Dosen Pengampu :
1. Alfi Hermawati Waskita Sari, S.Pi., MP.
2. Rani Ekawaty, S.Pi., M.Env.Man
Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Juliyah Emka 1414521002
2. Gusti Ayu Manik P. 1414521003
3. Ilham Muttaqin 1414521012
4. Habibatus Sholihah 1414521022
5. M. Reza Mei Budi 1414521024
6. Yufinta Cahya P. 1414521026
7. Gagah Gumelar W. 1414521031
8. M. Sulthon Subekhi 1414521042
Tim Penulis
DAFTAR ISI
2
COVER
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................01
1.1 Latar Belakang...................................................................................................01
1.2 Tujuan................................................................................................................02
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................03
2.1 Sungai................................................................................................................03
2.2 Pencemaran Perairan..........................................................................................06
2.3 Baku Mutu Sungai ............................................................................................11
2.4 Dampak Pencemaran Air ..................................................................................12
BAB III METODELOGI......................................................................................13
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................................13
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................................13
3.3 Prosedur Kerja...................................................................................................15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................16
4.1 Hasil ..................................................................................................................16
4.2 Pembahasan .......................................................................................................24
BAB V PENUTUP .................................................................................................34
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................34
5.2 Saran .................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
3
Gambar 4. Nilai rata-rata pH pada titik pengamatan.............................................28
Gambar 5. Nilai rata-rata suhu pada titik pengamatan..........................................30
Gambar 6. Nilai rata-rata kekeruhan pada titik pengamatan.................................31
DAFTAR TABEL
4
Tabel 4. Hasil Pengamatan Lapang Pada Titik 1...................................................16
Tabel 5. Hasil Pengamatan Kualitas Air Pada Titik 1............................................18
Tabel 6. Hasil Pengamatan Lapang Pada Titik 2...................................................18
Tabel 7. Hasil Pengamatan Kualitas Air Pada Titik 2............................................19
Tabel 8. Hasil Pengamatan Lapang Pada Titik 3...................................................19
Tabel 9. Hasil Pengamatan Kualitas Air Pada Titik 3............................................20
Tabel 10.Hasil Pengamatan Lapang Pada Titik 4..................................................21
Tabel 11 Hasil Pengamatan Kualitas Air Pada Titik 4...........................................22
Tabel 12 Hasil Pengamatan Lapang Pada Titik 5..................................................23
Tabel 13. Hasil Pengamatan Kualitas Air Pada Titik 5..........................................23
Tabel 14 Baku Mutu Air Kelas Menurut Pergub Bali No 8 Tahun 2007...............26
Tabel 15 Kriteria Mutu Air Berdasrkan Kelas Menurut PP No 82 Tahun 2001....29
Tabel 16. Hasil Uji kandungan Fenol................................................................... 32
Tabel 17. Hasil Uji kandungan Kromium..............................................................33
5
BAB I
PENDAHULUAN
1
kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat tertentu dalam definisi
tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara tingkat tak cemar
(tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah
sampai ke batas atau melewati batas).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pencemaran perairan di Sungai Batanta.
2. Untuk mengetahui indeks pencemaran di Sungai Batanta bagian hulu, tengah, dan
hilir.
3. Untuk mengetahui kondisi kualitas perairan di Sungai Batanta (Fisika, Kimia, dan
Biologi) berdasarkan analisis kualitas air hasil pengamatan dan parameter lain
yang diujikan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sungai
2.1.1 Pengertian Sungai dan Jenis Jenisnya
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai, definisi
sungai adalah tempat-tempat dan wadah serta jaringan pengaliran air muli dari mata
air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya
oleh garis sempadan. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan
sungai. Garis sempadan ini dalam bentuk bertanggul dengan ketentuan batas lebar
sekurang- kurangnya 5 meter yang terletak disebelah luar sepanjang kaki tanggul.
Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak
sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama.
Aliran air biasanya berbatasan dengan saluran dasar dan tebing di sebelah kiri dan
kanan. Penghujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenal sebagai muara sungai.
Manfaat terbesar sebuah sungai adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum,
sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial
untuk dijadikan objek wisata sungai.
Sungai sebagai sumber mata air merupakan salah satu sumberdaya alam yang
mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia, menurut
Mulyanto (2007) ada dua fungsi utama sungai secara alami yaitu mengalirkan air dan
mengangkut sedimen hasil erosi pada Daerah Aliran Sungai dan alurnya. Kedua
fungsi ini terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi.
Jenis-jenis sungai berdasarkan debit airnya (Mulyanto, 2007) diklasifikasikan
menjadi:
a. Sungai permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap.
b. Sungai periodik, yaitu sungai yang pada waktu musim penghujan debit airnya
besar, sedangkan pada musin kemarau debit airnya kecil.
