Anda di halaman 1dari 19

Telah disetujui/ diterima

Pembimbing
Hari/Tanggal :
Tanda tangan :

KEPERAWATAN MATERNITAS
PROGRAM POFESI NERS

LAPORAN PENDAHULUAN
MOLAHIDATIDOSA

Oleh :
SHILVIA NISA NOVIANTIKA
04064881618002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
A. Pengertian
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata
ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar,
Rustam, dkk, 2008).
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis
langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus
yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2009).
Kehamilan mola adalah suatu kehamilan di mana setelah fertilisasi hasil konsepsi
tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili korialis di sertai
dengan degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. Uterus melunak dan
berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal , tidak di jumpai adanya janin,
kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur
(Prawirohardjo,2009).

B. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
adalah:
1. Faktor ovum
Pembuahan sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah
sel sperma. Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau
dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan
dalam pembuahan.
2. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan respon
imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami distensi kaya
nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik
sehingga embrio kelaparan, mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh
dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu.

3. Usia
Faktor usia yang dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat terjadi kehamilan
mola. Frekuensi molahidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau akhir
usia subur relatif tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pada usia berapa pun
dalam usia subur dapat terjadi kehamilan mola.
4. Faktor gizi (defisiensi protein, asam folat, histidin, dan beta karoten).
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin,
Sesuai dengan fungsi gizi khususnya protein yaitu untuk pembentukan jaringan atau
fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil dapat menyebabkan
gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot jonjot
korion berupa molahidatidosa.
5. Paritas tinggi
Pada ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan
molahidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik
yang dapat diidentifikasikan dengan penggunaan stimulandrulasi seperti klomifen
atau menotropiris (personal). Namun juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun
dakpat terjadi kehamilan molahidatidosa.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk
atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan penyakit
( desease ). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba ( kuman atau virus ) yang
termasuk virulensinya seta daya tahan tubuh.

C. Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

Tabel karakteristik mola hidatidosa komplet dan parsialis


Mola hidatidosa/komplet Mola hidatidosa parsial
Kariotipe Diploid(46,XX atau 46,XY) Triploid (69,XXX atau 69, XXY)
Patologi
Fetus Tidak ada Kadang-kadang ada
Amnion, sel darah merah Tidak ada Kadang-kadang ada
janin
Edema villa Difus Bervariasi, fokal
Proliferasi trofoblastik Bervariasi, ringan sampai Bervariasi, fokal, ringan sampai
berat sedang
Gambaran klinis
Diagnosis Kehamilan mola Missed Abortion
Ukuran uterus 50% lebih besar u/ umur Kecil u/ umur kehamilan
kehamilan
Kista theca-lutein 25-30% Jarang
Komplikasi Sering terjadi Jarang
Penyakit post mola

Pada Complete mole tidak ada jaringan fetus/janin. 90% merupakan kromosom
46,XX dan 10% merupakan kromosom 46, XY. Semua kromosom berasal dari paternal.
Sebuah enukliasi telur dibuahi oleh sperma haploid (yang kemudian berduplikasi
menjadi masing-masing kromosom), atau sel telur dibuahi oleh dua sperma. Pada mola
hidatidosa, vili korion menyerupai anggur dan hiperplasia trofoblastik muncul.
Pada Partial mole jaringan fetus/janin dapat ditemukan. Eritrosit dan pembuluh
darah janin pada vili dapat ditemukan. Komplemen kromosom nya 69,XXX atau 69
XXY. Kromosom tersebut merupakan hasil dari pembuahan sel telur haploid dan
duplikasi dari kromosom haploid paternal. Seperti pada Complete mole, jaringan
hiperplasia trofoblastik dan vili korion yang lunak pun muncul pada mola ini.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblast :
Teori missed abortion
Mudiah mati pada kehamilan 3 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah
darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya
terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana
terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat
akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit
pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus
dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan
fungsinya selama pembentukan cairan. (Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Adanya faktor ovum yang mengalami keterlambatan dalam pengeluaran
menyebabkan kematian terhadap ovum itu sendiri di dalam tubuh, setelah
mengalami kematian ovum mengalami degenerasi, yang kemudian tubuh jonjot
jonjot korion berganda mengandung cairan, jonjot ini berupa kista berbentuk
seperti anggur dan dinamai mola hidatidosa. Ada beberapa penanganannya, ketika
dilakukan tindakan invasif kurtase, terjadilah perdarahan sehingga timbulah Resiko
tinggi kekurangan volume cairan. Pada mola hidatidosa terdapat jaringan ulkus,
dan bakteri mudah masuk kedalamnya, adanya bakteri yang masuk mengakibatkan
Resiko tinggi infeksi. Jaringan ulkus menstimulasi reseptor nyeri sehingga
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri pada pasien. Dalam tindakan invasif ini
faktor pengetahuan pasien juga berpengaruh terhadap prosedur perawatan,
kurangnya pengetahuan pasien atau keluarga akan menimbulkan kecemasan pada
pasien itu sendiri.

