KABUPATEN PATI
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ir.rer nat. Imam Buchori, ST.
Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
1
I. PERMASALAHAN
2
Kesimpulan awal yang menjadi penyebab disparitas 2 (dua) wilayah ini adalah
terjadi kesenjangan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Pati. Sejak tahun 2013
Pemerintah Kabupaten Pati menerapkan program Noto Projo, Mbangun Desa dalam
rangka mengatasi kesenjangan infrastruktur. Dana stimulan pembangunan
infrastruktur perdesaan digelontorkan ke semua desa. Hasil evaluasi pada tahun 2015
kondisi infrastruktur di 2 (dua) wilayah relatif setara. Namun demikian beberapa desa
di kedua wilayah masih mengalami kebingungan dalam penyerapannya. Contohnya
Desa Grogolsari (kecamatan Pucakwangi) wilayah Pati selatan dan desa Kedungsari
(Kecamatan Tayu) wilayah Pati utara.
Dalam kajian ini, akan di analisis hal- hal apa saja yang menjadi penyebab
disparitas 2 (dua) wilayah di Kabupaten Pati dengan menggunakan analisis faktor. Data
yang digunakan untuk analisis adalah data dalam terbitan Kecamatan dalam angka
tahun 2015 dan Pati dalam angka 2015. Variabel yang digunakan dalam kajian terdiri
dari:
1. Geografis, meliputi Jarak kota kecamatan terhadap Kota Pati sebagai pusat
pemerintahan dan Luas lahan sawah.
2. Pemerintahan, meliputi status desa yaitu desa swasembada.
3. Kependudukan, data kependudukan yang akan digunakan adalah jumlah
penduduk, usia produktif, jumlah kepala keluarga miskin dan jumlah penduduk
berprofesi sebagai petani.
4. Sosial akan dilihat dari jumlah fasilitas SMA & SMK dan jumlah fasilitas
kesehatan.
5. Ekonomi, yang akan dilihat dari data Pendapatan Asli Desa.
6. Pertanian, data yang digunakan adalah luas lahan panen.
7. Jasa dan Perdagangan, data yang digunakan jumlah pasar dan bank.
II. METODE
Analisis faktor adalah teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk (1)
mengurangi variabel-variabel yang saling berkorelasi dari data dan menggantikannya
dengan variabel yang lebih sederhana sehingga lebih mudah diinterpretasi; dan (2)
3
mengidentifikasi hubungan yang tersembunyi dari berbagai variabel yang dilibatkan
dalam analisis. Proses pengurangan variabel dilakukan dengan cara membuat
kombinasi linier dari variabel-variabel (disebut komponen atau faktor) yang
menyimpan sebanyak mungkin informasi dari variabel-variabel tersebut. Kemudian
proses dilanjutkan untuk memperoleh komponen kedua yang menyimpan informasi
yang tidak tertampung dari komponen pertama, dan seterusnya sampai semua
informasi dari variabel awal masuk dalam salah satu komponen. Jumlah komponen
akhir yang dihasilkan biasanya lebih sedikit dari jumlah variabel yang dilibatkan, oleh
karena itu analisis faktor dianggap merupakan metode terbaik untuk mengetahui
hubungan antar variabel tanpa harus menganalisis hubungan antar variabel secara
langsung satu demi satu.
4
II.3.1 Standarisasi Data
Standarisasi data merupakan tahap awal dari analisis faktor. Data interval/rasio
yang menjadi masukan dalam analisis faktor mungkin mempunyai satuan dan rentang
nilai yang berbeda, yang berimpikasi pada perbedaan variansi. Agar perbedaan variansi
ini tidak berpengaruh terhadap hasil perhitungan, perlu dilakukan standarisasi nilai
dalam bentuk Zscore.
