Anda di halaman 1dari 10

REGIONAL ANESTESI PADA PEDIATRIK

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


Blok spinal dapat dipergunakan pada operasi dengan durasi singkat (lebih
dari 45 menit, atau 60 menit bila ditambahkan vasokonstriktor) pada regio sub
umbilikal. Oleh karena itu dimungkinkan juga tehnik ini dipergunakan pada
operasi abdominal seperti appendiktomi dan herniotomi inguinal, serta operasi
pada genitalia eksternal dan ekstremitas bawah. Grup umur yang mungkin sekali
diuntungkan adalah neonatus dan bayi prematur yang menderita sindrom respirasi
distress dan yang mempunyai resiko apneu apabila dilakukan anestesi umum
(Maurice, 1990).
Risiko apneu yang mengancam jiwa (menahan nafas, hipoksemia,
bradikardi, atau kombinasi) sesudah pembedahan meningkat signifikan pada bayi
prematur (dengan insiden lebih dari 80%), tanpa memandang tehnik anestesia
yang dipakai. Insiden gangguan respirasi secara umum sesudah operasi dilaporkan
antara 20-50-%.
Ada 3 faktor yang berhubungan dengan apneu post operatif yaitu :
1. Bayi dengan umur kehamilan <37 minggu
2. Bayi dengan umur < 60 minggu
3. Bayi dengan anemia
Kira-kira menahan nafas 70 % bersifat sentral, 10 % obstruksi, sedangkan
sisanya merupakan kombinasi keduanya. Beberapa pengalaman terakhir
menunjukkan bahwa insiden apneu dapat dikurangi tapi tidak dihilangkan dengan
spinal anestesi. Konsekuensinya tehnik yang tidak menimbulkan sedasi atau tidak
menggunakan agen inhalasi akan memberikan keuntungan. Spinal anestesi lebih
dianjurkan dari pada anestesi umum pada bayi prematur yang menjalani
pembedahan abdomen bagian bawah. William et al, 2001 mengemukakan bahwa
komplikasi kardio respiratorik sering terjadi pada bayi prematur walaupun
prosedur pembedahan hanya minor. Anestesi umum bahkan dengan agen inhalasi
modern seperti sevoflurane dapat menimbulkan gangguan pada kardio respiratorik
terutama pada anak. Spinal anestesi lebih menguntungkan tapi bisa menimbulkan
stres pada bayi karena angka kegagalan blok yang cukup tinggi. Keadaan paralisis
pada ekstremitas bawah akan mempermudah prosedur pembedahan dimana
anestesi umum tidak dilakukan (Maurice, 1990; William et al, 2001; Shenkman et
al, 2002; Alifimoff, Cotte, 1993; Ecoffey, 2002; Dalens, 2000; Gingrich, 1993).
Tempat operasi, lama operasi, dan posisi operasi (supine, lateral, prone)
adalah hal yang sangat penting. Pertimbangan lain adalah usia pasien. Spinal
anestesia dapat diberikan pada bayi saat sadar tetapi pada usia pre sekolah dan
usia sekolah mungkin membutuhkan sedasi intravena dan pada pasien pediatri
dengan kesulitan intubasi (Suresh, 2006).
Secara ringkas indikasi regional anestesi dapat dibagi dalam hal :
1. Saat keadaan yang membuat general anestesi membahayakan pasien
dimana dalam keadaan yang lain mungkin dapat dianestesi tanpa kesulitan
2. Dapat membuat komplikasi yang serius pada pasien bila dilakukan general
anestesi
3. Direkomendasikan pada pasien dengan lambung penuh dan membutuhkan
operasi emergensi atau menghindari nyeri (pemeriksaan radiologi, wound
dressing, pengurangan fraktur ekstremitas tanpa mengganggu fungsi vital
atau mengubah kesadaran pasien)
4. Kondisi klinis seperti diabetes mellitus, cardiac failure, dan respiratory
distress dimana general anestesi dihindari
5. Pada operasi elektif dimana dibutuhkan kondisi bebas nyeri intra maupun
post operatif.
6. Untuk menghilangkan nyeri non operatif (mobilisasi sendi, muscle
stretching, fisioterapi) (Dalens, 2000)
Kontraindikasi untuk dilakukan spinal blok dibagi menjadi 2 kategori
yaitu kontraindikasi umum adalah septikemia, bakteriemia, dan koagulopati.
Sedangkan kontraindikasi lokal adalah infeksi pada tempat penyuntikan serta
kelainan kulit, otot, dan vertebra (Maurice, 1990).
Kontraindikasi relatif menurut Suresh, 2006 hampir sama dengan dewasa.
Penggunaan spinal anestesi pada anak dengan penyakit neuromuskuler adalah
kontroversial. Hal lain yang menjadi kontraindikasi termasuk deformitas anatomi,
infeksi pada tempat penusukan, adanya koagolopati yang mendasari, instabilitas
hemodinamik, adanya ventrikulo-peritoneal (atau ventrikuler yang lain) shunt dan
kejang yang tidak terkontrol. Pada neonatus dan anak dengan tekanan intrakranial
yang meningkat juga menghindari tehnik spinal anestesi (Suresh, 2006).