D. Manifestasi Klinik
1. Amenore dan tanda tanda kehamilan
2. Perdarahan vaginal
Merupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting sampai
perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester pertama dan merupakan
gejala yang paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola. Tiga perempat
pasien mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya sepertiga pasien
yang mengalami perdarahan hebat. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut, gejala
anemia agak sering dijumpai lebih jauh.
3. Kadang-kadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam
uterus.
4. Hiperemesis gravidarum
Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi
trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang
menyebabkan peningkatan B HCG hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 %
pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan
biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga
membutuhkan perawatan di rumah sakit.

5. Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan


Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume
vesikuler vilii yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium
yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada
sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan.
6. Tidak adanya aktifitas janin
Meskipun uterus cukup besar untuk mencapai simfisis secara khas tidak
ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif
tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.
7. Pre-eklamsia
Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester
kedua muncul pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola
hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah >
140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien
dengan konvulsi jarang.
8. Hipertiroid
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat
(10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola
hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin
besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus
besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola
hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi
segera karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola. Mola
yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi
kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek
dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin
yang meningkat sebagai akibat thyrotropin like effect dari Chorionic Gonadotropin
Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya
kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola
hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor,
hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin.

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai
berikut:
1) Anemia
2) Syok
3) Preeklampsi atau Eklampsia
4) Tirotoksikosis
5) Infeksi sekunder.
6) Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
7) Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi mola
destruens atau koriokarsinoma.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium : Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini
adalah kemampuan dalam memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih
tinggi dibandingkan kadar -hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama.
Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan
yang lebih sering dipakai adalah -hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-
hati dari kadar -hCG penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut
pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah -hCG yang ditemukan pada serum
atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. Untuk
pemeriksaan Gallli mainini 1/300 suspek mola hidatiosa dan jika 1/200
kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran -hCG pada urin dengan
kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai mola.
2) Foto rontgen abdomen : Tidak tampaknya tulang janin pada kehamilan 3-4 bulan.
3) USG : Gambaran berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin USG
ini merupakan pemeriksaan penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola
hidatiosa. Pada kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai
salju dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester
awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat
menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal
dengan mola hidatidosa. Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik di daerah
adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein.
4) Amniografi : Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara
trans abdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola
hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque
disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar
X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang
tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan
radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan gambaran seperti
sarang tawon.
5) Uji sonde Hanifa : Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan cavum uteri . bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik
sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola.
6) Foto thorax : Untuk melihat metastase.
7) T3 dan T4 : Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.
8) Pemeriksaan doopler : Denyut jantung janin tidak terdengar.
9) Pemeriksaan dalam : Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada
bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis
dan vagina, serta evaluasi keadaan servik

F. WOC
Faktor Ovum
Mengalami keterlambatan dalam pengeluaran

Kematian ovum dalam tubuh

Mengalami degenarasi

Jonjot jonjot korion yg tumbuh berganda


mengandung cairan

Kista kista kecil seperti anggur

Mual - muntah Mola Hidatidosa Perubahan status kesehatan

Resiko nutrisi
Tindakan Invasif Cemas
kurang dari
kebutuhan

Kurtase Jaringan terdapat ulkus Kurang informasi tentang


prosedur

Bakteri mudah masuk


]
Perdarahan Kurang pengetahuan

Risiko jaringan ulkus

Hipovolemik Risiko tinggi Cemas


infeksi

Risiko tinggi
kekurangan Menstimulasi
volume cairan/ reseptor nyeri
Resiko terjadinya
gangguan perfusi Kelemahan,
Gangguan
Intoleransi
penurunan
rasa
jaringan nyaman
aktivitas
sirkulasi
(nyeri)
Gangguan pola
tidur

