kebakaran liar, salah satu bencana yang disebabkan oleh alam.

Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi
populasi manusia.[1] Peristiwa alam dapat berupabanjir, letusan gunung berapi, gempa
bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang
panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit.[2] Beberapa
bencana alam terjadi tidak secara alami.[2] Contohnya adalahkelaparan, yaitu kekurangan
bahan pangan dalam jumlah besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam.
[2]
Dua jenis bencana alam yang diakibatkan dari luar angkasa jarang mempengaruhi manusia,
seperti asteroid dan badai matahari.[2]

Daftar isi

1Pengertian dalam kebudayaan manusia dan pemahaman religius

2Bencana alam sepanjang masa

o 2.1Zaman kuno

o 2.2Bencana alam pada abad ke-20 sampai 21

3Jenis bencana alam

o 3.1Bencana alam meteorologi

o 3.2Bencana alam geologi

o 3.3Wabah

o 3.4Bencana alam dari ruang angkasa

4Dampak bencana alam

5Penanggulangan

6Bencana alam di Indonesia dan penanggulangannya

7Lihat pula

8Referensi
Pengertian dalam kebudayaan manusia dan pemahaman
religius[sunting | sunting sumber]
Sejak masa lalu manusia telah menghadapi bencana alam yang berulang kali melenyapkan
populasi mereka.[3] Pada zaman dahulu, manusia sangat rentan akan dampak bencana alam
dikarenakan keyakinan bahwa bencana alam adalah hukuman dan simbol kemarahan dewa-
dewa.[4] Semua peradaban kuno menghubungkan lingkungan tempat tinggal mereka dengan
dewa atau tuhan yang dianggap manusia dapat memberikan kemakmuran maupun kehancuran.
[4]
Kata bencana dalam Bahasa Inggris "disaster" berasal dari kata Bahasa Latin "dis" yang
bermakna "buruk" atau "kemalangan" dan "aster" yang bermakna "dari bintang-bintang". [1] Kedua
kata tersebut jika dikombinasikan akan menghasilkan arti "kemalangan yang terjadi di bawah
bintang", yang berasal dari keyakinan bahwa bintang dapat memprediksi suatu kejadian
termasuk peristiwa yang buruk.[1]

Bencana alam sepanjang masa[sunting | sunting sumber]


Zaman kuno[sunting | sunting sumber]

The Last Day of Pompeii (1833), lukisan karya Karl Briullov yang menceritakan letusan Gunung
Vesuvius di Pompeii, tahun 79.

Bencana alam yang dialami oleh manusia pada masa kuno tercatat dalam kitab
suci, mitos, cerita-cerita rakyat,[5] Bencana alam yang terjadi pada zaman kuno umumnya
diketahui secara jelas lewat catatan sejarah dan hasil penelitian arkeologi.[6] Beberapa di
antaranya:

Wabah Antonine, penyakit yang menyebar pada masa Kekaisaran Romawi tahun 165 M
-189 M.[3] Dinamakan demikian karena salah satu korbannya adalah Marcus Aurelius
Antoninus, kaisar Romawi. Dinamakan juga Demam Galen karena didokumentasikan
dengan baik oleh Galen, seorang dokter Yunani.[3] Sejarawan meyakini bahwa Demam
Antonine tidak lain adalah wabah cacar air yang dibawa oleh para serdadu Romawi yang
pulang berperang dari timur.[3] Akibat wabah ini lebih dari 5 juta orang tewas di Kekaisaran
Romawi.[3] Seorang sejarawan bernama Dio Cassius menulis bahwa di Roma sendiri, hampir
2000 orang meninggal setiap harinya.[3]

Gempa Kreta dan Tsunami Alexandria, terjadi pada tanggal 21 Juli tahun 365.[7] Dimulai
dengan gempa bumi besar yang terjadi di dasar Laut Tengah dekat Pulau Kreta, Yunani,
dengan kekuatan diperkirakan mencapai 8 skala richter atau lebih.[7] Gempa ini
menghancurkan hampir seluruh kota di pulau tersebut yang kemudian diikuti tsunami besar
yang melanda Yunani, Libya, Siprus,Sisilia dan Mesir.[7] Catatan mengenai bencana alam ini
paling baik terdokumentasikan di Alexandria (Iskandariah), Mesir.[7]Sejarawan Ammianus
Marcellinus menuliskan dengan detail bagaimana air laut menghempas dan menghancurkan
kota Alexandria.[7]

