Anda di halaman 1dari 13

Referat

URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA


Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Departemen Dermatologi dan Venereologi RSMH Palembang

Oleh:
Muhammad Gufron Nusyirwan, S.Ked
04054821618203

Pembimbing:
Prof. dr. Theresia L. T. Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
2016

1
URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA
Muhammad Gufron Nusyirwan, S.Ked
Pembimbing: Prof. dr. Theresia L. T. Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Pusat Dr. Moh. Hoesin Palembang

PENDAHULUAN
Urtikaria (gatal-gatal) termasuk masalah kesehatan yang sering ditemui. Sekitar 15-
25% dari masing-masing individu mengalami masalah kesehatan ini dalam hidupnya.1
Urtikaria adalah reaksi vaskular pada kulit yang ditandai dengan munculnya bercak,
umumnya dikelilingi oleh lingkaran merah dan terkait dengan rasa gatal yang menyengat atau
sensasi seperti tusukan. Bercak ini disebabkan karena adanya edema lokal.1,2,8,10
Pembengkakan daerah subkutan (angioedema) dapat disertai urtika. Angioedema dapat
mengenai saluran gastrointestinal dan saluran pernapasan yang akan mengakibatkan sakit
perut, coryza, asma, dan masalah pernapasan. Angioedema pada saluran pernapasan dapat
menghasilkan obstruksi jalan napas dan juga dapat mengakibatkan reaksi anafilaksis serta
hipotensi.2
Berdasarkan durasi penyakit, urtikaria dikelompokkan menjadi urtikaria akut dan
urtikaria kronik. Urtikaria akut merupakan serangan yang berlangsung kurang dari enam
minggu dan urtikaria kronik merupakan serangan yang berlangsung hampir tiap hari atau
paling sedikit dua kali dalam seminggu, dan berlangsung selama enam minggu ataupun
lebih.3, 4,9
Sekitar 50% dari kasus urtikaria akut penyebabnya idiopatik (idiopathic urticaria),
akan tetapi penyebab urtikaria akut paling umum (dengan atau tanpa angioedema) adalah
obat-obatan, makanan, infeksi virus, infeksi parasit, racun serangga, dan kontak alergen,
khususnya hipersensitivitas terhadap lateks. Obat-obatan yang diketahui sering menyebabkan
urtikaria dan angioedema adalah antibiotik (terutama penisilin, dan sulfonamid), non-steroid
anti-inflammatory drugs (NSAID), acetylsalicylic acid, dan opioid.5 Makanan yang paling
sering menyebabkan urtikaria adalah susu, telur, ragi, asam sitrat, dan protein ikan.2
Urtikaria kronik biasanya lebih sering terjadi pada orang dewasa, dan dua kali lipat
lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Stimulasi fisik dapat menyebabkan urtikaria
dan sekitar 7-17% yang akan menjadi urtikaria kronik. Stimulasi fisik meliputi
dermatografism, suhu dingin, suhu panas, kolinergik, aquagenic, sinar matahari, dan getaran.
Urtikaria dengan stimulasi fisik sering terjadi pada pasien dengan urtikaria kronik.2