3
c. Sungai episodik, yaitu sungai yang musim kemarau kering, pada musim
penghujan airnya banyak.
d. Sungai ephemeral, yait sungai yang hanya ada airnya saat musim penghujan dan
airnya belum tentu banyak.
Sungai menurut genetiknya dibedakan menjadi :
1. Sungai Konsekuen, yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan
lereng.
2. Sungai Subsekuen, yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan sungai
konsekuen.
3. Sungai Obsekuen, yaitu anak sungai subsekwen yang alirannya berlawanan arah
dengan sungai konsekuen.
4. Sungai Insekuen, yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh lereng
daratan.
5. Sungai Resekuen, yaitu anak sungai subsekuen yang alirannya searah dengan
sungai konsekuen.
4
waduk muara (estuary reservoir). Sehingga dalam normalisasi alur sungai
diperhitungkan pula efek air balik (back water) dari waduk terutama saat banjir
(Ariawan, 2010).
Status kualitas air sangat erat kaitannya dengan banyak sedikitnya polutan-
polutan ke air sungai tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kota Denpasar pada tahun 2006 kadar BOD pada daerah hilir
sungai Badung mencapai 25,9 ppm. Saeni (1991) kandungan BOD yang berlebihan
akan berpengaruh langsung terhadap menurunnya oksigen terlarut di dalam sungai
tersebut serta akan berdampak langsung terhadap peningkatan kadar COD. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Bapedalda Bali (Badan Pengawasan Dampak
Lingkungan) pada tahun 2006, air di kawasan hilir Tukad Badung merupakan salah
satu yang tercemar berat dengan kandungan bahan-bahan kimia berbahaya jauh di
atas ambang baku mutu. Nilai STORET atau nilai perbandingan antara data kualitas
air dengan baku mutu yang disesuaikan peruntukannya. Dari air yang diteliti di hilir
Sungai Badung ini mencapai -74.
Tabel 1. Kandungan Air Tukad Badung (berdasarkan analisis STORET)
No. Parameter Satuan Skor
1. Air raksa 0,002 mg/l 0
2. BOD 3 3 mg/l -4
3. Fosfat 0,2 mg/l -1
4. Koli tinja 1.000 mg/l 0
5. pH 6-9 0
6. Oksigen 4 mg/l 0
Sumber : Data Dinas Bapedalda Bali
Berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.115 Tahun
2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, parameter mutu air dengan
kualitas baik adalah dengan nilai STORET 0. Dari hasil penelitian yang dilakukan
Bapedalda maka dapat diketahui bahwa air Sungai Badung tidak layak untuk
digunakan keperluan sehari-hari.
5
2.2.1 Pengertian dan Sumber Pencemaran Air
Dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas
air dan pengendalian pencemaran air. Pasal 1, pencemaran air didefinisikan sebagai
masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke
dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turu sampai ketingkat tertentu
yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.
Beban pencemaran (polutan) adalah bahan-bahan yabg bersifat asing bagi alam
atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem
sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi, 2003). Sumber
pencemaran yang masuk ke badan perairan dibedakan atas pencemaran yang
disebabkan oleh alam (polutan alamiah) dan pencemaran akibat kegiatan manusia
(polutan antropogenik). Air buangan industri adalah air buangan dari kegiatan industri
yang dapat diolah dan digunakan kembali dalam proses atau dibuang ke badan air
setelah diolah terlebih dulu sehingga polutan tidak melebihi ambang batas yang
dijinkan. Menurut Sugiharto (1987) air limbah didefinisikan sebagai kotoran dari
masyarakat dan rumah tangga dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaan,
serta buangan lainnya.
Menurut Davis dan Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang masuk ke
perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan :
1. Point source discharges (sumber titik), yaitu sumber titik atau sumber pencemar
yang dapat diketahui secara pasti dapat berupa suatu lokasi seperti air limbah
industri maupun domestik serta saluran drainase. Air limbah adalah sisa dari suatu
hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP No. 82 Tahun 2001).
2. Non point source (sebaran menyebar), berasal dari sumber yang tidak diketahui
secara pasti, pencemar masuk ke perairaan melalui run off (limpasan) dari
wilayah pertanian, pemukiman, dan perkotaan.
6
1. pH atau Derajat Keasaman
Agar memenuhi syarat suatu kehidupan, air harus mempunyai pH sekitar 6,5
7,5. Bila pH <7, maka air bersifat asam, jika pH >7, maka air bersifat basa. Air
limbah dan bahan buangan industri dapat mengubah pH air sehingga akan
mengganggu kehidupan biota akuatik yang sensitif terhadap perubahan pH.
2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut dalam air sangat penting agar mikroorganisme dapat hidup.
