KIMIA ANALISIS I
PERCOBAAN 3
ARGENTOMETRI
DISUSUN OLEH:
1. AMALIA ULFA (G1F011001)
2. DIAH AYU WULANDARI (G1F011003)
3. HERLINA AGUSTYANI (G1F011005)
4. NURMANINGTYAS FITRI (G1F011007)
5. DWI JUSTITIA APRILIA (G1F011009)
GOLONGAN :I
KELOMPOK :1
HARI/TANGGAL : SELASA, 20 NOVEMBER 2012
ASISTEN : SOFA DAN PUDJI
A. TUJUAN PERCOBAAN
Menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi pengendapan
B. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Alat alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah labu ukur 500 ml dan 100 ml,
buret, erlenmeyer 100 ml dan 250 ml, pipet ukur, pipet tetes, batang pengaduk, statif, corong
kaca, beaker glass, timbangan, gelas ukur, dan filler.
b. Bahan
Bahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Perak Nitrat (AgNO 3)0,096
N, Garam dapur (Natrium Klorida), Indikator Kalium Kromat 5% (K 2CrO4), Kalium Tiosianat
(K2SCN), Indikator Besi (III) Amonium Sulfat 0,1 N, Kalium Klorida, Vitamin B1 / Tiamin HCl,
Kalium Iodida, Asam nitrat encer, Asam asetat 6%, Indikator eosin, dan Aquades.
1. V1 . M1 = V2 . M2
x = M1+M2+M33
=0,144+0,137+0,1513
=0,144 M
1. V1 . M1 = V2 . M2
30,5 . M1 = 0,144 . 25
M1 = 0,118
2. V1 . M1 = V2 . M2
30,7 . M1 = 0,144 . 25
M1 = 0,117
3. V1 . M1 = V2 . M2
31,0 . M1 = 0,144 . 25
M1 = 0,116
x = M1+M2+M33
=0,118+0,117+0,1163
=0,117 M
Perlakuan Pengamatan
x = K1+K2+K33
=122,3+120,2+115,93
=119,47 % bb
X x d [x-x] d2
d=dn= 7,133=2,37
1. Kadar
1 = V AgNO3 x N AgNO3- (V KCSN x N KCSN)mgsampel
x BE x 100 %
=53,62%
2. Kadar
2 = V AgNO3 x N AgNO3- (V KCSN x N KCSN)mgsampel
x BE x 100 %
=68,94%
3. Kadar
3 = V AgNO3 x N AgNO3- (V KCSN x N KCSN)mgsampel
x BE x 100 %
=107,24%
x = K1+K2+K33
=53,62+68,94+107,243
=76,6 % bb
X x d [x-x] d2
d=dn= 61,283=20,42
=129,081 %
2. Kadar 2 = mL titran x N titran x BEmg sampel x 100 %
=102,787 %
=119,520 %
x = K1+K2+K33
=129,081+102,787+119,5203
=117,129 % bb
X x d [x-x] d2
d=dn= 354,253=118,08
D. PEMBAHASAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain :
3. Kalium Tiosianat
Rumus Molekul : K2SCN
Berat Molekul : 97,18
Kalium tiosianat K2SCN mengandung tidak kurang dari 99,0% KCNS, dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan.
Pemerian : hablur tidak berwarna, meleleh basah.
Kelarutan : larut dalam 0,5 bagian air dan dalam 15 bagian etanol mutlak. Keasaman, kebasaan
larutan 10 % b/v dalam air bebas karbondioksida, tidak bereaksi alkalis terhadap larutan biro
bromtimol (Anonim, 1979).
4. Kalium Kromat
Nama resmi : Kalli Kromat
Nama lain : kalium kromat
Rumus Molekul : K2CrO4
Berat Molekul : 194,2
Kalium kromat K2CrO4 mengandung tidak kurang dari 99,0 % K2CrO4.
Pemerian : massa hablur, berwarna kuning.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, larutan jernih. Larutan kalium kromat encer P
merupakan larutan kalium kromat 5,0% b/v
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1979).
