Anda di halaman 1dari 3

MUHAMMAD RAHMAD

GEOLOGI A
1401158

1. Wajib
Kadang disebut Fardlu. Keduanya sinonim. Yakni sebuah tuntutan yang pasti (thalab jazm)
untuk mengerjakan perbutan, apabila dikerjakan mendapatkan pahala, sedangkan bila
ditinggalkan maka berdosa (mendapatkan siksa). Contohnya, shalat fardlu, bila mengerjakannya
maka mendapatkan pahala, bila ditinggalkan akan diadzab di neraka, demikian juga dengan
kewajiban-kewajiban yang lainnya.

Wajib terbagi menjadi dua yakni : Pertama, wajib Ainiy : kewajiban bagi setiap individu.
Kedua, wajib Kifayah : kewajiban yang apabila sudah ada yang mengerjakannya maka yang
lainnya gugur (tidak mendapatkan dosa), contohnya seperti shalat jenazah, tajhiz jenazah
(mengurus jenazah), menjawab salam dan sebagainya.

Istilah Wajib juga ada yang mensinonimkan dengan Lazim. Sebagian ulama ada yang
membedakan antara Fardlu dan Wajib hanya pada beberapa permasalahan di Bab Haji.

Ada juga yang membedakan antara Fardlu dan Wajib, seperti Hanafiyah. Menurut mereka,
Fardlu adalah sesuatu yang telah ditetapkan dengan dalil syari (maqthu bih) dan tidak ada
keraguan didalamnya, seperti shalat 5 waktu, zakat, puasa, haji, iman kepada Allah. Hukum
Fardlu adalah lazim (wajib) baik secara keyakinan maupun perbuatan sehingga apabila
mengingkari (secara keyakinan) pada salah satu kefardluan itu maka kafir, namun bila
meninggalkan saja (tidak mengerjakannya, seperti shalat 5 waktu dan semacamnya) maka fasiq.
Sedangkan Wajib adalah kewajiban yang ghairul fardl (selain fardlu), sesuatu yang ditetapkan
dengan dalil namun masih ada kemungkinan ketidak pastian (hasil ijtihad), hukumnya lazim
secara perbuatan saja, tidak secara keyakinan. Apabila mengingkarinya, tidak sampai kafir
namun terjatuh dalam syubhat. Sedangkan bila meninggalkannya maka berdosa dengan dosa
yang kadarnya lebih sedikit daripada meninggalkan perbuatan yang sifatnya Fardlu, sebab kalau
meninggalkan yang bersifat Fardlu maka disiksa dineraka, sedangkan meninggalkan yang
sifatnya Wajib, tidak disiksa di neraka, namun ia terhalang dari syafaat Nabi Muhammad
Shallallahu Alayhi wa Sallam.

Jumhur ulama tidak membedakan antara Fardlu dan Wajib, bahkan ada yang menyatakan
bahwa pembedaan seperti itu tidak tepat dan tidak berarti apa-apa.

Dalil yang menjelaskan tentang halal:


Sesungguhnya, di surga, ada pintu yang dinamakan Ar-Rayyn. Orang-orang yang berpuasa
akan masuk melaluinya pada hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang melewatinya, kecuali
mereka. Dikatakan, Di mana orang-orang yang berpuasa? Lalu mereka memasukinya. Jika
(orang) terakhir dari mereka telah masuk, (pintu) itupun dikunci sehingga tidak ada seorang pun
yang melaluinya.
2. Sunnah
Disebut juga Mandub, Mustahabb, Tathawwu, Al-Nafl, Hasan dan Muragghab fih. Semuanya
bersinonim. Yakni sebuah anjuran mengerjakan yang sifatnya tidak jazm (pasti), apabila
dikerjakan mendapat pahala, namun apabila ditinggalkan tidak berdosa.

Sunnah juga terbagi menjadi 2, yaitu : Pertama, sunnah Ain : sesuatu yang disunnahkan
pada setiap orang (individu) yang mukallaf, seperti shalat-shalat sunnah ratibah dan lainnya.
Kedua, sunnah Kifayah : sesuatu yang disunnahkan, apabila ada sebagian yang telah
mengerjakannya, maka yang lain gugur, seperti seseorang memulai salam ketika bersama
jamaah (memulai bukan menjawab, penj), dan lain sebagainya. Sehingga bila sudah ada yang
mengerjakannya, maka hilang (gugur) tuntutan terhadap yang lainnya, namun pahalanya bagi
yang mengerjakan saja.