2
EPIDEMIOLOGI
Urtikaria dan angioedema merupakan penyakit yang umum. Umur, ras, jenis kelamin,
lokasi geografis, dan musim dapat memicu terjadinya urtikaria dan angioedema akan tetapi
hanya sebatas memberikan paparan dan menyebabkan pengeluaran agen inflamasi. Prevalensi
urtikaria dan angioedema memiliki variasi yang berbeda menurut populasi yang diteliti.
Sampai saat ini kejadian urtikaria telah dilaporkan sebanyak 8,8%, dengan 1,8% diantaranya
merupakan kasus urtikaria kronik. Sekitar 10-20% dari suatu populasi akan mengalami
urtikaria akut, dan 0,1% akan berubah menjadi urtikaria kronis.5 Penelitian yang dilakukan di
spanyol pada tahun 2004 menunjukkan prevalensi pasien urtikaria sebesar 0,8% dengan
urtikaria kronik sebesar 0,6%, dan lebih banyak dialami pada pasien wanita dengan kelompok
usia 35-60 tahun.6
Urtikaria dan angioedema dianggap akut jika berlangsung kurang dari 6 minggu.
Kejadian episode akut ini diakibatkan adanya reaksi yang merugikan terhadap obat-obatan,
makanan, atau pada anak-anak yang terinfeksi virus. Urtikaria dan angioedema yang terjadi
lebih dari 6 minggu dianggap kronik dan dibagi menjadi dua garis besar, yaitu urtikaria kronik
autoimun (45%) dan urtikaria kronik idiopatik (55%) yang memiliki insidensi gabungan pada
populasi sebesar 0,5%. Urtikaria yang diinduksi oleh fisik tidak termasuk dalam definisi
karena berbagai jenis urtikaria fisik dapat berlangsung selama bertahun-tahun, tetapi lesi
individu akan hilang kurang dari 2 jam (kecuali di urtikaria tekanan).2.3.4
Sekitar 50% pasien dengan urtikaria kronik (dengan atau tanpa angioedema) akan
bebas dari lesi dalam 1 tahun, 65% dalam 3 tahun, dan 85% dalam 5 tahun. Kurang dari 5 %
yang bebas dari lesi lebih dari 10 tahun.

PATOGENESIS
Sel mast adalah sel efektor utama pada kebanyakan bentuk urtikaria, meskipun
tipe-tipe sel lainnya juga dapat terlibat. Sel mast akan melepaskan histamin dalam
respon terhadap C5a, morfin, dan kodein. Neuropeptida substansi P (SP), vasoactive
intestinal peptide (VIP), dan somatostatin, neurokinin A dan B, bradikinin, dan
calcitonin generelated peptide (CGRP), kesemuanya dapat mengaktivasi sel-sel mast
untuk mensekresi histamin. Tidak semua produk biologik potensial tersebut diproduksi
ketika sel mast kutaneus terstimulasi. Permeabilitas vaskuler di kulit diakibatkan
secara predominan oleh reseptor histamin H1, meskipun reseptor histamin H2 juga
dapat berperan. Urtikaria disebabkan karena pelepasan histamin, bradikinin, leuketrien
3
C4, prostaglandin D2, dan substansi vasoaktif lainnya lainnya dari sel mast dan basofil
di kulit. Substansi-substansi tersebut menyebabkan ekstravasasi cairan ke kulit,
mengakibatkan timbulnya lesi urtikaria. Intensitas pruritus dari urtikaria adalah hasil
dari pelepasan histamin ke kulit. Aktivasi reseptor histamin H1 pada sel-sel endotel
dan otot polos menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Sedangkan aktivasi
reseptor histamine H2 menyebabkan vasodilatasi arteriol dan venula. 4
Proses ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Respon alergi tipe I IgE
diinisiasi oleh kompleks imun antigen-mediated IgE yang mengikat dan cross-link
reseptor Fc pada permukaan sel-sel mast dan basofil, hal tersebut menyebabkan
pelepasan histamin. Respon alergi tipe II dimediasi oleh sel-sel T sitotoksik,
menyebabkan deposit Ig, komplemen, dan fibrin di sekitar pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan vaskulitis urtikaria. Penyakit kompleks imun tipe III berhubungan
dengan SLE dan penyakit autoimun lainnya yang dapat menyebabkan urtikaria.
Komplemen-mediated urtikaria disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus,
serum sickness, dan reaksi transfusi. Reaksi transfusi urtikaria terjadi ketika substansi
alergenik dalam plasma dari produk darah donor bereaksi dengan antibodi Ig E
resipien. Beberapa obat-obatan (opioids, vecuronium, succinylcholine, vancomycin,
dan lain-lain) juga agen-agen radiokontras menyebabkan urtikaria karena degranulasi
sel mast melalui mekanisme mediasi non-Ig E. Urtikaria fisik pada beberapa stimulus
fisik yang menyebabkan urtikaria meliputi immediate pressure urticaria, delayed
pressure urticaria, cold urticaria, dan cholinergic urticaria. Terakhir, urtikaria kronik
dimana penyebabnya tidak dapat ditemukan secara signifikan, merupakan idiopatik.