G. Penatalaksaan Medis
Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi.
1. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki
keadaan umum terlebih dahulu;
2. Kuretase dilakukan setelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti
3. Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu dilakukan
mengingat kemungkinan terjadi keganasan
4. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar hCG normal, dan
5. Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.

Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu


1. Perbaiki keadaan umum
2. Pengeluaran jaringan mola
3. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika
4. Follow up

1. Perbaiki keadaan umum


Yang dimaksud usaha ini yaitu koreksi dehidrasi, transfusi darah bila anemia (Hb 8
gr%), jika ada gejala preeklampsia dan hiperemis gravidarum diobati sesuai dengan
protocol penanganannya. Sedang-kan bila ada gejala tirotoksikosis di konsul ke
bagian penyakit dalam.
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada 2 cara yaitu:
1) Kuretase
Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan darah rutin,
kadar -hCG, serta foto thoraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar
spontan.Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.Sebelum kuretase terlebih
dahulu disiapkan darah dan pemasangan infus dengan tetesan oxytocin 10 UI
dalam 500 cc Dextrose 5%/.Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval
minimal 1 minggu.Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
2) Histerektomi

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Pemberian kemoterapi repofilaksis pada pasien pasca evaluasi mola hidatidosa
masih menjadi kontroversi. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa
kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi mola pada kasus yang mendapat-
kan metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak mendapat sekitar 47%. Pada
umumnya profilaksis kemoterapi pada kasus mola hidatidosa ditinggalkan dengan
pertimbangan efek samping dan pemberian kemoterapi untuk tujuan terapi definitive
memberi-kan keberhasilan hampir 100%. Sehingga pemberian profilaksis diberikan
apabila dipandang perlu pilihan profilaksis kemoterapi adalah: Metotreksat 20 mg/
hari IM selama 5 hari.
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up).
- Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun
- Setelah pengawasan penderita dianjur-kan memakai kontrasepsi kondom, pil
kombinasi atau diafragma dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada saat
penderita datang kontrol
- Pemeriksaan kadar -hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar -
hCG normal tiga kali berturut-turut
- Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar -hCG normal
selama 6 kali berturut-turut
- Bila terjadi remisi spontan (kadar -hCG, pemeriksaan fisis, dan foto thoraks
setelah saru tahun semua-nya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti
menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.
- Bila selama masa observasi kadar -hCG tetap atau bahkan meningkat pada
pemeriksaan klinis, foto thoraks ditemukan adanya metastase maka penderita
harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
H. Rencana Keperawatan
Pengkajian
a. Identitas Pasien

1) Nama : Sebagai identitas bagi pelayanan kesehatan/Rumah Sakit/ Klinik atau catat
apakah klien pernah dirawat disini atau tidak.

2) Umur : Digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi dan tindakan,


juga sebagai acuan pada umur berapa penyakit/kelainan tersebut terjadi. Pada
keterangan sering terjadi pada usia produktif 25 45 tahun.

3) Alamat : Sebagai gambaran tentang lingkungan tempat tinggal klien apakah dekat
atau jauh dari pelayanan kesehatan khususnya dalam pemeriksaan kehamilan.

4) Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga akan


memudahkan dalam pemberian penjelasan dan pengetahuan tentang gejala /
keluhan selama di rumah atau Rumah Sakit.

5) Status Perkawinan : Dengan status perkawinan mengetahui berapa kali klien


mengalami kehamilan Mola Hidatidosa atau hanya sakit karena penyakit lain yang
tidak ada hubungannya dengan kehamilan.

6) Agama : Untuk mengetahui gambaran dan spiritual klien sehingga memudahkan


dalam memberikan bimbingan keagamaan.

7) Nama Suami : Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan
dan pemberian persetujuan dalam perawatan.