Tabel 1. Main General Contraindications to Regional Anesthesia


1. Coagulation disorders including anticoagulant therapy
(central blocks mainly)
2. Infection at the puncture site (any block)
3. Septicemia and meningitis (central blocks)
4. Uncorrected hypovolemia (central blocks)
5. True allergy to local anesthetics (all blocks), a very
unusual condition in pediatrics
6. Major (not minor) vertebral anomalies (central blocks)
7. Degenerative axonal diseases
8. Psychoneurotic disorder
9. Parental refusal
10. Patients at risk of compression in closed facial
compartments if appropriate postoperative supervision cannot
be guaranteed

Sumber : Dalens BJ, 2000. Regional Anesthesia in Children, in Anesthesia, Fifth edition, Miller,
RD, Churchill Livingstone

KEUNTUNGAN REGIONAL ANESTESI


1. Regional blok memodifikasi stress respon sehingga pulih sadar menjadi
lebih cepat dan tetap tenang pada periode post operatif tanpa tanda-tanda
ketidaknyamanan. Periode bebas nyeri ini secara psikologis merupakan
keadaan yang ideal untuk kesembuhan anak dan keluarganya sehingga
lama rawat inap menjadi singkat.
2. Analgesia oleh regional blok mengurangi level anestesi umum yang
diperlukan sehingga dapat dipertahankan pada level yang ringan. Hal ini
membawa beberapa konsekuensi, yaitu asidosis laktat yang dihasilkan
oleh anestesi umum khususnya halotan akan dikurangi, demikian juga
dengan insiden mual muntah post operative dapat diturunkan karena
penggunaan opioid minimal. Anak segera bangun pada akhir pembedahan.
Intake cairan dan makanan dapat diberikan lebih awal sehingga efek
metabolik anestesi dan pembedahan dapat diminimalkan.
3. Relaksasi otot akan baik jika menggunakan konsentrasi lokal anestesi yang
tepat. Pelumpuh otot tidak diperlukan. Ini merupakan faktor yang penting
pada bayi prematur dan neonatus dimana function meuromuskuler masih
imatur.
4. Refleks otonomik yang tidak diinginkan, seperti laringospasme dan
aritmia jantung yang sering ditemukan selama stimulasi pembedahan pada
perineum dan kulit, dibutuhkan anestesi yang dalam untuk menumpulkan
refleks itu. Blok regional mengeliminasi refleks ini serts level anestesi
umum yang dibutuhkan hanya ringan. Pada pasien yang bernafas spontan
ada penurunan dead space fisiologis dan frekuensi nafas, dengan end tidal
CO2 dalam batas normal dibandingkan dengan pasien dengan anestesi
umum.
5. Immobilisasi ekstremitas bawah memudahkan prosedur pembedahan.
Edema yang terjadi akibat trauma pembedahan lebih sedikit pada blok
regional. Mungkin hal ini disebabkan oleh drainase vena yang menjadi
lebih baik. Selain itu ekstremitas bisa diistirahatkan setelah pembedahan
seperti pada penyambungan tendon. Immobilisasi juga akan mengurangi
