Anda di halaman 1dari 15

HASIL JANGKA PANJANG KEMAMPUAN MOTORIK DAN

KOGNITIF PADA ENSEFALITIS AKUT


Orli Michaeli, MD,a Imad Kassis, MD,b Yael Shachor-Meyouhas, MD,b Eli Shahar, MD,c and Sarit Ravid,
MDc

Abstrak
TUJUAN: Untuk menguji hasil jangka panjang motorik dan neurokognitif dari
anak-anak dengan ensefalitis akut dan untuk melihat kemungkinan faktor
prognostik.

METODE: Anak-anak yang dirawat karena ensefalitis akut pada 2000-2010


dievaluasi ulang. Semua anak-anak dan orang tua mereka diwawancarai dengan
menggunakan kuesioner terstruktur, dan anak-anak menjalani pemeriksaan
neurologis lengkap, bersama dengan neurokognitif yang komprehensif, perhatian,
dan penilaian perilaku.

HASIL: Dari 47 anak yang terdaftar, 1 meninggal dan 29 memiliki gejala


neurologis sisa, termasuk gangguan motorik, retardasi mental, epilepsi, dan
gangguan perhatian dan belajar. Anak-anak dengan ensefalitis memiliki prevalensi
lebih tinggi secara signifikan dari defisit-perhatian / kelainan hipereaktivitas
(50%) dan ketidakmampuan belajar (20%) dibandingkan dengan tingkat
dilaporkan (5% -10%) pada populasi umum Israel (P < .05) serta skor IQ lebih
rendah. Skor kecerdasan yang lebih rendah dan gangguan perhatian signifikan dan
belajar ditemukan bahkan pada anak-anak yang dianggap sepenuhnya pulih pada
saat dipulangkan. Faktor risiko untuk gejala neurologis sisa jangka panjang yang
berat meliputi tanda-tanda fokal dalam pemeriksaan neurologis dan neuroimaging
abnormal pada saat penerimaan, adanya penyebab infeksi, dan lamanya tinggal di
rumah sakit.

KESIMPULAN: Ensefalitis pada anak-anak dapat berhubungan dengan gejala


sisa neurologis jangka panjang yang signifikan. Gangguan kognitif signifikan,
defisit-perhatian / kelainan hiperaktivitas, dan ketidakmampuan belajar adalah
yang umum terjadi, dan bahkan anak-anak yang dianggap sepenuhnya pulih pada
saat pulang mungkin juga akan mengalaminya. Tes neuropsikologis harus
direkomendasikan untuk anak yang bertahan dari ensefalitis.

Pediatrics 2014; 133: e546-e552


Apa yang menjadi topik pada studi ini: Ensefalitis pada anak-anak dapat
menyebabkan gejala neurologis sisa yang signifikan, seperti gangguan motorik
dan kognitif. Data yang dilaporkan berdasarkan kuosioner dan penilaian klinis

Apa yang menjadi tambahan dalam studi ini: Kelainan kognitif signifikan,
defisit-perhatian/kelainan hipereaktivitas, dan gangguan belajar adalah umum
pasca ensefalitis anak-anak. Bahkan anak-anak yang dianggap telah sembuh
total dapat pula mengalami hal ini. Patogen yang teridentifikasi, pencitraan
neruologi abnormal, dan pemeriksaan neurologis abnormal saat dipulangkan
adalah faktor resiko hasil akhir yang buruk.