Oksigen dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesis oleh alga. Kelarutan
oksigen jenuh dalam air pada suhu 25 oC dan tekanan 1 ATM adalah 8,32 mg/L.
menurut Yan Hong (2007), konsentrasi DO yang rendah akan menurunkan tingkat
nitrifikasi sehingga nilai NO3-N pada air sungai menjadi rendah dengan TN dan
NH4+-N yang tinggi. Hal ini dapat menghalangi self purifikasi (pemurnian diri)
pada permukaan air, dengan mengurangi laju proses transformasi nitrifikasi-
denitrifikasi pada air.
B. Parameter Fisika
1. Suhu
Menurut Effendi (2003), suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang (latitute), ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi
udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman.
2. Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) atau padatan tersuspensi (diameter > 1m) yang
tertahan pada saringan dengan diameter paori 0,45 m. Padatan yang
menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap. TSS
terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad renik akibat erosi tanah. Partikel
menurunkan intensitas cahaya yang tersusupensi dalam air.
7
2. Bahan buangan organik dan olahan bahan makanan
3. Bahan buangan anorganik
4. Bahan buangan cairan berminyak
5. Bahan buangan berupa panas (polusi thermal)
6. Bahan buangan zat kimia, yaitu sabun, insektisida, dan pewarna.
8
2. Perubahan biokimia logam sebagai bahan baku berbagai jenis industri bisa
mempengaruhi kesehatan manusia.
Pesatnya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku logam bisa
berdampak negatif, yaitu munculnya kasus pencemaran yang melebihi batas sehingga
mengakibatkan kerugian dan meresahkan masyarakat yang tinggal disekitar daerah
perindustrian maupun masyarakat pengguna produk industri tersebut. Hal ini terjadi
karena sangat besarnya resiko terpapar logam berat maupun logam transisi yang
bersifat toksik dalam dosis atau konsentrasi tertentu. Pencemaran logam berat
cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi.
Pencemaran logam berat dalam lingkungan (perairan, tanah, dan udara) bisa
menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Menurut Widowati dkk. (2008) logam berat
dibagi kedalam 2 jenis yaitu :
1. Logam berat esensial; yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan
oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut bisa
menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain
sebagainya.
2. Logam berat tidak esensial; yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh
manusia masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik seperti Hg,
Cr, Cd, Pb dan lain sebagainya.
Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia.
Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu
metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen,
ataupun karsinogen. Tingkat toksisitas logam berat terhadap manusia, mulai dari
yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn. Pencemaran logam
dapat terjadi di tanah, udara, dan perairan. Pada perairan pencemaran logam dapat
terjadi karena adanya kegiatan industri, kegiatan domestik maupun sumber alami dari
batuan akhirnya sampai ke sungai dan selanjutnya mencemari manusia melalui ikan,
air minum, atau air sumber irigasi lahan pertanian sehingga tanaman sebagai sumber
pangan manusia tercemar oleh logam. Menurut Palar (2008, hal 37) ada banyak
9
faktor yang memepengaruhi daya racun dari logam-logam berat yang terlarut dalam
badan perairan yaitu :
1. Bentuk logam dalam air. Apakah logam-logam tersebut berada dalam bentuk
senyawa organik atau senyawa anorganik. Selanjutnya persenyawaan ini dibagi
lagi, apakah berupa senyawa-senyawa organik dan senyawa-senyawa anorganik
yang tidak dapat larut. Selanjutnya senyawa-senyawa organik yang dapat larut
dalam badan perairan akan dapat diserap dengan mudah oleh biota perairan.
2. Keberadaan logam-logam lain. Adanya logam-logam lain dalam badan perairan
dapat menyebabkan logam-logam tertentu menjadi sinergentis ataukah
sebaliknya, menjadi antagonis bila telah membentuk suatu ikatan. Untuk logam
berat yang bersifat sinergentis, apabila bertemu dengan pasangannya dan
membentuk suatu persenyawaan dapat berubah fungsi menjadi racun yang sangat
berbahaya.
3. Fisiologis dari biota (organisme). Proses fisiologis turut mempengaruhi
peningkatan kandungan logam berat dalam badan perairan.
4. Kondisi biota. Kondisi dari biota-biota berkaitan dengan fase-fase kehidupan
yang dilalui oleh biota dalam hidupnya.
Karena itu pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan perlu diperhatikan
secara serius mengingat bahaya yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia
maupun bagi kesetimbangan lingkungan hidup.
10
Peraturan Menteri Lingkungan hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata
Laksana Pengendalian Pencemaran Air disebutkan definisi pengendalian pencemaran
air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan
kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
a. Inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar air;
b. Penetapan daya tampung beban pencemaran air;
c. Penetapan baku mutu air limbah;
d. Penetapan kebijakan pengendalian pencemaran air;
e. Perizinan;
f. Pemantauan kualitas air;
g. Pembinaan dan pengawasan; dan
h. Penyediaan informasi.