Letusan Gunung Vesuvius, terjadi pada tanggal 29 Agustus 79 di Teluk Napoli, Italia.
Banjir lahar yang ditimbulkan Gunung Vesuvius mengubur
kota Pompeii danHerculaneum yang berdekatan.[7] Awalnya dimulai dengan gempa bumi
namun diabaikan oleh warga kota tersebut.[7] Namun akhirnya menjadi lebih besar diiringi
muntahan debu, banjir lahar dan asap yang membumbung tinggi. [7] Kota Pompeii dan
Herculaneum ditemukan pada tahun 1631 setelah dilakukannya pembersihan oleh warga
setempat. Pada abad ke-20, keberadaan kota ini secara jelas terkuak dengan jasad-jasad
manusia yang telah menjadi fosil utuh.[7]

Erupsi Santorini, terjadi sekitar tahun 1645 SM.[8] Informasi bencana alam ini umumnya
diketahui lewat penelitian arkeologi.[8] Diketahui bahwa tahun 1645 SM, gunung berapi yang
meletus di Santorini menghancurkan permukiman di pulau tersebut beserta Pulau Kreta di
dekatnya.[8] Pada zaman moderen, sisa-sisa peradaban manusia yang lenyap akibat
bencana tersebut telah ditemukan dan masih terus dipelajari. [8]

Gempa Bumi dan Tsunami Helike, terjadi pada tahun 375 SM.[8] Bencana alam ini
mengakibatkan kota Helike yang berada di Teluk Korintus, Yunani tenggelam ke dasar laut.
[8]
Korban jiwa tak diketahui.[8] Penelitian terhadap reruntuhan permukiman manusia zaman
itu mulai dilakukan sejak akhir abad ke-19 dengan penemuan reruntuhankota, jalan-jalan
dan artefak.[9]
Bencana alam pada abad ke-20 sampai 21[sunting | sunting sumber]

Pemanasan Global karena suhu yang meningkat drastis selama tahun 2000-2009.

Pada abad ke-20, beberapa bencana alam yang paling umum adalah kelaparan dan wabah.
[2]
Sejak awal abad ke-20, lebih dari 70 juta orang tewas akibat kelaparan, dengan korban 30 juta
orang tewas selama masa kelaparan di Cina dari tahun 1958-1961.[2] Di Uni Soviet, beberapa
kali terjadi kelaparan yang diakibatkan kebijakan kolektif Stalin yang membunuh jutaan orang.
[2]
Dalam sejarah, kelaparan telah mengakibatkan munculnya sifat buruk manusia seperti
kekejaman dan kanibalisme.[2] Bencana alam terburuk lainnya pada abad ke-20 adalah wabah.
[2]
Pandemi terburuk terutama adalah menularnya Flu Spanyol di seluruh dunia dari tahun 1918-
1919 yang membunuh 50 juta orang, lebih banyak daripada korban Perang Dunia I yang terjadi
sebelumnya.[2]
Pada abad ke-21, bencana alam yang semakin banyak terjadi adalah bencana terkait iklim yang
disebabkan meningkatnya suhu bumi (pemanasan global).[10] Pemanasan global sebagian besar
diikuti banjir, kekeringan, cuaca ekstrim dan musim yang tak bisa diramal.[10]Perubahan iklim
berpotensi meningkatkan kemiskinan dan kerentanan dalam jumlah besar.[10] Pada saat yang
sama bencana iklim semakin meningkat, lebih banyak manusia yang terkena dampaknya
dikarenakan kemiskinan, kurangnya sumber daya, pertumbuhan populasi, pergerakan dan
penempatan manusia ke daerah yang tidak menguntungkan. [10]

Jenis bencana alam[sunting | sunting sumber]


Hurikan Katrina, 2005.

Bencana alam dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu bencana alam yang
bersifat meteorologis, bencana alam yang bersifatgeologis, wabah dan bencana ruang angkasa.
[2]

Bencana alam meteorologi[sunting | sunting sumber]


Bencana alam meteorologi atau hidrometeorologi berhubungan dengan iklim. [11] Bencana ini
umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus, walaupun ada daerah-daerah yang
menderita banjir musiman, kekeringan atau badai tropis (siklon, hurikan, taifun) dikenal terjadi
pada daerah-daerah tertentu.[11] Bencana alam bersifat meteorologis seperti banjir dan
kekeringan merupakan bencana alam yang paling banyak terjadi di seluruh dunia. [11] Beberapa di
antaranya hanya terjadi suatu wilayah dengan iklim tertentu.[11] Misalnya hurikan terjadi hanya
di Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara.[4] Kekhawatiran terbesar pada
abad moderen adalah bencana yang disebabkan oleh pemanasan global.[11]
Bencana alam geologi[sunting | sunting sumber]

Letusan Gunung Merapi.

