Anda di halaman 1dari 6

1.

PENATALAKSANAAN TORSIO TESTIS


1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat
mengembalikan aliran darah.
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar
testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial, maka
dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral terlebih dahulu, kemudian jika tidak ada
perubahan, dicoba detorsi ke arah medial.
Metode tersebut dikenal dengan metode open book (untuk testis kanan), Karena
gerakannya seperti membuka buku. Bila berhasil, nyeri yang dirasakan dapat menghilang
pada kebanyakan pasien. Detorsi manual merupakan cara terbaik untuk memperpanjang
waktu menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat menghindarkan dari prosedur
pembedahan.
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat darurat,
pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit dilakukan tanpa
anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau dapat kembali menjadi
torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana
testis mengalami torsio adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi
manual akan memperburuk derajat torsio.

2. Operatif

Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk mempercepat
proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya iskemia, oleh karena itu,
waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium,
atau prosedur diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :
1. Untuk memastikan diagnosis torsio testis
2. Melakukan detorsi testis yang torsio
3. Memeriksa apakah testis masih viable
4. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
5. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya
kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian
ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan
medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk
menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis
kontralateral.
Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini
dilakukan karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu.
Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian
disusul pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang yang
tidak diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar testis tidak terpuntir kembali. Sedangkan
pada testis yang sudah mengalami nekrosis, dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan
kemudian disusul orkidopeksi kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap
berada di scrotum dapat merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi
kemampuan fertilitas di kemudian hari.

2. FUNIKULOKEL
Funikulokel adalah hidrokel kongenital yang terjadi akibat obliterasi di bagian
proksimal dan distal dari funikulus spermatikus. Secara klinis ditemukan benjolan
pada funikulus spermatikus yg berisi cairan yang terpisah dari testis
Gambaran klinis:
- Terdapat kista di funikulus
- Letaknya terpisah dari testis
- Pemeriksaan diafonoskopi (+)
Penatalaksanaan: dilakukan ekstirpasi

3. SPERMATOCELE
Spermatocele disebut juga kista spermatik, adalah kondisi dimana terbentuk
kantung abnormal berbentuk kista berisi cairan sperma mati di dalam epididimis,
suatu saluran bergulung padat yang terletak di belakang testis dimana sperma
disimpan dan matang. Ketika kista ini tidak terisi sperma, disebut sebagai kista
epididimal.
Etiologi belum diketahui secara pasti, sering disebabkan oleh epididimitis akibat
STD, bila bilateral akan menyebabkan azoospermia. Ada ahli yg mengatakan
akibat penyumbatan di salah satu tabung yang mengalirkan sperma dari testis
ke epididimis. Dapat pula disebabkan oleh trauma dan peradangan.
Manifestasi klinis dapat berupa nyeri yang disebabkan oleh kista yang tumbuh
di epididimis yang terletak di belakang testis. Kista tersebut bersifat jinak, dan
mulai keluar sebagai akumulasi sel-sel sperma. Seringkali, kista sangat kecil dan
tidak menimbulkan masalah. Namun kadang-kadang kista tumbuh agakbesar
dengan ukuran beberapa sentimeter sehingga pria merasa berat di testisnya,
terasa tidak nyaman atau bahkan terasa sakit.
Secara patofisiologi spermatokel dapat berasal dari divertikulum rongga yang
diteukan pada caput epididimis. Sperma yang menumpuk disitu lama kelamaan
akan menumpuk dan membentuk suatu divertikulum pada caput epididimis.
Spermatokel diduga dapat berasal dari epididimitis atau trauma, karena
timbulnya scar pada bagian manapun dari epididmis akan menyebabkan
obstruksi dan mungkin mengakibatkan tibulnya spermatokel.
Diagnosis spermatokel ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil
pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya massa testis
yang:
Unilateral (hanya ditemukan pada salah satu testis)
Lunak
Licin, berkelok-kelok atau berbentuk tidak beraturan
Berfluktuasi, berbatas tegas atau padat.
Permeriksaan lain yang dapat dilakuakn diantaranya:
1. Transiluminasi: spermatokel menunjukkan massa dengan cairan yang agak
padat. Adanya hidrokel bisa diketahui juga dengan menyinari skrotum
denganlampu senter. Skrotum yang terisi dengan cairan jernih akan
tembus cahaya (transiluminasi). Varikokel teraba sebgai massa yang
berkelok-kelok di sepanjang korda spermatika
2. USG skrotum: Spermatokel berupa gambaran lesi hipoekoik epididmis
yang biasanya berukuran 1-2 cm dan menunjukkan peningkatan akustik
posterior.

Sprematokel Testis

Spermatokel adalah jenis umum dari kista ekstra testis, dan merupakan
dilatasi kistik tubulus dari duktus eferen di kepala epididimis. Spermatokel
biasanya unilokular tetapi dapat multilokular dan mungkin terkait dengan
vasektomi sebelumnya. Mereka lebih umum daripada kista epididimis,
tetapi dapat muncul sangat mirip.
Diagnosis Banding dengan penyebab terbentuknya massa skrotum dapat
berupa:
Peradangan maupun infeksi (mis. Epididimitis)
Trauma pada skrotum
Herniasi (hernia inguinalis)
Tumor
Penatalaksanaan
Medikamentosa:
Analgesik oral
Antibiotik oral: jika penyebab utamanya epididimitis yang
menyebabkan rasa tidak nyaman
Observasi utk kasus spermatokel sederhana, ringan atau tanpa
gejala
Aspirasi cairan spermatokel: angka kekambuhan tinggi
Operasi: spermatokelektomi transkrotal
Skleroterapi: tetrasiklin, fibrin glue, fenol, sodium tetradecyl sulfat, kuinin,
talk powder, polidokanol, etanolamin oleate (keberhasilan 30-100%)
Untuk menghancurkan dinding kista
Kurang efektif
Untuk laki-laki yang sudah tidak ingin meneruskan garis keturunan
Cairan skleroterapi membahayakan dan merusak epididimis dan
mengganggu kesuburan
Komplikasi tidakan:
Spermatokelektomi:
Trauma epididimis
Obstruksi epididimis
Hematom skrotum
Infeksi luka operasi, bengkak, spermatokel berulang
Skleroterapi:
Trauma epididimis
Infertilitas
Perdarahan
Infeksi
Epididimitis chemical
Spermatokel berulang
Prognosis pada pasien yang dilakukan spermatokelektomi cenderung baik.
Spermatokelektomi adalah penanganan terbaik bagi spermatokel simptomatik.
Sebaliknya skleroterapi efikasinya secara keseluruhan masih lebih rendah
dibandingkan spermatokelektomi.

Anda mungkin juga menyukai