5
dihitung dari matriks korelasi. Variabel yang hanya memiliki variansi umum akan
mempunyai nilai communality sebesar 1, sementara variabel yang hanya memiliki
variansi spesifik untuk variabel itu sendiri akan mempunyai nilai 0. Panduan umum
tentang communalities ini adalah setiap variabel dalam analisis faktor harus memiliki
nilai communality minimal 0,6. Jika ada variabel yang memiliki nilai di bawah itu, maka
variabel tersebut dianggap tidak layak dilibatkan dalam analisis. Proses pemilahan
variabel ini dilanjutkan sampai seluruh variabel yang dilibatkan memiliki nilai
communality minimal 0,6.
Selain itu pada tahap ini perlu dilakukan uji kelayakan jumlah sampel
menggunakan KMO Test dan Bartletts test of Sphericity. Jika nilai KMO lebih dari 0,5
maka sampel dianggap layak untuk diolah dalam analisis faktor. Nilai 0
mengindikasikan bahwa jumlah dari korelasi parsial relatif lebih besar daripada jumlah
korelasi. Hal ini mengindikasikan adanya difusi di dalam pola korelasi, sehingga analisis
faktor dianggap tidak layak. Nilai KMO yang mendekati 1 mengindikasikan pola korelasi
yang relatif kompak, sehingga analisis faktor akan memberikan hasil yang dapat
dipercaya. Secara umum panduan untuk mengukur kelayakan analisis faktor
berdasarkan Nilai KMO adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tingkat Kepercayaan KMO Test
Pengujian hasil KMO secara individual per variabel dapat dilakukan dengan cara
mengamati Anti Image Matrix. Elemen diagonal (ditandai dengan huruf a) dari Anti
Image Matrix merupakan Nilai KMO per variabel, sehingga apabila ditemukan nilai
KMO yang tidak memuaskan, maka harus dilakukan pengamatan hasil Anti Image
Matrix. Nilai lajur diagonal pada Anti Image Matrix untuk setiap variabel harus sama
dengan atau lebih dari 0,5. Jika terdapat variabel dengan nilai kurang dari 0,5 maka
variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis. Pengeluaran variabel akan mengubah
hasil perhitungan KMO, sehingga inspeksi ulang nilai KMO dan Anti Image Matrix
6
mutlak dilakukan. Adapun Bartlett Test akan memberikan informasi signifikansi
sampel, dimana jika nilainya kurang dari 0,05, maka analisis faktor akan dapat
memberikan hasil pengolahan data yang dapat dipercaya.
Pada tahap ini dilakukan proses ekstraksi faktor yang menghasilkan Nilai Eigen
yang digunakan untuk merotasi faktor. Pada tahap ini dapat dilakukan pengujian
antara menggunakan Nilai Eigen minimal yang direkomendasikan Kaiser, yaitu 1, atau
menggunakan Nilai Eigen yang ditentukan sendiri. Jika kedua uji memberikan jumlah
komponen (factors) yang sama, maka analisis dapat dilanjutkan. Namun jika tidak,
maka harus dilakukan observasi terhadap hasil Communalities untuk kemudian
ditentukan sendiri berapa Nilai Eigen minimal yang digunakan.
Tahap pengujian yang cukup penting dalam aspek rotasi faktor adalah perlu
adanya pemastian komponen yang dihasilkan tidak memiliki korelasi satu sama lain.
Untuk itu perlu dibuat Component Transformation Matrix yang ditujukan untuk
melihat korelasi antar komponen.
Skor faktor adalah nilai indeks dari hasil analisis faktor. Skor faktor atau sering
disebut sebagai factor loading berkisar antara -1 dan 1 yang menunjukkan derajat
7
korelasi antar variabel di dalam satu kelompok faktor (komponen). Interpretasi skor
faktor pada dasarnya sama dengan interpretasi Korelasi Pearson, dimana nilai 1
menunjukkan hubungan kuat berlawanan antar faktor di dalam komponen yang sama,
nilai 0 menunjukkan ketiadaan hubungan antar faktor di dalam komponen, dan nilai +1
menunjukkan hubungan kuat searah antar faktor di dalam komponen.
Berikut ini adalah data mentah dari publikasi Pati Dalam Angka Kecamatan
Tahun 2015 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, hanya beberapa variabel yang dilibatkan karena tidak semua
variabel tersedia datanya untuk setiap kecamatan.