9. Amonium Sulfat
Rumus Molekul : (NH4)2SO4
Amonium sulfat (NH4)2SO4, pemerian hablur tidak berwarna atau butiran putih. Kelarutan
sangat mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol (95%). Keasaman kebasaan pH
larutan 10% b/v dalam air bebas karbondioksida P : 5,0-6,0 (Anonim, 1979).
RM : H2O
BM : 18,02
Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan
menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang
memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain.
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau (Anonim, 1995).
Fungsi akuades dalam percobaan ini adalah sebagai pelarut. Sifat fisika dari air : memiliki
rumus molekul H2O, massa molar : 18,0153 g/mol, densitas dan fase : 0,998 g/cm3dalam bentuk
cairan dan 0,92 g/cm3dalam bentuk padatan, memiliki titik lebur 0C (273,15K) (32F) dan titik
didih : 100C (373,15K) (212F) berupa cair dan tidak berbau (Mulyono,2006).
Air memiliki sifat kimia sebagai pelarut yang baik, memiliki pH 7 (netral). Air bukan
merupakan zat pengoksidasi yang kuat, lebih bersifat reduktor daripada oksidator. Reaksi
oksidasi dari air sendiri dapat terjadi jika direaksikan dengan logam alkali atau alkali tanah.
Ca + 2 H2O Ca2 + 2 OH- + H2 (Mulyono,2006).
Pengertian Argrntometri :
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag +. Pada titrasi
atgentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indicator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga
seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat
ditentukan (Underwood,1992).
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO 3) pada suasana
tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi
yang mendasari argentometri adalah :
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3- (Gandjar, 2007).
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu
dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 1990).
Metode-metode dalam titrasi argentometri antara lain metode Mohr, Valhard, K. Fajans dan
liebieg. Metode mohr yaitu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan
kalium kromat sebagai indikator. Metode volhard yaitu metode yang digunakan untuk
menetapkan kadar klorida, bromida dan iodida dalam suasana asam. Metode K. Fajans merupan
metode yang menggunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen
indikator teradsorbsi oleh endapan. Metode liebig merupan metode yang titik akhir titrasi tidak di
tentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan (Fatah, 1982).
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu:Potensiometri,
Amperometri, dan Indikator kimia. Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode
perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan
arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit (Skogg,1965).
Titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul
tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan
analog dengan indikator titrasi netralisasi,yaitu :
Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function darireagen /analit.
Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (Skogg,1965).
Pada pembuatan larutan 0,1 N perak nitrat ini langkah pertama yang dilakukan adalah
menimbang AgNO3 sebanyak 8,5 gram dalam botol timbang menggunakan neraca analitik.
Kemudian AgNO3dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL selanjutnya diencerkan dengan
menambahkan akuades sampai tanda batas. Larutan AgNO3dalam labu ukur dikocok sampai
bercampur dengan akuades.
2. Pembakuan
Metode yang digunakan pada pembakuan larutan AgNO3 menggunakan larutan NaCl
adalah metode Mohr. Pertama NaCl P yang sudah dikeringkan pada suhu 100-120 QUOTE
NaCl dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu ditambahkan akuades secukupnya untuk
mengencerkan NaCl. Aduk larutan menggunakan batang pengaduk sampai homogen. Larutan
NaCl tersebut dimasukkan dalam labu ukur 25 mL. Larutan tersebut diencerkan dengan
menambahkan aquades ke dalamnya sampai tanda batas. Larutan NaCl dikocok hingga
homogen. Setelah itu dilakukan titrasi menggunakan larutan AgNO3 0,1 N. Buret diisi dengan
larutan AgNO3 sampai tanda batas. Untuk NaCl dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambah
indikator K2CrO4 5% sebanyak 1 mL. Kemudian barulah menitrasi larutan NaCl dalam
erlenmeyer menggunakan larutan AgNO3 setetes demi setetes melalui buret sampai terbentuk
perubahan warna dan endapan berwarna coklat merah. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya
endapan warna coklat merah. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya
Ag2CrO4 (Alexeyev,V,1969). Percobaan ini dilakukan sampai 3 kali perulangan dan volume
AgNO3 yang diperlukan dari buret dicatat.
Pada awal sebelum dilakukan titrasi, larutan NaCl yang sudah dicampur K2CrO4 berwarna
kuning. Namun setelah dititrasi dengan AgNO3 , larutan NaCl berubah warnanya dan
menghasilkan endapan. Endapan Ag2Cr2O4 mulai terbentuk setelah semua Cl - diendapkan
sebagai AgCl, dan terjadi perubahan warna endapan dari putih menjadi coklat merah. Titrasi
dilakukan dalam suasana netral atau basa lemah (pH 7 10). Jika suasana larutan terlalu asam
akan mengurangi kepekaan indikator, sedangkan jika terlalu basa akan terbentuk endapan AgOH
atau Ag2O sebelum terbentuk endapan Ag2CrO4 (Narufiati,2009).
Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan
terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- 2 AgOH
2AgOH Ag2O + H2O
Untuk titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan
warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi
pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit(skogg,1965).
Dalam percobaan ini dipilihnya indikator kalium kromat karena suasana sistem cenderung
netral. Jika kalium kromat pada reaksi dengan suasana asam, maka ion kromat menjadi ion
bikromat dengan reaksi :
Sedangkan dalam suasana basa, ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi :
Hasil reaksi berupa endapan AgCl. Ag+ dan AgNO3 dengan Cl-dari NaCl akan bereaksi
membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Setelah ion Cl - dalam NaCl telah bereaksi
semua, maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO42- dari K2CrO4 (indikator) yang ditandai
dengan perubahan warna, dari kuning menjadi merah bata. Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat
habis bereaksi dengan NaCl. Keadaan tersebut dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol
grek AgNO3 sama dengan jumlah mol grek NaCl. Pemilihan indikator dilihat juga dari
kelarutan. Ion Cl- lebih dulu bereaksi pada ion CrO 42-, kemungkinan karena perbedaan
keelektronegatifan Ag+ dan Cl- lebih besar dibandingkan Ag+ dan CrO42-. Selain itu ion Cl- jika
bereaksi dengan Ag+ akan lebih mengendap karena kelarutannya :
KspAgCl = 1,82 x 10-10 , sedangkan kelarutan ion kromat Ksp K2CrO4 = 1,1 x 10-
12
(Pinilih,2007).
Dalam proses standarisasi AgNO3 dengan NaCl digunakan 25 ml NaCl dan volume rata-rata
AgNO3 yang diperlukan dalam percobaan adalah 2,95 mL. Dengan rumus netralisasi V1.N1 =
V2 . N2, maka normalitas AgNO3 dapat dihitung dengan rumus perhitungan :
N AgNO3 = QUOTE
dan diperoleh hasil N AgNO3 rata-rata adalah 0,144 N. AgNO3 perlu distandarisasi agar
diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3 0,1 N atau paling tidak mendekati yang
nantinya digunakan untuk menstandarisasi larutan yang lain. Dan juga kemurnian garam
AgNO3 yang tinggi sehingga garam tersebut dapat digunakan larutan standar primer
(Harizul,1995).
2. Pembakuan
Metode yang dipakai untuk pembakuan kalium tiosianat ini adalah metode valhard. Yaitu
digunakannya indikator Fe3+(Khopkhar,1990). Proses pembakuan KCNS dengan
AgNO3 bertujuan untuk menentukkan normalitas dari KCNS dan dari volume rata-rata KCNS
yang diperlukan untuk menstandarasisasi AgNO3. Prosedur kerja yang dilakukan sama halnya
dengan pembakuan AgNO3. Perak nitrat 0,1 N sebanyak 25 mL ditakar seksama dalam
erlenmeyer. Sebelum di titrasi larutan AgNO3 ditambah HNO3 1 mL dan indikator besi(III)
ammonium sulfat sebanyak 1 mL. Fungsi penambahan asam nitrat disini ialah untuk
menciptakan suasana asam, karena untuk titrasi metode valhard harus dilakukan dalam suasana
asam, sebab ion besi(III) akan diendapkan menjadi Fe(OH) 3 jika suasananya basa, titik akhir
tidak dapat ditunjukkan. pH larutan harus dibawah 3(Sudjadi,2007).
Sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ karena kelebihan larutan KCNS akan diikat
oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN(Khopkhar,1995).
Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh. Pada awal penetesan KCNS, terjadi reaksi yang
menimbulkan endapan AgCNS yang berwarna putih dengan persamaan reaksi :
AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih, tetapi larutan masih bening. Setelah Ag + dalam
AgNO3 habis bereaksi maka sedikit kelebihan KCNS dalam sistem akan menyebabkan ion
CNS- bereaksi dengan Fe3+ dari ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-dengan reaksi :
N KCNS = QUOTE
dan diperoleh hasil N KCNS rata-rata adalah 0,117 N. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna
0,7-1% sebelum titik ekivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan dicapai titik
akhir titrasi, titrasi digojog kuat-kuat supaya ion perak yang diabsorpsi oleh endapan perak
tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat (Sudjadi,2007).
Dengan BE kalium kloridaadalah 74,5 sedangkan N titran 0,144 maka didapatkan % kadar (b/b)
adalah 122,3 %, 120,2 %, 115, 9 %. Rata-rata % kadar adalah 119,467 %.
Kalium klorida mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % KCl,
dihitung terhadap zat yang telah kering ( Anonim,1995 ).Pemerian Hablur bentuk memanjang,
prisma atau kubus, tidak berwarna, atau serbuk granul putih, tidak berbau, rasa garam, stabil di
udara, larutan bereaksi netral terhadap lakmus(Anonim,1995 ).Kelarutan mudah larut dalam air,
lebih mudah larut dalam air mendidih, tidak larut dalam etanol ( Anonim,1995 ).
Penggunaan indikator kalium kromat berhubungan langsung dengan sifat kalium kromat
yaitu indikator ini dibuat dengan kadar 5% (5 gr kalium kromat dalam 100 ml air) dan digunakan
pada titrasi dengna metode Mohr. Indikator ini digunakan pada titrasi ion klorida pada suasana
yang larutannya netral, dan pada waktu titik akhir tercapai akan memberikan endapan merah dari
Ag2CrO4. Peristiwa ini merupakan suatu pengendapan bertingkat dari sepasang garam yang
sedikit larut (Mursyidi, 2006).
Permulaan titrasi menghasilkan endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen,
maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan
perak kromat yang berwarna merah.
( Mursyidi, 2006 ).
-
Pada awal penambahan, ion Cl dan KCl yang tergantung dalam larutan bereaksi dengan
ion Ag+ yang ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Sedangkan
larutan pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K 2CrO4. Saat terjadi tiik
ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag+ yang berarti ion Cl- habis dalam
sistem. Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+ bereaksi
dengan ion CrO42- dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih dengan warna
merah bata.
Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Saat sebelum TE sampai saat TE
AgNO3 (aq) + KCl (aq) AgCl (putih) + KNO3 (aq)
Saat setelah TE
2 Ag+ (aq)+ CrO4 2- (aq) Ag2CrO4 (s) (endapan putih berwarna merah bata)
( Sudjadi, 2004).
Kadar KCl murni dalam literatur adalah 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% KCl. Dalam
percobaan ini masih terdapat hasil yang tidak sesuai dengan literatur. Hal tersebut mungkin
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan praktikan.
2. Kekurangtelitian dalam pembuatan larutan standar ataupun larutan ujinya.
3. Adanya kesalahan - kesalahan teknis dalam titrasi semisal volume penetesanlarutan standar
berlebihan
).
Dengan BE Vitamin B1 adalah 327,36 maka didapatkan kadar (b/b) 53,62%, 68,94%, dan
107,24%. Rata-rata kadar adalah 76,6%.
Penetapan kadar vitamin B1 dilakukan sebanyak tiga kali replikasi. Pelarut yang
digunakan adalah air, karena sifat vitamin B1 yang mudah larut dalam air. Titran yang digunakan
adalah NH4SCN 0,1 N secara berlebihmenggunakan indicator FeSCN.
Penggunaanindicator :
Fe+++ + SCN - (FeSCN)++
Penetapan kadar vitamin B1 dengan metode Volhard harus dilakukan dalam suasana
asam. Hal tersebut dilakukan jika suasananya basa maka akan terjadi reaksi antara perak nitrat
dengan basa membentuk Ag ( OH ) yang pada tahap selanjutnya akan membentuk endapan putih
Ag2O akibatnya perak nitrat tidak hanya bereaksi dengan sampel tetapi juga dengan basa
(Sudjadi, 2004 ).
Pemilihan indikator Fe ( III ) amonium sulfat berkaitan langsung dengan sifat indikator
ini yang merupakan larutan jenuh ( kurang lebih 40 % ) ferri amonium sulfat dalam air dan
ditambah beberapa tetes asam nitrat. Indikator ini digunakan dalam metode Volhard. Ferri
amonium sulfat akan membentuk warna merah dari kompleks Fe ( III ) tiosianat dalam
lingkungan asam nitrat 0,5 1,5N. Perubahan warna terjadi 0,7 1 % sebelum titik akhir dalam
titrasi ini. Selainitu, indicator yang dipakaiiniyaitu Fe+++dengantitran NH4SCN0,1
Nbergunauntukmenetralkankadargaramperakdengantitrasikembalisetelahditambahlarutanstandar
berlebih(Mursyidi, 2006).
Reaksi yang terjadi adalah :
2Fe 3+ + 6CNS- Fe3+ [ Fe (SCN)]63- merah
( Mursyidi,2006 ).
Penambahan larutan tiosianat itu menghasilkan mula-mula endapan perak tiosianat (Ksol 7,1 x
10 -13) :
Ag+ + SCN- AgSCN ( Vogel, 1994 )
Bila reaksi ini telah lengkap, kelebihan tiosianat yang paling sedikitpun akan menghasilkan
pewarnaan merah disebabkan oleh terbentuknya suatu ion komplek :
Fe3+ + SCN- [ FeSCN]2+ ( Vogel, 1994 )
Vitamin B1 mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0 %
C12H17ClN4OS. HCl dihitung terhadap zat anhidrat (Anonim, 1995).
Perbedaan hasil kadar dari percobaan yang dilakukan tidak sesuai dengan literatur. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya kebocoran pada buret yang digunakan,
timbangan analitik yang mengalami kerusakan, serta kekurang telitian praktikan dalam
menentuan titik akhir.
Titrasi argentometri dalam dunia farmasi digunakan untuk penentuan kadar : ammonium
klorida, fenoterol hidrobromida, kalium klorida, klorbutanol, melfalan, metenamin mandelat dan
sediaan tabletnya, natrium klorida, natrium nitroprusida, sistein hidroklorida, dan tiamfenikol
(Rohman, 2007 ).
Dengan BE kalium iodida adalah 166 maka didapatkan % kadarKaliumIodida(b/b) adalah 129,08
%, 102,787 %,dan119,52 %. Rata-rata % kadar adalah 117,129%.
Kalium iodida mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,5 % KI,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim,1995). Pemerian: Hablur heksahedral,
transparan atau tidak berwarna atau agak buram dan putih atau serbuk granul putih; agak
higroskopik. Larutan menunjukkan reaksi netral atau basa terhadap lakmus (Anonim,1995).
Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air, terlebih dalam air mendidih; mudah larut dalam
gliserin; larut dalam etanol (Anonim,1995).
Penetapan kadar kalium iodida dengan indikator adsorbsi yaitu eosin. Metode ini disebut
dengan metode fajans. Metode ini menggunakan adsorbsi yaitu merupakan zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan, sehingga dapat menimbulkan warna.
Reaksi yang terjadi adalah :
AgNO3 (aq) + KI (aq) AgI + KNO3 (aq) ( Sudjadi, 2004).
Endapan berwarna merah muda dengan endapan berwarna orange karena pengaruh warna eosin
yang mempunyai struktur berikut :
Eosin
Dibandingkan dengan literatur yang menyatakan bahwa kalium iodida mengandung tidak
kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,5 % KI (Anonim, 1995). Hasil percobaan yang
didapat tidaksesuaidengan literature yang kami dapatkan. Perbedaan hasil kadar dari percobaan
yang dilakukan dengan literatur dapatdisebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya
kebocoran pada buret yang digunakan, timbangan analitik yang mengalami kerusakan, serta
kekurangtelitian praktikan dalam menentuan titik akhir.