11
3. Kelas tiga, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukaanya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
Pembagian kelas ini didasarkan pada tingkatan baiknya mutu air berdasarkan
kemungkinan penggunaannya bagi suatu peruntukan air (designated beneficial water
uses). Peruntukkan lain yang dimaksud dalam kriteria kelas air di atas, misalnya
kegunaan air untuk proses produksi dan pembangkit tenaga listrik, asalkan kegunaan
tersebut dapat menggunakan air sebagaimana kriteria mutu air dari kelas yang
dimaksud.
12
BAB III
METODELOGI
Tabel 3. Bahan
No Nama Bahan Kegunaan
1 Air Sungai Sebagai sampel yang akan diamati
13
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum pencemaran perairan,
yaitu:
1. Penentuan titik koordinat lokasi pengamatan pencemaran dengan menggunakan
GPS.
2. Dokumentasi gambar lokasi titik pengamatan.
3. Pengamatan dan identifikasi limbah berdasarkan jenis dan sumber pencemaran.
4. Analisis data dan pembahasan.
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Lokasi Pengamatan Titik Pengambilan Sampel
Lokasi praktikum Pencemaran Perairan yaitu di kawasan daerah aliran sungai
Batanta (Tukad Badung) yang terbagi dari 5 titik. Titik 1, 2, dan 3 berada dekat
dengan Pintu DAM sungai Batanta dan titik 4 dan 5 berada di dekat muara Sungai.
15
1. Sampah Limbah Organik Banyak Limbah
Organik dapur
(sayur dan
buah-
buahan)
Limbah Ikan dan 7 Limbah
Organisme rumah
lainnya tangga
(ikan,
kepala
ayam,
anjing)
Sampah non 6
Plastik
(Kaca/Botol)
3. Limbah Jenis? Limbah rumah
Warna?
Cair tangga, hijau
Bau?
kecoklatan,
berbau
menyengat
16
Hasil Pengukuran
Parameter Rata-
No. Pengulangan Pengulangan Pengulangan
yang Diukur rata
I II III
1. DO (mg/L) 3,7 3,6 3,7 3,67
8. Cr (mg/L) 0,132
B. Titik 2
Tabel 6. Hasil Pengamatan Lapang Pada Titik 2
Dokumentasi
Jenis Bahan Sumber
No. Jumlah Hasil
Pencemar Pencemar Pencemaran
Pengamatan
1. Sampah Limbah Tidak Tidak Ada Tidak Ada
Organik Organik Ada
Limbah Ikan 8 Limbah
dan Organisme rumah tangga
lainnya
17
2. Sampah Sampah 32 Pemukiman di
Anorganik Plastik Buah sekitaran
sungai
Sampah non 10 Limbah
Plastik Buah rumah tangga
(Kaca/Botol)
Hasil Pengukuran
Parameter yang
No. Pengulan Pengulangan Pengulangan Rata-rata
Diukur
gan I II III
1. DO (mg/L) 3,7 3,8 3,7 3,73
8. Cr (mg/L) 0,113
C. Titik 3
Tabel 8. Hasil Pengamatan Lapang Pada Titik 3
18
No Jenis Bahan Sumber Dokumentasi Hasil
Jumlah
. Pencemar Pencemar Pencemar Pengamatan
1 Sampah Tumbuhan Air- - -
Organik (Jenis..)
19
Limbah Ikan
dan Limbah Terbawa dari
Organisme hulu
Lainnya
20
2 Sampah Sampah Plastik 9 Terbawa dari
Anorganik hulu, dari
permukiman
disekitar
sungai, dari
pasar Badung,
dll.
21
Sampah Non- Terbawa dari
plastik hulu, dari
(Botol/Kaca) permukiman
disekitar
sungai, dari
pasar Badung,
dll
22
Limbah Cair Jenis .
3 Warna . - - -
Bau .
