Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan
udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif,
Emphysema dan Asthma Bronkiale. (Black. J. M. & Matassarin,.E. J. 1993).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale
(S Meltzer, 2001 : 595). Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD
adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah
"Chronic obstructive airway disease " dan "ChronicObstructive Lung Diseases
(COLD)"

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
a. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit PPOK

2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan konsep dasar dengan PPOK
b. Mengidentifikasikan diagnosa keperawatan pada pasien PPOK
c. Melakukan perencanaan pada pasien PPOK

1
BAB II
TINJAUAN TEORI
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

A. PENGERTIAN
PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari
dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema dan
Asthma Bronkiale. (Black. J. M. & Matassarin,.E. J. 1993).
Suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses
penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini (Bronkhitis
Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan
yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer.(Enggram, B. 1996).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga
penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis
kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)
Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD adalah emfisema paru- paru dan
Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah "Chronic obstructive airway disease " dan
"ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)"
PPOK adalah merupakan konisi irevensibel yang berkaitan dengan dispnea aktivitasan
dan penurunan aliran masuk dan kelua paru- paru(brunner &suddarth,2002).
Ppok merupakan obstruksi saluran aluran pernafasan yang progresif Dan
irevesibel,erjadi bersamaan bronchitis,efisema atau kedua-duanya (snider,2003).

B. ANATOMI FISIOLOGI DAN PARU-PARU


Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung
(gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m 2 pada lapisan inilah terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :

2
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior,
Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior. Tiap-
tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus superior,
dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5
(lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3
(tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi
pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat
sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-
cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2 - 0,3 mm.
Letak paru-paru :
Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum.
Pada ba-gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan
terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi
menjadi 2 (dua):
1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada
keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki
permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana
sewaktu bernapas bergerak.
Pembuluh darah pada paru :
Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal ventrikel
kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih
kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain
aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta
melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan
dengan darah pulmonal yang relatif kekurangan oksigen.
3
Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa
darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya
menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan
membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung
udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.
Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan
sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung
kiri (darah mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh
vena bronkialis dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru
mempunyai persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara
didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi
sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal:
Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksima.l
Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak 5 liter
3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita
bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 - 18 x/menit,
Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu
keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa
bertambah cepat dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas
dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang
berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan.
Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam
hal ini udara keluar dari hidung dan mulut
C. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dala kelompok penyakit paru obstruksi krnik adalahsebagai
berikut :
1. Bronchitis kronis
a. Definisi
Bronchitis kronis adalah ganggua klinis yang ditandai dengan pembentukan muus yang

4
berlebihan dalam bronkus an temanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentukan
sputum selama3 bulan dalam setahun ,palin sedikit 2 than berturut-turut
(Brunner&suddart,2002).
b. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1) Infeksi : stafilkokus ,streptokokus,pneumokokus.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik,asap obil,asap rokok.
c. Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar ukus pada broki besar yang mana akan meingkatan
prodksi mucus
2) Mucus lebih
3) Kerusakan fungsi fungsi cilliary shngg menurunkan mekanisme pembersihan mucus.oleh
karena itumucociliary defence dari paru mengalami kerusakan dan meningakan
kecendrungan untuk terserang infeksi.ketika infeksi timbul kelenjar mucus akan menjadi
hipertropi dan hyperplasia sehingga produksi mucus akan meningkat.
4) Dingding bronchial meradang dan menebal dan mengganggu aliran udara.mukus kental ini
bersama-sama dengan produksi mucus yang banyakan menghambat beberapa aliran udara
kecil dan mempersempit saluran udara besar.bronkitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya
pada bronkus besar,tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian
distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolar, hypoxia dan asidosis
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai
PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan
FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya
menuju penyakit cor pulmonal dan CHF
2. Emfisema
1. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
2. Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetic
5
3) Merokok
4) Polusi udara

3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran
nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c. Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3) wheezing,
4) batuk non produktif
5) takikardi
6) takipnea