Tabel 1. Tabel Data Mentah dari Publikasi Pati Dalam Angka Tahun 2015 Per
Kecamatan
Hasil deskripsi statistik disajikan pada Tabel 2. Disini dapat dilihat adanya
perbedaan nilai variansi dan standar deviasi antar variabel, sehingga agar proses
analisis faktor dapat berjalan secara konsisten, maka data perlu distandarisasi dalam
bentuk zscore. Hasil zscore kemudian digunakan sebagai masukan dalam analisis
faktor. Dari hasil descriptive statistics juga dapat diketahui bahwa semua sampel yang
dilibatkan (N) valid dan tidak ada yang missing.
8
Tabel 2. Statistik Deskriptif
Hasil matriks korelasi disajikan pada Tabel 3. Matriks korelasi merupakan tabel
matriks yang berisi hasil korelasi antar variabel yang dilibatkan dalam analisis. Matriks
ini menunjukkan variabel mana yang mempunyai korelasi satu sama lain. Hasil
kalkulasi determinan pada matriks menghasilkan nilai determinan sebesar 0,001, yang
mengindikasikan bahwa multikolinieritas bukan merupakan masalah untuk matriks ini,
sehingga analisis faktor dapat dilanjutkan.
9
dengan kota pati akan membawa dampak positif. Namun hubungan ini tidak cukup
kuat yang terlihat dari angka sig 0,290>0,05. Adapun hubungan Luas Lahan
Persawahan dengan Pasar menunjukkan semakin luas lahan sawah maka semakin
dekat dengan pasar, yang terlihat pada baris sig. (1- tailed) dimana korelasi antar
variabel tersebut memiliki p-value sebesar 0,003<0,05. Hubungan Luas Lahan
Persawahan dengan fasilitas seperti Stasiun Pengisian BBM, Bank, Fasilitas Pendidikan
dan Fasilitas Kesehatan menunjukkan di daerah yang banyak lahan persawahan juga
akan jarang di temui fasilitas. Terkait dengan aspek demografi, hubungan Luas Lahan
Persawahan dengan KK Miskin menunjukkan jika lahan persawahan cukup luas maka
yang bertempat tinggal di daerah itu terdapat banyak Keluarga miskinnya. Untuk
hubungan dengan Usia Produktif hubungannya juga tidak kuat, sehingga dapat
disimpulkan bahwa usia produktif tidak hanya tinggal di daerah pertanian saja.
Demikian pula hubungan Luas lahan persawahan dengan Desa Swasembada
menunjukkan status desa swasembada tidak berhubungan dengan keberadaan dan
luas lahan pertanian. Hubungan ini diperkuat dengan ditemukannya hubungan Luas
Lahan Persawahan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana semakin luas lahan
sawah ternyata kontribusinya terhadap PAD sangat kecil.
Hubungan Jarak Dengan Kota Pati dengan Bank menunjukkan bahwa semakin
jauh dengan jarak kota pati, berbanding lurus dengan jumlah fasilitas yang ada. Berarti
semakin dekat dengan kota pati semakin banyak jumlah fasilitas. Dilihat dari aspek
demografi, hubungan Jarak Dengan Kota Pati dengan Kk Miskin berada pada zona
positif, walau tidak terlalu kuat. Hasil ini dapat diartikan bahwa semakin dekat jarak
wilayah kecamatan dengan Kota Pati penduduk / miskin semakin banyak walau
hubungannya nampak tidak signifikan. Demikian pula untuk aspek Usia Produktf
dimana hubungannya cukup kuat dan negatif yang berarti usia produktif banyak yang
tinggal di wilayah yang jauh dari Kota Pati. Terkait pendapatan daerah hubungan Jarak
Dengan Kota Pati dengan PAD menunjukkan bahwa wilayah yang jauh dengan kota
pati memiliki PAD yang kecil sedangkan semakin dekat dengan kota Pati memiliki PAD
yang lebih baik. Untuk hubungan Jarak Dengan Kota Pati dengan Pertanian/ Luas Lahan
menunjukkan luas panen wilayah atau kecamatan yang dekat dengan Kota Pati
memiliki hubungan yang cukup kuat dan positif. Artinya jarak dengan kota Pati
memiliki peranan terhadap luasan lahan yang di panen.