Bencana alam geologi adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi seperti gempa
bumi, tsunami, tanah longsor dan gunung meletus.[11] Gempa bumi dan gunung meletus terjadi di
hanya sepanjang jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik di darat atau lantai samudera.[11] Contoh
bencana alam geologi yang paling umum adalah gempa bumi, tsunami dan gunung meletus.
[11]
Gempa bumi terjadi karena gerakan lempeng tektonik.[11] Gempa bumi pada lantai samudera
dapat memicu gelombang tsunami ke pesisir-pesisir yang jauh.[11] Gelombang yang disebabkan
oleh peristiwa seismik memuncak pada ketinggian kurang dari 1 meter di laut lepas namun
bergerak dengan kecepatan ratusan kilometer per jam. [11] Jadi saat mencapai perairan dangkal,
tinggi gelombang dapat melampaui 10 meter.[11] Gunung meletus diawali oleh suatu periode
aktivitas vulkanis seperti hujan abu, semburan gas beracun, banjir lahar dan muntahan batu-
batuan.[11] Aliran lahar dapat berupa banjir lumpur atau kombinasi lumpur dan debu yang
disebabkan mencairnya salju di puncak gunung, atau dapat disebabkan hujan lebat dan
akumulasi material yang tidak stabil.[11]
Wabah[sunting | sunting sumber]
Wabah atau epidemi adalah penyakit menular yang menyebar melalui populasi manusia di
dalam ruang lingkup yang besar, misalnya antar negara atau seluruh dunia. [12] Contoh wabah
terburuk yang memakan korban jiwa jumlah besar adalah pandemi flu, cacar dan tuberkulosis.[12]
Bencana alam dari ruang angkasa[sunting | sunting sumber]
Bencana dari ruang angkasa adalah datangnya berbagai benda langit seperti asteroid atau
gangguan badai matahari.[13] Meskipun dampak langsung asteroid yang berukuran kecil tidak
berpengaruh besar, asteroid kecil tersebut berjumlah sangat banyak sehingga berkemungkinan
besar untuk menabrak bumi.[13] Bencana ruang angkasa seperti asteroid dapat menjadi ancaman
bagi negara-negara dengan penduduk yang banyak seperti Cina, India, Amerika
Serikat, Jepang, dan Asia Tenggara.[13]

Dampak bencana alam[sunting | sunting sumber]

Kehancuran fasilitas akibat Gempa bumi Haiti 2010.

Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada


bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.[14] Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas
sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat
tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup
hancurnya hutan yang melindungi daratan.[14] Salah satu bencana alam yang paling
menimbulkan dampak paling besar, misalnya gempa bumi, selama 5 abad terakhir, telah
menyebabkan lebih dari 5 juta orang tewas, 20 kali lebih banyak daripada korban gunung
meletus.[11] Dalam hitungan detik dan menit, jumlah besar luka-luka yang sebagian besar tidak
menyebabkan kematian, membutuhkan pertolongan medis segera dari fasilitas kesehatan yang
seringkali tidak siap, rusak, runtuh karena gempa.[11] Bencana seperti tanah longsor pun dapat
memakan korban yang signifikan pada komunitas manusia karena mencakup suatu wilayah
tanpa ada peringatan terlebih dahulu dan dapat dipicu oleh bencana alam lain terutama gempa
bumi, letusan gunung berapi, hujan lebat atau topan.[4]
Manusia dianggap tidak berdaya pada bencana alam, bahkan sejak awal peradabannya.
[3]
Ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen darurat menyebabkan kerugian
dalam bidang keuangan, struktural dan korban jiwa.[15]. Kerugian yang dihasilkan tergantung
pada kemampuan manusia untuk mencegah dan menghindari bencana serta daya tahannya.
[15]
Menurut Bankoff (2003): "bencana muncul bila bertemu dengan ketidakberdayaan". [15] Artinya
adalah aktivitas alam yang berbahaya dapat berubah menjadi bencana alam apabila manusia
tidak memiliki daya tahan yang kuat.[15]

Penanggulangan[sunting | sunting sumber]


Konstruksi rumah yang menggunakan sistem pegas untuk persiapan terjadinya gempa bumi.