8) Pekerjaan : Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari klien, sehingga


memungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya kehamilan Mola Hidatidosa.

b. Keluhan Utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang.

c. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang : Yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah
Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus
haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Riwayat penyakit masa lalu : Mengkaji riwayat penyakit pada masa lalu yang
pernah diderita oleh klien misalnya diabetes mellitus, penyakit jantung,
hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-
penyakit lainnya.
Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta
kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.

d. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas


Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini,
bagaimana keadaan kesehatan anaknya. Kaji mengenai aktivitas seksual klien,
jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang menyertainya.

e. Riwayat pemakaian obat


Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat
lainnya.

f. Data Bio Psiko Sosial - Spiritual


Kaji mengenai aktivitas, sirkulasi, pernapasan, cairan, eliminasi,
kenyamanan/nyeri, keamanan, baik sebelum dan saat sakit.
Aktivitas : kelemahan, kesulitan ambulasi.
Sirkulasi : Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok) dan edema
jaringan.
Pernapasan : pernapasan dangkal, takipnea.
Makan dan Minum : pengkajiannya antara lain :
- Anoreksia, mual/muntah, haus
- Muntah proyektil.
- Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
Eliminasi :
- Ketidakmampuan defekasi dan flatus.
- Diare (kadang-kadang).
- Cegukan; distensi abdomen.
- Penurunan haluaran urine, warna gelap.
- Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising
usus kasar (obstruksi); kekakuan abdomen, nyeri tekan.
Hiperesonan/timpani (ileus); hilang suara pekak diatas hati (udara bebas
dalam abdomen)
Kenyamanan/ nyeri : Nyeri abdomen, Distensi, kaku, nyeri tekan.
Keamanan : Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca-
melahirkan, abses retroperitoneal.
Istirahat tidur : adanya rasa nyeri memungkinkan terganggunya istirahat
tidur pasien.
Pengaturan suhu : kaji suhu pasien biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh
pasien karena adanya proses inflamasi
Kebersihan Diri : kaji kebersihan pasien terutaa kebersihan pada bagian alat
reproduksi pasien, kebersihan bisa mempengaruhi ada tidaknya kuman
penyebab infeksi.
Sosial dan Komunikasi : Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola
komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan
mekanisme koping yang digunakan.
Bekerja : Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari klien, sehingga
memungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya kehamilan Mola Hidatidosa.
Serta kaji masalah finansial pasien (status ekonoi pasien)
Rekreasi : Kaji mekanisme koping dalam menghadapi keadaan pasien
Belajar : Kaji persepsi / pengetahuan pasien mengenai mola hidatidosa
Spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan
keagamaan yang biasa dilakukan.

g. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Inspeksi : Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi,
lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan,
bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fisik, dan seterusnya. Pada inspeksi biasanya terdapat :
- Wajah pucat dan kadang kadang badan kelihatan pucat kekuning-kunigan
yang disebut sebagai mola face.
- Glembung mola yang keluar
Palpasi : Merasakan suatu edema, mengevaluasi edema, menentukan karakter
nadi, mencatat suhu, derajat kelembaban, mencubit kulit untuk mengamati turgor
dan tekstur kulit, menentukan tegangan/tonus otot, menentukan kekuatan
kontraksi uterus atau respon nyeri yang abnormal, memperhatikan posisi janin.
Hasil palpasi biasanya :
- Uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan
- Adanya fenomena harmonika kalau darah dan gelembung mola keluar
maka tinggi fundus uteri akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya
darah baru.
- Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen yang gerak janin
Perkusi : Menggunakan jari, ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi. Kemudian
menggunakan palu perkusi, ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan
pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding
perut atau tidak.
Auskultasi : Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. Hasil
auskultasi biasanya :
- Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial
mungkin dapat didengar DJJ)
- Terdengar bising dan bunyi khas

Diagnosa
Diagnosa yang bisa muncul pada mola hidatidosa antara lain :
1. Resiko tinggi terhadap defisit volume cairan berhubungan dengan
perdarahan;mual muntah.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan
sekunder; tindakan kuretase.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi.
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan
intrauteri.
5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan; perubahan status kesehatan.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
7. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
8. Resiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya
perdarahan.