Ensefalitis adalah adanya proses inflamasi pada parenkim otak dengan


adanya bukti klinis disfungsi otak.1 Diagnosis memerlukan bukti disfungsi
neurologis dan inflamasi sistem saraf pusat (SSP).2 Virus adalah yang paling
sering didiagnosis penyebab infeksi ensefalitis; bakteri, jamur, dan parasit kurang
umum terjadi.3,4 Frekuensi dan distribusi virus atau agen infeksi lain yang
menyebabkan ensefalitis bervariasi menurut wilayah geografis. Di Asia, penyebab
utama ensefalitis akut adalah Japanese Encephalitis virus.5 Virus ensefalitis
Tickborne dan enterovirus lebih umum di dunia barat.6,7
Data hasil neurologis jangka panjang pada anak-anak dengan ensefalitis
terbatas dan bervariasi tergantung pada geografis area yang berbeda dan agen
endemik. Pada kebanyakan studi, data ditentukan dengan menggunakan penilaian
tindak-lanjut klinis di klinik rawat jalan8,9 dan kuesioner terstruktur10; hanya
beberapa studi yang menggunakan uji kognitif dan perilaku terstandardisasi.
Sebelumnya dilaporkan gejala sisa neurologis meliputi keterlambatan
perkembangan, defisit motorik, epilepsi, dan masalah belajara dan perilaku.9,10,14
Informasi mengenai faktor prognostik ensefalitis akut pada anak-anak
masih jarang, dan data bervariasi antara banyak studi. Beberapa faktor telah
diusulkan sebagai indikasi hasil yang buruk, seperti usia muda, 8,11 temua hasil
electroencephalography (EEG) yang buruk,11 tanda-tanda neurologis fokal saat
dipulangkan,9 skor Glasgow Coma Scale yang rendah pada saat masuk, 8,15 hasil
neuroimaging yang abnormal.9,15
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi gejala sisa jangka
panjang dari ensefalitis akut pada anak-anak dan untuk mencari prediktor
morbiditas jangka panjang. Meskipun sebagian besar penelitian sebelumnya
didasarkan pada penilaian klinis atau kuesioner, penelitian ini adalah khas karena
memberikan penilaian kinerja neurokognitif obyektif. Informasi ini dapat
membantu dalam menawarkan bimbingan konseling antisipatif, serta menekankan
aspek penting untuk tindak-lanjut di masa depan.

METODE
Studi Populasi

Catatan medis anak-anak dan remaja, berusia 1 bulan sampai 18 tahun,


dibawa ke Rumah Sakit Meyer Anak di Haifa, Israel, selama tahun 2000-2010
dengan diagnosis akhir ensefalitis akut diteliti. Rumah sakit ini merupakan pusat
tersier utama di utara Israel dan melayani populasi sebanyak 280 000 anak-anak.
Kriteria inklusi meliputi: (1) minimal 1 gejala atau tanda disfungsi otak, seperti
perubahan status mental, defisit motorik atau sensorik, atau kejang; dan (2)
setidaknya 1 dari tanda-tanda peradangan: demam (>38 C), jumlah sel darah
putih >15x103 sel / L, kadar C-reactive protein >10 mg / L, dan jumlah sel cairan
serebrospinal >6 sel / L. Anak-anak dengan meningoencephalitis, penyakit
demielinasi, atau neurologis yang mendasari, penyakit sistemik, atau metabolik
yang dikeluarkan dari penelitian. Semua pasien yang memenuhi syarat dihubungi,
melalui surat dan kemudian melalui telepon, untuk menanyakan apakah mereka
bersedia untuk ditindaklanjuti.
Lima puluh delapan pasien memenuhi kriteria inklusi. Dari mereka, 1
meninggal selama fase akut, 8 menolak untuk dinilai, dan 3 tidak bisa ditemukan.
Tidak terdapat perbedaan antara anak-anak dalam usia saat onset, jenis kelamin,
dan gejala-gejala yang timbul.
Lembar persetujuan tertulis diperoleh dari orang tua selama pertemuan
tindak lanjut. Studi ini disetujui oleh lembaga dewan penilai.
Pengumpulan Data
Formulir terstruktur digunakan untuk memperoleh data dari catatan rumah
sakit pasien mengenai gejala-gejala dan tanda-tanda yang timbul, pemeriksaan
laboratorium, studi EEG dan neuroimaging, dan temuan klinis saat pulang.
Organisme penyebab diidentifikasi sesuai dengan titer serum antibodi
virus (virus West Nile, Mycoplasma, Coxiella burnetii, dan spesies Bartonella),
dan cerebrospinal polymerase chain reaction cairan (herpes simplex virus [HSV],
virus herpes 6, dan enterovirus).
Hasil saat dipulangkan diklasifikasikan untuk semua pasien yang bertahan
dengan derajat baik, sedang, atau buruk. Hasil yang baik didefinisikan sebagai
tidak memiliki gejala neurologis sisa. Hasil moderat didefinisikan sebagai
memiliki gejala sisa minor sampai sedang, termasuk perubahan perilaku atau
tanda-tanda klinis yang tidak mempengaruhi fungsi. Hasil yang buruk
didefinisikan sebagai memiliki gejala neurologis sisa berat yang merusak fungsi
sehari-hari.