GEJALA KLINIS
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis tampak edema
setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat. Bentuknya dapat
papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular
sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan
submukosa atau subkutan, juga beberapa organ dalam misalnya saluran cerna dan saluran
napas disebut dengan angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang sering terkena adalah
wajah, biasanya disertai sesak napas, suara serak, dan rinitis.

Dermografisme, berupa edema dan eritema yang linear di kulit yang terkena goresan
benda tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria akibat tekanan,
4
urtikaria timbul pada tempat yang tertekan, misalnya di sekitar pinggang. Pada penderita ini
dermografisme jelas terlihat. Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320
nm dan 400-500 nm, timbul setelah 18-72 jam penyinaran, dan klinisnya berbentuk urtikaria
papular. Hal ini harus dibuktikan dengan tes foto tempel. Sejumlah 7-17% urtikaria
disebabkan oleh faktor fisik, antara lain akibat panas, dingin, tekanan dan penyinaran.
Umumnya pada dewasa muda, terjadi pada episode singkat dan umumnya kortikosteroid
sistemik kurang bermanfaat.

Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang
merangsang dan pekerjaan yang berat. Biasanya sangat gatal, ukurannya bervariasi dari
beberapa milimeter sampai numular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering
disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah, dan nyeri kepala. Biasanya
terjadi pada usia 15-25 tahun. Urtikaria akibat obat atau makanan umumnya timbul secara
akut dan generalisata.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Adanya bentol kemerahan pada kulit yang mudah dikenali bahkan oleh orang tua
pasien.
Awitan dan riwayat penyakit serupa sebelumnya: untuk membedakan akut atau kronik
dan mengidentifikasi faktor pencetus yang mungkin sama dengan pencetus
sebelumnya.
Faktor pencetus ditanyakan faktor yang ada di lingkungan, seperti: alergen berupa
debu, tungau (terdapat pada karpet, kasur, sofa, tirai, boneka berbulu), hewan
peliharaan, tumbuhan, sengatan binatang, serta faktor makanan seperti zat warna, zat
pengawet, zat penambah/modifikasi rasa, obat-obatan (misalnya: aspirin atau OAINS
lainnya), dan faktor fisik (dingin, panas, dan sebagainya)
Riwayat penyakit dahulu: demam, keganasan, infestasi cacing
Riwayat pengobatan untuk episode yang sedang berlangsung
Riwayat atopi dan riwayat sakit lainnya pada keluarga

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi kulit berupa bentol kemerahan yang memutih
di bagian tengah bila ditekan. Lesi disertai rasa gatal. Yang perlu diperhatikan adalah
distribusi lesi, pada daerah yang kontak dengan pencetus, pada badan saja, dan jauh
dari ekstremitas atau seluruh tubuh. Hal lain yang perlu diperhatikan lagi adalah
5
bentuk lesi yang mirip satu sama lain, bintik kecil-kecil di atas daerah kemerahan yang
luas pada urtikaria kolinergik.
Yang perlu diwaspadai: adanya angioedema, adanya distres napas, adanya kolik
abdomen, suhu tubuh meningkat bila lesi luas, dan tanda infeksi lokal yang
mencetuskan urtikaria.
Pada urtikaria kronik: hal terpenting adalah mencari bukti dan pola yang menunjukkan
penyait lain yang mendasari, lesi yang menghilang apabila dilakukan eliminasi diet
tertentu, seperti pada penyakit seliak, yaitu, urtikaria menghilang setelah diberi diet
bebas gluten.

Pemeriksaan Penunjang

I. Reaksi Hipersensitivitas Tipe I

Untuk reaksi hipersensitivitas alergi dan non alergi dapat dilakukan:

- Hitung eosinofil darah perifer/nasal


- Pemeriksaan konsentrasi tryptase serum, jika konsentrasinya >10 mg/ml
menunjukkan adanya aktivasi dari sel mast.
Untuk alergi yang diperantarai IgE dilakukan pemeriksaan:

- IgE total serum


Untuk alergen protein (inhalan/makanan) perlu dilakukan:

- Uji tusuk kulit


- Radio-Allergo-Sorbent Test (RAST): IgE spesifik serum
Untuk alergen obat perlu dilakukan:

- Uji tusuk kulit


Satu tetes larutan obat 1:100 dalam larutan garam fisiologis tanpa
pengawet, harus disertai kontrol positif dan negatif
- Uji intradermal
0,02 ml larutan obat 1:1000 dalam larutan garam fisiologis, harus disertai
kontrol positif dan negatif.