Manifestasi klinis Emphysema dan bronkhitis kronis


GAMBARAN EMPHYSEMA BRONKHITIS
Mulai timbul Usia 30 40 tahun 20 30 tahun batuk akibat
merokok (cacat pada usia
pertengahan)
Sputum Minimal Banyak sekali
Dispne Dispnea relatif dini Lambat
Rasio V/Q Ketidakseimbangan minimal Ketidakseimbangan nyata
Bnetuk Tubuh Kurus dan ramping Gizi cukup
Diameter AP dada Dada seperti tong Tidak membesar
Gambaran respirasi Hyperventilasi hypoventilasi
Volume Paru FEV 1 rendah FEV 1 rendah
TLC dan RV meningkat TLC normal RV meningkat
moderat
Pa O2 Norml/rendah Meningkat
Sa O 2 Normal Desaturasi
Polisitemia Normal Hb dan Hematokrit

6
meningkat
Sianosis Jarang sering

D. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup
oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. asap rokok
1. perokok aktif
2. perokok pasif
2. polusi udara
a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
a. infeksi saluran nafas bawah berulang

E. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi
adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran
gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang
sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi
dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,

7
2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

8
F. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan
sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan
mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari,
tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa
9
penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas
dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1. Batuk bertambah berat
2. Produksi sputum bertambah
3. Sputum berubah warna
4. Sesak nafas bertambah berat
5. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7. Penurunan kesadaran

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
1. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus
menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
2. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini
lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
c. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP
yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan
arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan
VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada
emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi
umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari
a. Sering terdapat RBBB inkomplet.
b. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

10
c. Laboratorium darah lengkap

H. KOMPLIKASI
a. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
c. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
e. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit
ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.

I. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
a. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
a. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari
polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu

11
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk
mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
e. Pengobatan simtomatik.
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1
- 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:


1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-
0.56/hari atau eritromisin 40.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau
doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam
7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan
adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 -
0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 40,25-0,5/hari dapat

12
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise,
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernafas
Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
Keletihan
Gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot

b. Sirkulasi
Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
Peningkatan tekanan darah
13
Peningkatan frekuensi jantung
Distensi vena leher
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameterAPdada)
Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh
dansianosis perifer
Pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas Ego
Gejala :
Peningkatan factor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda :
Ansietas, ketakutan, peka rangsang
d. Makanan/ cairan
Gejala :
Mual/muntah
Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
Turgor kulit buruk
Edema dependen
Berkeringat
e. Hyegene
Gejala :
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitassehari-hari
Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan
f. Pernafasan
Gejala :
Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan
untuk bernafas(asma)
14
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya
2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat
banyak sekali(bronchitis kronis)
Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap
dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji
Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjangdengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema)
Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
Dada: gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema);menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis);
ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara
denganemfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan,
mukosa)
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abukeseluruhan;
warna merah (bronchitis kronis, biru mengembung). Pasiendengan
emfisema sedang sering disebut pink puffer karena warna kulitnormal
meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasancepat.
Tabuh pada jari-jari (emfisema)
g. Keamanan
Gejala :
Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
Adanya/berulang infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
h. Seksualitas
Gejala :
penurunan libido
i. Interaksi Sosial
Gejala :
15
Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena
distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
g. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran
darah,masalah pertukaran tingkat alveolar atau tingkat jaringan
h. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian

3. Rencana Keperawatan

16
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum ditandai dengan batuk berdahak, batuk tidak efektif, ronchi, RR meningkat
(>20x/menit).
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama x 24jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali
efektif dengan kriteria hasil:
Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan napas)
- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation
from normal range)
- Irama pernapasn normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)
Intervensi:
Respiratory monitoring
1) Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan
intervensi yang akan diberikan.
2) Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot
supraclavicular dan interkostal
Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan
intervensi yang akan diberikan.
3) Monitor suara napas tambahan
Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan
napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.
4) Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas
cheyne-stokes, apnea, napas biots dan pola ataxic
Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola
napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Airway suctioning
5) Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction
Rasional: waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas pasien
6) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
17
Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas untuk
memenuhi O2 pasien
7) Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction
Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa
dilakukan tindakan suction
8) Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan
Rasional : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi dan
memberikan pasien safety
9) Gunakan alat disposible steril setiap melakukan tindakan suction trakea
Rasional: jalan nafas merupakn area steril sehingga alat digunkan juga steril untuk
mencegah penularan infeksi
10) Pilihlah selang suction dengan ukuran setengah dari diameter endotrakeal,
trakheostomy, atau saluran nafas pasien
Rasional: penggunaan dimater yang lebih kecil agar tidak menyumbat jalan nafas dan
memberikan ruang agar pasien mampu melakukan respirasi
11) Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)
Rasional : aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas
12) Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP dan
irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction
Rasional : Mengetahui adanya perubahan nilai SaO 2 dan satus hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction bisa dihentikan.
13) Lakukan suction pada oropharing setelah selesai suction pada trakea
Rasional : melancarkan jalan nafas sehingga SaO2 menjadi optimal