10
Produktif dimana hubungannya positif, yang diartikan pengguna Bank adalah
kelompok Usia Produktif. Hubungan Bank dengan fasilitas penyediaan energy (BBM),
kesehatan dan pendidikan menunjukkan hubungan positif. Artinya aktivitas di fasilitas
tersebut memerlukan keberadaan bank, baik untuk tabungan para pekerja dan pelajar
atau pencarian modal investasi. Hubungan Bank dengan PAD menunjukkan bank
punya pengaruh terhadap peningkatan PAD, walaupun tidak signifikan. Untuk
hubungan Bank dengan Pertanian (Luas lahan Panen) menunjukkan hubungan negatif
dan signifikan, yang berarti keberadaan bank terletak jauh dari daerah pertanian dan
pertanian sendiri tidak terlalu tergantung pada bank. Terakhir hubungan Bank dengan
Desa Swasembada menunjukkan hubungan kuat dan positif yang berarti Desa
Swasembada sudah memiliki akses perbankan yang baik.
Hubungan KK Miskin dengan PAD berada pada zona negatif dimana semakin
banyak KK miskin yang ada sumbangannya terhadap PAD kecil. Adapun hubungan KK
Miskin dengan Pengisian Stasiun BBM pada zona positif dan lemah dimana KK miskin
tidak banyak menggunakan atau mampu mengakses BBM akibat kemiskinannya.
Demikian pula hubungan KK Miskin dengan Fasilitas Kesehatan dan Pendidikan bera
pada zona positif kurang, dimana semua orang memerlukan fasilitas kesehatan dan
pendidikan, namun akses ke fasilitas tersebut lemah. Hubungan KK Miskin dengan
Pertanian (Luas Lahan Panen) menunjukkan bahwa keluarga miskin sebagian besar
berprofesi sebagai petani dan tergantung hasil panen. Lebih lanjut, hubungan KK
Miskin dengan usia produktif menunjukkan bahwa keluarga miskin sebagian besar
masih berusia produktif. Terakhir, hubungan KK Miskin dengan Desa menunjukkan
bahwa keluarga miskin sebagian besar tinggal di perdesaan.
11
6. Hubungan PAD dengan Variabel yang lain.
12
hubungan Fasilitas Kesehatan dengan Usia Produktif menunjukkan akses terhadap
fasilitas dan pelayanan kesehatan digunakan oleh kelompok usia produktif dan sebaran
fasilitasnya mengikuti sebaran kelompok usia produktif. Terakhir, hubungan Fasilitas
Kesehatan dengan Status Desa Swasembada menunjukkan hubungan yang positif kuat.
Hal ini berarti Desa Swasembada di Kabupaten Pati telah memiliki jumlah fasilitas
kesehatan yang cukup.
10. Hubungan Pertanian (Luas Lahan Panen) dengan Variabel yang lain.
Hasil Tes KMO dan Bartlett disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Bartletts Test
of Sphericity dengan Chi-Square 163,465 (df 66) dan nilai sig = 0,000 < 0,05
menunjukkan bahwa matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas sehingga
dapat dilakukan analisis komponen utama. Di samping itu, Nilai KMO yang dihasilkan
adalah sebesar 0.683 serta p-value sebesar 0,000 (<0,05), nilai tersebut jatuh dalam
13
kategori menengah sehingga layak untuk kepentingan analisis faktor dan dapat
dianalisis lebih lanjut
Tabel 4.
Selain hasil KMO and Bartlett test, pengujian variabel juga dilakukan
menggunakan Anti Image matrices untuk mengetahui apakah variabel variabel
secara parsial layak untuk dianalisis dan tidak perlu dikeluarkan. Berdasarkan Tabel 5 di
bawah, terlihat bahwa dari 12 variabel yang akan dianalisis, semua variabel memiliki
nilai MSA yang memenuhi syarat (dapat dilihat pada output yang bertanda a pada
kolom Anti-Image Correlation), yaitu nilainya > 0,5.