Klinis, motorik, dan Penilaian neurokognitif


Semua anak diwawancarai dan menjalani pemeriksaan neurologis
menyeluruh oleh seorang ahli saraf pediatrik selama kunjungan follow-up.
Kuesioner terstruktur digunakan untuk memperoleh informasi dari orang tua
mengenai penyakit penyerta, obat-obatan, masalah perilaku, kemampuan di
sekolah, dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Tes Kaufman Brief Intelligence16 digunakan untuk menilai kecerdasan. Uji
standar yang diberikan secara individual ini menghasilkan 3 skor: verbal,
nonverbal, dan skor keseluruhan, yang dikenal sebagai komposit IQ. Nilai rata-
rata SD berdasarkan usia untuk setiap tes adalah 100 15. Skor yang lebih
rendah dari 2 SD dari rerata dianggap sebagai keterbelakangan. Skor antara 1 dan
2 SD dari rerata dianggap sebagai garis batas kecerdasan.
Diagnosis defisit perhatian / kelainan hipereaktivitas (ADHD) didasarkan
pada kriteria Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi Keempat. 17
Evaluasi klinis dilakukan oleh seorang ahli saraf pediatrik, menggunakan riwayat
pasien, wawancara dengan orang tua dan anak, dan pemeriksaan selama
kunjungan. Selain itu, perhatian dan perilaku diukur dengan menggunakan
Conners Parent Rating ScalesRevised.18

Hasil Jangka Panjang


Hasil jangka panjang diklasifikasikan untuk semua anak yang bertahan
dengan derajat baik, sedang, atau buruk. Hasil yang baik didefinisikan sebagai
tidak memiliki gejala neurologis sisa. Hasil sedang didefinisikan sebagai memiliki
gejala sisa yang moderat, termasuk ADHD, ketidakmampuan belajar, atau kejang
yang mempengaruhi fungsi tetapi kompatibel dengan hidup mandiri. Hasil yang
buruk didefinisikan sebagai memiliki gejala neurologis sisa parah yang
menganggu fungsi sehari-hari, bertentangan dengan hidup mandiri.

Analisis Statistik
Data diringkas sebagai proporsi atau rerata SD. Analisis x2 digunakan
untuk menguji variabel kualitatif, dan uji t Student digunakan untuk variabel
kuantitatif.
Analisis multivariat dari hubungan antara klinis, patogen, studi EEG dan
neuroimaging, dan hasil jangka panjang dilakukan dengan menggunakan regresi
logistik dengan odds ratio (OR) dan interval kepercayaan 95% (CI). Analisis
untuk total sampel disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin. Untuk semua
perbandingan dan analisis, nilai P< 0,05 digunakan sebagai titik potong
signifikansi statistik.

HASIL
Sebanyak 46 pasien (28 laki-laki dan 18 perempuan) terdaftar dalam
penelitian kami. Rata-rata usia saat onset penyakit adalah 5 4,88 tahun (kisaran:
1-17 tahun), dan berarti waktu untuk tindak lanjut adalah 5,8 3,08 tahun
(kisaran: 1-11 tahun).

Presentasi klinis, Studi EEG, dan Neuroimaging


Gejala yang paling umum timbul adalah demam (73%) dan perubahan
status mental (69%). Hemiparesis ditemukan pada 13 (28%) pasien dan ataksia di
6 (13%) pasien. Delapan belas (39%) pasien mengalami kejang.
Agen etiologi diidentifikasi pada 23 (50%) pasien. Patogen yang paling
umum adalah enterovirus (9 pasien), diikuti oleh HSV (6 pasien).
EEG dilakukan pada 31 pasien; Hasil normal hanya 3 (10%). Hasil
abnormal pada studi neuroimaging ditemukan di 39% dari pasien (Tabel 1).
Pada saat dipulangkan, pemeriksaan neurologis normal pada 27 (58%)
pasien; 33% dari pasien menunjukkan defisit motor fokal, dan 15% dari pasien
memiliki berbagai tingkat kerusakan kognitif.

