KOMPAS/LUCKY PRANSISKASejumlah bangunan di Kampung Bosuwa Desa Betumonga Pulau Sipora, Kabupaten
Kepulauan Mentawai, hancur akibat gempa dan tsunami, Rabu (27/10/2010).
JAKARTA, KOMPAS.com Banyak tsunami yang telah terjadi sepanjang sejarah manusia.
Beberapa di antaranya adalah yang terjadi di Indonesia, seperti tsunami yang menghantam wilayah
Mentawai pada hari Senin (25/10/2010) lalu dan tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu.
Sejarah mencatat bahwa bencana yang terjadi akibat aktivitas geologi itu hampir selalu merenggut
banyak nyawa. Berikut ini adalah catatan sejarah tentang lima tsunami yang paling mematikan.
1. Tsunami Aceh Tsunami ini terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 akibat gempa berkekuatan
9,1 hingga 9,3 skala Richter. Gelombang tsunami menyapu beberapa wilayah di Aceh, India, Sri
Lanka, Thailand, Maladewa, dan wilayah Afrika Timur.
Sejumlah 226.000 jiwa tewas akibat tsunami ini dengan 166.000 jiwanya merupakan warga negara
Indonesia. Gempa penyebab tsunami ini merupakan gempa terbesar keempat yang terjadi dalam
sejarah, sedangkan tsunaminya merupakan tsunami yang terbesar. Jumlah orang yang meninggal
mencapai 226.000 jiwa dengan 166.000 jiwanya merupakan orang Indonesia.
2. Tsunami di masa Yunani Kuno Tsunami di masa Yunani Kuno ini diketahui merupakan tsunami
pertama yang terekam sepanjang sejarah. Sebab, tsunaminya adalah meletusnya gunung yang
berada di dekat Pulau Thera atau Santorini. Jumlah orang yang tewas dalam tsunami ini tidak
diketahui dengan pasti, tetapi ditaksir mencapai lebih dari 100.000 orang. Gelombang tsunami
diperkirakan mencapai 15 meter. Sementara itu, tsunami yang terjadi pada tahun 1500 SM ini
diperkirakan menjadi sebab runtuhnya peradaban Minoa, salah satu peradaban yang berkembang
kala itu.
3. Tsunami di Portugal, Spanyol, dan Maroko Tsunami ini terjadi akibat gempa berpusat di dasar
perairan Atlantik pada tahun 1755. Gelombang tsunami menghantam kota-kota di Portugal, Spanyol,
dan Maroko dengan kerusakan terparah terjadi di wilayah kota Lisbon. Tinggi gelombang tsunami
memang tak melebihi Tsunami Krakatau, tetapi jumlah orang yang tewas jauh lebih banyak,
sebanyak 60.000 orang.
4. Tsunami Laut China Selatan Tsunami ini terjadi pada tahun 1782 di wilayah Laut China Selatan
yang berdekatan dengan Taiwan. Sebab, tsunami adalah gempa tektonik yang terjadi di dasar
lautan. Tidak jelas pusat gempa dan kekuatannya, tetapi sebanyak 40.000 orang tewas karenanya.
Berdasarkan katalog tsunami yang dipublikasikan Rusia, gelombang tsunami menerjang daratan
hingga sejauh 120 kilometer.
5. Tsunami akibat letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda Tsunami ini terjadi pada tahun 1883
dan membunuh sekitar 36.000 orang. Gelombang tsunami yang ditimbulkan oleh letusan mencapai
tinggi 40 meter dan menyapu setidaknya 165 desa di wilayah Jawa dan Sumatera. Letusan
Krakataunya sendiri merupakan letusan gunung api yang terbesar dalam sejarah, menimbulkan
suara yang begitu keras dan abu vulkanik yang bahkan tersebar hingga ke Australia.
BANJIR
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan
yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya
sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapufondasinya. Air
banjir juga membawa lumpur berbau yang dapat menutup segalanya setelah air surutBanjir adalah hal
yang rutin. Setiap tahun pasti datang.Banjir, sebenarnya merupakan fenomena kejadian alam "biasa" yang
sering terjadi dan dihadapi hampir di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Banjir sudah
temasuk dalam urutan bencana besar, karena meminta korban besar.