II. Urtikaria Fisik

6
- Gores kulit normal pada daerah volar lengan bawah dengan alat tumpul (stik yang keras
atau tounge blade/penekan lidah atau dengan kuku).
- Suatu reaksi wheal dan kemerahanberbentuk garis akan timbul dalam 2-3 menit setelah
digores. Intensitas puncak terjadi 6-7 menit dan hilang spontan dalam 20 menit. Tipe
lambat terjadi dalam 6-9 jam pada sisi yang sama dan menetap selama 24-48 jam.

III. Urtikaria Yang Tergantung Pada Temperatur

o Urtikaria dingin
- Tempelkan benda dingin pada kulit
- Pegang kubus es atau lebih baik benda dingin yang kering (baskom tembaga yang
diisi es, direndam dalam air dingin atau tabung kering berisi dry ice.

o Urtikaria panas
Tempelkan botol yang telah diisi dengan air panas pada kulit. Urtikaria akan muncul
dalam waktu beberapa menit

o Urtikaria solar
Sejumlah anak memiliki protoporfiria eritropoietik:
- Kulit diberi paparan pancaran sinar dengan berbagai panjang gelombang di
laboratorium
- Eritem yang pruritik akan muncul pada kulit yang terpajan pancaran sinar, biasanya
hilang dalam 24 jam

o Urtikaria tekanan
- Beri tekanan dengan beban, atau
- Gantung suatu beban 7-14 kg di sekeliling lengan bawah atau bahu selama 10 menit

o Angioedema vibrator
Tempelkan vibrator/mixer pada lengan bawah selama 4 menit

o Urtikaria akuagenik
Tempelkan kompres air/tap water dicoba pada berbagai temperatur pada kulit yang
akan diuji. Papul multipel yang gatal seperti urtikaria kolinergik akan timbul dalam
beberapa menit hingga 30 menit.
o Urtikaria kolinergik
Mandi air hangat atau beraktivitas hingga berkeringat. Wheal yang gatal dengan
diameter 1-3 mm dikelilingi daerah eritema yang luas timbul dalam 2-20 menit.
Episode ini akan menetap dalam 15-30 menit

7
Gambar 4. Uji Tusuk Kulit (Skin Prick Test)

Gambar 5. Uji Tempel (Patch Test)

DIAGNOSIS BANDING

a. Sengatan serangga multipel

Pada sengatan serangga akan terlihat titik di tengah bentol yang merupakan bekas
sengatan serangga.

b. Angioedema herediter

8
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang disertai urtikaria. Pada kelainan ini
terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai rasa sakit dan terkadang
disertai edema laring. Edema biasanya mengenai ekstremitas dan mukosa
gastrointestinal yang sembuh setelah 1-4 hari. Pada keluarga terdapat riwayat
penyakit yang serupa. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan kadar komplemen
C4 dan C2 yang menurun dan tidak adanya inhibitor C1-esterase dalam serum.

PENATALAKSANAAN

Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang-kadang sembuh dengan
sendirinya tanpa memerlukan pengobatan. Prinsip pengobatan urtikaria akut adalah sebagai
berikut.