Hasil jangka panjang motorik dan kognitif


Gejala menetap dilaporkan oleh orang tua dari 23 anak (50%). Gejala sisa
yang paling umum adalah masalah perilaku (52%), sakit kepala berulang (22%),
gangguan tic (22%), dan masalah tidur (19%). Lima anak (11%) menderita
epilepsi lama, yang sulit diatasi pada 4 anak (80%).

Hanya 4 (9%) anak-anak memiliki defisit motorik residual. Anak-anak


menderita hemiparesis spastik dan didiagnosis dengan herpes ensefalitis. Pada uji
Kaufman Brief Intelligence, skala penuh IQ >85 hanya ditemukan pada 69% dari
pasien, dibandingkan dengan 84% pada populasi umum, dan 22% dari pasien
memiliki skala penuh IQ 70, dibandingkan dengan 2,2% pada populasi umum
(Gambar 1).
Dua puluh tiga (50%) pasien memenuhi kriteria untuk ADHD. Angka
tersebut jauh lebih tinggi daripada tingkat yang dilaporkan (5% -10%) pada
populasi umum Israel19 (P < .05). Sejumlah besar pasien memiliki gangguan
belajar (20%) dibandingkan dengan tingkat yang dilaporkan (10%) pada populasi
umum Israel20 (P< 0.05), dan 8 (17%) ditempatkan di kelas pendidikan khusus.
Secara keseluruhan, pemulihan penuh hanya ditemukan pada 17 (37%)
pasien. Hasil menengah ditemukan pada 35% anak-anak, dan 13 (28%) anak-anak
menderita hasil yang buruk (Tabel 2).

Hubungan Antara Patogen dan Hasil Neurologis Jangka Panjang


Dari 23 pasien dengan patogen terverifikasi, pasien dengan HSV memiliki
tingkat tertinggi dalam terjadinya sequelae neurologis, termasuk defisit motorik
signifikan (66%), keterbelakangan mental (50%), ADHD (66%), dan epilepsi (50
%). Namun, pasien dengan herpes ensefalitis bukan satu-satunya dengan
prognosis yang buruk. Dari 40 pasien, tidak termasuk orang-orang dengan HSV,
ADHD ditemukan pada 18 (45%) pasien dan retardasi mental pada 7 (17%)
(Tabel 3). Secara keseluruhan, setelah agen etiologi dikonfirmasi secara bermakna
dikaitkan dengan resiko hasil jangka panjang yang buruk (OR: 3,67 [95% CI: 1,1-
15,68]; P = 0,04).
Hubungan Antara Presentasi Klinis, EEG, Studi Neuroimaging dan Hasil jangka
panjang
Prediktor dari hasil jangka panjang yang buruk dirangkum dalam Tabel 4.
Prediktor terkuat termasuk lama tinggal di rumah sakit (P = 0,004), hasil
pemeriksaan neurologis abnormal saat pulang (P = 0,03), hasil abnormal pada
studi neuroimaging (P = 0,04), dan patogen terkonfirmasi (P = 0,04). Meskipun
pasien dengan kejang, temuan neuroimaging abnormal, dan tanda-tanda
neurologis fokal pada saat diperiksa menunjukkan kecenderungan peningkatan
risiko epilepsi, jumlah pasien terlalu kecil untuk memberikan interpretasi yang
bermakna
Hubungan Antara Hasil saat keluar Rumah Sakit dan Hasil jangka panjang
Gambar 2 menunjukkan distribusi dari hasil saat pemulangan dari RS dan
di kunjungan jangka panjang tindak lanjut. Di RS, 27 (59%) pasien rupanya
mengalami pemulihan penuh, sedangkan 6 (13%) memiliki gejala sisa neurologis
sedang dan 13 (28%) memiliki gejala sisa neurologis berat. Dari 13 anak-anak
dengan gejala sisa berat, 6 membaik (46%) dan 3 (3%) sepenuhnya pulih.
Sebaliknya, dari 27 anak-anak yang dianggap telah mengalami pemulihan penuh
pada saat dikeluarkan, hanya 13 memiliki hasil jangka panjang baik. Empat (15%)
mengalami keterbelakangan mental, 4 (15%) mengalami ketidakmampuan belajar,
dan 11 (41%) mengalami ADHD.