Ciri-ciri
Bencana banjir memiliki ciri-ciri dan akibat sebagai berikut.
Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang turun terus menerus sepanjang hari.
Air menggenangi tempat-tempat tertentu dengan ketinggian tertentu.
Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman, hewan, dan manusia.
Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah di tempat-tempat yang rendah.
Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam, atau danau.
Sesudah banjir, lingkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan sampah.
Banjir dapat menyebabkan korban jiwa, luka berat, luka ringan, atau hilangnya orang.
Banjir dapat menyebabkan kerugian yg besar baik secara moril maupun materiil.
Jenis
Berdasarkan sumber air yang menjadi penampung di bumi, jenis banjir dibedakan menjadi tiga, yaitu banjir
sungai, banjir danau, dan banjir laut pasang.
Banjir Sungai
Terjadi karena air sungai meluap.
Banjir Danau
Terjadi karena air danau meluap atau bendungannya jebol.
Banjir Laut pasang
Terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa bumi.
Anomali temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada temperatur rata-
rata dari 1940 sampai 1980
Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut,
dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 0.18 C (1.33 0.32 F) selama seratus
tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar
peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca.
Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua
akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak
setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1
hingga 6.4 C (2.0 hingga 11.5 F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan
oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta
model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode
hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air lautdiperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu
tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. [1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari
lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya
permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, [2] serta perubahan jumlah dan
pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan
akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut
akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan
publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan
pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar
pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah
pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
Variasi Matahari
Model iklim
Perhitungan pemanasan global pada tahun 2001 dari beberapa model iklim berdasarkan scenario SRES A2, yang
mengasumsikan tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi emisi.
Para ilmuan telah mempelajari pemanasan global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-
prinsip dasar dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa penyederhanaan
disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini memprediksikan bahwa penambahan gas-
gas rumah kaca berefek pada iklim yang lebih hangat. [16] Walaupun digunakan asumsi-asumsi yang sama
terhadap konsentrasi gas rumah kaca di masa depan, sensitivitas iklimnya masih akan berada pada suatu
rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim,
IPCC memperkirakan pemanasan sekitar1.1 C hingga 6.4 C (2.0 F hingga 11.5 F) antara tahun 1990 dan
2100.[1] Model-model iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang terjadi
saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil prediksi model terhadap berbagai
penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan kemiripan yang cukup baik dengan perubahan temperature global hasil
pengamatan selama seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim. [17] Model-model ini
tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun 1910 hingga 1945 disebabkan
oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun
1975 didominasi oleh emisi gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika menghitung iklim di masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-
skenario gas rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on
Emissions Scenarios / SRES) IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan
simulasi terhadap siklus karbon; yang biasanya menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya
masih belum pasti (untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm CO2).
Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik positif. [18][19][20]
Pengaruh awan juga merupakan salah satu sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model
yang dihasilkan saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini. [21]Saat ini
juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah model-model iklim mengesampingkan efek-
efek umpan balik dan tak langsung dari variasi Matahari.
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan
membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub,
terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia
telah meningkat 10 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan
lebih lanjut 9 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40
inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-
pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai,
banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang
sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat
melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20
inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan
terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan
menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian
besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah
kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru
karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi
perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau
lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah
menuju kutub mungkin juga akan musnah.
[sunting]Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara
pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya,
menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon
dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di
banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika
diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah
untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin
bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan)
gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan
(lihatEnhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti
dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran
lepas pantai Norwegia, dimana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan
diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan
bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubaramenjadi
sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada
abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan
bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas
ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila
dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih
mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan
keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, tetapi tidak melepas karbon dioksida sama sekali.