14
communalities yang besar (> 0.5). Hal ini mengindikasikan bahwa keseluruhan variabel
yang digunakan memiliki hubungan yang kuat dengan faktor yang terbentuk. Secara
umum, semakin besar nilai dari communalities maka semakin baik analisis faktor,
karena adanya karakteristik variabel asal yang diwakili.
15
Tabel 7. Hasil Perhitungan Total Variance Explained
Scree Plot adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk membantu
menentukan berapa banyak faktor yang akan terbentuk. Jika kurva masih curam, maka
komponen dapat ditambah. Jika kurva sudah landai, maka penambahan komponen
dapat dihentikan. Walaupun demikian penilaian curam/landai bersifat subjektif. Dari
scree plot pada Gambar 2 di bawah, terlihat pada saat komponen pertama terbentuk,
kurva masih menunjukkan lereng yang menurun ke bawah. Demikian pula juga pada
saat di titik ke-2, garis kurva masih menurun. Di titik ke-3 garis kurva masih menurun
namun sedikit melandai. Hal yang sama masih terjadi pada garis kurva ke 4. Setelah
melewati titik ke-4, garis kurva sudah mulai landau dansemakin ke kanan akan semakin
landai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat empat komponen atau
faktor yang terbentuk.
16
III.2.7 Hasil Perhitungan Component Matrix dan Rotated Component Matrix
17
Rotasi yang dipilih adalah Rotasi Varimax. Rotasi varimax adalah rotasi
orthogonal yang membuat jumlah varian faktor loading dalam masing-masing faktor
akan menjadi maksimum dimana nantinya peubah asal hanya akan mempunyai
korelasi yang tinggi dan kuat dengan faktor tertentu. Faktor yang dimaksud adalah
faktor yang korelasinya mendekati 1, yang secara otomatis memiliki korelasi yang
lemah dengan faktor yang lainnya (korelasinya mendekati 0). Hasil rotasi matriks
disajikan pada Tabel 10.
18
Hasil pengelompokan variabel dalam faktor setelah rotasi menunjukkan adanya pola
yang lebih dapat dijelaskan secara logis terkait disparitas antara Pati Utara dan Pati
Selatan. Hasil pengelompokan pada Faktor 1 menunjukkan adanya hubungan positif
kuat antara antara nilai indeks dengan variabel Jumlah Bank, Jumlah Stasiun BBM,
Jumlah Fasilitas Kesehatan, Jumlah SMA dan Jumlah Penduduk Usia Produktif, namun
menunjukkan hubungan negatif dengan Jumlah Petani. Hasil ini menunjukkan adanya
kecenderungan pergeseran mata pencaharian ke non pertanian yang ditunjang dengan
bertumbuhnya fasilitas pelayanan di kecamatan kecamatan tertentu. Faktor ini
selanjutnya disebut Faktor Sumberdaya Pembangunan. Adapun hasil pengelompokan
pada Faktor 2 menunjukkan adanya hubungan positif yang kuat antara nilai indeks
dengan variabel Luas Lahan Sawah, Jumlah Pasar, Jumlah KK Miskin, dan Jumlah
Penduduk Petani. Selain itu, nilai indeks pada faktor ini juga berhubungan positif
dengan variabel Jarak ke Kota Pati walaupun hubungannya tidak kuat. Hasil pada
Faktor 2 ini menunjukkan bahwa kebanyakan Petani di Pati tidak sejahtera. Faktor 2 ini
selanjutnya disebut Faktor Pengaruh Tingkat Kemiskinan.
19
III.2.8 Hasil Perhitungan Component Transformation Matrix
IV. KESIMPULAN
Dari hasil analisis faktor yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Field, A. P. (2005). Discovering Statistics Using SPSS (2nd Edition). London: Sage.
20