Perencanaan (Intervensi)
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
& Kriteria hasil
1 Resiko tinggi Tujuan : Tidak terjadi 1. Kaji kondisi status 1. Pengeluaran cairan
terhadap defisit defisit volume cairan, hemodinamika pervaginal sebagai akibat
volume cairan seimbang antara abortus memiliki
berhubungan intake dan output karekteristik bervariasi
dengan jumlah maupun
perdarahan kualitas baik. 2. Ukur pengeluaran 2. Jumlah cairan ditentukan
Kriteria hasil : TTV harian. dari jumlah kebutuhan
stabil, membrane harian ditambah dengan
mukosa lembab, jumlah cairan yang
turgor kulit baik. hilang pervaginal
3. Catat haluaran dan 3. Mengetahuai
pemasukan. penurunanan sirkulasi
terhadap destruksi sel
darah merah.
4. Observasi Nadi 4. Mengetahui tanda
dan Tensi. hipovolume
(perdarahan).
5. Memudahkan
5. Berikan diet halus.
penyerapan diet
6. Menghindari perdarahan
6. Nilai hasil lab.
spontan karena
HB/HT.
proliferasi sel darah
merah.
7. Mempertahankan
7. Berikan sejumlah
keseimbangan cairan dan
cairan IV sesuai
elektrolit dan tranfusi
indikasi.
mungkin diperlukan
pada kondisi perdarahan
masif
8. Penilaian dapat
8. Evaluasi status dilakukan secara harian
hemodinamika. melalui pemeriksaan
fisik.

2 Resiko tinggi Tujuan : Tidak 1. Kaji kondisi 1. Perubahan yang terjadi


terhadap infeksi terjadi infeksi selama keluaran/dischart pada dischart dikaji setiap
berhubungan perawatan yang keluar ; saat dischart keluar.
dengan perdarahan jumlah, warna, dan Adanya warna yang lebih
perdarahan, Kriteria hasil : TTV bau gelap disertai bau tidak
kondisi vulva dalam batas normal, enak mungkin merupakan
lembab. Ekspresi tenang, Hasil tanda infeksi
laboraturium dalam 2. Terangkan pada 2. Infeksi dapat timbul akibat
batas normal. klien pentingnya kurangnya kebersihan
perawatan vulva genital yang lebih luar.
selama masa
perdarahan
3. Lakukan perawatan 3. Inkubasi kuman pada area
vulva genital yang relatif cepat
dapat menyebabkan
infeksi.
4. Terangkan pada 4. Berbagai manivestasi
klien cara klinik dapat menjadi tanda
mengidentifikasi nonspesifik infeksi;
tanda infeksi demam dan peningkatan
rasa nyeri mungkin
merupakan gejala infeksi
5. Anjurkan pada 5. Pengertian pada keluarga
suami untuk tidak sangat penting artinya
melakukan untuk kebaikan ibu;
hubungan senggama dalam kondisi
senggama selama perdarahan dapat
masa perdarahan memperburuk kondisi
system reproduksi ibu dan
sekaligus meningkatkan
resiko infeksi pada
pasangan.
6. Observasi suhu 6. Mengetahui infeksi lanjut.
tubuh.

3 Intoleransi Tujuan : Klien dapat 1. Kaji tingkat 1. Mungkin klien tidak


Aktivitas melakukan aktivitas kemampuan klien mengalami perubahan
berhubungan tanpa adanya untuk beraktivitas berarti, tetapi perdarahan
dengan komplikasi masif perlu diwaspadai
kelemahan, Kriteria hasil: klien untuk mencegah kondisi
penurunan dapat berpartisipasi klien lebih buruk
sirkulasi dalam aktivitas yang 2. Kaji pengaruh 2. Aktivitas merangsang
diinginkan/diperlukan aktivitas terhadap peningkatan vaskularisasi
, melaporkan kondisi dan pulsasi organ
peningkatan dalam uterus/kandunga reproduksi
toleransi aktivitas 3. Bantu klien untuk 3. Mengistiratkan klilen
yang dapat diukur memenuhi secara optimal
kebutuhan
aktivitas sehari-
hari 4. Mengoptimalkan kondisi
4. Bantu klien untuk klien, pada Mola
melakukan Hidatidosa, istirahat
tindakan sesuai mutlak sangat diperlukan
dengan
kemampuan/kondi
5. Menilai kondisi umum
si klien
klien
5. Evaluasi
perkembangan
kemampuan klien
melakukan
aktivitas