risiko terbukanya pembalut.
6. Sistem anestesi yang terbuka dengan aliran gas yang tinggi sering
digunakan pada anak ketika anestesi umum digunakan. Sistem ini
menimbulkan polusi di ruang operasi.
7. Pada kasus dengan riwayat keluarga hipertensi maligna, maka blok
regional merupakan tehnik pilihan. Baik ester maupun amida aman
digunakan pada kondisi ini.
8. Impotensi dan retensi urin jarang ditemukan pada blok regional pada
pediatrik, sehingga anak dengan kelainan ginjal merupakan kandidat yang
baik.
9. Perdarahan intra dan post operatif dapat berkurang.
10. Hernia inkarserata dapat spontan dikembalikan. Hal ini tentunya menunda
operasi cito terutama pada pasien dengan lambung penuh, sehingga
kondisi pasien dapat dioptimalkan.
11. Regional anestesi juga berguna jika ada kesulitan dengan anestesi umum
atau berhubungan dengan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas,
seperti bayi prematur dengan resiko apnea post anestesi, anak dengan
penyakit paru kronis atau anak dengan miopati. Regional anestesi
merupakan alternatif terhadap anestesi umum pada keadaan seperti ini.
Pasien seperti ini tidak akan tahan dengan anestesi, serta mempunyai
risiko yang tinggi komplikasi paru, terutama serangan apnea post operatif
(Ecoffey, 2002; Steinberg, 1990).

KERUGIAN REGIONAL ANESTESI


Beberapa penulis telah mengemukakan, durasi yang pendek (meskipun
menggunakan adrenalin) adalah merupakan kerugian yang utama. Dengan dasar
ini, pola anak dengan spinal anestesi berbeda dengan dewasa, serta spinal anestesi
tidak dapat diharapkan untuk memberikan analgesia post operatif. Kerugian lain
adalah sulit untuk mendapatkan kerjasama dari anak tanpa penggunaan anestesi
umum. Risiko sakit kepala tidak dapat diabaikan, tapi dapat diturunkan insidennya
dengan tehnik dan jarum dengan diameter kecil (Maurice, 1990).
Anestesi regional membutuhkan waktu tambahan untuk melakukan blok
dan menunggu sampai onsetnya tercapai. Oleh karena itu penggunaan ruang
induksi dapat mempermudah kerja di ruang operasi. Jika anestesi umum
dibutuhkan untuk melakukan blok, dibutuhkan seorang asisten untuk menjaga
jalan nafas serta memonitor pasien selama blok dilakukan. Kombinasi dua tehnik
ini dikritisi dengan alasan anak mungkin sehubungan dengan komplikasi yang
terjadi. Alasan ini mungkin lebih banyak bersifat teoritis. Beberapa ahli anestesi
anak berpendapat bahwa anestesi regional dapat digunakan sebagai pelengkap
anestesi umum seperti agen pelumpuh otot, atau narkotik intravena sebagai
suplemen anestesi umum dengan agen inhalasi. Kontra indikasi lainnya yaitu
Parent refusal, Sensory nervous system diseases, Serious sepsis, Bleeding
disorders, Vertebral malformations, Previous surgery on spines, Allergy (Ecoffey,
2000).