Hasil Pengukuran
Parameter yang
No. Pengulan Pengulangan Pengulangan Rata-rata
Diukur
gan I II III
1. DO (mg/L) 3,6 3,7 3,4 3,57
6. Bau Amis/lumpur
8. Cr (mg/L) 0,111
D. Titik 4
Tabel 10. Hasil Pengamatan Lapang Pada Titik 4
No. Jenis Bahan Pencemar Jumlah Sumber Pencemar Dokumentasi
Pencemar
1. Sampah Tumbuhan Air - - -
23
Organik Limbah Ikan dan >100 1. Limbah
Limbah Bulu rumah
Organisme ayam tangga
Lainnya 2. Pabrik
pemotonga
n ayam
2. Sampah Sampah Plastik 23 1. Limbah
Anorganik Buah rumah
tangga
2. Limbah
Pasar
24
1. DO (mg/L) 5,0 5,1 4,8 4,97
8. Cr (mg/L) 0,109
E. Titik 5
Tabel 12. Hasil Pengamatan Lapang Pada Titik 5
Dokumentasi
Jenis Bahan Sumber
No. Jumlah Hasil
Pencemar Pencemar Pencemaran
Pengamatan
1. Sampah Limbah Tidak -
Organik Organik ada
25
Limbah Ikan Banyak Limbah
dan Organisme rumah
lainnya tangga,
peternakan
ayam
2. Sampah Sampah 23 buah Limbah
Anorganik Plastik rumah tangga
dan limbah
pasar
Sampah non Botol Limbah
Plastik biasa 4 pabrik dan
(Kaca/Botol) Limbah
peternakan
3. Limbah Cair Jenis? Minyak, Limbah
Warna?
Hijau rumah tangga
Bau?
Kecoklat Limbah
an, pabrik
Tidak Limbah
berbau pertanian
Hasil Pengukuran
Parameter yang
No. Pengula Pengulangan Pengulangan Rata-rata
Diukur
ngan I II III
1. DO (mg/L) 6,7 6,9 6,7 6,73
26
5. Warna Hijau Kecoklatan
8. Cr (mg/L) 0,120
4.2 Pembahasan
4.2.1 Gambaran umum daerah aliran sungai (DAS) sungai Batanta
Sungai Batanta atau yang disebut dengan Tukad Badung merupakan sungai
yang dibagi menjadi 3 daerah tinjauan, yaitu: daerah pertama dari Bendung
Mertagangga ke hulu, daerah kedua dari Bendung Mertagangga sampai dengan
Bendung Gerak Tukad Badung, dan daerah ketiga dari Bendung Gerak Tukad Badung
sampai dengan muara. Sepanjang sungai Batanta yang panjangnya 22 km terdapat
beberapa bangunan prasarana dan sarana pekerjaan umum dan 4 bangunan
pengambilan dan satu penampang air, terdiri dari:
1. Bendung Mertagangga
Bendungan ini terletak di Desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Barat, Kodya
Denpasar digunakan untuk irigasi 5 subak dengan luas rencana 462 ha. Akhir-akhir
ini luas arealnya berkurang dengan adanya alih fungsi lahan menjadi 134 ha.
Bendung ini ditingkatkan oleh Proyek Irigasi Bali (PIB) yang sampai dewasa ini
masih berfungsi dengan baik.
2. Pengambilan (Intake) Batan Nyuh
Bangunan pengambilan ini terletak di Desa Buagan, Kecamatan Denpasar. Barat,
Kota Denpasar direncanakan untuk irigasi seluas 324 ha oleh PIB. Tetapi realisasi
areal sekarang 387,50 ha. Bangunan ini masih berfungsi dengan baik.
3. Pengambilan (Intake) Mergaya
Pengambilan ini terletak di Desa Buagan, Kecamatan Denpasar Barat dan
direncanakan untuk irigasi Mergaya seluas 427 ha. Bangunan ini yang ditingkatkan
27
PIB masih berfungsi baik. Sebagian areal sawah telah beralihfungsi untuk
pemukiman dan lain-lain, sehingga yang masih ada seluas 349 ha.
4. Bendung Gerak
Tukad Badung yang terletak di Desa Buagan dan direncanakan selain untuk
irigasi seluas 542 ha, juga pengendali banjir Kota Denpasar. Bangunan ini dibangun
Proyek Perbaikan dan Pemeliharaan Sungai Bali tahun 1970/1971, menggunakan
pintu gerak dan masih berfungsi dengan baik. Sawah yang masih ada saat ini seluas
375,50 ha.
5. Waduk
Muara (Estuary Reservoir) yang terletak di Desa Kepaon, Kecamatan Denpasar
Selatan, Kota Denpasar, dengan bendungan dari urugan batu/limestone dengan inti
diafragma wall. Waduk ini merupakan wadah penampungan air dari Tukad Badung
dilengkapi dengan bendung karet sebagai spillway dan pintu radial. Waduk dengan
luas 35 ha ini dengan kedalaman 3,7 m digunakan untuk penyediaan air baku air
bersih 300 l/dt,
28
anorganik berasal dari bahan pencemar sampah plastik yang bersumber dari hulu,
pemukiman disekitar sungai dan berasal dari pasar Badung.
Pada titik 4 sampah organik yang ditemukan bersumber dari imbah rumah
tangga dan pabrik pemotongan ayam. Sampah anorganik yang ditemukan bersumber
dari limbah rumah tangga, limbah pasar, limbah pabrik, dan limbah pertanian.