PEMBAHASAN
Temuan utama dari studi ini adalah bahwa ensefalitis pada anak dapat
menyebabkan gejala neurologis sisa jangka panjang yang signifikan, terutama
mengurangi kinerja neurokognitif, masalah perilaku, ADHD, dan
ketidakmampuan belajar. Secara keseluruhan, 50% pasien kami menderita ADHD
dan 20% mengalami ketidakmampuan belajar. Nilai-nilai ini secara signifikan
lebih tinggi dari perkiraan terbaru dari ADHD (5% -10%) dan ketidakmampuan
belajar (10%) di Israel (P <0,05). Hanya 37% dari mereka yang selamat telah
sepenuhnya pulih, dan 28% dari anak-anak yang tersisa dengan cacat neurologis
berat yang mengganggu fungsi sehari-hari, seperti defisit motorik, retardasi
mental, dan kejang berat. Studi serupa yang menyelidiki hasil jangka panjang dari
ensefalitis masih jarang, dan hasil gejala neurologis sisa jangka panjang bervariasi
dengan lokasi geografis dan jenis patogen yang menular. Sebuah kejadian serupa
gejala sisa neurologis berat dilaporkan sebelumnya oleh Wang et al,9 yang
menemukan 25% morbiditas yang signifikan, seperti epilepsi, retardasi mental,
dan tanda-tanda neurologis fokal, pada anak-anak yang mengalami ensefalitis
akut. Dalam sebuah studi oleh Clarke et al,11 7 (35%) dari 20 anak yang selamat
dari ensefalitis akut mengalami gangguan neurologis sedang hingga berat.
Sebaliknya, sebuah studi yang lebih tua dengan Rautonen et al.8 menemukan
bahwa hanya 6,7% dari anak-anak dengan ensefalitis menderita kerusakan parah
dan 90,5% sembuh tanpa atau hanya dengan gejala sisa kecil. Penelitian ini,
bagaimanapun, hanya mencakup kunjungan tindak lanjut (follow-up) hingga 6
bulan setelah pulang dari rumah sakit dan karena itu mungkin telah menyepelekan
gejala sisa neurokognitif yang bisa timbul pada tahap berikutnya
Sebagaimana dicatat sebelumnya, gejala sisa yang paling umum dalam
penelitian kami adalah ADHD, yang ditemukan pada 50% pasien. Tak satu pun
dari pasien kami didiagnosis dengan ADHD sebelum timbulnya penyakit,
meskipun sebagian besar masih terlalu muda saat onset penyakit untuk
mewujudkan gejala klinis yang khas. Karena semua pasien yang sehat sebelum
terserang penyakit itu, kami berasumsi kejadian yang sama berupa gangguan
dalam penelitian kami seperti pada populasi umum. Meskipun hubungan antara
21,22
ADHD dan kelainan otak lainnya, seperti trauma kepala, meningitis bakteri, 23
dan tumor otak,24 telah dilaporkan sebelumnya, masih sedikit yang diketahui
tentang hubungannya dengan ensefalitis menular. Anomali perilaku mirip dengan
ADHD pertama kali dijelaskan sebagai komplikasi ensefalitis setelah epidemi
influenza pada 1.918.25 Dalam studi mereka pada pasien pulih dari infeksi SSP
karena enterovirus 71, Gau el al.26 melaporkan kejadian 20% dari ADHD,
dibandingkan dengan 3% di kelompok kontrol. Mereka menyarankan bahwa
infeksi mungkin melibatkan daerah prefrontostriatum-subkortikal otak yang
berhubungan dengan gejala inti ADHD.27 Setelah ensefalitis tick-borne, anak-anak
memiliki skor lebih rendah dibandingkan subyek kontrol dan penurunan relatif
pada beberapa uji perhatian / konsentrasi.13
Gangguan fungsi memori dan berkurangnya kemampuan untuk
berkonsentrasi dilaporkan oleh Fowler et al14 pada anak-anak yang selamat dari
ensefalitis. Ketika dinilai dengan menggunakan tes kognitif komputerisasi, anak-
anak ini memiliki waktu reaksi lebih lambat tapi tidak ada perbedaan dalam
memori kerja dibandingkan dengan subyek kontrol. Hubungan ini penting, karena
gejala ADHD dapat mempengaruhi kinerja sekolah serta hubungan rekan dan