4 Gangguan rasa Tujuan : Klien dapat 1. Kaji kondisi 1. Pengukuran nilai ambang
nyaman (Nyeri) beradaptasi dengan nyeri yang nyeri dapat dilakukan
berhubungan nyeri yang dialami dialami klien dengan skala maupun
dengan Kriteria hasil : diskripsi
kerusakan - Klien 2. Terangkan nyeri 2. Meningkatkan koping
jaringan mengungkapkan yang diderita klien dalam melakukan
intrauteri nyeri klien dan guidance mengatasi nyeri
hilang/berkurang penyebabnya
- Tampak rileks 3. Kolaborasi 3. Mengurangi onset
- Mampu pemberian terjadinya nyeri dapat
beristirahat analgetika dilakukan dengan
dengan tepat pemberian analgetika oral
maupun sistemik dalam
spectrum luas/spesifik.

5 Cemas Tujuan : Tidak terjadi 1. Kaji tingkat 1. Ketidaktahuan dapat


berhubungan kecemasan, pengetahuan/pers menjadi dasar
dengan kurang pengetahuan klien dan epsi klien dan peningkatan rasa cemas.
pengetahuan. keluarga terhadap keluarga terhadap
penyakit meningkat penyakit.
2. Kaji derajat 2. Kecemasan yang tinggi
Kriteria hasil :
kecemasan yang dapat menyebabkan
- Klien tenang
- Klien dapat dialami klien. penurunan penialaian
memahami objektif klien tentang
informasi tentang penyakit.
3. Pelibatan klien secara
penyakitnya 3. Bantu klien
- Klien dapat aktif dalam tindakan
mengidentifikasi
menerima keperawatan merupakan
penyebab
kondisinya support yang mungkin
kecemasan.
berguna bagi klien dan
meningkatkan kesadaran
diri klien.
4. Asistensi klien 4. Peningkatan nilai
menentukan objektif terhadap
tujuan perawatan masalah berkontibusi
bersama. menurunkan kecemasan.
5. Terangkan hal- 5. Konseling bagi klien
hal seputar Mola sangat diperlukan bagi
Hidatidosa yang klien untuk
perlu diketahui meningkatkan
oleh klien dan pengetahuan dan
keluarga. membangun support
system keluarga; untuk
mengurangi kecemasan
klien dan keluarga.

6 Gangguan pola Klien akan 1.Kaji pola tidur 1. Dengan mengetahui pola
tidur mengungkapkan pola tidur klien, akan
berhubungan tidurnya tidak memudahkan dalam
dengan adanya terganggu dengan menentukan intervensi
nyeri kriteria : selanjutnya.
-Klien dapat tidur 7-8 2.Ciptakan 2. Memberikan kesempatan
jam per hari. lingkungan yang pada klien untuk beristirahat.
-Konjungtiva tidak nyaman dan tenang 3. Susu mengandung protein
anemis. 3.Anjurkan klien yang tinggi sehingga dapat
minum susu hangat merangsang untuk tidur.
sebelum tidur
4.Batasi jumlah 4.Dengan jumlah penjaga
penjaga klien klien yang dibatasi maka
kebisingan di ruangan dapat
dikurangi sehingga
klien dapat beristirahat.
5.Memberlakukan jam 5. Memberikan kesempatan
besuk. pada klien untuk beristirahat.
6.Kolaborasi dengan 6. Diazepam berfungsi untuk
tim medis pemberian merelaksasi otot sehingga
obat tidur klien dapat tenang dan mudah
tidur.

Pelaksanaan (Implementasi)
Pelaksanaan asuhan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah
direncanakan sebelumnya

Evaluasi
Evaluasi dilakukan sesuai dengan kriteria yang ingin dicapai pada intervensi
sebelumnya, untuk mengetahui apakah asuhan keperawatannya berhasil atau tidak.

I. Referensi
Carpenito, Lynda. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan. EGC: Jakarta
Hamilton, C. Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC : Jakarta.
Prawirohardjo, 2009, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Rustam Mochtar. 2008. Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC: Jakarta
Wiknjosastro, H. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. YBPSP

Anda mungkin juga menyukai