Persetujuan internasional
Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan gas-gas rumah kaca. Di tahun 1992,
pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas rumah kaca
dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian yang mengikat. Pada tahun 1997
di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.
Perjanjian ini, yang belum diimplementasikan, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang memegang
persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk memotong emisi mereka ke tingkat 5
persen di bawah emisi tahun 1990. Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada
mulanya, Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih ambisius, menjanjikan
pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990; Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang
lebih keras, berkomitmen 8 persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara
berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, George W. Bush mengumumkan
bahwa perjanjian untuk pengurangan karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga
menyangkal dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan persyaratan
pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh apa-apa bila negara-negara industri yang
bertanggung jawab menyumbang 55 persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya.
Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir Putin meratifikasi perjanjian ini,
memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya
akan sedikit mengurangi bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang
keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang dikecualikan dari perjanjian ini
akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang
sangat kuat. Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh industri minyak,
industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang produksinya tergantung pada bahan bakar fosil.
Para penentang ini mengklaim bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto
dapat menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi. Sebaliknya pendukung Protokol
Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi
serta dikembalikan dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan proses
industri yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya dapat terus tumbuh walaupun
berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit dilakukan.
Sebagai contoh, Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil mengatasi
berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam mengurangi produksi karbon dioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto bertemu secara reguler untuk
menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan
pada setiap negara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang
sistem dimana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat mengambil keuntungan
dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon.
Sebagai contoh, negara yang sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di
pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan negara yang memperoleh
keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990, ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah
kacanya sangat tinggi. Karena kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah
tingkat 1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri lainnya, terutama
mereka yang ada di Uni Eropa.
Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam
bumi secara tiba-tiba.
Penyebab Terjadinya Gempa Bumi
1. Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi
2. Aktivitas sesar di permukaan bumi
3. Pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadi runtuhan tanah
4. Aktivitas gunung api
5. Ledakan nuklir
Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke seluruh bagian bumi. Di permukaan
bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan
korban jiwa. Getaran gempa juga dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah
lainnya yang merusak permukiman penduduk. Gempa bumi juga menyebabkan bencana ikutan berupa kebakaran,
kecelakaan industri dan transportasi serta banjir akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan lainnya.
Gejala dan Peringatan Dini
Kejadian mendadak/secara tiba-tiba
Gambar Tsunami menurut Hokusai, seorang pelukis Jepang dari abad ke 19.
Terminologi
Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, tsu berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang. Tsunami sering
terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 195 tsunami telah terjadi.
Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun terakhir,
persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang
tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan tsunami yang
menyerupai gelombang pasang yang tinggi.
Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun
dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga memberika kesan
seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut"
meliputi "kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter" dengan gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi
tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada pelabuhan. Karenanya parageologis dan oseanografis sangat tidak
merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.
Hanya ada beberapa bahasa lokal yang memiliki arti yang sama dengan gelombang merusak ini. Aazhi
Peralai dalam Bahasa Tamil, i beuna atau aln buluk (menurut dialek) dalam Bahasa Aceh adalah
contohnya. Sebagai catatan, dalam bahasa Tagalog versi Austronesia, bahasa utama di Filipina, alon berarti
"gelombang". Di PulauSimeulue, daerah pesisir barat Sumatra, Indonesia, dalam Bahasa
Defayan, smong berarti tsunami. Sementara dalam Bahasa Sigulai, emong berarti tsunami.
Penyebab terjadinya tsunami
Cara Kerja
Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan
banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di Masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi
gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan
mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data gempa
dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami.
Perhitungan dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih dahulu. Kemudian,
BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa ini juga akan diintegrasikan dengan
data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan
konfirmasi apakah gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan oleh BMKG.
BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang meliputi (Pemerintah
Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat.
BMKG juga menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah terdaftar dalam
database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile,
Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System)
dan melalui Website BMG (www.bmg.go.id).
Pengalaman serta banyak kejadian dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang
digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah RADIO.
Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga
mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga
dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio
Antar Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa seringkali mati
lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat
dibawa-bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.