keluarga. Diagnosis dini gejala ADHD akan memungkinkan intervensi pendidikan
dini dan pengobatan jika diperlukan.
Temuan penting lain dari studi kami adalah skor kecerdasan secara
signifikan lebih rendah pada anak-anak setelah ensefalitis akut. Sebuah IQ skala
penuh >85 ditemukan hanya 69% dari pasien, dibandingkan dengan 84% pada
populasi umum, sedangkan 22% dari pasien memiliki skala penuh IQ 70,
dibandingkan dengan 2,2% pada populasi umum. Hanya terdapat sedikit
informasi mengenai fungsi kognitif setelah ensefalitis virus pada anak-anak.
Evaluasi serupa mengenai IQ yang lebih rendah sebelumnya dilaporkan oleh
Chang et al12 pada anak-anak yang terjangkit ensefalitis enterovirus 71.
Sebaliknya, dalam sebuah penelitian dari Jerman, tidak ada perbedaan signifikan
yang ditemukan dalam evaluasi kecerdasan atau neuropsikologi antara anak-anak
yang mengalami tick-borne ensefalitis dan subjek kontrol.13
Skor kecerdasan rendah, gangguan perhatian dan pembelajaran ditemukan
dalam penelitian kami, bahkan pada anak-anak yang dianggap sepenuhnya pulih
pada saat dipulangkan. Dari 27 anak-anak yang dianggap telah pulih penuh pada
saat pulang, 4 (15%) memiliki keterbelakangan mental, 11 (41%) memiliki
ADHD, dan 4 (15%) memiliki ketidakmampuan belajar yang berat. Sebuah
penjelasan yang mungkin untuk temuan ini adalah bahwa pemulihan kognitif pada
saat dipulangkan, terutama pada anak-anak, biasanya didasarkan pada tingkat
kesadaran, kewaspadaan, dan orientasi. Parameter neurokognitif, seperti memori,
perhatian, atau pemahaman, tidak dinilai, dan gejala sisa neuropsikologi di masa
depan yang mengganggu kecerdasan dan pembelajaran mungkin diremehkan.
Selain itu, defisit kognitif saat dipulangkan mungkin tidak jelas sampai tuntutan
meningkat selama tahun-tahun sekolah. Gejala sisa kognitif onset-lambat yang
mirip juga terlihat pada studi lain.14,28,29
Epilepsi adalah gejala sisa yang diketahui dari infeksi SSP. Selain itu,
antara 1% dan 5% dari penyebab epilepsi telah diduga akibat infeksi SSP.30
Kejang berulang, status epileptikus, dan spike multifokal pada EEG sebelumnya
dilaporkan sebagai faktor risiko untuk epilepsi post encephalitic pada anak-
anak.31,32 Dalam studi kami, 5 anak (11%) mengalami epilepsi jangka panjang;
Kondisi itu berat pada 4 anak (80%). Kejang, temuan neuroimaging yang
abnormal, dan tanda-tanda neurologis fokal yang tampak menunjukkan
kecenderungan peningkatan risiko epilepsi, tetapi jumlah pasien terlalu kecil
untuk membuat interpretasi bermakna.
Faktor risiko potensial untuk hasil neurologis yang buruk dalam penelitian
kami adalah patogen yang dapat diidentifikasi, pencitraan normal, pemeriksaan
neurologis abnormal saat dipulangkan, dan tinggal di rumah sakit lebih lama.
Penyebab encephalitis ditemukan pada 50% pasien kami. Temuan ini konsisten
dengan penelitian sebelumnya, di mana diagnosis etiologi dibuat di 31% sampai
75% kasus.9-11,14,15 Patogen yang paling umum dalam penelitian kami adalah
enterovirus, HSV, dan virus West Nile. Anak-anak dengan ensefalitis HSV
memiliki hasil terburuk. Satu pasien meninggal, dan 5 dari 6 korban memiliki
gejala sisa neurologis berat. Hasil ini sejalan dengan studi terbaru lain yang
menemukan insiden yang tinggi untuk gejala sisa neurologis pada anak-anak
dengan encephalitis HSV33-35; gejala sisa ini adalah mungkin efek sekunder dari
nekrosis kortikal dan infark. Namun, semua agen infeksi, bahkan mereka yang
sebelumnya dianggap jinak, seperti enterovirus,9,14 menyebabkan gejala sisa