Limbah cair bersumber dari limbah pabrik, limbah rumah tangga dan limbah
pertanian. Sedangkan pada titik 5 sampah organik yang ditemukan yaitu bersumber
dari limbah rumah peternakan ayam. Sampah anorganik yang ditemukan yaitu limbah
rumah tangga, limbah pasar, limbah pabrik dan limbah peternakan. Limbah cair yang
ditemukan berasal dari limbah rumah tangga, limbah pabrik dan limbah pertanian.
4.2.3 Kualitas Air Secara Fisik, Kimia, Dan Biologi Di Sungai Batanta
a. DO (Dissolved oxygen)
Tabel 14. Baku Mutu Air Kelas Menurut Pergub Bali No 8 Tahun 2007
29
pencemaran limbah cair yaitu limbah minyak namun dalam kadar yang rendah karena
tidak berbau menyengat. Sedangkan rendahnya kadar DO pada titik 3 dikarenakan
pada titik tersebut banyak terdapat limbah rumah tangga.
30
Kondisi air di titik 2 sudah tidak bersifat normal karena nilainya telah melebihi kadar
pH air normal yang bernilai 6,5-7,5 (Tyas, 2014).
Sedangkan kadar pH terendah ditemukan pada titik 4 yaitu sebesar 7,88. Secara
keseluruhan kadar pH air sungai batanta masih memenuhi syarat dan ambang batas
baku mutu air menurut PP RI No 82 Tahun 2001. Maka kadar pH air Sungai Batanta
di dareah penelitian masih memungkinkan bagi mikroorganisme, maupun tumbuhan
untuk bisa hidup di aliran air sungai (Wardhana, 2004). Pada titik 1 hingga titik 2
terjadi peningkatan kadar pH sebesar 0,18 dari yang sebelumnya pada titik 1 memiliki
kadar pH sebesar 7,89 meningkat pada titik 2 menjadi 8,07. Menurut Yuliastuti tahun
2011 peningkatan nilai pH dipengaruhi oleh limbah organik maupun anorganik yang
di buang ke sungai. sehingga peningkatan pH air sungai Batanta dari titik 1 sampai
titik pantau 2 dikarenakan adanya aktifitas buangan limbah industri, domestik
maupun limbah dari aktifitas pertanian yang masuk ke Sungai Batanta. Secara
keseluruhan nilai pH di lokasi praktikum mulai dari titik 1 hingga titik 5 masih
memenuhi syarat Baku Mutu air Kelas I, II, III, dan IV Menurut Peraturan Gubernur
Bali No 8 Tahun 2007 yaitu berkisar antara 6-9.
31
c. Suhu
Tabel 15. Kriteria Mutu Air Berdasrkan Kelas Menurut PP No 82 Tahun 2001
32
Gambar 5. Nilai rata-rata suhu pada titik pengamatan
d. Kekeruhan
Berdasarkan hasil pengamtan pada gambar grafik menunjukkan bahwa nilai
kekeruhan pada semua titik bertuturt turut pada titik 1 sebesar 14, 37 NTU; pada titik
2 sebesar 12,47 NTU; pada titk 3 sebesar 16, 09 NTU; pada titik 4 sebesar 22,28
NTU dan pada titik 5 sebesar 20,80 NTU. Kekeruhan tertinggi terdapat pada titik 4
sebesar 22, 28 NTU dan terendah terdapat pada titik 2 sebesar 12,47 NTU. Tingginya
kekeruhan di titik 4 diakibatkan banyaknya material ataupun partikel yang tersuspensi
seperti lumpur, tanah, dan juga adanya pembuangan limbah organik sehingga
menyebabkan air menjadi keruh. Air dikatakan keruh, apabila air tersebut
mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan
warna / rupa yang berlumpur dan kotor (Sutrisno, 2004).
33
Gambar 6. Nilai rata-rata kekeruhan pada titik pengamatan
e. Bau
Bau merupakan petunjuk adanya pembusukan air limbah. Limbah cair industri
berpotensi mengandung senyawa berbau ataupun senyawa yang potensial
menghasilkan bau selama proses pengolahan limbah cair (Asmadi dan Suharno,
2012). Berdasarkan pengamatan langsung di lokasi praktikum menggunakan indra
penciuman menunjukkan bahwa pada titik 1 air sungai berbau menyengat, yang
menandakan bahwa telah terjadi pemasukan bahan pencemar yang menyebabkan
adanya reaksi pelepasan gas, baik yang berasal dari proses dekomposisi, oksidasi,
maupun gas dari kandungan senyawa kimia dari limbah itu sendiri, Selain itu,
penyebab bau menyengat pada titik 1 diakibatkan bangkai kepala ayam dan anjing
yang ditemukan pada saat pengamatan. Pada titik 2, air sungai berbau tapi tidak
menyengat. Hal ini mengindikasikan bahwa pelepasan gas pada air akibat proses
oksidasi bahan organik maupun senyawa masih berjalan. Pada titik 3 air berbau
amis/lumpur. Hal ini dapat terjadi karena pada titik 3 banyak terdapat organisme mati
sehingga menimbulkan bau amis.