TEHNIK PELAKSANAAN
Posisi
Anak diposisikan lateral dekubitus dengan sisi yang akan dioperasi pada
bagian bawah tapi pada neonatus dan bayi kurang dari 3 bulan lebih disukai posisi
duduk. Metode dalam melaksanakan pungsi dura tidak berbeda dengan dewasa,
sebaliknya fleksibilitas tulang belakang anak akan membuat ruang intervertebrae
lebih mudah diidentifikasi. Posisi lateral dekubitus dipertahankan dan dicek
sebelum dilakukan penusukan untuk memastikan punggung dalan keadaan
vertikal. Jarum ditusukkan paralel dengan meja operasi. Pada neonatus dan bayi,
harus diperhatikan leher tidak boleh difleksikan seperti pada dewasa karena posisi
ini akan menymbat jalan nafas. Telah dibuktikan bisa terjadi hipoksemia selama
pungsi lumbal pada neonatus yang kondisinya lemah bila difleksikan. Posisi
duduk memberikan keuntungan untuk secara cepat mengetahui pungsi dura sudah
berhasil, karena pada posisi duduk tekanan hidrostatis cairan lebih tinggi,
sehingga alirannya lebih lancar melewati jarum spinal (Maurice, 1990; Alifimoff,
Cote, 1993; Dalens, 2000).
Proyeksi dan puncture
Puncture dilakukan di garis tengah pada L3-4 pada anak- anak lebih dari 1
tahun, dan pada L4-5 pada bayi karena pada usia ini medula spinalis berakhir pada
L3. Lamina bayi pada usia ini belum diklasifikasi secara sempurna sehingga tidak
bisa dijadikan landmark yang bisa dipercaya untuk pendekatan paramedian. Tidak
diperlukan introducer, bahkan untuk jarum 26 G karena kulit anak yang tipis.
Tetapi pengggunaannya akan mengurangi resiko larutan aseptik terbawa ke ruang
subarachnoid. Bevel dan jarum diarahkan lateral, sehingga serat seperti dipisahkan
dan tidak terpotong. Hal ini akan meminimalkan ukuran lubang akibat tusukan.
Gambar 6. Posisi duduk anak
Sumber : Maurice SL, 1990. Regional Anesthesia in Children, Kinkeong Printing CO PTE ELD
Singapore
Abajian, 1984 menganjurkan pada anak lebih baik tidak mengaspirasi
cairan serebrospinal sehingga jumlah obat lokal anestesi yang kecil tidak
diencerkan. Injeksi harus dilakukan perlahan tidak kurang dari 20 detik, untuk ini
dianjurkan pemakaian syringe insulin terutama pada bayi dan neonatus. Suntikan
yang terlalu cepat mengakibatkan difusi luas dari larutan sehingga durasi blok
menjadi lebih singkat. Sebagai tindakan yang aman, syringe hanya berisi sejumlah
obat lokal anestesi yang akan digunakan. Sesudah obat lokal anestesi dimasukkan
ke ruang sub arachnoid, kaki pasien tidak boleh diangkat lebih tinggi dari kepala,
khususnya jika pada elektrokauter akan digunakan karena hal ini bisa
menimbulkan total spinal. Alifimoff, 1993 telah mengalami kasus total spinal
dengan agen tetracaine dosis 0,6 mg/kgBB. Mungkin ada beberapa faktor seperti
penggunaan jarum dengan ukuran cukup besar (No.22) dan syringe tuberkulin
menyebabkan injeksi dengan tekanan tinggi melewati jarak yang relatif pendek
antar vertebra, kombinasi hal tersebut membuat kecepatan injeksi merupakan
salah satu pertimbangan penyebab total spinal pada neonatus dan bayi. Dead
space dari jarum 0,004 ml, harus diperhitungkan ketika menentukan dosis. Dosis
lokal anestesi yang tidak cukup akan membuat level anestesi yang rendah atau
patchy analgesia. Blok yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan aktifitas
otot interkostal yang terlihat dengan penurunan ekspansi dinding dada dan timbul
pernafasan yang paradoksal (Maurice, 1990; Alifimoff, Cote, 1993; Shenkman et
al, 2002).
Sesudah jarum ditarik, anak diposisikan supine jika dikehendaki anestesia
yang bilateral. Jika larutan hiperbarik digunakan, kepala dan thorak agak
ditinggikan (sekitar 15-20 derajat) selama 2-3 menit untuk mencegah level spinal
blok yang terlalu tinggi jika posisi ini dipertahankan lebih lama level blok
mungkin inadekuat, tapi pada larutan isobarik anak harus diposisikan datar. Bila
akan dilakukan unilateral anestesia, posisi lateral dekubitus dipertahankan 1 menit
sesudah injeksi larutan hiperbarik. Hanya sekitar 2-4 menit waktu yang diperlukan
untuk mencapai analgesia pada bayi. Pada anak yang lebih besar, beberapa penulis
mengatakan sesudah 5 menit dapat dicapai analgesia yang maksimal. Pada anak
yang sadar, mudah dilihat adanya kelumpuhan pada ekstremitas bawah, tetapi
level anestesi yang dicapai sangat sulit ditentukan. Toleransi terhadap stimulus
pembedahan mengindikasikan bahwa blok minimal mencapai dermatom yang
menginervasi daerah operasi. Selain itu kita bisa melihat level blok dengan
memperhatikan paralisis interkostal, dimana hal ini menjadi prominen jika blok
mencapai Th5. Hal yang sama, regresi blok dapat dilihat dengan memperhatikan
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, yang dikonfirmasi kemudian
dengan adanya gerakan pada ekstremitas bawah (Maurice, 1990; Shenkman et al,
2002).
DAFTAR PUSTAKA