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh


sekresi dan spasme bronkus ditandai dengan dispnea, nilai AGD tak normal (Pa O 2
<80mmHg), retraksi dinding dada, sianosis sentral dan perifer (+), batuk produktif
(+).
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan pertukaran gas klien
adekuat dengan kriteria hasil:
Respiratory status
- RR dalam batas normal (30-50x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)
- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)

18
- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation from
normal range)
- Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal range)
- Tidak ada sianosis (skala 5 = none)
- Tidak ada dispnea (skala 5 = none)
- Tidak ada kelemahan (skala 5 = none)
- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)
Respiratory status: Gas Exchange
- PaO2 normal (80-100 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal range)
- PaCO2 normal (35-45 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal range)
- PH normal (7,35-7,45) (skala 5 = no deviation from normal range)
- SatO2 normal (95-100%) (skala 5 = no deviation from normal range)
- Tidak ada sianosis (skala 5 = none)
- Tidak ada penurunan kesadaran (skala 5 = none)
Intervensi:
Acid Base Management
1) Monitor kadar hasil AGD
Rasional: untuk mengevaluasi proses penyakit, memudahkan menetukan terapi atau
mengevaluasi keefektifan terapi yang telah diberikan
2) Monitor tanda-tanda gagal napas
Rasional: dapat memberikan tindakan penanganan yang tepat dan cepat pada klien
3) Pertahankan bersihan jalan napas
Rasional: bersihan jalan napas mempengaruhi intake oksigen dari luar tubuh ke dalam
tubuh
4) Sarankan waktu istirahat yang adekuat
Rasional: untuk mengurangi kerja pernapasan
5) Monitor status neurologis
Rasional: Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat menunjukkan
hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
6) Kontrak dengan pengunjung untuk membatasi kunjungan
Rasional: agar klien dapat beristirahat secara adekuat untuk mebantu mengurangi kerja
pernapasan
Oxigen Therapy
7) Jaga kebersihan mulut, hidung, dan trakea
19
Rasional: bersihan jalan napas yang adekuat dapat memaksimalkan intake oksigen
yang dapat diserap oleh tubuh.
8) Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul yang digunakan
Rasional: volume aliran oksigen harus diberikan sesuai indikasi untuk pasien anak (1-
5 liter/menit).
9) Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah diberikan
Rasional: untuk membantu menentukan terapi berikutnya
10) Monitor tanda-tanda keracunan oksigen dan atelektasis
Rasional: oksigen yang berlebihan dalam tubuh sangat berbahaya karena oksigen
dapat mengikat air dan dapat menyebabkan dehidrasi.
11) Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan
selama aktifitas dan/atau tidur
Rasional: membantu klien memenuhi kebutuhan oksigen saat istirahat.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


ketidakmampuan dalam memasukan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena
faktor biologi ditandai dengan nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan
serum albumin < 3,5 mEq.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan x24jam diharapkan pemenuhan nutrisi adekuat
dengan kriteria hasil:
Status nutrisi
Masukan nutrisi adekuat (skala 5 = No deviation from normal range)
Masukan makanan dalam batas normal (skala 5 = No deviation from normal range)
Status nutrisi : masukan nutrisi
Masukan kalori dalam batas normal (skala 5= Totally adequate)
Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak, karbohidrat,
serat, vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium (skala 5= Totally adequate)
Status nutrisi : hitung biokimia
Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl) (skala 5= No deviation from normal
range)
Intervensi:
Terapi nutrisi