A. Penanganan Umum

1. Eliminasi/Penghindaran faktor penyebab

2. Antihistamin

Medikamentosa utama adalah antihistamin karena mediator utama pada urtikaria adalah
histamin. Preparat yang bisa digunakan:

Antihistamin H1 generasi I (sedatif), misal Chlorfeniramin Maleat (CTM) dengan dosis 0,25
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau antihistamin H1 generasi II (nonsedatif), contoh
setirizin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/kali (usia < 2 tahun: 2 kali/hari; usia > 2 tahun: 1
kali/hari). Pada urtikaria akut lokalisata cukup diberikan antihistamin H1.
Penambahan antihistamin H2, misal simetidin 5 mg/kgBB/kali, 3 kali/hari dapat membantu
efektifitas antihistamin H1
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit setelah pemakaian
oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6
jam. Antihistamin dapat diberikan selama 7-10 hari

3. Adrenergik

Pada urtikaria akut generalisata dan disertai gejala distress pernapasan, asma atau edema
laring, mula-mula diberi adrenalin (1:1000) dengan dosis 0,01 ml/kgBB/kali subkutan
(makasimal 0,3 ml) dilanjutkan dengan pemberian antihistamin.

4. Kortikosteroid

9
Kortikosteroid diberikan bila tidak memberi respon yang baik dengan obat lain dengan
mewaspadai efek samping yang dapat terjadi. Kortikosteroid jangka pendek digunakan pada
urtikaria akut yang berat dengan atau tanpa angioedema atau bila urtikaria diduga berlangsung
akibat reaksi alergi fase lambat. Obat yang digunakan adalah prednison dengan dosis 1
mg/kgBB/hari selama 5 hari, tapering off biasanya tidak dibutuhkan pada urtikaria akut.
5. Antileukotrien (Leukotriene pathway modifiers)
Antileukotrien dapat digunakan bersamaan dengan antihistamin H1 untuk menangani urtikaria
yang tidak terkontrol, tetapi penggunaannya sebagai terapi tunggal masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Antileukotrien pernah tercatat memiliki manfaat pada kasus alergi
aspirin, namun efek sesungguhnya masih belum dapat dipastikan. Salah satu antileukotrien
yang sering dipakai adalah montelukast dengan dosis yang dianjurkan untuk anak-anak adalah
4-5 mg/hari. Tablet 4 mg digunakan pada anak 2-6 tahun dan 5 mg digunakan pada anak 6-15
tahun. Di Indonesia, antileukotrien itu sendiri masih jarang digunakan dan preparatnya pun
masih sangat terbatas. Preparat antileukotrien yang telah beredar di Indonesia adalah
zafirlukast, sedangkan montelukast belum tersedia. Zafirlukast dapat digunakan untuk
mengobati asma akibat alergi.

Tabel 1. Antihistamin untuk Urtikaria dan Angioedema

Golongan Dosis Frekuensi


Obat
Antihistamin H1 (generasi ke-1, sedatif)
Hydroxizine 0,5-2 mg/kg/kali Setiap 6-8 jam
(dewasa 25-100 mg)
Diphenhydra 1-2 mg/kg/kali Setiap 6-8 jam
min (dewasa 50-100 mg)
Chlorphenir 0,25 mg/kg/hari Setiap 8 jam
amin Maleat (dibagi 3 dosis)
Antihistamin H1 (generasi ke-2, nonsedatif)
Setirizin 0,25 mg/kg/kali 6-24 bulan: 2 kali/hari
>24 bulan: 1 kali/hari
Fexofenadin 6-11 tahun: 30 mg 2 kali/hari
> 12 tahun: 60 mg
Dewasa : 120 mg 1 kali/hari
Loratadin 2-5 tahun: 5 mg 1 kali/hari
> 6 tahun: 10 mg
Desloratadin 6-11 bulan: 1 mg 1 kali/hari
1-5 tahun: 1,25 mg
6-11 tahun: 2,5 mg

10
>12 tahun: 5 mg
Antihistamin H2
Cimetidine Bayi: 10-20 mg/kg/hari Tiap 6-12 jam (terbagi 2-4
Anak: 20-40 mg/kg/hari dosis
Ranitidine 1 bln-16 tahun: 5-10 Tiap 12 jam (terbagi dalam 2
mg/kg/hari dosis)
B. Penanganan Khusus

Dilakukan sesuai dengan diagnosis jenis urtikaria

C. Penanganan Topikal

Untuk mengatasi pruritus, dapat diberikan lotion calamin atau bedak salisilat.