Maurice SL, 1990. Regional Anesthesia in Children, Kinkeong Printing CO PTE


ELD Singapore, Page 9-60
Alifimoff JK, Cote CJ, 1993. Pediatric Regional Anesthesia, in A Practice of
Anesthesia for Infant and Children, Second Edition, WB Saunders Company,
Page 429-49
Ecoffey JK, 2002. Regional Anesthesia in Children, in Textbook of Regional
Anesthesia, P Prithvi Raj, Churchill Livingstone, Page 379-96
Dalens BJ, 2000. Regional Anesthesia in Children, in Anesthesia, Fifth edition,
Miller, RD, Churchill Livingstone, Page 1549-85
Steinberg OS, 1990. General Principles and Benefits, in Regional Anesthesia in
Children, Kinkeong Printing CO PTE ELD Singapore, Page 9-12
Oberlander TF, Berde CB, Lam K, Rappaport LA, Saul P, 1995. Infants Tolerate
Spinal Anesthesia with Minimal Overall Autonomic Changes: Analysis of
Heart Rate Variability in Former Premature Infants Undergoing Hernia Repair,
Anesth Analg 80:20-7
Suresh S, Uejima T, 2006. Spinal Anesthesia in Children, New York School of
Regional Anesthesia, www.nysora.com
Shenkman Z, Hoppenstein D, Litmanowitz L, Shorer S, Gutermacher M, Laser L,
Erez I, Jed Eikin R, Freud E, 2002. Spinal Anesthesia in 62 Premature, Former
Premature or Young Infants, Technical Aspects and Pittfalls, Can J Anaesth
49:262-9
Kokki H, Ylonen P, Heikkinen M, Reinikainen M, 2004. Levobupivacaine for
Pediatric Spinal Anesthesia, Anesth Analg 98:64-7
Kokki H, Ylonen P, Heikkinen M, Laisalmi M, Reinikainen M, 2005. Isobaric
Ropivacaine 5mg/ ml for Spinal Anesthesia in Children, Anesth Analg 100:66-
70
Imbelloni LE, Vieira EM, Sperni F, Guizellini RH, Tolentino AP, 2005. Spinal
Anesthesia in Children With Isobaric Local Anesthetics: Report on 307
Patients Under 13 Years of Age, Pediatric Anesthesia 16 (1), 438

Anda mungkin juga menyukai