20
1) Kaji status nutrisi klien
Rasional: pengkajian penting untuk mengetahui status nutrisi klien dapat menentukan
intervensi yang tepat.
2) Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung kebutuhan kalori harian.
Rasional: dengan mengetahui masukan makanan atau cairan dapat mengetahui apakah
kebutuhan kalori harian sudah terpenuhi atau belum.
3) Tentukan jenis makanan yang cocok dengan tetap mempertimbangkan aspek agama
dan budaya klien.
Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi klien dengan tetap memperhatikan aspek
agama dan budaya klien sehingga klien bersedia mengikuti diet yang ditentukan.
4) Anjurkan untuk menggunakan suplemen nutrisi sesuai indikasi.
Rasional: dapat membantu meningkatkan status nutrisi selain dari diet yang
ditentukan.
5) Dorong klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori, tinggi protein sesuai
kebutuhan.
Rasional: untuk membantu memenuhi kalori, dan protein sesuai kebutuhan.
6) Jaga kebersihan mulut, ajarkan oral higiene pada klien/keluarga.
Rasional: menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan.
7) Ajarkan keluarga klien tentang pengaturan diet sesuai kebutuhan.
Rasional: memberikan informasi tentang kebutuhan diet klien agar dapat diaplikasikan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional: untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan klien.
Penanganan berat badan
9) Timbang berat badan klien secara teratur.
Rasional: dengan memantau berat badan klien dengan teratur dapat mengetahui
kenaikan ataupun penurunan status gizi.
10) Diskusikan dengan keluarga klien hal-hal yang menyebabkan penurunan berat badan.
Rasional: membantu memilih alternative pemenuhan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan dan penyebab penurunan berat badan.
11) Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional: membantu mengetahui masukan kalori harian klien disesuaikan dengan
21
kebutuhan kalori sesuai usia.
12) Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan elektrolit.
Rasional: kadar albumin dan elektrolit yang normal menunjukkan status nutrisi baik.
Sajikan makanan dengan menarik.
13) Tentukan makanan kesukaan, rasa, dan temperatur makanan.
Rasional: meningkatkan nafsu makan dengan intake dan kualitas yang maksimal.
14) Anjurkan penggunaan suplemen penambah nafsu makan.
Rasional: dapat membantu meningkatkan nafsu makan klien sehingga dapat
meningkatkan masukan nutrisi.
d. Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan
oksigen
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatanx 24 jam diharapkan
peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Intervensi :
1).Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas.lapor peningkatan dispnea,peningkatan
kelemahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi
2). Berikan lingkungan tenang dan batasi pengujung selama fase akut sesuai
indikasi.dorong penggunaan menajement stress dan pengalih yang tepat
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan yang berlebihan,meningkatkan
istirahat
3). Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur
Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi,tidur di kursi,atau menunduk
ke depan meja atau bantal
4). Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.berikan kemajuan peningkatan
aktifitas selama fase penyembuhan
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.

e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan .x 24 jam diharapkan kenyaman
terhadap kemampuan kemampuan untuk melakukan ADLS
22
Intervensi :
1). Ajarkan mengkoordinasikan pernafasan diagfragmatik dengan aktifitas seperti
berjalan,mandi,membukuk,atau menaiki tangga
2). Dorong klien untuk mandi,berpakaian,dan berjalan dalam jarak dekat,istirahat sesuai
kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan.Bahas tindakan
penghematan energy
3). Ajarkan tentang postural drainase bila memungkinkan

f. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran darah,masalah


pertukaran tingkat alveolar atau tingkat jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan .x24 jam diharapan peningkatan
perfusi sesuai secara individual,irama jantung /frekuensi nadi perifer dalam batas
normal.
Intervensi :
1). Auskultasi frekuensi dan irama jantung.Catat terjadinya bunyi jantung
ekstra
rasional : Takikardi sebagai akibat hipoksemia dan konpensasi upaya peningkatan aliran
darah dan perfusi jaringan.
2).Observasi perubahan status mental
Rasional : Gelisah,bingung,disorentasi,atau perubahan sensori motor dapat menunjukan
gangguan aliran darah,hipoksiaatau cedera vaskuler.
3). Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa
Rasional : kulit pucat atau sianosois,kuku,membrane bibir menunjukan fase kontriksi
perifer atau gangguan aliran darah
4). Ukur haluaran urine dan berat jenisnya
Rasional : syok lanjut atau penurunan curah jantung menimbulkan penurunan perfusi
ginjal
5). Berikan cairan (iv peroral) sesuai indikasi
Rasional : peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan statis vena hiperviskositas
darah atau mendukung volume sirkulasi / perfusi jaringan.
g. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian
Tujuan : setelah dilakukan tindakan dilakukan tindakan keperawatan .x24 jam
diharapan melaporkan takut/ansietas hilang atau menurun sampai tingkat
yang ditangani.
23
Intervensi :
1). Catat derajat ansietas dan takut.informasikan pasien atau orang terdekat bahwa
perasaanya normal dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : pemahaman bahwa perasaan normal dapat membantu pasien meningkatkan
beberapa perasaan kontrol emosi.
2). Jelaskan proses penyakit dan prosedur dalam tingkat kemampuan pasien untuk
memahami dan menangani informasi.
Rasional : menghilangkan ansietas karena ketidaktauan dan menurunkan takut tentang
keamanan pribadi.pada fase dini penjelasan perlu di ulang dengan sering dan singkat
karena pasien karena pasien mengalami penurunan lingkup perhatian
3). Berikan tindakan kenyamanan misalnya pijatan punggung perubahan posisi
Rasional : alat untuk menurunkan stress dan perhatian tak langsung untuk
meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping.
4). Bantu pasien untuk mengidentifikasikan perilaku membantu misal posisi yang
nyaman,focus bernafas,teknik relaksasi
Rasional : Memberikan pasien tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan
tegangan otot
5). Kembangkan program aktivitas dalam batas kemampuan fisik
Rasional : Memberikan kesehatan untuk membentuk energi dengan perasaan

4. Implementasi
Implementasi keperawatan ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan
yang dilaksanakan untuk mebantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah
disusun.Prinsip dari memberikan tindakan keperawatan meggunakan komunikas terapeutik
serta penjelaan setiap tindakan yng diberikan kepada klien.selain itu,juga berprinsip
melakukan tindakan keperawatan yang telah dituliskan dalam rencana keperawatan dan
menuliskan setiap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.Tindakan keperawatan yang
dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan secara independent,dependent,dan
interdependent.Tindakan independent yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa
petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya.Tindakan dependen ialah
tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau dengan perintah dokter atau tenaga
kesehatan lain.Tindakan interdependent ialah tindakan engan keperawatan yang memerlukan
kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi,radiologi,fisioterapi,dan lain-lain.
24
e. Evaluasi keperawatan
1.
No. Dx Evaluasi
1 S : Klien tidak mengeluh sesak nafas.
O: klien mampu batuk efektif dan klien mampu mengeluarkan
sputum, bunyi nafas normal, frekuensi irama kedalaman nafas
normal.
2 S : Klien tidak mengeluh sesak nafas.
O : Tidak ada sianosis dan nilai AGD dalam rentang normal.

3 S : Klien mengatakan mau makan minum.


O : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan selalu menghabiskan porsi
makanan yang diberikan, pasien menunjukkan peningkatan
nafsu makan, dan tidak mengalami penurunan berat badan.

4 S : Klien mengatakan tidak terjadi kelemahan,kelelahan,keletihan


O : pasien menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat di ukur dengan tak adanya dispnea .pasien tidak menunjukan
kelemahan berlebihan,dan tanda vital dalam rentang yang normal.
5. S : klien mengatakan sudah nyaman dan terbebas dari bau badan
O : Klien mampu melakukan ADLs,pasien dapat melakukan ADLS
dengan bantuan

6 S : klien mengatakan tidak lemes,tidak ada kebiruan,tidak dinginagi


O : klien meunjukan peningkaan perfusi sesuai secara
individual,misal staus mental biasa/normal,irama jantung dan nadi
perifer dalam batas normal,tiak adanya sianosis perifer,kulit hangat

7 S : klien mengatakan tidak cemas lagi


O : klien melaporkan takut/ansietas hilang atau enurun sampai
tingkat yang dapat dicapai,enampilan rileks dan istirahat/tidur
dengan tepat.

25
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah :
Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)
Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam COPD adalah emfisema paru-
paru dan Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah "Chronic obstructive airway
disease " dan "ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)"
PPOK adalah merupakan konisi irevensibel yang berkaitan dengan dispnea
26
aktivitasan dan penurunan aliran masuk dan kelua paru- paru(brunner &suddarth,2002).
Ppok merupakan obstruksi saluran aluran pernafasan yang progresif Dan
irevesibel,erjadi bersamaan bronchitis,efisema atau kedua-duanya (snider,2003).

B. SARAN
Semoga teori askep PPOK ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan PPOK.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarths,
Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

27
28

Anda mungkin juga menyukai