f. Warna air
Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik;
karena keberadaan plankton, humus, dan ion-ion logam (misalnya besi dan mangan),
34
serta bahan-bahan lain. Berdasarkan hasil pengamatan warna air Sungai Batanta
mengalami perubahan mulai dari bagian DAM hingga pada bagian hilir. Pada bagian
DAM air sungai Batanta berwarna hijau keruh. Hal ini menandakan bahwa pada
bagian DAM Sungai Batanta telah terjadi pencemaran oleh limbah pertanian, Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Fardiaz (1992) yang menyebutkan bahwa
perubahan warna air menjadi hijau keruh disebabkan oleh pencemaran limbah pupuk
pertanian dan pakan ikan. Sedangkan pada bagian hilir air Sungai Batanta berwarna
hijau kecoklatan. Menurut Peavy et al., 1985, dalam Hefni Effendi, 2003 adanya
oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman .
g. Fenol
Tabel 16. Hasil Uji kandungan Fenol
NO Titik Kandungan Fenol (mg/L)
1 Kelompok 1 2,106
2 Kelompok 2 Ttd
3 Kelompok 3 0,824
4 Kelompok 4 0,599
5 Kelompok 5 0,321
Baku Mutu PP No. 82 Tahun 2001 (Fenol)
Kelas 1 0,01
Kelas II 0,01
Kelas III 0,01
Kelas IV -
Hasil uji laboratorimun analitik didapatkan bahwa pada stasiun 1 memiliki
kandungan fenol sebesar 2,106 mg/L, pada stasiun 3 memiliki kandungan fenol
sebesar 0,824 mg/L, pada stasiun 4 memiliki kandungan fenol sebesar 0,599 mg/L,
dan pada stasiun 5 memiliki kandungan fenol sebesar 0,321 mg/L. Untuk pada stasiun
2 kandungan dari fenol tidak terdeteksi. Nilai kandungan fenol tertinggi berada pada
titik 1 sebesar 2,106 mg/L. Tingginya kandungan fenol di titik 1 kemungkinan
disebabkan oleh tingginya bahan pencemar yang masuk seperti limbah industri tekstil
atau kertas sesuai dengan pendapat Pooter dkk., (1994) Fenol dapat berasal dari
industri pengolahan minyak, pabrik tekstil industri kayu lapis, pabrik pulp dan kertas.
Pada stasiun 3, 4, dan 5 terjadi penurunan kadar fenol yang mungkin sudah
terdegradasi sesuai dengan pendapat Mukaromah dan Irawan, (2008) bahwa Fenol
35
dapat terdegradasi secara alamiah oleh cahaya matahari (fotodegradasi). Berdasarkan
PP No. 82 Tahun 2001 bahwa kandungan fenol pada Sungai Batanta masih berada
diatas baku mutu pada semua kelas air.
h. Kromium (Cr)
Tabel 17. Hasil Uji kandungan Kromium
NO Titik Kandungan Kromium (mg/L)
1 Kelompok 1 0,132
2 Kelompok 2 0,113
3 Kelompok 3 0,111
4 Kelompok 4 0,109
5 Kelompok 5 0,120
Baku Mutu PP No. 82 Tahun 2001 (Kromium)
Kelas 1 0.05
Kelas II 0,05
Kelas III 0,05
Kelas IV 0,01
Hasil uji laboratorimun didapatkan bahwa pada stasiun 1 memiliki kandungan Cr
tertinggi sebesar 0.132 mg/L, pada stasiun 2 sebesar 0,11 mg/L, pada stasiun 3
sebesar 0,111 mg/L, Pada stasiun 4 sebesar 0,109 mg/L, pada stasiun 5 sebesar 0,120
mg/L. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 menunjkkan bahwa kandungan Cr pada
Sungai Batanta sudah melebihi baku mutu yaitu pada kelas I, II, dan III baku mutu
yang diperbolehkan yaitu 0,01 mg/L dan pada kelas IV denagn nilai 0,5 mg/L.