neurologis besar. Sebanyak 78% dari pasien kami dengan enterovirus ensefalitis
mengalami gejala neurologis sisa jangka panjang, seperti keterbelakangan mental
(33%) dan ADHD (55%). Enterovirus 71, spesies khas enterovirus yang umum di
kawasan Asia-Pasifik, tetapi tidak di wilayah kita, juga telah dilaporkan terkait
dengan ADHD dan mengurangi fungsi kognitif.12,26
Beberapa penelitian, serta penelitian kami, memiliki menunjukkan nilai
prediksi dari neuroimaging yang abnormal pada kedua hasil jangka pendek 7,36 dan
jangka panjang9,10,37 dari ensefalitis masa kecil. Temuan ini menjelaskan oleh
kerusakan parenkim ireversibel. Lesi otak parah juga dapat menyebabkan tanda-
tanda neurologis fokal dan berkorelasi dengan pemeriksaan neurologis yang
abnormal pada saat pulang, yang secara independen ditemukan menjadi prediktor
untuk gejala sisa neurologis.9
Lamanya dirawat di rumah sakit juga dikaitkan dengan prognosis buruk
dalam penelitian ini dan kemungkinan besar mencerminkan tingkat keparahan
penyakit. Faktor-faktor lain yang mencerminkan tingkat keparahan penyakit,
seperti GCS rendah pada saat masuk, 15,28,37 koma dalam,28 dan masuk ICU14 yang
sebelumnya ditemukan faktor prognosis miskin dalam penelitian lain (meskipun
tidak dalam penelitian ini) . Beberapa penulis telah menyarankan bahwa usia
muda dikaitkan dengan prognosis jangka panjang yang buruk pada anak-anak
dengan encephalitis.8,11,38 Kami tidak mengamati korelasi ini dalam penelitian
kami.
Meskipun kekuatan penelitian kami adalah klinis pemeriksaan dan
evaluasi neuropsikologi dari pasien, hal itu memiliki beberapa keterbatasan.
Sebagai sebuah penelitian retrospektif, itu dibatasi oleh kualitas informasi
mengenai gejala dan tanda-tanda, evaluasi laboratorium, dan pengobatan selama
masuk tersedia di chart rumah sakit. Selanjutnya, karena obat tidak diberikan
sesuai dengan protokol standar, dampak dari pengobatan tertentu, seperti steroid
dan imunoglobulin intravena, tidak dapat dinilai. Demikian pula, karena metode
diagnostik untuk organisme penyebab dan antibodi untuk ensefalitis autoimun
telah berevolusi selama dekade terakhir, tingkat yang lebih tinggi dari organisme
penyebab mungkin ditemukan jika anak-anak sedang dievaluasi hari ini. Namun
demikian, penyebab ensefalitis ditemukan pada 50% dari pasien kami, yang
konsisten dengan studi sebelumnya.9-11,14,15 Selain itu, penelitian ini juga dibatasi
oleh masa tindak lanjut yang sangat bervariasi. Namun, karena perhatian dan
kognitif defisit pertama mungkin tahun terbukti setelah onset penyakit, prevalensi
mereka bisa lebih tinggi. Keterbatasan lain dari penelitian kami adalah kurangnya
kelompok kontrol. Karena semua pasien yang sehat sebelum penyakit, kita
membandingkan insiden impartment kognitif, ketidakmampuan belajar, dan
ADHD dengan kejadian populasi umum, tetapi tidak sepenuhnya dikendalikan
untuk usia dan status sosial ekonomi.

KESIMPULAN
Ensefalitis pada anak-anak dapat berhubungan dengan gejala neurologis
sisa jangka panjang yang signifikan. Signifikan gangguan kognitif, ADHD, dan
belajar cacat yang umum, andeven anak-anak yang dianggap sepenuhnya pulih
pada saat dipulangkant mungkin akan terpengaruh. Tes neuropsikologis harus
direkomendasikan untuk anak yang selamat dari ensefalitis. Pasien dengan
patogen yang dapat diidentifikasi, pencitraan normal, pemeriksaan neurologis
abnormal pada debit, dan lama tinggal di rumah sakit memiliki peningkatan risiko
hasil yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai