Disusun oleh:
Nathania Kosuhary (030.12.188)
Pembimbing:
dr. Hery Susanto, Sp.A
Penyusun:
Nathania Kosuhary
030.12.188
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
periode 27 Februari 06 May 2017.
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada tanggal
06 April 2017, pukul 07:00 WIB, di Ruang PICU RSUD Kardinah.
A. Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang bayi laki-laki, berusia 2 bulan lebih 14 hari datang ke IGD RSUD
Kardinah atas rujukan dari RS Pala Raya dengan keluhan penurunan kesadaran post kejang
disertai demam, anemia perbaikan dan perdarahan intrakranial. Awalnya, pasien mengalami
demam 1 hari, dan dibawa kebidan, dilakukan pengukuran suhu 380C setelah itu diberikan
obat penurun panas, dan sudah tidak demam. Keesokan hari nya pasien muntah, muntah
sebanyak > 3x, setiap kali minum ASI selalu muntah. Malam harinya, pasien kejang,
kelojotan 4x, mata terbuka keatas, kurang lebih sekitar 15 menit. Setelah kejang pasien
lemas, tidak menangis dan tertidur. Ibu pasien membawa pasien ke RS Pala Raya. Pasien di
1
rawat di RS selama 3 hari, selama di RS pasien mengalami demam naik-turun dan kejang >
5x sehari, dan sempat berhenti nafas, lalu pasien di rujuk ke RSUD Kardinah
Menurut ibunya, pasien tidak memiliki riwayat BAB hitam, batuk, sesak nafas, mimisan,
dan gusi berdarah. Pasien juga tidak pernah telihat pucat atau biru. Riwayat trauma pada
daerah kepala disangkal. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
- Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.
- Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
- Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan tertentu
- Penyakit lain, seperti asma, penyakit jantung, dan sebagainya disangkal
L. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis B yang diberikan saat lahir dan Polio
saat pasien berusia 2 minggu.
M. Silsilah/Ikhtisar Keturunan
3
Keterangan : = Laki-laki = Pasien
= Perempuan = Meninggal
III.PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2016, pukul 10.00 WIB, di Ruang PICU
RSUD Kardinah.
Kesadaran : GCS E4M4V2
Kesan umum
Tampak lemah (+) Retraksi (-)
Menangis (+) kurang kencang Ikterik (-)
Sesak (+), terpasang sungkup O2 Gerak (+) kurang aktif
Sianosis (-)
Tanda Vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 143 x/m
Pernapasan : 54 x/m
Suhu : 38.6 oC
SpO2 : 100%
Data Antropometri
Berat badan : 4800 gr
Panjang badan : 54 cm
Status Internus
Kepala : Mesosefali, lingkar kepala : 41 cm. UUB masih terbuka, teraba
tegang,
molase (-) cephalhematoma (+)
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-),
mata
4
cekung (-/-), ptosis (+/-)
Hidung : Bentuk normal, deformitas (-), deviasi (-), sekret (-/-), napas cuping
hidung (-)
Telinga : Normotia, discharge (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-), labioschizis (-),
palatochizis (-)
Leher : Simetris, tidak terdapat pembesaran KGB
Thorax : Dinding thorax normothorax dan simetris
o Paru :
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri. Strenum dan iga normal.
Retraksi subcostal (-). Gerak napas simetris, tidak ada hemithotax yang
tertinggal.
Palpasi : Simetris, tidak ada yang tertinggal
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler(+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
o Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.
Perkusi : Sulit dinilai
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (+), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, simetris
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Supel, distensi (-), turgor kembali < 2 detik, hepar dan lien tidak
membesar, asites (-)
Perkusi : timpani di 4 kuadran
Vertebra : spina bifida (-), meningocele (-)
Genitalia : tidak ada kelainan, jenis kelamin laki-laki
Anorektal : tidak ada kelainan
Ekstremitas:
5
Superior Inferior
Deformitas -/- -/-
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT < 2 < 2
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Spastic Spastic
Ref. Fisiologis + +
Ref. Patologis - -
31 Agustus 2016
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
CBC
Hemoglobin 10.7 g/dL 9.2 13.6
Lekosit 12.7 103 /uL 5.5 18
Hematokrit 31.7 () % 41 65
Trombosit 783 () 103 /uL 217 497
Eritrosit 3.4 106 /uL 2.8 4.8
6
RDW 13.7 % 11.5 14.5
MCV 92.4 U 81 121
MCH 31.2 Pcg 24 36
MCHC 33.8 () g/dL 28 32
KIMIA KLINIK
Total protein 5.42 g/dL 5.1 7.3
Albumin 4.07 g/dL 3.20 4.80
Globulin 1.35 () g/dL 2.30 3.50
ELEKTROLIT
Natrium 135.6 mmol/L 132 145
Kalium 3.59 mmol/L 3.1 5.1
Klorida 97.3 mmol/L 96 - 111
2 September 2016
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
CBC
Hemoglobin 13.9 () g/dL 9.2 13.6
Lekosit 15.6 103 /uL 5.5 18
Hematokrit 40.1 () % 41 65
Trombosit 511 () 103 /uL 217 497
Eritrosit 4.7 106 /uL 2.8 4.8
RDW 14.1 % 11.5 14.5
MCV 86.2 U 81 121
MCH 29.9 Pcg 24 36
MCHC 34.7 () g/dL 28 32
6 September 2016
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
CBC
Hemoglobin 12.8 g/dL 9.2 13.6
Lekosit 15.0 103 /uL 5.5 18
Hematokrit 36.2 () % 41 65
Trombosit 438 103 /uL 217 497
Eritrosit 4.3 106 /uL 2.8 4.8
RDW 13.7 % 11.5 14.5
MCV 84.4 U 81 121
MCH 29.6 Pcg 24 36
MCHC 35.4 () g/dL 28 32
ELEKTROLIT
Natrium 141.6 mmol/L 132 145
Kalium 4.51 mmol/L 3.1 5.1
Klorida 107.6 mmol/L 96 111
ANALISIS CAIRAN OTAK
Makroskopis
Warna Kuning Kuning muda-kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
Kimia
7
Test nonne Apekt Negatif Negatif
Fandy Negatif Negatif
Glukosa 52.0 mg/dL : Glukosa plasma = transudat
> glukosa plasma = eksudat
Mikroskopis
Hitung jumlah Negatif <1000 = transudat
leukosit >1000 = eksudat
Hitung eritrosit 12 15 0 - 100000
Polimorfonukleus Negatif 30.0 50.0
Mononukleus Negatif >50 % = inflamasi kronis
09 September 2016
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
CBC
Hemoglobin 13.8 () g/dL 9.2 13.6
Lekosit 10.7 103 /uL 5.5 18
Hematokrit 38.9 () % 41 65
Trombosit 646 () 103 /uL 217 497
Eritrosit 4.6 106 /uL 2.8 4.8
RDW 13.1 % 11.5 14.5
MCV 83.8 U 81 121
MCH 29.7 Pcg 24 36
MCHC 35.5 () g/dL 28 32
b. Pemeriksaan radiologi
Rontgen Thorax AP
8
Kesan :
jantung tidak tampak membesar
bronkopneumonia
CT-Scan Kepala
Gambaran :
Tampak lesi hipoden pericalvaria
regio fronto temporo parietal dextra
dan sinistra dengan densitas
inhomogen
Giry tegas, sulcy dalam
Sistema ventrikel lebar
Struktur median tidak deviasi
Kesan :
Subdural hematoma lama regio
temporo parietal dextra dan sinistra
Atrofi cerebri.
V. PEMERIKSAAN KHUSUS
A. Data Antropometri
Bayi laki-laki usia 1,5 bulan
Berat badan 4800 gram
Panjang badan 54 cm
Lingkar kepala 39 cm
Lingkar kepala : 41 cm
Kesan : mesosefali
IX. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
O2 face mask 5 lpm
IVFD D5 NS (15 tpm)
Inj. Meropenem 2 x 250mg
Inj. Vit. K 1 x 1 mg (i.m, untuk 3 hari)
P.O paracetamol 3 x 0.5 ml (drop)
b. Non-medikamentosa
O2 face mask 5 lpm
Diit ASI/PASI 8 x 30-60 ml
Konsul dan rawat bersama Sp.BS
Rawat intensif, monitor tanda vital
Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasi yang mungkin
X. PROGNOSIS
11
XII. FOLLOW UP
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai Hemorrhagic
Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal dengan Acquired Prothrombin Complex
Deficiency (APCD). PDVK adalah perdarahan spontan atau akibat trauma yang disebabkan
karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX,
dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit,
masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan pemberian vitamin K.1
2.2 Etiologi
Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari empat fase
yaitu fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah), fase trombosit (timbul aktifitas
trombosit), fase plasma (terjadi interaksi beberapa faktor koagulasi spesifik yang beredar di
dalam darah) dan fase fibrinolisis (proses lisis bekuan darah). Bila salah satu dari keempat
proses ini terganggu, maka akan timbul gangguan pada proses hemostasis yang manifestasi
klinisnya adalah perdarahan.1
Secara umum gangguan pembekuan darah masa anak disebabkan oleh beberapa
keadaan seperti pada tabel 1.
5. Lain-lain
a. Setelah transfusi masif
b. Setelah mendapatkan sirkulasi ekstrakorporal
c. Penyakit jantung bawaan, amiloidosis, sindroma nefrotik
2.3 Epidemiologi
Angka kejadian VKDB berkisar antara 1:200 sampai 1:400 kelahiran bayi yang tidak
mendapat vitamin K profilaksis. Di Amerika Serikat, frekuensi VKDB dilaporkan bervariasi
antara 0,25-1,5% pada tahun 1961, dan menurun menjadi 0-0,44% pada 10 tahun terakhir
dengan adanya program pemberian profilaksis vitamin K. Di Jepang, insiden VKDB
mencapai 20 25 per 100.000 kelahiran. 16 Danielsson pada tahun 2004 melaporkan bahwa
insidens VKDB di Hanoi Vietnam sangat tinggi, sebesar 116 per 100.000 kelahiran. Angka
kematian akibat VKDB di Asia mencapai 1:1200 sampai 1:1400 kelahiran. Angka kejadian
tersebut ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:500 kelahiran, di daerah-daerah yang tidak
memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir.2,3
Di Indonesia, data mengenai VKDB secara nasional belum tersedia. Hingga tahun
2004 didapatkan 21 kasus di RSCM Jakarta, 6 kasus di RS Dr Sardjito Yogyakarta dan 8
kasus di RSU Dr Soetomo Surabaya.
17
kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri usus karena pemakaian antibiotika berlebihan,
gangguan fungsi hati (koletasis), kurangnya asupan vitamin K pada bayi yang mendapatkan
ASI ekslusif, serta malabsorbsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.2,4
2.5 Klasifikasi
Meskipun terdapat beberapa kontroversi mengenai rentang waktu antara kelahiran
sampai terjadinya perdarahan awal, vitamin K deficiency bleeding diklasifikasi menjadi tiga
periode waktu setelah kelahiran, antara lain4:
Perdarahan dini akibat defisiensi vitamin k biasanya terjadi selama 24 jam pertama
setelah lahir. Hal ini terlihat pada bayi yang lahir dari ibu mengambil antikonvulsan atau obat
antituberkulosis. Komplikasi perdarahan yang serius dapat terjadi dalam jenis perdarahan.
Mekanisme yang antikonvulsan dan antituberkulosis obat menyebabkan perdarahan
kekurangan vitamin K pada neonatus tidak dimengerti dengan jelas, tetapi penelitian yang
terbatas menunjukkan bahwa perdarahan kekurangan vitamin K adalah hasil dari defisiensi
vitamin K dan dapat dicegah dengan pemberian vitamin K kepada ibu selama 2-4 minggu
terakhir kehamilan. Suplemen vitamin K diberikan setelah kelahiran untuk onset dini
perdarahan kekurangan vitamin K mungkin terlalu terlambat untuk mencegah penyakit ini,
terutama jika suplementasi vitamin K tidak disediakan selama kehamilan. 4
Obat yang dikonsumsi ibu dan / atau paparan racun selama kehamilan berhubungan
dengan perdarahan kekurangan vitamin K pada neonatus (misalnya, antikonvulsan: fenitoin,
barbiturat, karbamazepin, obat antitubercular: rifampisin, isoniazid, vitamin K antagonis:
warfarin, phenprocoumon). 4
Perdarahan klasik akibat defisiensi vitamin k biasanya terjadi setelah 24 jam dan
hingga akhir minggu pertama kehidupan. Klasik vitamin K perdarahan kekurangan diamati
pada bayi yang belum menerima vitamin K profilaksis saat lahir. Insiden klasik berkisar
defisiensi vitamin K perdarahan 0,25-1,7 kasus per 100 kelahiran. Biasanya penyakit ini
terjadi dari hari kedua kehidupan sampai akhir minggu pertama, namun dapat terjadi selama
bulan pertama dan kadang-kadang tumpang tindih dengan akhir-onset perdarahan kekurangan
vitamin K. Bayi yang memiliki Vitamin K deficiency bleeding klasik sering sakit, menunda
18
makan, atau keduanya. Perdarahan biasanya terjadi pada umbilikus, GI saluran (yaitu,
melena),, kulit hidung, situs bedah (misalnya, sunat), dan, jarang, di otak. 4
Hal ini biasanya terjadi antara usia 2-12 minggu, namun, akhir-onset vitamin K
perdarahan kekurangan dapat dilihat selama 6 bulan setelah kelahiran. Penyakit ini paling
sering terjadi pada bayi yang disusui yang tidak menerima vitamin K profilaksis saat lahir.
Vitamin K konten rendah dalam ASI matang dan berkisar dari 1-4 mcg / L. Kontaminan
industri dalam ASI telah terlibat dalam mempromosikan vitamin K perdarahan kekurangan.
Lebih dari setengah dari bayi hadir dengan perdarahan intrakranial akut.4
19
luka.2,6
Jalur pembekuan darah intrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan XII, dibantu
dengan protein prekalikrein, High-Molecular Weight Kininogen (HMWK), ion kalsium dan
fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor
XII bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya
fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian
mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses pembekuan
melalui aktivasi faktor XI, IX, X dan II (protrombin) secara berurutan (Gambar 1).2
Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion Ca,
faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor VIIIa pada
proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X. Aktifasi faktor VIII
menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan tetapi makin tinggi kadar
trombin, malah akan memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif.2,6,7
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue factor
(TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel, adanya kontak
dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan berikatan dengan faktor
VIIa akan mempercepat aktifasi faktor X menjadi faktor Xa sama seperti proses pada jalur
intrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan
TF ternyata juga mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur
ekstrinsik dan intrinsik.2
20
Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi trombin
(faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan bantuan
kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit, ion Ca, faktor V dan Xa.
Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan kompleks protrombinase. Seperti faktor
VIII, faktor V teraktivasi menjadi faktor Va dipivu oleh adanya trombin. Selain itu trombin
juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-
linked fibrin polymer yang lebih kuat.2
Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang diperlukan dalam
sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K dependent protein ) atau GIa. Vitamin K
diperlukan sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X (kompleks protrombin) serta protein
C dan S yang berperan sebagai antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Molekul-
molekul faktor II, VII, IX dan X pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam
21
bentuk prekursor tidak aktif. Vitamin K diperlukan untuk konversi prekursor tidak aktif
menjadi faktor pembekuan yang aktif.3
Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan dari proses koagulasi sehingga
menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan atau dikenal dengan Vitamin K
Deficiency Bleeding (VKDB).2
Gambar 2 menunjukkan terjadinya fase karbosilaksi dalam siklus metabolisme
vitamin K. Pada kondisi defisiensi vitamin K, rantai polipeptida dari faktor koagulasi
tergantung vitamin K tetap terbentuk normal, namun fase karboksilasi (proses gamma
karboksilasi dari amino terminal glutamic acid) tidak terjadi. Sehingga bentuk akarboksi dari
faktor II, VII, IX dan X tidak mampu berikatan dengan ion kalsium dan tidak dapat berubah
menjadi bentuk aktif yang diperlukan dalam proses koagulasi.2
Kadar vitamin K pada ASI < 5 mg/ml, jauh lebih rendah dibandingkan dengan susu
formula yaitu sekitar 50 - 60 mg/ml. Selain itu pada usus bayi yang mendapat susu formula,
mengandung bakteri bacteriodes fragilis yang mampu memproduksi vitamin K. Sedangkan
pada bayi dengan ASI eksklusif, ususnya mengandung bakteri Lactobacillus yang tidak dapat
memproduksi vitamin K.2
2.7 Diagnosis
Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
22
Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset perdarahan, lokasi perdarahan,
pola pemberian makanan, serta riwayat pemberian obat-obatan pada ibu selama kehamilan.
Pemeriksaan fisik ditujukan untuk melihat keadaan umum bayi dan lokasi perdarahan pada
tempat-tempat tertentu seperti GIT, umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya.2
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan aktifitas faktor II, VII, IX, dan X
sedangkan faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia. Terdapat pemanjangan waktu
pembekuan, Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT), sedangkan
Thrombin Time (TT) dan masa perdarahan normal. Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan
atau MRI dapat dilakukan untuk melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai adanya
perdarahan intrakranial. Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K
memperkuat diagnosis VKDB.2,3,8
VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang didapat maupun
yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga dapat menyebabkan
gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga memberikan manifestasi klinis
perdarahan. Tabel dibawah memperlihatkan gambaran laboratorium kedua kelainan tersebut.2
24
Neo K ini apa bila diberikan secara berlebihan akan menyebabkan Hiperbilirubinemia, dan
terjadi reaksi hipersensitif termasuk syok anafilaktik dan kematian.12
Gambar 3. Neo K Ampul.
Bayi yang dicurigai mengalami VKDB harus segera mendapat pengobatan vitamin K1
dengan dosis 1 2 mg/hari selama 1 3 hari. Vitamin K1 tidak boleh diberikan secara
intramuskular karena akan membentuk hematoma yang besar, sebaiknya pemberian dilakukan
secara subkutan karena absorbsinya cepat. Pemberian secara intravena harus
diperti.mbangkan dengan seksama karena dapat memberikan reaksi anafilaksis, meskipun
jarang terjadi.2
Selain itu pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat dipertimbangkan pada bayi
dengan perdarahan yang luas dengan dosis 10 15 ml/kg, mampu meningkatkan kadar faktor
koagulasi tergantung vitamin K sampai 0,1 0,2 unit/ml. Respon pengobatan diharapkan
terjadi dalam waktu 4 6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan dan pemeriksaan faal
hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24
jam maka harus dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati. Transfusi Packet Red
Cell (PRC) berfungsi untuk mengatasi anemia. Penatalaksanaan lain untuk perdarahan
intrakranial dapat di berikan anticonvulsan, dexamethasone iv, pemeriksaan cairan subdural
setiap hari dengan cara penekanan, dan pungsi lumbal pada saat keadaan membaik serta
pencegahan komplikasi neurologis dan stimulasi untuk kecacatan neurologis. 2,6
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada VKDB ini adalah perdarah intrakranial, dan komplikasi
pemberian vitamin K antara lain reasksi ana filaksis bila diberikan secara IV, anemia
25
haemolitik, hiperbilirubinemia dalam dosis tinggi, dan hematoma pada lokasi suntikan.12,13
2.11 Prognosis
Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin K1 akan
membaik dalam waktu 24 jam.9 Angka kematian pada VKDB dengan manifestasi perdarahan
berat seperti intrakranial, intratorakal dan intraabdominal sangat tinggi. Pada perdarahan
intrakranial angka kematian dapat mencapai 25% dan kecacatan permanen mencapai 50
65%.2,8
26
DAFTAR PUSTAKA
1 Prof. DR. dr. Sudigdo Sastroasmoro Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K, Buku
Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak 2007: 279-281
27
13 Kementerian kesehatan Anak, Pentingnya Pemberian Vitamin K1 Pada Bayi Baru
Lahir. Direktorat Bina Kesehatan Anak. 2011.
http://www.kesehatananak.depkes.go.id. [Accessed on July 24th 2016].
28