Berdasarkan dengan pendapat Wardhana dan Wisnu Arya, (2001) Limbah dari
industri tekstil merupakan salah satu sumber pencemaran logam berat terutama Pb an
Cr yang dihasilkan dari proses pencelupan dan pewarnaan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
36
1. Pada pengamatan lapang, pada titik 1, 2 dan 3 sampah bersumber dari hulu sungai
yaitu diseitar pemukiman dan pasar Badung, dimana sampah organik dari bahan
pencemaran ikan dan organisme lainnya sedangkan sampah anorganik meliputi
bahan pencemaran sampah plastic, kaca/botol. Dan pada titik 4 dan 5 sampah
organik bersumber dari limbah rumah tangga dan pabrik pemotongan ayam,
sampah anorganik brasal dari limbah pabrik, pasar rumah tangga dan pertanian,
serta limbah cair bersumber dari limbah rumah tangga dan pertanian.
2. Indeks pencemaran Tukad Badung pada bagian hulu tergolong dalam sungai
tercemar, hal ini dapat dilihat dari banyaknya sumber limbah yang mencemari
sungai. Selain itu limbah dari tukad badung terdiri dari 3 jenis limbah yaitu
limbah organic, anorganik dan cair. Dengan tercemarnya bagian hulu dari sungai
maka akan mempengaruhi pencemaran pada bagian tengah dan hilir sungai,
karena limbah pencemaran pada bagian hulu terus mengalir hingga ke bagian
hilir.
3. Nilai DO rata-rata pada Sungai Batanta adalah 4,49 mg/L. Nilai pH rata-rata pada
Sungai Batanta adalah 7,9 dengan rentang nilai 7,88-8. Suhu pada Sungai Batanta
tidak mengalami perunahan dalam intensitas yang tinggi yaitu berkisar antara
28,4-29,0C. Nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada titik 4 sebesar 22,28 NTU
dan terendah terdapat pada titik 2 sebesar 12,47 NTU. Hasil pengamatan bau air
Sungai Batanta menunjukan bahwa pada titik 1 air berbau menyengat, titik 2 air
berbau tapi tidak menyengat dan titik 3 air berbau amis/lumpur. Hasil pengamatan
warna air Sungai Batanta pada bagian DAM air sungai berwarna hijau keruh dan
pada bagian hilir air Sungai Batanta berwarna hijau kecoklatan. Nilai kandungan
fenol tertinggi pada stasiun 1 sebesar 2,106 mg/L. Nilai kandungan Cr tertinggi
pada stasiun 1 sebesar 0.132 mg/L dan terendah pada stasiun 2 sebesar 0,11 mg/L.
5.2 Saran
Dalam kegiatan pratikum diharapkan praktikan lebih mengikuti jalannya pratikum
dengan tertib serta lebih aktif dalam menggali informasi, sehingga dalam penyusunan
laporan hasil pratikum akan menjadi lebih lengkap serta akurat dengan didukung oleh
literature yang ada.
37
DAFTAR PUSTAKA
Ariawan, putu rusdi. 2010. Kondisi lingkungan di sepanjang sungai badung provinsi
bali. Universitas Udayana. Bali.
Bapedalda (Badan Pengawasan Dampak Lingkungan) Provinsi Bali. 2006
Davis, M. L., and D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Enviromental Engineering.
Second Edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Denpasar. 2006
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz, Srikandi.1992. Polusi dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oceana IX
No. 1. Hal 12-19.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.115 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penentuan Status Mutu Air.
Mukaromah, A. H., dan Irawan, R. B., 2008, Pemanfaatan Reaktor Membran
Fotokatalitik dalam Mendegradasi Fenol dengan Katalisis TiO2 dengan Adanya
Ion Logam Fe (III) dan Cu (II), Journal Litbang Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Mulyanto, H. R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-Sifatnya, Graha Ilmu. Yogyakarta.
Pemerintah Daerah Propinsi Bali. 2007, Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 tahun
2007, tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Baku Kerusakan Lingkungan
Hidup, Denpasar.
Peraturan Menteri Lingkungan hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai.
Peraturan Pemerintan Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran air.
Potter Clifton dkk. 1994. Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia. Sumber
Pengendalian Baku Mutu. EMDI Bapeda : Jakarta
1
Saeni, M.S. 1991. Dampak Pada Kualitas Air PPLH Lembaga Penelitian IPB. Bogor.
Sugiharto. 1987. Dasar Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Sutrisno, Totok, dkk. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta.
Tyas, Dj, Proses Geokimia Pada Air Tanah Pada Penentuan Kualitas Air Tanah
Berdasarkan Kandungan Unsur-Unsur Mayor Skripsi, FMIPA, UNS, 2004
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Wardhana, Wisnu. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan Edisi Revisi. Penerbit
ANDI. Yogyakarta.
Wardhana, Wisnu. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI.
Yogyakarta
Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karangannyar dalam upaya
pengendalian pencemaran air. Tesis. Universitas Dipenogoro, Semarang.
Yan, Hong Jun, et-al. 2007. Water Quality Characteristic Along The Course of The
Huangpu River (China). Journal of Enviromental Science 19; 1193-1198.