Penanggulangan bencana alam atau mitigasi adalah upaya berkelanjutan untuk mengurangi
dampak bencana terhadap manusia dan harta benda. [16] Lebih sedikit orang dan komunitas yang
akan terkena dampak bencana alam dengan menggerakan program ini. [16]Perbedaan tingkat
bencana yang dapat merusak dapat diatasi dengan menggerakan program mitigasi yang
berbeda-beda sesuai dengan sifat masing-masing bencana alam.[16]
Persiapan menghadapi bencana alam termasuk semua aktivitas yang dilakukan sebelum
terdeteksinya tanda-tanda bencana agar bisa memfasilitasi pemakaian sumber daya alam yang
tersedia, meminta bantuan dan serta rencana rehabilitasi dalam cara dan kemungkinan yang
paling baik.[16] Kesiapan menghadapi bencana alam dimulai dari level komunitas lokal.[16] Jika
sumber daya lokal kurang mencukupi, maka daerah tersebut dapat meminta bantuan ke tingkat
nasional dan internasional.[16]
Pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat bahaya tinggi ("hazard"),
memiliki kerentanan/kerawanan ("vulnerability'"), bencana alam tidak memberi dampak yang
luas jika masyarakat setempat memiliki ketahanan terhadap bencana ("disaster resilience").
[15]
Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-
infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan menangani tantangan-tantangan serius dari
bencana alam.[15] Sistem ini memperkuat daerah rawan bencana yang memiliki jumlah penduduk
yang besar.[15]

Bencana alam di Indonesia dan


penanggulangannya[sunting | sunting sumber]
Meulaboh, Aceh, pasca Gempa bumi Samudra Hindia 2004.

Indonesia merupakan negara yang sangat rawan dengan bencana alam seperti gempa bumi,
tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan angin puting beliung. [17] Sekitar 13
persen gunung berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia berpotensi menimbulkan
bencana alam dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda.[17]
Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia pada tahun 2004 yang memakan banyak korban jiwa
di Provinsi Aceh (NAD) dan Sumatera Utara memaksa diadakannya upaya cepat untuk mendidik
masyarakat agar dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi bencana alam.
[17]
Namun, upaya yang dilaksanakan tidak efektif karena persiapan menghadapi bencana alam
belum menjadi mata pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia.[17] Materi-materi pendidikan
yang berhubungan dengan bencana alam juga tidak banyak.[17]
Laporan Bencana Asia Pasifik 2010 menyatakan bahwa masyarakat di kawasan Asia Pasifik 4
kali lebih rentan terkena dampak bencana alam dibanding masyarakat di wilayah Afrika dan 25
kali lebih rentan daripada di Amerika Utara dan Eropa.[18] Laporan PBB tersebut memperkirakan
bahwa lebih dari 18 juta jiwa terkena dampak bencana alam di Indonesia dari tahun 1980
sampai 2009.[18] Dari laporan yang sama Indonesia mendapat peringkat 4 sebagai salah satu
negara yang paling rentan terkena dampak bencana alam di Asia Pasifik dari tahun 1980-2009.
[18]
Laporan Penilaian Global Tahun 2009 pada Reduksi Resiko Bencana juga memberikan
peringkat yang tinggi untuk Indonesia pada level pengaruh bencana terhadap manusia
peringkat 3 dari 153 untuk gempa bumi dan 1 dari 265 untuk tsunami.[18]
Walaupun perkembangan manajemen bencana di Indonesia meningkat pesat sejak bencana
tsunami tahun 2004, berbagai bencana alam yang terjadi selanjutnya menunjukkan
diperlukannya perbaikan yang lebih signifikan.[18] Daerah-daerah yang rentan bencana alam
masih lemah dalam aplikasi sistem peringatan dini, kewasapadaan resiko bencana dan
kecakapan manajemen bencana.[18] Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia yang dimulai
tahun 2005, masih dalam tahap pengembangan.[18]
Menurut kebijakan pemerintah Indonesia, para pejabat daerah dan provinsi diharuskan berada di
garis depan dalam manajemen bencana alam.[18] Sementara Badan Nasional Penanggulangan
Bencana dan tentara dapat membantu pada saat yang dibutuhkan.[18] Namun, kebijakan tersebut
belum menciptakan perubahan sistematis di tingkat lokal. [18]Badan penanggulangan bencana
daerah direncanakan di semua provinsi namun baru didirikan di 18 daerah. [18] Selain itu,
kelemahan manajemen bencana di Indonesia salah satunya dikarenakan kurangnya sumber
daya dan kecakapan pemerintah daerah yang masih bergantung kepada pemerintah pusat.[18]

Anda mungkin juga menyukai