Sebagian ulama seperti Malikiyah membedakan antara istilah sunnah dan mandub. Sunnah
menurut mereka adalah sebuah tuntutan syara, bentuk perintahnya sangat ditekankan, namun
tidak ada dalil yang mewajibkannya, apabila dikerjakan mendapat pahala, namun apabila
ditinggalkan tidak disiksa, seperti shalat witir dan shalat hari raya. Sedangkan mandub adalah
sebuah tuntutan syara yang tidak jazm (tidak pasti), bentuk perintahnya tidak terlalu ditekankan,
apabila dikerjakan mendapat pahala, namun bila tidak dikerjakan tidak disiksa, contohnya
didalam Malikiyah adalah shalat sunnah 4 rakaat sebelum dzuhur.

Selain itu, sunnah dari sisi tuntutannya, terbagi menjadi 2 yakni : sunnah Muakkad (sunnah
yang sangat ditekankan) dan sunnah ghairu Muakkad (anjuran tidak terlalu ditekankan).

Sedangkan menurut Hanafiyah, ada perbedaan terkait sunnah Muakkad. Menurut mereka,
sunnah Muakkad, bentuknya kewajiban yang sempurna, jika meninggalkannya maka tetap
berdosa, namun dosanya lebih sedikit daripada meninggalkan Fardlu (dibawah tingkatan Fardlu).
Sedangkan sunnah ghairu Muakkad, menurut mereka adalah sejajar dengan Mandub dan
Mustahab.

Dalil yang menjelaskan tentang sunnah:

Dari Abu Ayyub Al-Anshariy, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

Barangsiapa puasa Ramadlan lalu ia iringi dengan puasa enam hari dari Syawwal, adalah
(pahalanya) itu seperti puasa setahun. [HSR. Muslim juz 2, hal. 822]

3. Mubah
Bila dikerjakan atau ditinggalkan tidak apa-apa, tidak mendapatkan pahala atau pun disiksa
(sebuah pilihan antara mengerjakan atau tidak). Misalnya, memilih menu makanan dan
sebagainya.
4. Makruh
Yakni sebuah tuntutan yang tidak pasti (tidak jazm) untuk meninggalkan perbuatan tertentu
(larangan mengerjakan yang sifatnya tidak pasti), apabila dikerjakan tidak apa-apa, namun bila
ditinggalkan akan mendapatkan pahala dan dipuji.

Menurut sebagian ulama, istilah Makruh ini ada yang menyatakan dengan Khilaful Aula
(menyelisihi yang lebih utama).

Dalil yang menjelaskan tentang makruh:

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ini halal
dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. ( QS An Nahl : 116 )

5. Haram
Yakni tututan yang pasti untuk meninggalkan sesuatu, apabila dikerjakan oleh seorang
mukallaf maka mendapatkan dosa, namun bila ditinggalkan mendapatkan pahala. Contohnya
seperti minum khamr, berzina dan lain sebagainya. Istilah haram juga kadang menggunakan
istilah Mahdzur (terlarang), Maksiat dan al-danb (berdosa).

Menurut Hanafiyah, istilah Haram adalah antonim dari Fardlu (mereka membedakan antara
Fardlu dan Wajib). Ada juga istilah makruh Tahrim dan makruh Tanzih. Makruh Tahrim adalah
sebuah istilah yang lebih dekat dengan Haram, serta merupakan kebalikan dari Wajib dan Sunnah
Muakkad. Sedangkan istilah makruh Tanzih, tidak disiksa bila mengerjakannya dan
mendapatkan pahala bila meninggalkannya. Istilah makruh Tanzih menurut Hanafiyah adalah
kebalikan dari sunnah ghairu Muakkad.

Ulama juga ada yang kadang menyatakan dengan istilah Halal, itu adalah kebalikan dari
Haram, namun masih ambigu, yaitu bisa hukum wajib, hukum mandub dan makruh. Bila
meninggalkan perbuatan yang hukum wajib, maka berdosa. Adapun yang lainnya (mandub dan
makruh) bila ditinggalkan ataupun dikerjakan tidaklah berdosa.

Dalil yang menjelaskan tentang haram:

"Barangsiapa yang zina atau meminum khomr, maka Alloh mencabut keimanannya sebagaimana
melepasnya manusia pada qomisnya dari kepalanya" (HR Malik)

Anda mungkin juga menyukai