Urtikaria kronim biasanya lebih sukar diatasi. Idealnya adalah etap identifikasi dan
menghilangkan faktor penyebab, namun hal ini juga sulit dilakukan. Untuk ini, selain
antihistamin H1, juga dapat menambahkan obat antihistamin H2. Kombinasi lain yang dapat
diberikan adalah antihistamin H1 dan H2 pada malam hari atau antihistamin H1 dengan
antidepresan trisiklik. Pada kasus berat dapat diberikan antihistamin H1 dengan kortikosteroid
jangka pendek.

Suportif

Lingkungan yang bersih dan nyaman (suhu ruangan tidak terlalu panas atau pengap, dan
ruangan tidak penuh sesak). Pakaian, handuk, sprei, dibilas bersih dari sisa deterjen dan
diganti lebih sering.
Pasien dan keluarga diedukasi untuk kecukupan hidrasi, dan menghindarkan garukan untuk
mencegah infeksi sekunder
Indikasi Rawat

Urtikaria yang meluas dengan cepat (hitungan menit-jam) disertai dengan angioedema hebat,
distres pernapasan, dan nyeri perut hebat.

PROGNOSIS

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat ditemukan dan
diatasi, sedangkan urtikaria kronis lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari. Pada
umumnya, prognosis urtikaria dapat dikatakan baik, tetapi karena urtikaria merupakan bentuk
kutan anafilaksis sistemik, dapat saja terjadi obstruksi jalan napas karena adanya edema laring
atau jaringan di sekitarnya, atau anafilaksis sistemik yang dapat mengancam jiwa.
11
Sekitar 40-45% pasien urtikaria kronik memiliki gangguan autoimun dan angioedema
hadir dalam 40-50% dari kasus urtikaria kronik.
Gangguan autoimun yang terdapat pada 40 sampai 45% dari pasien dengan urtikaria
spontan kronis. 15 Angioedema hadir dalam 40 sampai 50% dari kasus urtikaria spontan
kronis, 10% pasien mengalami hanya angioedema tanpa gatal-gatal dan 40% wheals pameran
saja. 6,13,16 Baru-baru ini, peningkatan tingkat penerimaan rumah sakit untuk angioedema
(3,0% per tahun), dan urtikaria (5,7% per tahun) telah diamati di Australia. Penerimaan untuk
urtikaria yang 3 kali lebih tinggi pada anak-anak usia 0 sampai 4 tahun. Peningkatan terbesar
dalam rawat inap untuk urtikaria hadir pada mereka yang berusia 5-34 tahun (7,8% per
tahun), dan untuk angioedema, itu lebih tinggi pada pasien 65 tahun dan lebih tua.

12
1
Hal ini tidak diketahui apakah peningkatan ini terjadi di negara-negara lain.

Snchez-Borges, Mario, et al. "Diagnosis and treatment of urticaria and angioedema: a


worldwide perspective." World Allergy Organ J 5.11 (2012): 125-47.
1. Kanani, A., Schellenberg, R., & Warrington, R. (2011). Urticaria and
angioedema. Allergy Asthma Clin Immunol, Vol. 7(Suppl 1), S9.
2. Andrew
3. Rook
4. Fitz
5. Poonawalla, T., & Kelly, B. (2009). Urticaria. American journal of clinical dermatology, 10(1), 9-
21.
6. Gaig, P., Olona, M., Munoz Lejarazu, D., Caballero, M. T., Domnguez, F. J., Echechipia, S., ...
& Rodrguez, A. (2004). Epidemiology of urticaria in Spain. J Investig Allergol Clin
Immunol, 14(3), 214-20.
7. Snchez-Borges, M., Asero, R., Ansotegui, I. J., Baiardini, I., Bernstein, J. A., Canonica, G.
W., ... & Maurer, M. (2012). Diagnosis and treatment of urticaria and angioedema: a worldwide
perspective. World Allergy Organ J, 5(11), 125-47.

DAFTAR PUSTAKA

7. Poonawalla, T., & Kelly, B. (2009). Urticaria. American journal of clinical


dermatology, 10(1), 9-21.
8. Dorland, W. A. N. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta:
EGC, hal. 1145.
9. Bolognia
10. Hall, J. E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC, hal. 471.
11.

13

Anda mungkin juga menyukai